PENDAHULUAN
Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen
yang dikenal dengan nama Leptosira Interrogans . Penyakit ini pertama kali dikemukakan oleh
Weil pada tahun 1886 sebagai penyakit yang berbeda dengan penyakit lain yang juga ditandai
oleh ikterus. 1
Gejala penyakit ini sangat bervariasi mulai dari gejala infeksi ringan sampai dengan
gejala infeksi berat dan fatal. Dalam bentuk ringan, leptospirosis dapat menampilkan gejala
seperti influenza disertai nyeri kepala dan mialgia. Dalam bentuk parah (disebut sebagai Weils
syndrome), leptospirosis secara khas menampilkan gejala ikterus, disfungsi renal, dan diatesis
hemoragika. 2
Diagnosis leptospirosis seringkali terlewatkan sebab gejala klinis penyakit ini tidak
spesifik dan sulit dilakukan konfirmasi diagnosis tanpa uji laboratorium. Dalam dekade
belakangan ini, kejadian luar biasa leptospirosis di beberapa negara, seperti Asia, Amerika
Selatan dan Tengah, serta Amerika Serikat menjadikan penyakit ini termasuk dalam the
emerging infectious diseases. 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia maupun
hewan yang disebabkan kuman leptospira patogen dan digolongkan sebagai zoonosis. Penyakit
ini dikenal dengan berbagai nama seperti mud fever, slime fever, swamp fever, autumnal fever,
infektious jaundice, field fever, cane cutter fever, canicola fever, nanukayami fever, 7-day fever
dan lain-lain. 3
II. EPIDEMIOLOGI
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang
benua kecuali Antartika, namun terbanyak didapati didaerah tropis. Penularan leptospirosis pada
manusia ditularkan oleh hewan yang terinfeksi kuman leptospira. Kuman leptospira mengenai
sedikitnya 160 spesies mamalia, seperti anjing, babi, lembu, kuda, kucing, marmut, dan
sebagainya. Binatang pengerat terutama tikus merupakan vektor yang paling banyak. Tikus
merupakan vektor utama dari L. icterohaemorrhagica penyebab leptospirosis pada manusia.
Dalam tubuh tikus kuman leptospira akan menetap dan membentuk koloni serta berkembang
biak di dalam epitel tubus ginjal tikus dan secara terus dikeluarkan melalui urin saat berkemih.
Penyakit ini bersifat musiman, didaerah beriklim sedang masa puncak insidens dijumpai
pada musim panas dan musim gugur karena temperatur adalah faktor yang mempengaruhi
kelangsungan hidup kuman leptospira, sedangkan didaerah tropis insidens
tertinggi terjadi
III. ETIOLOGI
Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira, famili treponemataceae, suatu
mikroorganisme spirocheata. Secara sederhana, genus leptospira terdiri atas dua spesies yaitu
L.interrogans yang patogen dan L. biflexa yang hidup bebas (non patogen atau saprofit). Spesies
L.interrogans dibagi menjadi beberapa serogrup dan serogrup ini dibagi menjadi banyak serovar
menurut komposisi antigennya.
Saat ini telah ditemukan lebih dari 250 serovar yang tergabung dalam 23. Beberapa
serovar
L.interrogans
yang
dapat
menginfeksi
manusia
di
antaranya
adalah
L.
ujungnya dan 2 flagella periplasmik yang dapat menembus ke jaringan. Panjangnya 6-20 m dan
lebar 0,1 m ( lihat gambar 1). Kuman ini sangat halus tapi dapat dilihat dengan mikroskop
lapangan gelap dan pewarnaan perak. 3,4
Kuman leptospira dapat hidup di air tawar selama lebih kurang 1 bulan. Tetapi dalam air
laut, selokan dan air kemih yang tidak diencerkan akan cepat mati. Kuman leptospira hidup dan
berkembang biak di tubuh hewan. Semua hewan bisa terjangkiti. Paling banyak tikus dan hewan
pengerat lainnya, selain hewan ternak. Hewan piaraan, dan hewan liar pun dapat terjangkit. 2
Gambar 1. Leptospira
IV. PENULARAN3,5
Penularan leptospirosis dapat secara langsung dan tidak langsung. Penularan langsung
dapat terjadi melalui darah, urin, atau cairan tubuh lain yang mengandung kuman leptospira
masuk ke dalam tubuh pejamu; dari hewan ke manusia merupakan penyakit akibat pekerjaan;
dan dari manusia ke manusia meskipun jarang Penularan tidak langsung terjadi melalui kontak
dengan genangan air, sungai, danau, selokan saluran air dan lumpur yang telah tercemar urin
binatang yang terinfeksi leptospira. Infeksi tersebut terjadi jika terdapat luka / erosi pada kulit
atau selaput lendir. Terpapar lama pada genangan air yang terkontaminasi terhadap kulit yang
utuh juga dapat menularkan leptospira.
Oleh karena leptospira diekskresi melalui urin dan dapat bertahan hidup berbulan-bulan ,
maka air memegang peranan penting sebagai alat transmisi.
Kelompok pekerjaan yang beresiko tinggi terinfeksi leptospirosis antara lain pekerjapekerja di sawah, pertanian, perkebunan, peternakan, pekerja tambang, tentara, pembersih
selokan, parit/saluran air, pekerja di perindustrian perikanan, atau mereka yang selalu kontak
4
dengan air seni binatang seperti dokter hewan, mantri hewan, penjagal hewan atau para pekerja
laboratorium.
V. PATOGENESIS2,3,4
Patogenesis leptospirosis belum dimengerti sepenuhnya. Kuman leptospira masuk
kedalam tubuh pejamu melalui luka iris atau luka abrasi pada kulit, konjungtiva atau mukosa
utuh yang melapisi mulut, faring, esofagus, bronkus, alveolus dan dapat masuk melalui inhalasi
droplet infeksius dan minum air yang terkontaminasi. Meski jarang, pernah dilaporkan penetrasi
kuman leptospira melalui kulit utuh yang lama terendam air saat banjir.
Infeksi melalui selaput lendir lambung, jarang terjadi, karena ada asam lambung yang
mematikan kuman leptospira. Kuman leptospira yang tidak firulen gagal bermultiplikasi dan
dimusnahkan oleh sistem kekebalan dari aliran darah setelah satu atau dua hari infeksi.
Organisme virulen mengalami multiplikasi di darah dan jaringan, dan kuman leptospira dapat
diisolasi dari darah dan cairan serebrospinal pada hari keempat sampai sepuluh perjalanan
penyakit.
Kuman leptospira
vaskulitis disertai kebocoran dan ekstravasasi sel. Patogenesis kuman leptospira yang penting
adalah perlekatannya pada permukaan sel dan toksisitas selular. Lipopolysaccharide (LPS) pada
kuman leptospira mempunyai aktivitas endotoksin yang berbeda dengan endotoksin bakteri gram
(-) dan aktifitas lainnya yaitu stimulasi perlekatan netrofil pada sel endotel dan trombosit,
sehingga terjadi agregasi trombosit disertai trombositopenia.
Organ utama yang terinfeksi kuman leptospira adalah ginjal dan hati. Di dalam ginjal
kuman leptospira bermigrasi ke interstitium, tubulus ginjal dan lumen tubulus. Pada leptospirosis
berat, vaskulitis akan menghambat sirkulasi mikro dan meningkatkan permeabilitas kapiler,
sehingga menyebabkan kebocoran cairan dan hipovolemia. Hipovolemia akibat dehidrasi dan
perubahan permeabilitas kapiler salah satu penyebab gagal ginjal.
Ikterik disebabkan oleh kerusakan sel sel hati yang ringan, pelepasan bilirubin darah dari
jaringan yang mengalami hemolisis intravaskular, kolestasis intrahepatik sampai berkurangya
sekresi bilirubin.
- Hati
- Paru
- Otot lurik
: nekrosis fokal
- Jantung
- Mata
VI. PATOLOGI1,7,9
Dalam perjalanan pada fase leptospiremia, leptospira melepaskan toksin yang
bertanggung jawab atas terjadinya keadaan patologi bagi beberapa organ. Lesi yang muncul
terjadi karena kerusakan pada lapisan endotel kapiler. Pada leptospirosis terdapat perbadaan
antaraderajat gangguan fungsi organ dengan kerusakan secara histologik. Pada leptospirosis lesi
histology yang ringan ditemukan pada ginjal dan hati pasien dengan kelainan fungsional yang
nyata dari organ tersebut. Perbedaan ini menunjukan bahwa kerusakan bukan berasal dari
struktur organ. Lesi inflamasi menunjukan edema dan infiltrasi dari sel monosit, limfosit dan sel
plasma. Pada kasus yang berat terjadi kerusakan kapiler dengan perdarahan yang luas dan
disfungsi hepatoseluler dengan retensi bilier. Selain di ginjal, leptospira juga dapat bertahan pada
otak dan mata. Leptospira dapat masuk ke dalam cairan cerebrospinalis dalam fase spiremia. Hal
ini menyebabkan meningitis yang merupakan gangguan neurologi terbanyak yang terjadi sebagai
komplikasi leptospirosis. Organ-organ yang sering dikenai leptospira adalah ginjal, hati, otot dan
pembuluh darah.
7
Masa inkubasi penyakit ini berkisar antara 2 26 hari, biasanya 7 - 13 hari dan rata-rata
10 hari.
Gambaran klinis pada Leptospirosis:
Sering : demam, menggigil, sakit kepala, meningismus, anoreksia, mialgia, conjuctival
suffusion, mual, muntah, nyeri abdomen, ikterus, hepatomegali, ruam kulit, fotophobi
Jarang : pneumonitis, hemoptoe, delirium, perdarahan, diare, edema, splenomegali,
atralgia, gagal ginjal, peroferal neuritis, pancreatitis, parotitis, epididimytis, hematemesis,
asites, miokarditis
Leptospirosis
mempunyai
fase
penyakit
yang
khas
bifasik
yaitu
fase
macular,
makulopapular
atau
urtikaria.
Kadang-kadang
dijumpai
splenomegali, hepatomegali, serta limfadenopati. Fase ini berlangsung 4-7 hari. Jika
cepat di tangani pasien akan membaik, suhu akan kembali normal, penyembuhan
organ-organ yang terlibat dan fungsinya kembali normal 3-6 minggu setelah onset.
Pada keadaan sakit yang lebih berat demam turun setelah 7 hari diikuti oleh bebas
demam selama 1-3 hari, setelah itu terjadi demam kembali. Keadaan ini disebut fase
kedua atau fase imun.
konsekuensi dari respon imun tubuh terhadap infeksi dan berakhir dalam waktu 30 hari
atau lebih.
Gejala yang muncul lebih bervariasi dibandingkan dengan gejala pada fase
pertama. Berbagai gejala tersebut biasanya berlangsung selama beberapa hari, namun
ditemukan juga beberapa kasus dengan gejala penyakit bertahan sampai beberapa
minggu. Demam dan mialgia pada fase yang ke-2 ini tidak begitu menonjol seperti
pada fase pertama. Sekitar 77% pasien dilaporkan mengalami nyeri kepala hebat yang
nyaris tidak dapat dikonrol dengan preparat analgesik. Nyeri kepala ini seringkali
merupakan tanda awal dari meningitis.
Anicteric disesase ( meningitis aseptik ) merupakan gejala klinik paling utama
yang menandai fase imun anicteric Gejala dan keluhan meningeal ditemukan pada
sekitar 50 % pasien. Namun, cairan cerebrospinalis yang pleiositosis ditemukan pada
sebagian besar pasien. Gejala meningeal umumnya menghilang dalam beberapa hari
atau dapat pula menetap sampai beberapa minggu. Meningitis aseptik ini lebih banyak
dialami oleh kasus anak-anak dibandingkan dengan kasus dewasa
Icteris disease merupakan keadaan di mana leptospira dapat diisolasi dari darah
selama 24-48 jam setelah warna kekuningan timbul. Gejala yang ditemukan adalah
nyeri perut disertai diare atau konstipasi ( ditemukan pada 30 % kasus ),
hepatosplenomegali,mual, muntah dan anoreksia. Uveitis ditemukan pada 2-10 %
kasus, dapat ditemukan pada fase awal atau fase lanjut dari penyakit. Gejala iritis,
iridosiklitis dan khorioretinitis ( komplikasi lambat yang dapat menetap selama
beberapa tahun ) dapat muncul pada minggu ketiga namun dapat pula muncul beberapa
bulan setelah awal penyakit.
Komplikasi
mata
yang
paling
sering
ditemukan
adalah
hemoragia
Pasien leptospirosis anikterik jarang diberi obat, karena keluhannya ringan, gejala
klinik akan hilang dalam kurun waktu 2 sampai 3 minggu.
11
Kelainan mata berupa uveitis dan iridosiklitis dapat dijumpai pada pasien
leptospirosis anikterik maupun ikterik.
Demam dapat persisten dan fase imun menjadi tidak jelas atau nampak tumpang
tindih dengan fase septikemia.
Keberadaan fase imun dipengaruhi oleh jenis serovar dan jumlah kuman
leptospira yang menginfeksi, status imunologi, status gizi pasien dan kecepatan
memperoleh terapi yang tepat.
Azotemia, oliguria atau anuria umumnya terjadi dalam minggu kedua tetapi dapat
ditemukan pada hari ketiga perjalanan penyakit.
Pencitraan yang paling sering ditemukan adalah patchy alveolar pattern yang
berhubungan dengan perdarahan alveoli yang menyebar sampai efusi pleura.
Kelainan pencitraan paru umumnya ditemukan pada lobus perifer paru bagian
bawah.
Kelainan paru pada leptospirosis berkisar antara 20-70% pada umumnya ringan
berupa batuk, nyeri dada, hemoptisis, meskipun dapat juga terjadi Adult
Respiratory Distress Sndromes (ARDS) dan fatal.
VIII. DIAGNOSIS1,8,9
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis berupa riwayat pekerjaan pasien, apakah
termasuk kelompok orang dengan resiko tinggi seperti pekerja-pekerja di sawah, pertanian,
13
perkebunan, peternakan, pekerja tambang, tentara, pembersih selokan, dan gejala klinis berupa
demam yang muncul mendadak, nyeri kepala terutama dibagian frontal, nyeri otot, mata merah /
fotophobia, mual atau muntah, dan lain-lain. Pada pemeriksaan fisik ditemukan demam,
bradikardi, nyeri tekan otot , hepatomegali dan lain-lain. Pada pemeriksaan laboratorium darah
rutin didapat leukositosis, normal, atau sedikit menurun disertai gambaran neutrofilia dan LED
yang meninggi. Pada urin dijumpai proteinuria, leukositouria, dan sdimen sel torak. Bila terdapat
hepatomegali maka bilirubin darah dan transaminase meningkat. BUN, ureum, dan kreatinin bisa
meningkat bila terdapat komplikasi pada ginjal. Diagnosa pasti dengan isolasi leptospira dari
cairan tubuh dan serologis.
Diagnosis leptospirosis dapat ditegakkan atas dasar pemeriksaan klinis dan laboratorium.
dapat dibagi dalam 3 klasifikasi, yaitu :
Suspek
bila ada gejala klinis tapi tanpa dukungan tes laboratorium.
Probable
bila gejala klinis sesuai leptospirosis dan hasil tes serologi penyaring
yaitu
Definitif
bila hasil pemeriksaan laboratorium secara langsung positif, atau gejala klinis sesuai
dengan leptospirosis dan hasil MAT / ELISA serial menunjukkan adanya serokonversi atau
peningkatan titer 4 kali atau lebih
a. PEMERIKSAAN FISIK1,8,9
-
Gejala klinik menonjol : ikterik, demam, mialgia, nyeri sendi serta conjungtival
suffusion.
Gejala klinik yang paling sering ditemukan : conjungtival suffusion dan mialgia.
Mialgia dapat sangat hebat, pemijatan otot betis akan menimbulkan nyeri hebat
dan hiperestesi kulit.
14
b. PEMERIKSAAN PENUNJANG1
1. Pemeriksaan laboratorium umum
a. Pemeriksaan darah
- Pemeriksaan darah rutin : leukositosis normal atau menurun.
- Hitung jenis leukosit : peningkatan netrofil.
- Trombositopenia ringan.
- LED meninggi.
- Pada kasus berat ditemui anemia hipokrom mikrositik akibat perdarahan yang biasa
terjadi pada stadium lanjut perjalanan penyakit.
b. Pemeriksaan fungsi hati
- Jika tidak ada gejala ikterik fungsi hati normal.
- Gangguan fungsi hati : SGOT, SGPT dapat meningkat.
- Kerusakan jaringan otot kreatinin fosfokinase meningkat
peningkatan terjadi pada fase-fase awal perjalanan penyakit, rata-rata
mencapai 5 kali nilai normal.
2. Pemeriksaan laboratorium khusus9,10,11
Pemeriksaan Laboratorium diperlukan untuk memastikan diagnosa leptospirosis, terdiri
dari pemeriksaan secara langsung untuk mendeteksi keberadaan kuman leptospira atau
antigennya (kultur, mikroskopik, inokulasi hewan, immunostaining, reaksi polimerase berantai),
dan pemeriksaan secara tidak langsung melalui pemeriksaan antibodi terhadap kuman leptospira
(MAT, ELISA, tes penyaring).
Pemeriksaan yang spesifik adalah pemeriksaan bakteriologis dan serologis. Pemeriksaan
bakteriologis dilakukan dengan bahan biakan/kultur leptospira dengan medium kultur Stuart,
15
Fletcher, dan Korthof. Diagnosa pasti dapat ditegakkan jika dalam waktu 2-4 minggu terdapat
leptospira dalam kultur.
Gold standard pemeriksaan serologi adalah MAT (Mikroskopik Aglutination Test),
suatu pemeriksaan aglutinasi secara mikroskopik untuk mendeteksi titer antibodi aglutinasi dan
dapat mengidentifikasi jenis serovar. Pemeriksaan serologis ini dilakukan pada fase ke-2 (hari ke
6-12). Dugaan diagnosis leptospirosis didapatkan jika titer antibodi > 1:100 dengan gejala klinis
yang mendukung.
Ig M ELISA merupakan tes yang berguna untuk mendiagnosis secara dini, tes akan
positif pada hari ke-2 sakit ketika manifestasi klinis mungkin tidak khas. Tes ini sangat sensitif
dan efektif (93%). Tes penyaring yang sering dilakukan di Indonesia adalah Lepto Dipstik asay,
Lepto Tek Dri Dot dan LeptoTek Lateral Flow.
IX. DIAGNOSIS BANDING2,21
Leptospirosis anikterik dapat di diagnosis banding dengan influenza, demam berdarah
dengue, malaria, pielonefritis, meningitis aseptik viral, keracunan makanan/bahan kimia, demam
tifoid, demam enterik.
Leptospirosis ikterik dapat di diagnosis banding dengan malaria falcifarum berat,
hepatitis virus, demam tifoid dengan komplikasi berat, haemorrhagic fevers with renal failure,
demam berdarah virus lain dengan komplikasi.
X. KOMPLIKASI LEPTOSPIROSIS
I.
Keterlibatan ginjal pada gagal ginjal akut sangat bervariasi dari insufisiensi ginjal ringan
sampai gagal ginjal akut (GGA) yang fatal. Gagal ginjal akut pada leptospirosis disebut sindroma
pseudohepatorenal. Selama periode demam ditemukan albuminuria, piuria, hematuria, disusul
dengan adanya azotemia, bilirubinuria, urobilinuria. Manifestasi klinik gagal ginjal akut pada
leptospirosis ada 2 tipe yaitu gagal ginjal akut ologuri dan gagal ginjal akut non-oliguri dengan
tipe katabolic, dimana produksi ureum lebih tinggi dari 60mg%/24jam. Disebut gagal ginjal
oliguri bila produksi urin <500ml/24jam, dan disebut anuri bila produksi urin <100ml/24jam.
Prognosis gagal ginjal akut non oliguri lebuh baik disbanding gagal ginjal non-ologuri. 27
Terjadinya gagal ginjal aku pada leptospirosis melalui 3 mekanisme:
16
ekstravaskuler.
Pelepasan sitokin akibat kerusakan endotel yang menyebabkan permeabilitas sel dan
vaskuler meningkat.
Hipovolemia dan hemokonsentrasi akan merangsang RAA dan menyebabkan
vasokonstriksi.
Hiperfibrinogenemia akibat kerusakan endotel kapiler (DIC) menyebabkan viskositas
darah meningkat.
Liver Failure20
Terjadinya ikterik pada hari ke 4-6, dapat juga terjadi pada hari ke-2 atau ke-9. Pada hati
terjadi nekrosis sentrolobuler dengan proliferasi sel Kupfer. Terjadi ikterik pada leptospirosis
disebabkan oleh beberapa hal antara lain:
18
Perdarahan gastrointestinal
Shock20
Infeksi akan menyebabkan terjadinya perubahan homeostasis tubuh yang mempunyai peran
pada timbulnya kerusakan jaringan, perubahan ini adalah hipovolemia, hiperviskositas koagulasi.
Hipovolemia terjadi akibat intake cairan yang kurang, meningkatnya permeabilitas kapiler oleh
efek dari bahan-bahan mediator yang dilepaskan sebagai respon adanya infeksi. Koagulasi
intravaskuler, sifatnya minor, terjadi peningkatan LPS yang akan mempengaruhi keadaan pada
mikrosirkulasi sehingga terjadi stasis kapiler dan anoxia jaringan. Hiperviskositas, akibat dari
peleasan bahan-bahan mediator terjadi permeabilitas kapiler meningkat, keadaan ini
menyebabkan hipoperfisi jaringan sehingga menyokong terjadinya disfungsi organ. 1,13
VI.
Miokarditis
Komplikasi pada kardiovaskuler pada leptospirosis dapat berupa gangguan sistem konduksi,
miokarditis, perikarditis, endokarditis, dan arteritis koroner. Manifestasi klinis miokarditis sangat
bervariasi dari tanpa keluhan sampai bentuk yang berat berupa gagal jantung kongesif yang fatal.
Keadaan ini diduga sehubungan dengan kerentanan secara genetic yang berbeda-beda pada
setiap penderita. 13,20
Manifestasi klinik miokarditis jarang didapatkan pada saat puncak infeksi karena akan
tertutup oleh manifestasi penyakit infeksi sistemik dan batu jelas saat fase pemulihan. Sebagian
akan berlanjur menjadi bentuk kardiomiopati kongesif / dilated. Juga akan menjadi penyebab
aritmia, gangguan konduksi atau payah jantung yang secara structural dianggap normal. 13,20
VII.
Enchepalophaty
19
leptospirosis, selain tupai, dan hewan liar lainnya yang mungkin singgah ke peternakan dan
pemukiman, atau ketika kita sedang berburu, berkemah, dan berolahraga di danau atau sungai.
Selain itu penyediaan air minum juga harus terjaga baik dan diklorinasi.
Ternak Babi merupakan hewan yang mampu bertahan dari infeksi akut yang dapat
mengeluarkan bakteri leptospira dalam jumlah besar dalam jangka waktu lama, bisa sampai
setahun. Hewan babi merupakan sumber penularan leptospirosis, disebut sebagai Swine herds
disease. Oleh karena itu, peternak babi diimbau agar mengandangkan ternaknya dan jauh dari
sumber air. Saluran buangan ternak hendaknya diarahkan ke tempat khusus sehingga tidak
mencemari lingkungan.
B. TERAPI KURATIF2,3,4,17
Terapi pilihan (DOC) untuk leptospirosis sedang dan berat adalah Penicillin G, dosis
dewasa 4 x 1,5 juta unit /i.m, biasanya diberikan 2 x 2,4 unit/i.m, selama 7 hari.
Tujuan Pemberian Obat
1. Treatment
a. Leptospirosis ringan
2.
Regimen
Doksisiklin 2 x 100 mg/oral atau
Ampisillin 4 x 500-750 mg/oral atau
Amoxicillin 4 x 500 mg/oral
Kemoprofilaksis
Terapi suportif supaya tidak jatuh ke kondisi yang lebih berat. Pengawasan terhadap
fungsi ginjal sangat perlu.
Antipiretik
22
atau tidak berlebihan secara sederhana dapat dikerjakan monitoring / balance cairan
secara cermat.
Pada penderita yang muntah hebat atau tidak mau makan diberikan makan secara
parenteral. Sekarang tersedia cairan infus yang praktis dan cukup kandungan nutrisinya.
Pemberian antibiotik
Pada kasus yang berat atau sesudah hari ke-4 dapat diberikan sampai 12 juta unit
(sheena A Waitkins, 1997). Lama pemberian penisilin bervariasi, bahkan ada yang
memberikan selama 10 hari. Penelitian terakhir : AB gol. fluoroquinolone dan
beta laktam (sefalosporin, ceftriaxone) > baik dibanding antibiotik konvensional
tersebut di atas, meskipun masih perlu dibuktikan keunggulannya secara in vivo.
leptospirosis
sangat
rentan
terhadap
terjadinya
beberapa
infeksi
sekunderakibat dari penyakitnya sendiri atau akibat tindakan medik, antara lain:
bronkopneumonia, infeksi saluran kencing, peritonitis (komplikasi dialisis peritoneal),
dan sepsis. Dilaporkan kelainan paru pada leptospirosis terdapat pada 20-70% kasus
(Kevins O Neal, 1991). Pengelolaan sangat tergantung dari jenis komplikasi yang
terjadi. Pada penderita leptospirosis, sepsis / syok septik mempunyai angka kematian
yang tinggi.
Penanganan khusus
1. Hiperkalemia diberikan kalsium glukonas 1 gram atau glukosa insulin (10-20
U regular insulin dalam infus dextrose 40%)
Merupakan keadaan yang harus segera ditangani karena menyebabkan cardiac
arrest.
2. Asidosis metabolik diberikan natrium bikarbonas dengan dosis (0,3 x KgBB
x defisit HCO3 plasma dalam mEq/L)
3. Hipertensi diberikan antihipertensi
23
terjadi
pada
waktu
mengerjakan
dialisis
peritoneal.
Untuk
BAB III
KESIMPULAN
Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang disebabkan oleh kuman leptospira.
Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan leptospira secara insidental. Leptospi Gejala
klinis sering tidak khas sehingga terlambat terdiagnosis.
24
Gejala klinis yang timbul mulai dari ringan sampai berat bahkan kematian, bila terlambat
mendapat pengobatan. Diagnosis dini yang tepat dan penatalaksanaan yang cepat akan mencegah
perjalanan penyakit menjadi berat. Pencegahan dini terhadap mereka yang beresiko tinggi
terekspos diharapkan dapat melindungi mereka dari serangan leptospirosis.1
DAFTAR PUSTAKA
1. Zein Umar. (2006). Leptospirosis, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, edisi 4.
2.
25
3. Dit Jen PPM & PL RSPI Prof. DR. Sulianti Saroso. (2003). Pedoman Tatalaksana Kasus
dan Pemeriksaan Laboratorium Leptospirosis di Rumah Sakit. Departemen Kesehatan RI
: Jakarta.
4. Dharmojono, Drh. Leptospirosis, Waspadailah Akibatnya!. Pustaka Populer Obor :
Jakarta. 2002.
5. Departemen Kesehatan, 2003. Pedoman Tatalaksana Kasus dan Pemeriksaan
Laboratorium Leptospirosis di Rumah Sakit, Leptospira. Hlm. 8-15. Bagian
Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan : Jakarta.
6. Lestariningsih. 2002. Gagal Ginjal Akut Pada Leptospirosis Kumpulan Makalah Simposium Leptospirosis. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.
7. World Health Organization/ International Leptospirosis Society. Human Leptospirosis
guidance for diagnosis, surveillance and control. Geneva : WHO.2003.109
8. Setyawan Budiharta, 2002. Epidemiologi Leptospirosis. Seminar Nasional Bahaya Dan
Ancman Leptospirosis, Yogyakarta, 3 Juni 2002.
9. Widarso, Yatim.F, 2000. Leptospirosis dan Ancamannya, Majalah Kesehatan No. 15
Tahun 2000. Departemen Kesahatan, Jakarta.
10. Iskandar Z; Nelwan RHH; Suhendro, dkk. Leptospirosis Gambaran Klinis di RSUPNCM,
2002.
11. Riyanto B, Gasem MH, Pujianto B, Smits H. Leptospira sevoars in patients with severe
leptospirosis admitted to hospitals of Semarang. Buku Abstrak Konas VIII PETRI,
Malang, Juli 2002.
12. Gasem MH, Redhono D, Suharti C. Anicteric leptospirosis can be misdiagnosed as
dengue infection. Buku Abstrak Konas VIII PETRI, Malang, 2002
13. Niwattayakul K, Homvijitkul J, Khow O, Sitprija V. Leptospirosis in northeastern
Thailand: hypotention and complications. Southeast Asean J Trop Med Public Health
2002; 33: 155-60
14. Sion ML et al. Acute renal failure caused by leptospirosis and hantavirus infection in an
urban hospital. European Journal of Internal Medicine 13. 2002. 264-8
15. Daher EF, Noguera CB. Evaluation of penicillin therapy in patients with leptospirosis and
acute ranal failure. Rev Inst Med trop. S Paulo. 2000.42(6):327-32
16. Drunl W. Nutritional support in patients ARF. In; Acute Renal Failure; (Brenners &
Rectors) ed WB Saunders. 2001: 465-83/
17. Budiriyanto, M. Hussein Gasem, Bambang Pujianto, Henk L Smits : Serovars of
Leptospirosis in patients with severe leptospirosis admitted to the hospitals of Semarang.
Konas PETRI, 2002.
26
18. Grenn-Mckenzie
J,
Shoff
WH.
Leptospirosis
http://www.emedicine.com/ped/topic/1298.htm
19. Anonymous. Leptospirosis. Sept. 2006.
in
humans.
Sept,
13,
2006.
www.hpa.org.uk/infections/topics
az
/zoonoses/leptospirosis/gen info.htm
20.http://www.infokedokteran.com/wpcontent/uploads/2010/04/3943463557_219650aaf5.jpg
21.http://4.bp.blogspot.com/_JNo1RsgGHH4/SGip9wROLqI/AAAAAAAAAq0/1PSVn
W4OGIc/s320/engalgo.gif
22.http://microbewiki.kenyon.edu/index.php/Leptospira
23.http://caribbean.scielo.org/img/revistas/wimj/v54n1/a09tab3.gif
24.http://www.physicianbyte.com/images/LEPTOSPIROSIS_Image1.jpg
25.http://www.nature.com/ki/journal/v72/n8/images/5002393f2.jpg
27