PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bank Bagi Hasil sering disebut Bank Syariah (Bank Islam) merupakan lembaga
perbankan yang menggunakan sistem dan operasi berdasarkan prinsipprinsip hukum atau
syariah Islam, seperti diatur dalam Al Quran dan Al Hadist. Perbankan Syariah merupakan
suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan sistem syariah (hukum islam).Usaha
pembentukkan sistem ini berangkat dari larangan islam untuk memungut dan meminjam
bedasarkan bunga yang termasuk dalam riba dan investasi untuk usaha yang dikategorikan
haram,misalnya dalam makanan,minuman,dan usaha-usaha lain yang tidak islami,yang hal
tersebut tidak diatur dalam Bank Konvensional.
Di Indonesia pelopor perbankan syariah adalah Bank Muamalat Indonesia. Berdiri
tahun1991, bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta
dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha
muslim. Bank ini sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 90-an sehingga
ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan
dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba. Saat
ini keberadaan bank syariah di Indonesia telah di atur dalam Undang-undang yaitu UU No.
10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan.
Adanya Perbankan syariah di Indonesia bertujuan untuk mewadahi penduduk di
Negara Indonesia yang hampir seluruh penduduknya beragama Islam. Dengan adanya bank
tersebut diharapkan tidak adanya kerancuan dalam proses muamalah bagi para pemeluk
agama islam, sehingga mereka terjaga dari keharaman akibat tidak adanya suatu wadah yang
melayani mereka dalam bidang muamalah yang bersifat islami. Namun realitas yang ada,dari
80% penduduk Indonesia yang beragama Islam tidak lebih dari 10% di antara mereka yang
bertransaksi secara syari lebih-lebih dalam hal perbankan. Sampai saat ini perbankan syariah
di Indonesia belum mampu menunjukan eksistensinya, banyak masyarakat yang tidak
menaruh kepercayaan terhadap perbankkan syariah.
[1]
Bahkan para ulama-ulama di negeri ini pun sebagian besar masih menyimpan
uangnya di bank konvensional. Hal tersebut terjadi karena kurangnya pemahaman mengenai
sisitem operasi perbankan syariah Sistem dalam bank syariah di anggap sama dengan sistem
operasi yang ada dalam bank konvensional.
Hal ini terjadi karena kurangnya pemahaman masyarakat terhadap bank syariah dan
berakibat kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap bank syariah. Hal tersebut menjadi
landasan untuk menyadarkan masyarakat akan keurgenan perbankkan Islam di Negara ini.
Khusunya bagi mereka yang beragama Islam. Upaya-upaya pensosialisaian mekanisme dan
syariah di rasa perlu, sehingga masyarakat tidak lagi terjebak dalam transaksi-transaksi yang
tidak Islami dan masyarakat kembali menaruh kepercayaan terhadap transaksi syariah.
1.2 Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
1.3 Tujuan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
BAB II
PEMBAHASAN
[2]
[3]
Lantas pertanyaannya, apakah BSN akan merugikan bagi Negara mengingat tidak ada
imbal jasa bagi Negara karena tida mendapatkan riba? Hal ini tentu saja tidak masalah, justru
Negara akan semakon diuntungkan dengan keberadaan bank syariah ini. Pertama BSN akan
menjadi salah satu perpanjangan tangan bagi petugas pajak untuk melebrkan sayapnya.
Dengan dibangunnya perbankan ini, maka bank akan dapat mendata siapa saja nasabah yang
belum mepunyai NPWP ketika individu ini berinteraksi dengan BSN.
Kedua, dengan adanya perbankan ini, maka pemasukan Negara dari pajak akan
meningkat. Mengingat UKM yang meminjam akan dibelanjakn uangnya untuk barang modal
serta menambah kapasitas produksi. Pajak yang akan diterima Negara dapat meningkat, baik
dari pajak pertambahan nilai (PPN) maupun pajak penghasilan (PPh) akibat pertabahan
pendapatan yang diterima pengusaha sehinnga kapasitas produksinya semakin meningkat.
Dengan pertambahan pendapatan pajak ini tentu akan meningkatkan APBN Negara dan akan
menambah kapasitas kemampuan BSN untuk menyalurkan kredit lewat pertumbuhan
pendapatan Negara.
Ketiga, perbankan syariah akan menjadi tulang punggung bagi UKM untuk biasa
bertransformasi menjadi perusahaan yang memasuki sector formal tanpa beban bunga.
Walaupun tanpa bunga, BSN ini tetaplah sebuah bank
dengan prinsip- prinsip perbankan. Pemilihan perusahaan yang mendaptakan dana tabaru ini
haruslah UKM-UKM yang potensial dan bisa sebanyak sebanyaknya menciptakan lapangan
pekerjaan yang memang tujuan pemerintah.
2.2 Dasar Hukum Bank Umum Syariah
Undang-undang Nomor 10 Tahun tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan Pasal 1 Ayat 3 huruf menetapkan bahwa salah satu bentuk
usaha bank adalah menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan
pada prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Pokokpokok ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia memuat anatara lain:
a. Kegiatan usaha dan produk-produk bank berdasarkan pada prinsip Syariah
b. Pembentukan dan tugas Dewan Pengawas Syariah
c. Persyaratan bagi pembukaan kantor cabang yang melakukan kegiatan usaha secara
konvensional untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip Syariah.
[4]
Pasal ini merupakan revisi terhadap masalah yang sama pada Undang-undang Nomor
7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Pasal 6 huruf m yang menetapkan bahwa salah satu bentuk
usaha bank umum adalah menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan pada prinsip
bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah. Perubahan
tersebut pada dasarnya menyangkut tiga hal, yaitu:
a. Istilah prinsip bagi hasil diganti dengan prinsip syariah, meskipun esensinya tidak
berbeda
b. Ketentuan terperinci semula ditetapkan dengan ketentuan Bank Indonesia.
c. Undang-undang yang lama hanya menyebutkan prinsip bagi hasil dalam hal
penyediaan dana dan juga dalam kegiatan lain. Kegiatan lain bisa diterjemahkan
dalam banyak hal yang mencakup penghimpunan dan penggunaan dana.
Secara umum dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998
tersebut, posisi bank bagi hasil ataupun bank atas dasar prinsip syariah secara tegas telah
diakui oleh undang-undang.
Perbankan syariah sebagai salah satu sistem perbankan nasional memerlukan berbagai
sarana pendukung agar dapat memberikan kontribusi yang maksimum bagi pengembangan
ekonomi nasional. Salah satu sarana pendukung vital adalah adanya pengaturan yang
memadai dan sesuai dengan karakteristiknya. Pengakuan atas keberadaan bank syariah
semakin ditegaskan dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah pada Juli 2008. Dengan telah disashkannya undang-undang tersebut,
maka keberadaan perbankan bagi masyarakat Indonesia menjadi semakin diterima dan diakui
oleh masyarakat sehingga diharapkan dapat memberikan kontribusi yang optimal dalam
rangka menunjang pembangunan ekonomi nasional.
Bank umum melakukan kegiatan usaha secara konvensional dapat juga melakukan
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah melalui:
a. Pendirian kantor cabang atau kantor di bawah kantor cabang baru
b. Pengubahan kantor cabang atau kantor di bawah kantor cabang yang melakukan
kegiatan usaha secara konvensional menjadi kantor yang melakukan kegiatan
berdasarkan pada prinsip syariah. Dalam rangka persiapan perubahan kantor bank
tersebut, kantor cabang atau kantor dibawah kantor cabang yang sebelumnya
melakukan kegiatan usaha secara konvensional dapat terlebih dahulu membentuk unit
[5]
[7]
Untuk menunjang kinerja tersebut, selain memiliki struktur organisasi internal seperti
itu, diperlukan juga adanya institusi pendukung seperti: auditor Syariah, pasar keuangan
Syariah, forum komunikasi pengembangan perbankan Syariah, lembaga penjamin
pembiayaan Syariah, pusat informasi keuangan Syariah, dan lembaga yang menangani
sekuritisasi aset bagi bank Syariah yang menginginkan peningkatan likuiditasnya.
Litbang: Penelitian dan Pengembangan Bank (biasanya ada pada Kantor Pusat)
Sesuai dengan struktur organisasi sistem perbankan Syariah maka mekanisme kerja pada
masing-masing bagian adalah sebagai berikut:
1. Dengan adanya Keputusan RUPS yang antara lain menyangkut Laporan
Pertanggungjawaban Direksi serta Rencana Kerja selanjutnya maka Bank Syariah
dapat mengadakan langkah kebijaksanaan serta operasionalisasi selanjutnya.
2. Disamping itu adanya Fatwa Agama dari DPS terutama yang menyangkut produkproduk bank Syariah maka langkah kebijaksanaan serta operasionalisasi bank
Syariah tersebut mendapatkan pengabsahannya.
3. Selanjutnya dalam operasional bank Syariah tersebut terdapat dua macam
pengawasan:
1) Pengawasan internal oleh Dewan Komisaris, DPS dan Direksi.
2) Pengawasan eksternal oleh Bank Indonesia.
2.3.1 Sistem Operasional Bank Syariah
Pembicaraan mengenai sistem operasional lembaga keuangan Syariah pada intinya
adalah membicarakan tentang bagaimana kerja dan optimalisasi masing-masing bagian dalam
menjalankan
tugas
dan
fungsinya.
Berkaitan
dengan
itu,
maka
adanya job
[8]
dalam menyediakan produk penghimpunan dana bagi nasabahnya. Pada dasarnya, dilihat dari
sumbernya, dana Bank Syariah terdiri atas:
a. Modal
Modal adalah dana yang diserahkan oleh para pemilik (owner). Dana modal dapat
digunakan untuk pembelian gedung, tanah, perlengkapan, dan sebagainya yang secara
tidak langsung menghasilkan (fixed asset/non earning asset). Selain itu, modal juga
dapat digunakan untuk hal-hal yang produktif, yaitu disalurkan menjadi pembiayaan.
Pembiayaan yang berasal dari modal, hasilnya tentu saja bagi pemilik modal, tidak
dibagikan kepada pemilik dana lainnya. Mekanisme penyertaan modal pemegang
saham dalam perbankan syariah, dapat dilakukan melalui musyarakah fi sahm asysyarikah atau equity participation pada saham perseroan bank.
b. Titipan (Wadiah)
Salah satu prinsip yang digunakan Bank Syariah dalam memobilisasi dana adalah
dengan menggunakan prinsip titipan. Akad yang sesuai dengan prinsip ini ialah alwadiah. Dalam prinsip ini, bank menerima titipan dari nasabah dan bertanggung jawab
penuh atas titipan tersebut. Nasabah sebagai penitip berhak untuk mengambil setiap
saat, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
c. Investasi (Mudharabah)
[9]
Akad yang sesuai dengan prinsip investasi adalah mudharabah yang mempunyai tujuan
kerjasama antara pemilik dana (shahibul maal) dengan pengelola dana (mudharib),
dalam hal ini adalah bank. Pemilik dana sebagai deposan di bank syariah berperan
sebagai investor murni yang menanggung aspek sharing risk dan return dari bank.
Deposan, dengan demikian bukanlah lender atau kreditor bagi bank seperti halnya pada
bank konvensional.
2.
yaitu:
a. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang dilakukan dengan
prinsip jual beli.
Prinsip jual beli ini dikembangkan menjadi bentuk pembiayaan pembiayaan
murabahah, salam dan istishna.
b. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan
prinsip sewa (Ijarah). Transaksi ijarah dilandasi adanya pemindahan manfaat. Jadi
pada dasarnya prinsip ijarah sama dengan prinsip jual beli, namun perbedaannya
terletak pada obyek transaksinya. Bila pada jual beli obyek transaksinya adalah
barang, maka pada ijarah obyek transaksinya jasa.
c. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna
mendapatkan
sekaligus
barang
dan
jasa,
dengan
prinsip
bagi
hasil.
Prinsip bagi hasil untuk produk pembiayaan di bank syariah dioperasionalkan dengan
pola-pola
musyarakah
dan
mudharabah.
Jasa
Layanan
Perbankan,
[10]
yang
manajemen usaha, dengan proporsi bisa sama atau tidak. Keuntungan dibagi sesuai
kesepakatan antara para mitra, dan kerugian akan dibagikan menurut proporsi modal.
Transaksi Musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama
untuk meningkatkan nilai asset yang mereka miliki secara bersama-sama dengan
memadukan seluruh sumber daya.
9. Al-Qardh adalah suatu akad pinjaman (penyaluran dana) kepada nasabah dengan
ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya kepada
Lembaga Keuangan Syariah (LKS) pada waktu yang telah disepakati antara nasabah.
10. Al quard ul hasan
Akad pinjaman dari bank kepada pihak tertentu untuk tujuan sosial yang wajib
dikembalikan dengan jumlah yang sama sesuai pinjaman.
11. Al rahm
Akad penyerahan barang harta dan nasabah kepada bank sebagai jaminan sebagian
atau seluruh utang.
12. Salam
Akad jual beli barang pesanan antara pembeli dengan penjual.spesifikasi dan harga
barang pesanan disepakati di awal akad dan pembayaran di lakukan di muka secara
penuh.
13. Sharf
Akad jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya.
14. Ujr
Imbalan yang di berikan atau yang di minta atau suatu pekerjaan yang di lakukan.
15. Wadiah adalah titipan nasabah yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat
nasabah yang bersangkutan menghendaki. Bank bertanggungjawab atas pengembalian
titipan tersebut.
Wadiah sendiri dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Wadiah Yad Dhamanah - wadiah di mana si penerima titipan dapat memanfaatkan
barang titipan tersebut dengan seizin pemiliknya dan menjamin untuk
mengembalikan titipan tersebut secara utuh setiap saat kala si pemilik
menghendakinya.
2. Wadiah Yad Amanah - wadiah di mana si penerima titipan tidak bertanggungjawab
atas kehilangan dan kerusakan yang terjadi pada barang titipan selama hal ini
bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan penerima titipan dalam memelihara
titipan tersebut
16. Wakalah
[12]
adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang sebagai pihak pertamakepada orang lain sebagai pihak
kedua dalam hal-hal yang diwakilkan (dalam hal ini pihak kedua) hanya melaksanakan sesuatu
sebatas kuasa atau wewenang yangdiberikan oleh pihak pertama, namun apabila kuasa itu telah
dilaksanakan sesuaiyang disyaratkan, maka semua resiko dan tanggung jawab atas
dilaksanakan perintah tersebut sepenuhnya menjadi pihak pertama atau pemberi kuasa.
2.4.2 Kegiatan Usaha
Bank Indonesia memberikan pedoman dan prinsip-prinsip yang harus dijalankan oleh
bank syariah di indonesia.prinsip-prinsip tersebut di tuangkan dalam UU Nomer 7 Tahun
1992 tentang perbankan, UU Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan atas undanganundangan nomer 7 tahun 1992, dan SK Dir BI Nomor 32/34/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999
tentang Bank Syariah.
Bank wajib menerapkan prinsip Syariah dalam melakukan kegiatan usahanya yang meliputi :
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpangan yang meliputi :
Giro berdasarkan pada prinsip wadiaah
Tabungan berdasarkan pada prinsip wadiaah atau mudarabah
Deposito berjangka berdasarkan berdaarkan pada prinsip mudarabah
Bentuk lain bedasarkan pada prinsip wadiaah atau mudarabah.
2. Melakukan penyaluran dana melalui :
Transaksi jual beli berdasarkan pada prinsip murabah,istishna, ijarah, salam, dan
hasil lainnya.
Membeli surat-surat berharga pemerintah dan Bank Indonesia yang di terbitkan
prinsip wakalah
Menerima pembayaran tagihan atas surat berharga yang di terbitkan dan
melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga berdasarkan prinsip
wakalah
Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat-surat berharga
Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah dalam bentuk surat
berharga yang tidak tercatat di bursa efek berdasarkan pada prinsip ujr.
Melakukan kegiatan usaha kartu debit berdasarkan pada prinsip ujr
Melakukan kegiatan wali amanat berdasarkan pada prinsip wakalah.
4. Melakukan kegiatan lain seperti :
Melakukan kegiatan dalam waktu asing berdasarkan pada prinsip ujr
Melakukan kegiatan penyertaan modal berdasarkan pada prinsip musyarakah dan
mudarabah pada bank atau perusahaan lain yang melakukan kegiatan usaha
modal
sementara
berdasarkan
prinsip
nyan kepada yang berhak dlam bentuk santunan dan pinjaman kebijakan.
5. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan bank sepanjang disetujui oleh Dewan
Syariah Nasional.
Dalam hal bank akan melakukan kegiatan usaha yang belum difatwakan oleh
dewan syariah nasonal, bank wajib meminta persetujuan Dewan Syariah Nasional
sebelum melaksanakan kegiatan usaha tersebut.
2.5 Bentuk Hukum, Modal dan Pendirian
2.5.1. Badan hukum suatu bank berdasarkan pada prinsip syariah dapat berupa :
1. Perseroan Terbatas
2. Koperasi
3. Perusahaan Daerah
2.5.2. Modal
Modal disetor bagi bank yang berbentuk badan hukum koperasi adalah simpanan
pokok, simpanan wajib, dan hibah sebagaimana diatur dalam UU tentang perkoperasian.
Modal disetor yang berasal dari warga Negara asing dan/atau badan hukum asing setinggitingginya sebesar 99% dari modal disetor bank.
[14]
2.5.3. Pendirian
Bank berdasarkan prinsip syariah hanya dapat didirikan dan melakukan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah dengan izin Direksi Bank Indonesia. Bank tersebut hanya
dapat didirikan oleh :
1. Warga Negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia
2. Warga Negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia dengan warga Negara
asing dan/atau badan hukum asing secara kemitraan
Pemberian izin kegiatan usaha dilakukan dalam 2 tahap. Tahap yang pertama adalah
persetujuan prinsip, yaitu persetujuan untuk melakukan persiapan pendirian bank.
Permohonan untuk mendapatkan persetujuan prinsip diajukan sekurang-kurangnya oleh
seorang calon pemilik kepada Direksi Bank Indonesia sesuai dengan format yang telah
ditentukan dan wajib dilampiri dengan :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
instansi berwenang
Data kepemilikan
Daftar susunan dewan komisaris dan direksi
Susunan organisasi serta system dan prosedur kerja, temasuk susunan personalia
Bukti pelunasan modal disetor minimum
Bukti kesiapan operasional
Surat pernyataan dari pemegang saham
[15]
8. Surat pernyataan tidak merangkap jabatan melebihi ketentuan bagi anggota dewan
komisaris
9. Surat penyataan tidak merangkap jabatan bagi anggota direksi
10. Surat pernyataan dari anggita dewan komisaris bahwa yang bersangkutan tidak
mempunyai hubungan keluarga sesuai ketentuan
11. Surat pernyataan dari anggota direksi bahwa yang bersangkutan tidak mempunyai
hubungan keluarga sesuai ketentuan
12. Surat pernyataan dari anggota direksi
2.6 Kepemilikan Bank Syariah
Kepemilikan bank berdasarkan prinsip syariah oleh badan hukum Indonesia, setinggitingginya sebesar modal sendiri bersih badan hokum yang bersangkutan. Modal sendiri bersih
merupakan:
a. Penjumlahan dari modal disetor, cadangan dan laba, dikurangi penyertaan dan
kerugian, bagi badan hokum Perseroan Terbatas/Perusahaan Daerah atau
b. Penjumlahan dari simpanan pokok, simpanan wajib hibah, modal penyertaan,
dana cadangan, dan sisa hasil usaha, dikurangi penyertaan dan kerugian, bagi
badan hokum koperasi
Sumber dana yang digunakan dalam rangka kepemilikan bank berdasarkan pada
prinsip syariah dilarang:
a. Berasal dari pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank
dan/atau pihak lain di Indonesia
b. Berasal dari sumber yang diharamkan menurut prinsip syariah, termasuk dari dan
untuk tujuan pencucian uang (money laundering)
Yang dapat menjadi pemilik bank berdasarkan prinsip syariah adalah pihak-pihak yang:
a. Tidak termasuk dalam daftar orang tercela dalam bidang perbankan sesuai dengan
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
b. Menurut penelilaian Bank Indonesia yang bersangkutan memiliki integritas yang
baik. Pemilik bank yang memiliki integritas yang baik antara lain adalah pihakpihak yang memiliki akhlak dan moral yang baik, mematuhi peraturan perundangundangan yang berlaku, memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengembangan
[16]
operasional bank yang sehat serta dinilai layak dan wajar untuk menjadi
pemegang saham bank.
[17]
Di bank syariah ada dewan pengawas syariah. Tetapi bank konvensional tidak ada
seperti itu. Di sana tidak ada keharusan untuk memberikan kepada rakyat kecil sedangkan di
bank syariah, sistemnya sendiri menyuruh agar membuat masyarakat yang tadinya miskin
menjadi tidak miskin.
Walaupun pemegang sahamnya adalah orang asing, namun begitu dia membeli bank
syariah maka harus tunduk kepada ketentuan itu. Pemilik perbankan syariah harus
membayar zakat walaupun bukan orang muslim. Hal itu yang tidak dimiliki bank
konvensional.
Adapun perubahan kepemilikan bank tunduk kepada tata cara perubahan pemilik bank
yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang beralaku mengenai penggabungan
bank, peleburan bank, pengambilalihan bank dan pembelian saham bank umum.
[18]
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian kita sepakati bersama bahwa perbankan islam adalah lembaga keuangan
yang menjalankan aktivitas perbankan konvensional murni yang tidak sama sekali ada
kaitannya dengan kegiatan keagamaan yang akan menimbulkan kontradiksi apabila terjadi
sebuah kesalahan, maka agama Islam termasuk di dalamnya umat islam itu akan tersalahkan.
Namun dalam kegiatannnya perbankan Islam tidak boleh menyimpang dari landasan
dan prinsip-prinsip Islam itu sendiri, karena timbulnya perbankan Islam adalah untuk
menyempurnakan dari sistem sosialis dan konvensional. Yang bukan saja berorientasi pada
profitabilitas tapi juga bagaimana perbankan islam itu sendiri mengedepankan etika dan
moral dalam berbisnis di dunia perbankan yang dapat menciptakan sebuah kegiatan
perbankan yang efisien dan efektip (bebas dari Riba, Gharar, Maysir, dll) sehingga dapat
berimplikasi pada pembangunan ekonomi, kesejahteraan rakyat, menciptakan pasar ekonomi
yang sehat dan menghilangkan paradigma dzalim.
3.2 Saran
Dalam karya tulis ini penulis berkeinginan memberikan saran kepada pembaca dalam
pembuatan karya tulis ini penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangankekurangan baik dari bentuk maupun isinya.
Penulis menyarankan kepada pembaca agar ikut peduli dalam mengetahui sejauh
mana pembaca mempelajari tentang Perbankan Syariah
Semoga dengan karya tulis ini para pembaca dapat menambah cakrawala ilmu
pengetahuan.
[19]
DAFTAR ISI
Anonim.
2014.
Peraturan
Perbankan
http://www.bi.go.id/web/id/Peraturan/Perbankan/se_093207.htm. Diakses
dalam
pada 9
Oktober 2016.
Budisantoso, Totok dan Noritomo. 2013. Bank dan Lembaga Keuangan Lain Edisi 3. Jakarta:
Salemba Empat.
Egi. 2013. Bank Syariah dalam http://makalahegi.blogspot.co.id/2013/01/makalah-banksyariah.html. Diakses pada 9 Oktober 2016.
Muhamad. 2000. Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syariah. Yogyakarta: UII Press.
[20]