PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perdarahan Post Partum (PPP) merupakan perdarahan yang masih
berasal dari tempat implantasi plasenta, robekan pada jalan lahir dan
jaringan sekitarnya dan merupakan salah satu penyebab kematian ibu di
samping perdarahan karena hamil ektopik dan abortus. Perdarahan post
partum bila tidak mendapat penanganan yang semestinya akan
meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu serta proses penyembuhan
kembali (Mochtar, 2002).
Perdarahan post partum adalah perdarahan yang melebihi 500 ml
setelah bayi lahir. Pada praktisnya tidak perlu mengukur jumlah
perdarahan sampai sebanyak itu sebab menghentikan perdarahan lebih dini
akan memberikan prognosis lebih baik. Pada umumnya bila terdapat
perdarahan yang lebih dari normal, apalagi telah menyebabkan perubahan
tanda vital (seperti kesadaran menurun, pucat, limbung, berkeringat
dingin, sesak napas, serta tensi < 90 mmHg dan nadi > 100/menit), maka
penanganan harus segera dilakukan (Prawirohardjo, 2011).
Di Indonesia, Sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit,
sehingga sering pasien yang bersalin di luar kemudian terjadi perdarahan
post partum terlambat sampai ke rumah sakit, saat datang keadaan
umum/hemodinamiknya sudah memburuk, akibatnya mortalitas tinggi.
Menurut Depkes RI, kematian ibu di Indonesia (2009) adalah 650 ibu tiap
100.000 kelahiran hidup dan 43% dari angka tersebut disebabkan oleh
perdarahan post partum.
Penyebab langsung tingginya angka kematian ibu di Indonesia
disebabkan oleh perdarahan 28%, Eklampsia24%, infeksi 20%, komplikasi
Puerperium 8%, abortus 5%, partus macet 5%, trauma obsetri 5 %, emboli
khususnya
perdarahan
post-partum,
terjadi
secara
mendadak dan lebih berbahaya apabila terjadi pada wanita yang menderita
anemia. Seorang ibu dengan perdarahan dapat meninggal dalam waktu
kurang dari satu jam (Kemenkes RI, 2008). Kondisi kematian ibu secara
keseluruhan diperberat oleh tiga terlambat yaitu terlambat dalam
pengambilan keputusan, terlambat mencapai tempat rujukan, terlambat
dalam mendapatkan pertolongan yang tepat di fasilitas kesehatan.
B. Tujuan
1. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu memahami secara keseluruhan konsep
hiperkalemia dan asuhan keperawatan HPP.
2. Tujuan Umum
1. Di ketahuinya defenisi HPP.
2. Diketahuinya etiologi HPP.
3. Diketahuinya manifestasi HPP.
4. Diketahuinya patofisiologi HPP.
5. Diketahuinya asuhan keperawatan HPP.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perdarahan Postpartum
1. Pengertian Perdarahan Postpartum
Perdarahan postpartum adalah perdarahan pervaginam 500 cc atau lebih
setelah kala III selesai (setelah plasenta lahir) (Wiknjosastro, 2000).
Fase dalam persalinan dimulai dari kala I yaitu serviks membuka kurang dari
4 cm sampai penurunan kepala dimulai, kemudian kala II dimana serviks
sudah membuka lengkap sampai 10 cm atau kepala janin sudah tampak,
kemudian dilanjutkan dengan kala III persalinan yang dimulai dengan lahirnya
bayi dan berakhir dengan pengeluaran plasenta. Perdarahan postpartum terjadi
setelah kala III persalinan selesai (Saifuddin, 2002).
Perdarahan postpartum ada kalanya merupakan perdarahan yang hebat dan
menakutkan sehingga dalam waktu singkat wanita jatuh ke dalam syok,
ataupun merupakan perdarahan yang menetes perlahan-lahan tetapi terus
menerus dan ini juga berbahaya karena akhirnya jumlah perdarahan menjadi
banyak yang mengakibatkan wanita menjadi lemas dan juga jatuh dalam syok
(Mochtar, 1995).
2.
3.
5.
Asuhan Keperawatan :
a. Pengkajian :
1. Identitas Klien
Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat,
medical, record dll.
2. Riwayat Kesehatan
Keluhan yang dirasakan saat ini yaitu :kehilangan darah dalam jumlah
banyak (>500 ml), nadi lemah, pucat, lokea berwarna merah, haus,
pusing gelisah, letih, tekan darah rendah,ekstremitas dingin, dan mual.
Pemeriksaan Khusus
a. Nyeri / ketidaknyamanan
b. Sistem Vaskuler
c. Sistem Reproduksi
d. Traktus urinarius
e. Traktus gastro intestinal
f. Integritas Ego
b. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko terjadinya syock hipovolemik b/d perdarahan yang
terjadi secara terus menerus.
2. Resiko terjadinya asidosis metabolik b/d penurunan jumlah
darah dalam kapiler.
3. Resiko terjadinya anemia b/d efek dari perdarahan.
Diagnosa
1. Resiko
Intervensi
Anjurkan pasien
Rasional
Peningkatan
terjadinya
untuk lebih
intake
syock
banyak minum
dapat
Observasi TTV
meningkatkan
hipovolem
cairan
ik
b/d
pendaraha
n
yang
terjadi
secara
terus
siap 4 jam
volume
Observasi tanda
intravaskuler
tanda dehidrasi
yang
Observasi intake
meningkatkan
perfusi jaringan
Kolaborasi dalam
menerus
dapat
Perubahan TTV
pemberian cairan
dapattt
infus atau
merupakan
transfusi
indikator
tejadinya
dehidrasi secara
masa perawatan
dini
KH : tidak terjadi
Dehidrasi
penurunan kesadaran,
merupakan awal
terjadinya syock
bila
dehidrasi
baik
tidak
ditangan
secara baik
Intake
yang
cairan
adekuat
dapat
mengimbangi
pengeluaran
cairan
2. Resiko
Observasi TTV
terjadinya
dalam
asiosis
normal
metabolik
batas
Anjurkan
dan
berlebihan.
Mengurangi
pemecahan
protein
dan
lemak
yang
b/d
motivasi pasien
berlebihan
penurunan
untuk
untuk
minum
yang
jumlah,
yang manis
memenuhi
Kolaborasi
kebutuhan
dalam
dalam
metabolisme.
kapiler
Pemeriksaan
darah
Perubahan TTV
BGA
merupakan
Pemberian
tanda
cairan intravena
deteksi
awal
terjadinya
asidosis
asdosis.
selama
metabolik
dalam
masa
perawatan
KH :
hasil BGA dalam batas
normal.
TTV
3. Resiko
dalam
batas
normal.
Indentifikasi
Pengetahuan
terjadinya
pengetahuan
yang
anemia
pasien
memudahkan
b/d
anemia
efek
tentang
dan
cukup
pasien
untuk
dari
jelaskan
pendaraha
penyebab
anemia
tindakan
Anjurkan pada
keperawatan.
pasien
kooperatif
dan
untuk
terhadap
Aktivitas yang
tirah baring
sedikit
Kolaborasi
mengurangi
dalam
metabolisme
pemberian
sehingga beban
nutrisi
yang
adekuat ( diet
suplai
akan
oksigen
kejaringan akan
TKTP)
menjadi
Kolaborasi
bik.
dengan
dokter
lebih
Nutrisi
dalam
merupakan
pemberian
bahan
koagulantia dan
pembentuh ahab
roburantia,
terutama
pemberian
besi.
sebagai
zat
transfusi
Tujuan : tidak terjadi
anemia selama dalam
massa perawatan
KH : Hb > 10 gr,
mukosa tidak pucat.
Kongjungtiva
tidak
anemis
c. Sisa Plasenta
Sewaktu suatu bagian dari plasenta tertinggal, maka uterus tidak dapat
berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan.
Perdarahan postpartum yang terjadi segera jarang disebabkan oleh retensi
potongan-potongan kecil plasenta. Inspeksi plasenta segera setelah persalinan
bayi harus menjadi tindakan rutin. Jika ada bagian plasenta yang hilang, uterus
harus dieksplorasi dan potongan plasenta dikeluarkan (Faisal, 2008).
d. Robekan Jalan Lahir
Robekan jalan lahir dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri.
Perdarahan pasca persalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya
disebabkan oleh robekan serviks atau vagina (Saifuddin, 2002). Setelah
persalinan harus selalu dilakukan pemeriksaan vulva dan perineum.
Pemeriksaan vagina dan serviks dengan spekulum juga perlu dilakukan setelah
persalinan.
Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam jumlah yang
bervariasi banyaknya. Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu harus
dievaluasi yaitu sumber dan jumlah perdarahan sehingga dapat diatasi. Sumber
perdarahan dapat berasal dari perineum, vagina, serviks, dan robekan uterus
(ruptura uteri). Perdarahan dapat dalam bentuk hematoma dan robekan jalan
lahir dengan perdarahan bersifat arterill atau pecahnya pembuluh darah vena.
Untuk dapat menetapkan sumber perdarahan dapat dilakukan dengan
pemeriksaan dalam dan pemeriksaan spekulum setelah sumber perdarahan
diketahui dengan pasti, perdarahan dihentikan dengan melakukan ligasi
(Manuaba, 1998).
e. Inversio Uteri
Inversio uteri merupakan keadaan dimana fundus uteri masuk ke dalam
kavum uteri, dapat secara mendadak atau terjadi perlahan (Manuaba, 1998).
Pada inversio uteri bagian atas uterus memasuki kavum uteri, sehingga
fundus uteri sebelah dalam menonjol ke dalam kavum uteri. Peristiwa ini
jarang sekali ditemukan, terjadi tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah
plasenta keluar. Sebab inversio uteri yang tersering adalah kesalahan dalam
memimpin kala III, yaitu menekan fundus uteri terlalu kuat dan menarik tali
pusat pada plasenta yang belum terlepas dari insersinya. Menurut
perkembangannya inversio uteri dibagi dalam beberapa tingkat (Wiknjosastro,
2005) :
1. Fundus uteri menonjol ke dalam kavum uteri, tetapi belum keluar dari
ruang tersebut
2. Korpus uteri yang terbalik sudah masuk ke dalam vagina
3.
apabila kelainan itu sejak awal tumbuh dengan cepat, seringkali timbul rasa
nyeri yang keras dan bisa menyebabkan syok
3. Penanganan Perdarahan Postpartum Primer
1. Pencegahan Perdarahan Postpartum Primer
Penanganan terbaik perdarahan postpartum adalah pencegahan. Mencegah
atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus yang disangka akan
terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan
sewaktu bersalin, namun sudah dimulai sejak wanita hamil dengan antenatal
care yang baik. Pengawasan antenatal memberikan manfaat dengan
ditemukannya berbagai kelainan secara dini, sehingga dapat diperhitungkan
dan
dipersiapkan
langkah-langkah
dalam
pertolongan
persalinannya.
Kunjungan pelayanan antenatal bagi ibu hamil paling sedikit 4 kali kunjungan
dengan distribusi sekali pada trimester I, sekali trimester II, dan dua kali pada
trimester III.
Anemia dalam kehamilan harus diobati karena perdarahan dalam batasbatas normal dapat membahayakan penderita yang sudah anemia. Kadar
fibrinogen perlu diperiksa pada perdarahan yang banyak, kematian janin dalam
uterus dan solusio plasenta. Apabila sebelumnya penderita sudah mengalami
perdarahan postpartum, persalinan harus berlangsung di rumah sakit. Di rumah
sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb, golongan darah dan
bila mungkin tersedia donor darah. Sambil mengawasi persalinan, dipersiapkan
keperluan untuk infus dan obat-obatan penguat rahim (uterus tonikum). Setelah
ketuban pecah kepala janin mulai membuka vulva, infus dipasang dan sewaktu
bayi lahir diberikan ampul methergin atau kombinasi 5 satuan sintosinon
(sintometrin intravena) (Mochtar, 1995).
Dalam kala III uterus jangan dipijat dan didorong ke bawah sebelum
plasenta lepas dari dindingnya. Penggunaan oksitosin sangat penting untuk
mencegah perdarahan postpartum. Sepuluh satuan oksitosin diberikan
intramuskulus segera setelah anak lahir untuk mempercepat pelepasan plasenta.
Sesudah plasenta lahir hendaknya diberikan 0,2 mg ergometrin intramuskulus.
Kadang-kadang pemberian ergometrin, setelah bahu depan bayi lahir dengan
tekanan pada fundus uteri plasenta dapat dikeluarkan dengan segera tanpa
banyak perdarahan. Namun salah satu kerugian dari pemberian ergometrin
setelah bahu depan bayi lahir adalah kemungkinan terjadinya jepitan (trapping)
terhadap bayi kedua pada persalinan gemelli yang tidak diketahui sebelumnya
(Wiknjosastro, 2005).
Pada perdarahan yang timbul setelah anak lahir dua hal harus dilakukan,
yakni menghentikan perdarahan secepat mungkin dan mengatasi akibat
perdarahan. Setelah plasenta lahir perlu ditentukan apakah disini dihadapi
perdarahan karena atonia uteri atau karena perlukaan jalan lahir. Jika plasenta
belum lahir (retensio plasenta), segera dilakukan tindakan untuk
2. Manajemen Aktif Kala III
atonia
uteri,
komponennya
adalah
(Shane,
2002)
masyarakat
mau
melakukan
tindakan-tindakan
(praktik)
untuk
(KB), dan mencari pelayanan antenatal dan persalinan. Selain itu, mereka juga
tidak akan mencari pertolongan dukun bila hamil atau bersalin dan juga dapat
memilih makanan yang bergizi.
Menurut Thadeus dan Maine (1990) yang dikutip dari Suryani (2008), dari
beberapa penelitian yang dilakukan di berbagai negara menunjukkan adanya
hubungan yang bermakna antara penggunaan pelayanan obstetri dan tingkat
pendidikan ibu.
3. Paritas
Paritas merupakan faktor risiko yang memengaruhi perdarahan postpartum
primer. Pada paritas yang rendah (paritas 1) dapat menyebabkan ketidaksiapan
ibu dalam menghadapi persalinan sehingga ibu hamil tidak mampu dalam
menangani komplikasi yang terjadi selama kehamilan, persalinan dan nifas.
Sedangkan semakin sering wanita mengalami kehamilan dan melahirkan
(paritas lebih dari 3) maka uterus semakin lemah sehingga besar risiko
komplikasi kehamilan (Manuaba, 1998).
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut perdarahan
pascapersalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Paritas satu dan
paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai angka kejadian perdarahan
pascapersalinan lebih tinggi. Lebih tinggi paritas, lebih tinggi kematian
maternal. Risiko pada paritas
1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik yang lebih baik, sedangkan
risiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga
berencana. Sebagian kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan
(Wiknjosastro, 2005).
Menurut penelitian Herianto (2003) bahwa paritas lebih dari 3 bermakna
sebagai faktor risiko yang memengaruhi perdarahan postpartum primer
(OR=2,87; 95% CI 1,23;6,73). Penelitian Miswarti (2007) menyatakan
proporsi ibu yang mengalami perdarahan postpartum primer dengan paritas 1
sebesar 12%, paritas 2-3 sebesar 40% dan paritas lebih dari 3 sebesar 48%,
serta terdapat hubungan yang signifikan antara paritas dengan perdarahan
terjadinya kelahiran berikutnya. Jarak antar kelahiran yang terlalu dekat dapat
menyebabkan
terjadinya
komplikasi
kehamilan.
Menurut
Moir
dan
kehamilan dan persalinan berikutnya. Bila riwayat persalinan yang lalu buruk
petugas harus waspada terhadap terjadinya komplikasi dalam persalinan yang
akan berlangsung. Riwayat persalinan buruk ini dapat berupa abortus,
kematian janin, eklampsi dan preeklampsi, sectio caesarea, persalinan sulit
atau lama, janin besar, infeksi dan pernah mengalami perdarahan antepartum
dan postpartum.
konsentrasi
sel
darah
merah
mengalami
penurunan.
plasma
darah
sehingga
terjadi
pengenceran
darah.
Perbandingan tersebut adalah plasma 30%, sel darah 18% dan haemoglobin
19%. Keadaan ini tidak normal bila konsentrasi turun terlalu rendah yang
menyebabkan hemoglobin sampai <11 gr%. Meningkatnya volume darah
berarti meningkatkan pula jumlah zat besi yang dibutuhkan untuk
memproduksi sel-sel darah merah sehingga tubuh dapat menormalkan
konsentrasi hemoglobin sebagai protein pengankut oksigen (Winkjosastro,
2000).
Anemia dapat mengurangi daya tahan tubuh ibu dan meninggikan
frekuensi komplikasi kehamilan serta persalinan. Anemia juga menyebabkan
peningkatan risiko perdarahan pasca persalinan. Rasa cepat lelah pada
penderita anemia disebabkan metabolisme energi oleh otot tidak berjalan
secara sempurna karena kekurangan oksigen. Selama hamil diperlukan lebih
banyak zat besi untuk menghasilkan sel darah merah karena ibu harus
memenuhi kebutuhan janin dan dirinya sendiri dan saat bersalin ibu
membutuhkan hemoglobin untuk memberikan energi agar otot-otot uterus
dapat berkontraksi dengan baik.
Multipara adalah wanita yang telah melahirkan anak lebih dari satu
kali.
3. Grandemultipara
Grandemultipara adalah wanita yang telah melahirkan 5 orang
anak atau lebih dan biasanya mengalami penyulit dalam kehamilan
dan persalinan.
Kematian maternal lebih banyak terjadi dalam 24 jam pertama
postpartum yang sebagian besar karena terlalu banyak mengeluarkan
darah. Sebab yang paling umum dari perdarahan yang terjadi dalam 24
jam pertama pascapersalinan atau yang biasa disebut perdarahan
postpartum
primer
adalah
kegagalan
rahim
untuk
berkontraksi
BAB III
PEMBAHASAN
A. Kasus
Ibu "TP" umur 26 tahun telah melakukan persalin pada pukul 10.00
wita. 2 jam setelah plasenta lahir, ibu mengeluh pusing dan mengantuk.
B. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian data
a. Identitas
Nama : ibu TP
Umur : 26 tahun
Jenis kelamin : perempuan
b. Anamnesa
Keluhan utama : pusing dan mengantuk pasca bersalin
Riwayat kesehatan :
a. Riwayat kesehatan Sekarang : hemoragic post partum
b. Riwayat kesehatan dahulu : c. Riwayat kesehatan keluarga :c. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Keadaan : lemah dan mengantuk
Kesadaran : samnolen
Keadaan fisik : ekstremitas teraba dingin serta warna
kuku tampak pucat,
b. Tanda Vital :
- TD : 90/60 mmHg
- N : 100 X/menit
d. Analisa Data
N
O
1
Analisa data
Etiologi
Do:
Persalinan
1. TD
2.
3.
4.
5.
90/60
mmHg
N : 100 x/i
RR : 30 xi
T : 36c
Keluar
darah
- RR : 30 X/menit
- t : 360 C
Masalah
keperawatan
Defisit Volume
Cairan
Kelahiran bayi
dari vagina
Kelahiran plasenta
600 cc
Plasenta sukar lahir
Retensio plasenta
Perdarahan
2
Do:
Anemia
1. Keadaan lemah
2. Tingkat
kesadaran
somnolent
Ds :
1. Ibu
mengeluh
pusing.
2. Ibu
mengeluh
mengantuk.
O2
Lemah
Anaerobic metabolisme
Kekurangan
kekurangan
ATP
asam
laktat
Kelemahan
3
Do:
1. Pucat.
2. Ekstremitas
teraba dingin.
3. Warna
kuku
kelelahan
Perdarahan massif
Gangguan perfusi
jaringan
Anemia
tampak pucat.
Ds :
kadar Hb
DO:
1. TD
mmHg
2. N : 100 x/i
3. RR : 30 xi
4. T : 36c
Ds : -
presipitasi
Ketidak efektifan
pola nafas
Kontraktilitas jantung
menurun
Dispnea
Hiperventilasi
2. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan perdarahan pada vagina
2. Lemah berhubungan dengan kondisi fisiologi (pasca kehamilan )
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemik
4. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan
energy atau kelemahan
3. Rencana Keperawatan
NO
1
Diagnosa
Keperawatan
Defisit volume
cairan
berhubungan
NOC
NIC
v i t a l
s i g n
1. Tekanan
darah sistolik
partum uterus ).
Aktivitas :
dengan
perdarahan pada
vagina
3-5
2. Tekanan
a. Tinjau
kembali
riwayat
darah
obsetri
diastolic 3 5
3. Respirasi : 3
untuk
factor
resiko
terhadap
perdaran
-5
post
partum ( riwayat
Blood
loss
severity
Perdarahan
vagina 2 5
utama
dari
hemoragic
post
partum,
pre
induksi,
eklamsia,
riwayat
persalianan,
kelahiran ganda,
kelahiran
secara
cesarean).
b. Gunakan es pada
bagian fundus.
c. Hitung
Jumlah
dari darah yang
hilang.
d. Gunakan
infuse
IV
e. Monitor
TTV
setiap 15 menit
atau lebih sesuai
kebutuhan.
f. Administrasikan
2
Lemah
Activity
produk
E n e r gy
berhubungan
tolerance
1. Respirasi
management :
1. Menilai
status
dengan kondisi
fisiologi (pasca
ketika
fisiologi
pasien
kehamilan )
beraktifitas 3
5
2. Aktifitas
mengetahui
penyebab
sehari hari 3
5
Neurological
status
untuk
kelelahan.
2. Gunakan
instrument yang
consciousness :
tepat
untuk
mengukur tingkat
Membuka mata
ketika diberikan
kelelahan pasien.
3. Pilih intervensi
yang tepat untuk
stimulus 2 5
menangani
kelemahan
dengan
menggunakan
kombinasi
dari
kategori
farmakologi
maupun
non
farmakologi.
Neurologic monitoring
1. Monitor ukuran
pupil, ketajaman,
kesimetrisan dan
reaksinya.
2. Monitor
perkembangan
glow coma scale
3. Monitor
tanda
3
Gangguan
tanda vital
Hypovolemia
Tissue
management :
berhubungan
dengan
hipovolemik
peripheral
1. Pengisian
1. Monitor
hemodynamic.
2. Monitor
kapiler
sampai
status
ke
jari 3 5
2. Suhu
dari
kulit
ekstremitas
penyebab hidrasi.
3. Monitor intake
dan output.
4. Monitor
akses
vascular
pada
bagian yang di
insersi
dari
infiltrasi, peblitis
dan infeksi jika
diperlikan.
5. Monitor
di
laboratorium
penyebab
dari
kehiulangan
darah.
6. Gunakan
akses
IV
7. Monitor
integritas kulit
Lower extremity
monitoring :
1. Kaji
status
mobilisasi
2. Menentukan
pengaturan
posisi
4
Ketidak
efektifan
Respiratory
pola
nafas
berhubungan
dengan
Airway
status
management
1. Respirasi
1. Buka jalan nafas,
3-5
2. Tanda
gunakan
teknik
membuka
dagu
penurunan
energy
kelemahan
tanda
atau
vital 3-5
yang
memiliki potensi
ventilasi
yang
maksimal.
3. Auskultasi suara
nafas.
4. Monitor respirasi
dan
status
oxygen
jika
diperlukan.
Respiratory monitoring
1. Monitor rata rata
ritme dan juga
tekanan
respirasi.
2. Monitor
dari
pola
nafas
(
bradypnea,
tachypnea,
hyperventilasi,
respirasi
kusmaul).
3. Palpasi ekspansi
paru
dari
sisi
yang sama.
4. Perkusi
bagian
anterior
dan
posterior
dari
bilateral.
5. Tandai
locasi
trakea.
6. Monitor respirasi
dan status O2
7. Monitor
tanda
tanda vital.
Vital sign monitoring
1. Monitor tekanan
darah, nadi, dan
respirasi
jika
dibutuhkan.
2. Monitor tekanan
darah
pasien
ketika
duduk,
dan
sesudah
pergantian posisi
jika dibutuhkan.
3. Monitor warna
kulit,
temperature, dan
kelembabannya.
4. Identifikasi
factor penyebab
4. Implementasi dan Evaluasi
N
Hari/ Tanggal D
O
1
X
1
Senin ,31
Oktober 2016
Implementasi
Evaluasi
08.00
1. meninjau
kembali
Pasien
riwayat mengatakan
atau
TTV
setiap
lebih
15
sesuai
P : intervensi
dilanjutkan
kebutuhan.
2. mengadministrasikan produk
2
Senin ,31
Oktober 2016
08.00
pasien
lelah
kelelahan.
lagi
2. Menggunakan instrument yang O : pasien
tepat untuk mengukur tingkat tampak
kelelahan pasien.
3. Memilih intervensi yang tepat
10.00
sudah
bias
,elakukan
aktifitas
1. Memonitor
ukuran
pupil,
perkembangan
dengan
lancer
dan
sadar
A : masalah
teratasi
sebagian
P:
intervensi
3
Senin ,31
Oktober 2016
dilanjutkan
S:
pasien
08.00
1. Memonitor
status mengatakan
hemodynamic.
pusing dan
2. Memonitor penyebab hidrasi.
ngantuk
3. Memonitor intake dan output.
4. Memonitor akses vascular berkurang
pada bagian yang di insersi
ekstremitas
infeksi jika diperlikan.
pasien tidak
5. Memonitor di laboratorium
teraba
penyebab dari kehiulangan
dingin, tidak
darah.
6. Mengunakan akses IV
pucat
dn
7. Memonitor integritas kulit
tidak lemah
10.00
A : masalah
1. Mengkaji
status
teratasi
mobilisasi
2. Menentukan pengisian sebagian
drainase
P : intervensi
4
Senin ,31
Oktober 2016
dilanjutkan
S: Pasien
08.00
memiliki
bradypnea,
tachypnea, normal
hyperventilasi,
respirasi
kusmaul).
A: Masalah
6. mempalpasi ekspansi paru dari
Teratasi
sisi yang sama.
sebagian
7. Memperkusi bagian anterior
dan posterior dari thorax dari
apex ke basis secara bilateral.
8. Menandai locasi trakea.
10.00
P: intervensi
dilakukan
dengan
1. Memonitor
nadi,
dan
dibutuhkan.
2. Memonitor
tekanan
respirasi
darah, Masalah
jika keperawatan
selanjutnya
tekanan
darah
posisi
jika
warna
kulit,
temperature,
dan
kelembabannya.
4. Mengidentifikasi
penyebab
pada
factor
perubahan
Hari/ Tanggal D
O
1
X
1
Selasa ,1
November
2016
Implementasi
Evaluasi
08.00
5. meninjau
kembali
Pasien
riwayat mengatakan
O : Pasien
tampak lebih
tenang dan
kelahiran secara cesarean).
nyaman
6. Menggunakan es pada bagian
fundus.
A : masalah
7. Menghitung Jumlah dari darah
teratasi
yang hilang.
8. Menggunakan infuse IV
P : intervensi
10.00
dilanjutkan
3. Memonitor
menit
atau
TTV
setiap
lebih
15
sesuai
kebutuhan.
4. mengadministrasikan produk
dengan
masalah
keperawatan
selanjutnya
Selasa ,1
November
08.00
pasien
2016
lelah
kelelahan.
lagi
5. Menggunakan instrument yang
O : pasien
tepat untuk mengukur tingkat
tampak
kelelahan pasien.
6. Memilih intervensi yang tepat sudah
bias
10.00
,elakukan
3. Memonitor
ukuran
pupil, aktifitas
lancar
perkembangan
dan
sadar
A : masalah
teratasi
P:
intervensi
dilanjutkan
dengan
masalah
keperawatan
Selasa ,1
November
08.00
8. Memonitor
selanjutnya
S:
pasien
status mengatakan
2016
hemodynamic.
pusing dan
9. Memonitor penyebab hidrasi.
ngantuk
10. Memonitor intake dan output.
11. Memonitor akses vascular hilang
pada bagian yang di insersi
dari infiltrasi, peblitis dan
ekstremitas
Selasa ,1
November
2016
selanjutnya
S: Pasien
08.00
memiliki
P: intervensi
dilakukan
dengan
10.00
5. Memonitor
nadi,
dan
dibutuhkan.
6. Memonitor
tekanan
respirasi
darah,
jika
tekanan
darah
posisi
jika
warna
kulit,
temperature,
dan
kelembabannya.
8. Mengidentifikasi
penyebab
keperawatan
selanjutnya
Masalah
pada
factor
perubahan
BAB IV
PERBANDINGAN
Setelah membaca dan memahami tinjauan teori pada bab II perdarahan
post partum, dapat kita simpulkan bahwa pasien dalam kasus mengalami
perdarahan post partum yang ditandai dengan adanya perdarahan pervaginam
yang terus-menerus setelah bayi lahir. Kehilangan banyak darahtersebut
menimbulkan tanda-tanda syok yaitu penderita pucat, tekanan darah rendah,
denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas dingin, Hal ini dibuktikan dengan
pengkajian yang telah dilakukan dan diperoleh sebagai mana tertera pada bab III.
Dari pemeriksaan fisik pada pemeriksaan umum keadaan pasien lemah dan
mengantuk,kesadaran samnolen,keadaan fisik ekstremitas teraba dingin dan warna
kuku tampak pucat dan menunjukkan tanda-tanda vital TD: 90/60 mmHg RR:
30x/menit N: 100x/menit dan t: 36C.
Dari segi diagnosa keperawatan, kami mengangkat diagnose yang berbeda
dengan diagnose pada askep teori. Dari diagnosa teori, kita ketahui bahwa
diagnose yang diangkat adalah syok hipovolemik b/d perdarahan yang terjadi
terus menerus.Sedangkan pada askep kasus kami mengangkat diagnosa utama
yaitudevisit volume cairan. Setelah kami melakukan diskusi kelompok, kami
berpendapat bahwa diagnosa pada askep kasus yaitu devisit voljume cairan, juga
terjadi pada pasien didalam kasus, sesuai dengan DO dan DS pada analisa data.
Sehingga kami juga memasukkan diagnosedevisit volume cairan. Hal ini kami
lakukan berdasarkan gejala gejala yang di alami pasien pada kasus dan setelah
melakukan analisa data, kami sepakat masalah utama yang dialami pasien adalah
devisit volume cairan. Menurut kelompok kami juga, apabila masalah devisit
volume cairan yang dialami pasien dapat diatasi, maka masalah syok hipovolemik
b/d perdarahan yang terjadi terus meneruspasien juga akan ikut membaik dan
dapat diatasi.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perdarahan post partum adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan
28 minggu.Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya dari pada perdarahan
kehamilan sebelum 28 minggu.
Perdarahan post partum dapat disebabkan oleh plasenta previa, solusio
plasenta, ruptura sinus marginalis, atau vasa previa. . Diagnosa secara tepat sangat
membantu menyelamatkan nyawa ibu dan janin.Ultrasonografi merupakan
motede pertama sebagai pemeriksaan penunjang dalam penegakkan plasenta
previa.
Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24
jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan
post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam
setelah anak dan plasenta lahir , pada kasus seperti ini perlu segera ditangani dan
di ambil tindakan.
B.Saran
Melakukan deteksi dini kemungkinan terjadinya perdarahan antepartum,
intrapartum dan postpartum dan membantu penatalaksanaan secara dini sehingga
dapat mengurangi angka mortalitas.
DAFTAR PUSTAKA
Burns, A., Lovich, R., et al. 2000. Pemberdayaan Wanita dalam Bidang
Kesehatan. Yogyakarta: Yayasan Esensia Medica
Cameron, M.J., Robson, S.C. 2006. Vital Statistic: An Overview. A Textbook of
Postpartum Hemorrhage. AOM Board of Directores
Cunningham, MacDonald, Grant. Terjemahan oleh Joko Suyono dan Andry
Hartono. 2006. Obstetri Williams Edisi 21. Jakarta: EGC
Dahlan, Sopiyudin. 2009. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam
Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika
Dahlan, Sopiyudin. 2009. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan: Deskriptif,
Bivariat, dan Multivariat Dilengkapi Aplikasi dengan SPSS. Jakarta: Salemba
Medika
Departemen Kesehatan RI. 2007. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2007.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Departemen Kesehatan RI. 2008. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI
www. Google.com/ Asuhan keperawatan maternitas Akses 17 mei09.com
Carpenito, Lynda, (2001), Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Penerbit
Buku KedokteranEGC, Jakarta
Hamilton, C. Mary, 1995, Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, edisi 6,
EGC, Jakarta
Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Media
Aesculapius.
Marilynn E.Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, EGC,