Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN KASUS

DEMAM BERDARAH DENGUE

PEMBIMBING :
dr. Irwin, Sp.PD

PENULIS :
Tri Wira Almunqis SP
030.12.271

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

Jakarta 2016KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena berkat
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayahnya-Nya, peneliti dapat menyelesaikan
referat ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan
besar kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan ajaran yang
sempurna dan menjadi anugerah serat rahmat bagi seluruh alam semesta.
Selama pembuatan laporan kasus ini peneliti mendapat banyak dukungan
dan juga bantuan dari berbagai pihak maka dari itu peneliti ingin mengucapkan
banyak terima kasih kepada orang tua peneliti, dokter pembimbinga penyusuan
referat dr. Irwin, Sp.PD, dan seluruh dokter bagian Ilmu Penyakit Dalam serta
teman-teman kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Dalam.
Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini jauh dari
sempurna, baik dari segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena
itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat peneliti harapkan demi
kesempurnaan referat ini. Akhir kata peneliti memohon maaf atas segala
kekurangan yang ada dalam referat ini.

Karawang, 10 September 2016

Tri Wira Almunqis SP


030.12.271

BAB I
LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS
Nama

: Tn. MA

Nomor RM

: 00.65.22.77

Usia

: 29 tahun 5 bulan 5 hari

Tempat dan Tanggal Lahir

: Karawang, 05 April 1987

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Bojong tugu 2, Rengasdengklok

Pendidikan

: SMP

Pekerjaan

: Wiraswasta

Agama

: Islam

Suku

: Sunda

Status Pernikahan

: Menikah

Tanggal Masuk Rumah Sakit : 10 September 2016, dari Instalasi Gawat Darurat

1.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 13 September 2016, di
Bangsal Rengasdengklok.
Keluhan Utama

Demam naik turun sejak 5 hari sebelum masuk rumah


sakit

Keluhan Tambahan

Mual, sakit kepala, mimisan, nyeri sendi pada seluruh


badan dan buang air besar berwarna hitam

Riwayat Penyakit

OS datang dengan keluahan demam sejak 5 hari SMRS.

Sekarang

Demam dirasakan naik turun, terutama naik pada soremalam hari dan turun saat pagi hari. OS juga sudah

berobat ke mantri dan dokter dan dapat obat penurun


panas tapi tidak ada perubahan. Habis minum obat
demam turun sebentar terus naik lagi. OS juga mengeluh
mual (+) dan mimisan sedikit pada hidung bagian kanan.
nyeri-nyeri sendi pada seluruh badan (+). Gusi berdarah
(-) bintik-bintik merah pada ekstremitas atas dan bawah
(-) OS tidak mengeluh ada gangguan pada mata seperti
pembengkakan, kemerahan, lakrimasi dan fotofobia. BAB
kurang lancar berwarna kehitaman sejak 1 hari SMRS.
BAK normal.
Riwayat Penyakit

Riwayat penyakit serupa (-) Riwayat hipertensi (-)

Dahulu

Riwayat diabetes melitus (-) Riwayat maag (+) Riwayat


penyakit jantung (-) Riwayat penyakit paru (+) Riwayat
penyakit hati (-) Riwayat penyakit ginjal (-) Riwayat
alergi obat (-)

Riwayat Penyakit

Riwayat penyakit serupa (-) Riwayat hipertensi (+)

Keluarga

Riwayat diabetes melitus (-) Riwayat penyakit jantung


(-) Riwayat penyakit paru (-) Riwayat penyakit hati (-)
Riwayat penyakit ginjal (-)

Riwayat Pengobatan

Riwayat minum obat paru 2 tahun yang lalu

Riwayat Kebiasaan

Olahraga rutin (-) Konsumsi alkohol (-) Rokok (+)

Riwayat Lingkungan

Riwayat peyakit serupa di lingkungan sekitar (-) Ventilasi


rumah dan tempat pembungan sampah baik. Rumah dekat
dengan sungai dan empang dan terdapat sumur yang
sudah tidak terpakai lagi dengan kondisi terisi air dan
tidak tertutup

1.3 PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum

Tanda Vital

Kesadaran

: Compos Mentis

Kesan Sakit

: Tampak sakit sedang

Kesan Gizi

: Gizi Baik

Tekanan darah : 120/80 mmHg. Suhu : 37,8 C. Nadi :


84 kali /menit. Pernapasan : 20 kali/menit. BB : 65 kg.
TB : 170 cm BMI 22,5 : Normal

Kepala

Nomocephali. Rambut berwarna hitam, terdistribusi


merata dan tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva Anemis -/- Sklera Ikterik -/- Pupil
Isokor
Telinga : Normotia. Sekret (-) Nyeri tekan -/- Nyeri
penarikan -/Hidung : Bentuk normal. Sekret (-) Deviasi septum (-)
Discharge (-) Deformitas (-) Pernapasan cuping hidung
(-)
Mulut : Bentuk normal, oral hygiene baik. Pucat (-)
Sianosis (-)

Leher

Bentuk normal. Kelenjar getah bening dan kelenjar


tiroid tidak membesar. JVP normal (5+3 cm H2O)

Toraks

Inspeksi : bentuk simetris, pergerakan napas simetris,


tipe pernapasan thorakoabdominal, sela iga normal,
sternum datar, retraksi sela iga (-)
Palpasi : pernapasan simetris, vocal fremitus simetris,
tidak teraba thrill
Perkusi : Hemitoraks kanan dan kiri sonor, batas paru

dan hepar setinggi ICS 5 midklavikula kanan suara


redup, batas paru dan jantung kanan setinggi ICS 3-5
garis sternalis kanan suara redup, batas paru dan atas
jantung setinggi ICS 3 garis parasternal kiri suara
redup, batas paru dan jantung kiri setinggi ICS 5, 1 jari
medial garis midklavikula kiri suara redup, batas paru
dan lambung setinggi ICS 8 garis axillaris anterior
suara timpani
Auskultasi : Suara napas vesikuler +/+, rhonki -/-,
wheezing -/-, Bunyi jantung I dan II reguler, gallop (-),
murmur (-).
Abdomen

Inspeksi: Bentuk rata, ikterik (-), efloresensi bermakna


(-) pernapasan torakoabdominal, spider navy (-)
Auskultasi: bising usus 4x/menit, venous hump (-),
arterial bruit (-)
Perkusi: Timpani 4 kuadran, shifting dullness (-)
Palpasi: Supel, nyeri tekan (+), nyeri lepas (-), hepar
dan lien tidak teraba membesar, ballottement ginjal (-),
undulasi (-).

Ekstremitas

Nyeri tekan (+)

Ekstremitas Atas

Simetris kanan dan kiri


Turgor kulit baik
Bentuk proporsional
Akral hangat +/+
Oedem -/Deformitas -/Ptekie -/Ekstremitas Bawah
Simetris kanan dan kiri
Turgor kulit baik
Bentuk proporsional
Akral hangat +/+
Oedem -/Deformitas -/Ptekie -/-

1.4 Pemeriksaan Penunjang


HEMATOLOGI 10/09/2016 18:39
Pemeriksaan

Hasil

Satuan

Nilai Rujukan

Hemoglobin

16,4

g/dl

12,0-16,0

Eritrosit

5,57

x10*6/uL

3,60-5,80

Leukosit

2,2

x10*3/uL

3,80-10,60

Trombosit

10

x10*3/uL

150-440

Hematokrit

43,3

35,0-47,0

MCV

78

fL

80-100

MCH

29

Pg

26-34

MCHC

38

g/dl

35-36

RDW-CV

12,4

12,0-14,8%

GDS

173

ml/dl

< 140

Ureum

25

ml/dl

15,0-50,0

Creatinin

1,16

ml/dl

0,60-1,10

1.5 Diagnosis Kerja


DHF grade II
1.6 Diagnosis Banding
Dengue Fever, Typhoid Fever, Influenza, Yellow Fever, Cikunguya.
1.7 Pemeriksaan Tambahan
IMUNOLOGI
Pemeriksaan

Hasil

Satuan

Nilai Rujukan

Salmonella Typhi O

1/320

Negatif

Salmonella Paratyphi AO

Negatif

Negatif

Salmonella Paratyphi BO

1/320

Negatif

Salmonella Paratyphi CO

Negatif

Negatif

Salmonella Typhi H

1/320

Negatif

Salmonella Paratyphi AH

Negatif

Negatif

Salmonella Paratyphi BH

1/320

Negatif

Salmonella Paratyphi CH

Negatif

Negatif

1.8 Penatalaksanaan
Infus RL 30 tpm
Injeksi Ranitidin 2 x 1
Injeksi Ondansentron 3 x 8 mg
Tablet Paracetamol 3 x 500 mg

1.9 Follow Up
Hari I (10 September 2016)
S

OS datang dengan keluhan dengan sejak 5 hari SMRS. Demam


dirasakan naik turun, terumata naik pada sore-malam hari dan turun
saat pagi hari. OS juga mengeluh mual (+) muntah (+) nyeri-nyeri
sendi pada seluruh badan, sakit kepala (+). Mimisan (+) sejak 2 hari
SMRS, gusi berdarah (-) bintik-bintik merah pada ekstremitas atas
dan bawah (-) BAB 1x berwarna kehitaman sejak 3 hari SMRS.
BAK normal.

Tekanan darah : 120/80 mmHg. Suhu : 37,8 C. Nadi : 84 kali


/menit. Pernapasan : 20 kali/menit.
Kepala normocephali, CA -/- SI -/- pupil isokor
Leher KGB dan tiroid tidak membesar
Toraks SNV +/+ Rhonki -/- Wheezing -/-

BJ I & II regular. Murmur (-) Gallop (-)


Abdomen Supel. Bising usus (+) Nyeri tekan epigastrium (+)
Ekstremitas Akral Hangat (+) Oedem (-)
A

DHF Grade II

Infus RL 30 tpm
Injeksi Ranitidin 2 x 1
Injeksi Ondansentron 3 x 8 mg
Tablet Paracetamol 3 x 500 mg
Tranfusi trombosit 11/09/2016 = 5 kantong

HEMATOLOGI 11/09/2016 10:31


Pemeriksaan

Hasil

Satuan

Nilai Rujukan

Hemoglobin

17,4

g/dl

12,0-16,0

Eritrosit

5,74

x10*6/uL

3,60-5,80

Leukosit

6,35

x10*3/uL

3,80-10,60

Trombosit

43

x10*3/uL

150-440

Hematokrit

49,5

35,0-47,0

MCV

86

fL

80-100

MCH

30

Pg

26-34

MCHC

35

g/dl

35-36

RDW-CV

12,4

12,0-14,8%

HEMATOLOGI 11/09/2016 17:32


Pemeriksaan

Hasil

Satuan

Nilai Rujukan

Hemoglobin

15,8

g/dl

12,0-16,0

Eritrosit

5,46

x10*6/uL

3,60-5,80

Leukosit

3,09

x10*3/uL

3,80-10,60

Trombosit

16

x10*3/uL

150-440

Hematokrit

42,5

35,0-47,0

MCV

78

fL

80-100

MCH

29

Pg

26-34

MCHC

37

g/dl

35-36

RDW-CV

12,5

12,0-14,8%

Hari II (12 September 2016)


S

OS mengalami demam. OS masih mengeluh mual (+) muntah (-)


nyeri-nyeri sendi pada seluruh badan (+) sakit kepala (+). BAB dan
BAK normal.

Tekanan darah : 120/80 mmHg. Suhu : 37,6 C. Nadi : 90 kali


/menit. Pernapasan : 20 kali/menit.
Kepala normocephali, CA -/- SI -/- pupil isokor
Leher KGB dan tiroid tidak membesar
Toraks SNV +/+ Rhonki -/- Wheezing -/BJ I & II regular. Murmur (-) Gallop (-)
Abdomen Supel. Bising usus (+) Nyeri tekan (-)
Ekstremitas Akral Hangat (+) Oedem (-)

DHF Grade II

Infus RL 30 tpm
Tablet Paracetamol 3 x 500 mg
Tranfusi trombosit 12/09/2016 = 5 kantong

HEMATOLOGI 12/09/2016 09:58


Pemeriksaan

Hasil

Satuan

Nilai Rujukan

Hemoglobin

14,1

g/dl

12,0-16,0

Eritrosit

4,84

x10*6/uL

3,60-5,80

Leukosit

3,24

x10*3/uL

3,80-10,60

Trombosit

29

x10*3/uL

150-440

Hematokrit

37,7

35,0-47,0

MCV

78

fL

80-100

MCH

29

Pg

26-34

MCHC

37

g/dl

35-36

RDW-CV

12,6

12,0-14,8%

Hari III (13 September 2016)


S

OS sudah tidak ada keluhan. muntah (-) nyeri-nyeri sendi pada


seluruh badan (-) sakit kepala (-). BAB dan BAK normal.

Tekanan darah : 130/80 mmHg. Suhu : 36,6 C. Nadi : 80 kali


/menit. Pernapasan : 20 kali/menit.
Kepala normocephali, CA -/- SI -/- pupil isokor
Leher KGB dan tiroid tidak membesar
Toraks SNV +/+ Rhonki -/- Wheezing -/BJ I & II regular. Murmur (-) Gallop (-)

Abdomen Supel. Bising usus (+) Nyeri tekan (-)


Ekstremitas Akral Hangat (+) Oedem (-)
A

DHF Grade II

Tab Sangobion 2 x 1
Tab Neurodex 1 x 1

HEMATOLOGI 13/09/2016
Pemeriksaan

Hasil

Satuan

Nilai Rujukan

Hemoglobin

14,2

g/dl

12,0-16,0

Eritrosit

4,91

x10*6/uL

3,60-5,80

Leukosit

2,77

x10*3/uL

3,80-10,60

Trombosit

45

x10*3/uL

150-440

Hematokrit

39

35,0-47,0

MCV

79

fL

80-100

MCH

29

Pg

26-34

MCHC

36

g/dl

35-36

RDW-CV

12,8

12,0-14,8%

BAB II
ANALISA KASUS

Tn. MA, 29 tahun dirawat di RSUD Karawang dengan diagnosis DHF Grade II.
OS datang dengan keluahan demam sejak 5 hari SMRS. Demam dirasakan naik
turun, terutama naik pada sore-malam hari dan turun saat pagi hari. OS juga sudah
berobat ke mantri dan dokter dan dapat obat penurun panas tapi tidak ada
perubahan. Habis minum obat demam turun sebentar terus naik lagi. OS juga
mengeluh mual (+) dan mimisan sedikit pada hidung bagian kanan. nyeri-nyeri
sendi pada seluruh badan (+). Gusi berdarah (-) bintik-bintik merah pada
ekstremitas atas dan bawah (-) OS tidak mengeluh ada gangguan pada mata
seperti pembengkakan, kemerahan, lakrimasi dan fotofobia. BAB kurang lancar
berwarna kehitaman sejak 1 hari SMRS. BAK normal.
.3 Dasar diagnosis :

Demam sejak 4 hari SMRS

Nyeri-nyeri pada persendian

Nyeri ulu hati

Mual

Mimisan

BAB kehitaman 1x

Pada pemeriksaan fisik didapatkan :


Nyeri tekan epigastrium (+)

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan :


Trombositopenia (10.000/uL), Leukopenia (2200/uL).

.2 Analisa Kasus
Demam dapat disebabkan oleh infeksi pada saluran nafas, pencernaan, dan
urogenital. Oleh karena itu ketika dijumpai seseorang dengan demam terlebih
dahulu perlu ditanyakan apakah ada batuk pilek, nyeri perut, diare, dysuria dan
sebagainya. Proses terjadinya demam adalah sebagai berikut: pirogen eksogen
(dapat berupa infeksi mikroorganisme atau reaksi imunologik) yang merangsang

leukosit lalu leukosit tersebut mengeluarkan pirogen endogen. Didalam


hipotalamus pirogen endogen ini akan merangsang pelepasan asam arakidonat dan
mengakibatkan peningkatan sintesis prostaglandin E2 yang berujung kepada
pireksia. Efek autonom akan mengakibatkan terjadinya vasokonstriksi perifer
sehingga pengeluaran panas terhambat lalu suhu pasien akan naik. Suhu badan
dapat bertambah tinggi seiring dengan peningkatan metabolisme yang juga
mengakibatkan penambahan produksi panas dan kurangnya penyaluran ke
permukaan maka rasa demam pada seorang pasien akan bertambah. Terdapat
bermacam macam tipe demam seperti demam septik, demam hektik, demam
remiten, demam intermiten, demam kontinyu, demam relaps, hingga demam yang
tidak terdiagnosis (fever of obscure origin).
Pada DBD demamnya adalah demam relaps, yaitu demam selama
beberapa hari lalu diikuti periode bebas demam beberapa hari lalu kembali demam
beberapa hari.
.3 Patogenesis Kasus
1. Menurut pendapat Halstead, DBD terjadi jika seseorang terinfeksi ulang virus
dengue dengan serotype yang berbeda. Hal ini menyebabkan reaksi
anamnestik antibodi yang menyebabkan konsentrasi kompleks imun yang
tinggi.
2. Kompleks imun antibodi tersebut mengaktivasi makrofag dan selanjutnya
difagositosis oleh makrofag. Infeksi pada makrofag akan mengaktivasi
komplemen (yang menyebabkan terbentuknya pula C3a dan C5a), T helper
dan T sitotoksik yang kemudianberdiferensiasi menjadi Th1 (yang
memproduksi IF-, IL-2, limfokin) dan Th2 (yang memproduksi IL-4, IL-5,
IL-6, IL-10).
3. IF- yang berasal dari Th1 akan mengaktivasi monosit sehingga disekresi
berbagai mediator inflamasi seperti TNF, IL-1, PAF (platelet activating
factor), IL-6 dan histamin. IL-1 terutama bertindak sebagai pirogen endogen
dan menyebabkan demam, sementara semua mediator yang telah disebutkan

tadi menyebabkan disfungsi endotel dan terjadi kebocoran plasma.


Peningkatan C3a dan C5a karena aktivasi komplemen juga menyebabkan
kebocoran plasma.
4. Trombositopenia terjadi karena supresi sumsum tulang, juga terjadi destruksi
dan pemendekan masa hidup trombosit.

Mekanisme trombositopenia pada DHF

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 DEFINISI
Demam

dengue/DF

dan

demam

berdarah

dengue/DBD

(dengue

haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus


dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendri yang
disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan diathesis
hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga
tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah
dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.(1)

Gambar 1. Manifestasi klinis infeksi virus dengue


3.2 EPIDEMIOLOGI
Demam Berdarah Dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-

tropis antara lain tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Karibia.
Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam
jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Di Asia Tenggara, angka kejadian DBD
meningkat dari dibawah 100.000 kasus pada tahun 1950-1960an menjadi 200.000
kasus pada tahun 90an. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun
2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai
negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara. (2,3)

Di Indonesia DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama 41


tahun terakhir. Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan persebaran jumlah
provinsi dan kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2 kota,
menjadi 32 (97%) dan 382 (77%) kabupaten/kota pada tahun 2009. Selain itu
terjadi juga peningkatan jumlah kasus DBD, pada tahun 1968 hanya 58 kasus
menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009. (2,3)

Gambar 2. Angka Insiden DBD per 100.000 penduduk di Indonesia tahun 19682009
Pada tahun 2014, sampai pertengahan bulan Desember tercatat penderita
DBD di 34 provinsi di Indonesia sebanyak 71.668 orang, dan 641 diantaranya
meninggal dunia. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya,
yakni tahun 2013 dengan jumlah penderita sebanyak 112.511 orang dan jumlah
kasus meninggal sebanyak 871 penderita.
Kasus Demam Berdarah Dengue di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2012
tercatat dan dilaporkan sebanyak 19.739 orang, dengan 167 diantaranya
meninggal dunia (Case Fatality Rate 0.85%). Ini berarti terjadi peningkatan CFR
2 kali lipat dibanding dengan tingkat fatalitas tahun 2011, yaitu dari 0.42 % tahun
2011 menjadi 0.85% tahun 2012. Begitu pula dengan angka kejadian DBD tahun
2012, bila dibandingkan dengan tahun 2011 terjadi peningkatan sebesar 13.3,
yaitu dari 31.9/100 ribu menjadi 45/100 ribu. Meskipun angka kejadian DBD
tahun 2012 mempunyai kecenderungan meningkat, namun angka tersebut masih
lebih rendah dari standar 50/100.000.(4)
Angka kejadian DBD untuk kabupaten karawang pada tahun 2012 adalah
22,6/100.000.

Gambar 3. Angka Kejadian DBD per 100.000 Menurut Kabupaten/Kota


di Provinsi Jawa Barat, 2012(4)

3.3 ETIOLOGI DAN CARA PENULARAN


Transmisi dari virus dengue tergantung terhadap 2 faktor, yaitu factor biotik
dan abiotik. Factor biotik meliputi virus, vektor, dan host. Sedangkan faktor
abiotik meliputi curah hujan, suhu, sanitasi, kelembaban, dan lokasi/kepadatan
penduduk.
3.3.1Virus Dengue
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus
dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluraga Flaviviridae. Flavivirus
merupakan virus dengan diamtere 30nm terdiri dari asam ribonukleat rantai
tunggal dengan berat molekul 4x106. Virus dengue memiliki 3 protein struktural
dan 7 protein non-struktural (NS). Diantara 7 protein struktural, envelope
glycoprotein atau yang sering kita kenal dengan NS-1 merupakan salah satu
protein yang sering dideteksi bagi pasien tersangka infeksi virus dengue.
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue.
Keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype
terbanyak. Ketika seseorang terinfeksi degan serotipe manapun, maka orang
tersebut akan mendapatkan kekebalan seumur hidup terhadap serotipe tersebut.
Seringkali infeksi kedua kali dengan serotipe lainnya atau infeksi virus multiple
(terinfeksi lebih dari serotipe dalam satu waktu) menjadi peneybab keparahan dari
infeksi dengue yaitu dengue shock syndrome.(1,5,6)
3.3.2 Vektor
Virus dengue ditularkan ke manusia melalu gigitan nyamuk. Aedes aegypti
adalah vektor dengue yang tersering. Aedes aegypti merupakan nyamuk yang bisa
ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Distribusi dari nyamuk Ae. Aegypti pun
dibatasi oleh ketinggian. Biasanya nyamuk ini tidak ditemukan di ketinggi 1000m
dari permukaan laut. Nyamuk ini menjadi vektor paling efisien bagi virus karena

bersifat antropofilik dan tumbuh subur di dekat manusia serta seringkali hidup di
dalam ruangan.
Selain nyamuk Aedes agypti, terdapat pula nyamuk lain yang bisa menjadi
vektor bagi virus ini. Aedes albopictus, Aedes polynesiensis, dan beberapa dari
Aedes scutellaris ditemukan bisa menjadi vektor bagi virus dengue. (1,5,6)
3.3.3 Cara Penularan
Virus dengue dapat menular kemanusia dari gigitan nyamuk. Nyamuk
yang tidak terinfeksi mendapatkan virus ketika mereka menghisap darah dari
individu yang terinfeksi. Virus berkembang pada tubuh nyamuk selama 1-2
minggu dan ketika mencapai kelenjar ludah nyamuk, virus dapat bertransmisi
pada manusia saat nyamuk menghisap darah manusia. Setelah nyamuk yang
infeksius menggigit manusia, virus akan bereplikasi pembuluh limfa dan selama
2-3 hari akan menyebar ke seluruh tubuh melalui darah. Virus bersirkulasi dalam
darah selama 4-5 hari selama masa demam dan akan hilang dalam waktu sehari
ketika suhu tubuh menurun. (1,5,6)

Gambar 3. Nyamuk Aedes aegypti menggigit manusia dan menstransmisikan


virus dengue.
3.4 GEJALA KLINIS
Menurut WHO 2009, Gambaran klinis dari penderita dengue dibagi atas 3
fase yaitu fase febris, fase kritis dan fase pemulihan.(7)
a. Fase Febris

Pada fase ini biasanya demam mendadak tinggi 2-7 hari, suhu tubuh biasanya
mencapai 39-40 C, bersifat bifasik. Pada fase ini juga biasanya disertai rash atau
eritema kulit yang bisa ditemukan pada wajah, leher, atau dada pada 2-3 hari
pertama. Ruam berkembang berbentuk makopapular pada hari ketiga hingga hari
keempat.
Selain itu dapat pula ditemukan nyeri seluruh tubuh, mialgia, atralgia dan
sakit kepala. Pada beberapa kasus ditemukan pua nyeri pada tenggorokan, injeksi
faring dan konjungtiva, anoreksia, mual dan muntah. Pada fase ini dapat pula
ditemukan tanda perdarahan seperti uji turniket positif atau peteki dan perdarahan
mukosa. Walaupun jarang bisa juga ditemukan epistaksis hebat, perdarahan
pervaginam dan perdarahan gastrointestinal. Hati dapat membesar dan terasa sakit
pada beberapa hari sewaktu demam. Penurunan sel darah putih dapat memberikan
tanda sebagai infeksi dengue.
b. Fase Kritis
Terjadi pada hari ke 3-7 dan ditandai dengan penurunan suhu tubuh yaitu
37,5-38oC disertai kenaikan permeabilitas kapiler dan timbulnya kebocoran
plasma yang biasanya berlangsung selama 24-48 jam. Kebocoran plasma sering
didahului dengan penurunan trombosit. Pada fase ini dapat terjadi syok.
c. Fase pemulihan
Bila fase kritis terlewati maka terjadilah pengembalian cairan dari
ekstravaskular ke intravaskular secara perlahan pada 48-72 jam setelahnya.
Keadaan umum penderita membaik, nafsu makan kembali, gejala gastrointestinal
berkurang serta hemodinamik membaik. Ruam, pruritus, bradikardi dapat terjadi
pada fase ini. Hematokrit dapat kembali stabil atau menurun akibat efek
pengenceran dari absorpsi cairan. Sel darah putih perlahan mengalami
peningkatan setelah suhu tubuh menurun diikuti dengan peningkatan trombosit.

Gambar 4. Perjalanan penyakit pada infeksi virus dengue.

3.5 PATOGENESIS
Berdasarkan data yang ada, diketahui bahwa menkanisme imunopatologis
berperan terhadap terjadinya DBD dan bentuk yang lebih parah berupa DSS.
Adapun respon imun yang berperan adalah: (1)
1. Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses
netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang
dimediasi oleh antibody. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam
mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini
disebut antibody dependent enchanment.
2. Limfosit T berupa T-helper (CD4) dan T-Sitotoksik (CD8) berperdan dalam
respon imun seluler terhadap virus dengue.
3. Monosit dan makrofag berperan pada fagositosis virus dengan opsonisasi
antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan replikasi virus
meningkat.

4. Aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan tebrentuknya C3a


dan C5a.

Gambar 5. Immunopatogenesis demam berdarah dengue.

Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halsted dan
penelitian lain menyatakan : (1)
1. Menurut pendapat Halstead, DBD terjadi jika seseorang terinfeksi ulang virus
dengue dengan serotype yang berbeda. Hal ini menyebabkan reaksi
anamnestik antibodi yang menyebabkan konsentrasi kompleks imun yang
tinggi.
2. Kompleks imun antibodi tersebut mengaktivasi makrofag dan selanjutnya
difagositosis oleh makrofag. Infeksi pada makrofag akan mengaktivasi
komplemen (yang menyebabkan terbentuknya pula C3a dan C5a), T helper
dan T sitotoksik yang kemudian berdiferensiasi menjadi Th1 (yang

memproduksi IF-, IL-2, limfokin) dan Th2 (yang memproduksi IL-4, IL-5,
IL-6, IL-10).
3. IF- yang berasal dari Th1 akan mengaktivasi monosit sehingga disekresi
berbagai mediator inflamasi seperti TNF, IL-1, PAF (platelet activating
factor), IL-6 dan histamin. IL-1 terutama bertindak sebagai pirogen endogen
dan menyebabkan demam, sementara semua mediator yang telah disebutkan
tadi menyebabkan disfungsi endotel dan terjadi kebocoran plasma.
Peningkatan C3a dan C5a karena aktivasi komplemen juga menyebabkan
kebocoran plasma.
4. Trombositopenia terjadi karena supresi sumsum tulang, juga terjadi destruksi
dan pemendekan masa hidup trombosit.

Gambar 6. Mekanisme trombositopenia pada DBD(8)

Gambar 7. Patogenesis Perdarahan pada DBD


3.6 DIAGNOSIS
Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal
dibawah ini dipenuhi : (1,9)
1. Demam atau riwayat demam akut, 2-7 hati, biasanya bifasik
2. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :

Uji bending positif.

Petekie, ekimosis, atau purpura

Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahn gusi), atau


perdarah dari tempat lain.

Hematemesis atau melena

3. Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ul)


4. Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma)
sebagai berikut :

Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standard sesuai dengan


umur dan jenis kelamin.

Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,


dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.

Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asistes atau


hipoalbuminemia.

Berdasarkan panduan yang dikeluarkan World Health Organization (WHO)


pada tahun 2009, demam dengue terbagi menjadi tiga bagian, yakni :

Gambar 8. Kriteria Dengue Fever (WHO 2009)


Kriteria Dengue ditambah atau tidak ditambah warning sign. (1,9)
1. Probable Dengue
Hidup atau berpergian ke daerah endemik dengue. Diikuti demam dan diikuti
2 kriteria dari :

Mual, Muntah

Rash

Nyeri

Uji bendung positif

Leukopenia

Ada Warning Sign (Nyeri abdominal, muntah yang terus menerus, adanya
penumpukan cairan klinis, perdarahan mukosa, lethargi, lemas, lesu,
pembesaran hepar > 2cm, pada hasil lab ditenukan kenaikan Ht dengan

penurunan hitung trombosit)


2. SevereDengue
Tinggal atau bepergian ke area endemis dengue dengan demam antara 2-7
hari dan dengan manifestasi klinis dengue di atas dengan atau tanpa tanda-tanda
bahaya, ditambah dengan :
a. Severe Plasma Leakage yang bisa menyebabkan

Shock (DSS)

Akumulasi cairan dengan distres pernapasan

b. Severe Bleeding

Epistaksis tidak terkendali

Hematemesis dan atau melena

Perdarah otak

Hematuria grosmakroskopik

Hematoskezia

c. Severe Orgam Impairment

Hepar : SGOT atau SGPT > 1000

Sistem saraf pusat : kejang, kesaran menurun

Jantung : miokarditis

Ginjal : gagal ginjal

Berdasarkan temuan klinis dan laboraturium, Demam Berdarah Dengue dapat


diklasifikasikan berdasarkan derajat keparahan, yaitu :

Gambar 9. Klasifikasi dejarat penyakit infeksi virus dengue

Gambar 10. Kategori pasien dengue berdasarkan nilai trombosit awal

Makroo, Dkk. Pada penelitiannya atas 242 kasus dengue rawat inap
mengkategorikan pasien dengue menjadi 4 kelompok berdasarkan nilai tombosit
saat pertama kali masuk rumah sakit.(10)

3.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG


2.7.1. LABORATORIUM (1,11,12)
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka
demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar haemoglobin, hematokrit,
jumlah trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis
relative disertai gambaran limfosit plasma biru.
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture)
ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse
Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumti,
saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap dengue
berupa antibody tota,m IgM maupun IgG lebih banyak.
Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain :

Leukosit : dapat normal atau menurun. Mulai dhari k3- dapat ditemui
limfositosis relatif (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit

plasma biru (LPB) >15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok
akan meningkat

Trombosit : umumya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.

Hematokrit : kebocoran plasma dibuktikn dengan ditemukannya


peningkatan hematokrit > 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai
pada hari ke-3.

Hemostasis : dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau


FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan
pembekuan darah.

Protein/albumin : dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.

SGOT/SGPT dapat meningkat

Ureum, kreatinin : bila didapatkan gangguan fungsi ginjal

Elektrolit : sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.

Golongan darah dan cross match (uji cocok serasi); bila akan diberikan
transfusi darah atau komponen darah.

Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.

Uji HI : dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang
dari perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans

NS-1 : antigen NS1 dapat dideteksi pada awal demam hari pertama sampai
hari ke delapan. Sensitivitas antigen NS1 berkisar 63-93% dengan
spesitifitas 100% sama tinnginya dengan spesitifitas gold standard kultur
virus. Hasil negatif antigen NS1 tidak menyingkirkan adanya infeksi virus
dengue.

2.7.2. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS

Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan
tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada
kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen sebaiknya dalam posisi lateral
dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asistes dan efusi
pleura dapat pula dideteksi dengen pemeriksaan USG.(1)
3.8

PENATALAKSANAAN (1)

Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah
terapi suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat
diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemerliharaan volume cairan sirkulasi
merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan

cairan pasien haru stetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral asien
tidak mampu diperthankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena
untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna.
Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersama
dnegan Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi dan Divisi Hematologi dan Onkologi
Medik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia telah menyusun protokol
penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa berdasarkan kriteria :

Penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat sesuai


atas indikasi.

Praktis dalam pelaksanaannya

Mempertimbangkan cost effectiveness

Protokol ini terbagi dalam 5 kategori :


1. Penanganan Tersangka (probable) DBD Dewasa Tanpa Syok
Protokol digunakan sebagai petunjuk dalam meberikan pertolongan pertama
pada penderitas DBD atau yang diduga DBD di IGD dan juga dipakasi sebagai
petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat.
Seseorang yang tersangka menderita DBD di IGD dilakukan pemeriksaan
Hemoglobin (Hb), Hematokrit (Ht), dan trombosit bila :

Hb, Ht, dan trombosti normal atau trombosit antara 100.000-150.000, pasien
dapat dipulanhkan debgan anjuran kontrol atu berobat jalan ke Poliklinik
dalam waktu 24 jam berikutnya (dilakukan pemeriksaan Hb, Ht, Leukosti dan
trombsoti tiap 24 jam) atau bila keadaan penderita memburuk segera kembali
ke IGD.

Hb, Ht normal tetapi trombosit < 100.000 dianjurkan untuk dirawat

Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk
dirawat.

2. Pemberian Cairan pada Tersangka DBD Dewasa di Ruang Rawat

Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa
syok maka diruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti
rumus berikut ini :
Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan, sesuai rumus berikut :
1500 + {20 x (BB dalam kg-20)}
Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 jam :

Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombost < 100.000 jumlah pemberian
cairan tetap seperti rumus diatas tetapi pemantauan Hb, Ht, trombosit
dilakukan tiap 12 jam.

Bila Hb, Ht meningkat >20% dan trombosit <100.000 maka pemberian cairan
sesuai dengan protokol penetalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht >20%.

3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht>20%


Meningkatnya Ht >20% menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit cairan
sebanyak 5%. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah dengan
memberikan infus cairan kristaloid sebanyak 6-7 ml/kg/jam. Pasien kemudian
dipantau setelah 3-4 jam pemberian cairan. Bila terjadi perbaikan yang ditandai
dengan tanda-tanda hemtokrit turun, frekuensi nadi turun, tekanan darah stabil,
produksi urin meningkat maka jumlah cairan infud dikurangi menjadi 5
ml/kgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila
keadaan tetap mennujukkan perbiakn maka jumlah cairan infus dkurangi menjadi
3 ml/kgBB/jam. Bila dalam pemantauan keadaan tetap membaik makan
pemberian cairan dapat dihentikan 24-48 jam kemudian.
Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/kgBB/jam tadi keadaan
tetap tidak membaik, yang ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat,
tekanan nadi menurun <20mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus
menaikkan jumlah cairan infus menjadi 10 ml/kgBB/jam. Dua jam kemudian
dilakukan pemantaun kembali dan bila keadaan memnujukkan perbaikan makan
jumlah cairan dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam tetapi bila keadaan tidak
menunjukkan perbiakna maka jumlah cairan infus dinaikkan menjadi 15
mg/kgBB/jam dan bila dalam perkembangannya kondisi menjadi memburuk dan

didapatkan tanda-tanda syok maka pasien ditangani sesuai dengan protokol


tatalaksana sindrom syok dengue pada dewasa. Bila syok telah teratasi maka
pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi pemberian cairan awal.
4. Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa
Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah :
perdarahn hidung/epistaksis yang itdak terkendali walaupun talah diberikan
taponn hidung, perdarah saluran cerna (hematemesis dan melena atau
hematoskesia), perdarahan saluran kencing (hematuria), perdarahan otak atau
perdarahan sebanyak 4-5 ml/kgBB/jam. Pada keadaan seperti ini jumlah dan
kecepatan pemberian cairan tetap seperti keadaan DBD tanpa syok lainnya.
Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasn dan jumlah urin diaukan sesering
mungkun dengan kewaspadaan Hb, Ht, dan trombosit serta hemostasis harus
segera dilaukan dan pemeriksaan Hb, Ht, dan trombosit sebaiknya diulang setiap
4-6 jam.
Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratoris didapatkan
tanda-tanda koagulasi intravaskular diseminata (KID). Transfusi komponen darah
diberika sesuai indikasi. FFP diberikan bila didapatkaan defisiensi faktor-faktor
pembekuan (PT dan APTT memanjang), PRC diberikan bila nilai Hn < 10g/dl.
Transfusi trombosti hanya diberikan pada pasiennDBD dengan perdarahn spontan
dan masif dengan jumlah trombosit <100.00/mm3 disertai atau tanpa KID.
5. Tatalaksana Sindrom Syok Dengue pada Dewasa
Bila kita berhadapan dengan Sindrom Syok Dengue (SSD) maka hal pertama
yang harus diingat adalah bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu
penggantian cairan intravaskular yang hilang harus segera dilakukan. Angka
kematian SSD sepuluh kali lipat dibandingkan dengan penderta DBD tanpa
renjatan, dan renjatan dapat terjadi karena keterlambatan penderita DBD
mendapatkan pertolongan/pengobatan, penatalkansaan yang tidak tepat termasuk
kurangnya kewaspadaan terhadap tanda-tanda renjatan dini, dan penatalaksanaan
renjatan yang tidak adekuat.

Pada kasus SSD cairan kristaloid adalah pilihan utama yang diberikan. Selain
resusitasi cairan, penderita jyga diberikan oksigen 2-4 liter.menit. pemeriksaanpemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah perifer lengkapn
(DPL), hemostasi, analisis gas darah, kadar natirum, kalium, dan klorida, serta
ureum dan kreatinin.
Pada fase awal, cairan kristaloid diguyu sebanyak 10-20 ml/kgBB dan
dievaluasi

setelah

15-30

menit.

Bila

renjatan

telah

teratasi

(ditandai

dengantekanan darah sistolok 100 mmHg dantekanan nadi lebih dari 20 mmHg,
frekuensi nadi kurang nadi 100 kali per menit drngan volume yang cukup, akral
teraba hangat, dan kulit tidak pucat serta diuresis 0,5-1 ml/kgBB/jam) jumalh
cairan dikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-120 menit
keadaan tetap stabil pemberian cairan menjadi 3ml/kgBB/jam. Bila dalam 24-48
jam setelah renjatan teratasi tanda-tanda vital dan hematorkit etap stabil serta
diuresis cukup maka pemberoan cairan perinfus harus dihentika (karena jika
reabsorpsi cairan plasma mengalami ekstravasasi telah terjao, ditandai denga
turunnya hematokrit, caran infus terus dberikan maka keadaan hipervolemi,
edema paru atau agagal jantun dapat terjadi).
Pengawasan dini kemungkina terjadinya renjatan berulang harus dilakukan
terutama dalam waktu 48 jam pertama sejak terjadi renjatan (karena selaun prises
patogeneis penyakit masih berlangsung, ternyata cairan kristaloid hanya sekitar
20% saja yang menetap dalam pembuluh darah setalh 1 jam saat pemberian). Oleh
karena untuk mengetahui apakah renjatan telah teratsi dengan bai, diperlukan
pemantauan tanda vital yaitu status kesadaran, tekanan darah, frekuensi nadi,
frekuensi jantung dan napas, pembesaran hati, nyeri tekan daerah hipokondirum
kanan dan epigastrik , serta jumlah diuresis. Diuresis diusahakan 2 ml/kgBB/jam.
Pemantauan kadar Hb, Ht, dan jumlah trombosit dapat dipergunakan untuk
pemantauan perjalanan penyakit.
Bila stelah fase awal pemberian cairan ternyata renjatan belum teratasi, maka
pemberian cairan kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 20-30 ml/kgBB, dan
kemudian dievaluasi 20-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi, maka
perhatikan nilai hematokrit. Bila nilai hematokrit meningkat berarti perembeasab

plsma masih berlangsung maka permberian cairan koloid merupakan pilihan,


tetapi bila niali Ht menurun, berarti terjadi perdarahan (internal bleeding) makan
pada penderita diberikan trasnfusi darah segar 10 ml/kgBB dan dapat diulang
sesuai kebutuhan.
Sebelum cairan kolodi diberikan maka sebaiknya kita harus mengetahui sifatsifat cairan tersebut. Pemberian koloid sneidir mula-mula diberikan dengan
tetesan cepat 10-20 ml/kgBB dan dievaluasi setalah 10-30 menit. Bila keadaan
tetap belum teratasi maka untuk memantau kecukupan cairan dilakukan
pemasangan kateter vena sentral, dan pemberian koloid dapat ditambah hingga
jumlah maksimum 30 ml/kgBB (maksimal 1-1,5 u/hari). Bial dikaukan koreksi
terhadap gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia, anemia, KID, infeksi
sekunder. Bila tekanan vena sentral penderita sudah sesuai dengan target tetapu
renjatan tetap belum teratasi maka dapat diberikan obat inotropik/vasopresor.
3.9 KOMPLIKASI

Perdarahan Spontan. Ditandai dengan epistaksis yang tidak terkendali


walaupun

sudah

dipakaikan

tampon

hidung,

hematemesis,

melena,

hematoskezia, hematuria, perdarahan otak, atau perdarahan tersembunyi di


tempat

lainnya

dengan

jumlah

perdarahan

ml/kg/jam.

Penatalaksanaanya diberikan PRC jika Hb 5 10 ml/kg atau whole blood 10


20 ml/kg lalu monitor Hb, Ht (Ht turun pada saat perdarahan massif), dan
trombosit. Ulangi jika masih terjadi perdarahan atau Ht tidak naik.

Dengue Shock Syndrome/DSS/Sindrom Syok Dengue/SSD. Gejalanya


seperti yang sudah dipaparkan di DHF Grade IV: kesadaran menurun, tekanan
darah dan nadi tidak teratur, pemeriksaan lab darah rutin menunjukkan
trombositopenia < 100.000 & kenaikan Ht > 20% (adanya bukti plasma
leakage). Penatalaksanaannya pasien diberikan cairan kristaloid diguyur
kemudian dievaluasi setiap 15 30 menit jika terjadi perbaikan (tekanan
sistolik 100 mmHg, frekuensi nadi < 100x/menit dengan volume cukup, akral
teraba hangat) kemudian cairan dikurangi, lalu oksigen 2 4L/menit.

Pengawasan SSD harus lebih ketat terutama dalam 48 jam pertama karena
proses patogenesis masih berlangsung.

ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome) yang berasal dari efusi pleura
masif, edema paru akut, dan asites. Gejala awalnya : dyspnea, retraksi sela
iga, wheezing, perkusi thorax redup karena efusi pleura massif, perut tegang
karena asites, JVP meningkat. Gejala akhir : frothy sputum karena edema
paru, syok ireversibel. Penatalaksanaannya beri oksigen secepatnya, kurangi
cairan intravena jika masih dalam fase kritis, stop cairan intravena pada fase
resolusi (hemodinamik stabil). Beri diuretik untuk mengurangi kelebihan
cairan.

BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
1. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HI. Demam Berdarah Dengue. In:
Sudoyo AW, Setiyohati B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. BukAjar
Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2009: 1731-35.
2. Karina A, Sari SYI, Sumardi HU, Setiawati EP. Incidence of Dengue
Haemorrhagic Fever Related to Annual Rainfall, Population Density, Larval

Free Index and Prevention Program in Bandung 2008 to 2011. Althea Medical
Journal 2015;2(2).
3. Sungkar S, Fadli RS, Sukmaningsih A. Trend of Dengue Hemorrhagic Fever
in North Jakarta. J Indon Med Assoc 2011;61:10.
4. Profil

kesehatan

provinsi

Jawa

Barat

tahun

2012.

http://www.diskes.jabarprov.go.id/application/modules/pages/files/CETAK_P
ROFIL_KESEHATAN_REVISI_11.pdf
5. Lestari K. Epidemiologi Dan Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD)
Di Indonesia. Farmaka 2007;5:3:12-29.
6. Gibbons RV, Vaughn DW. Dengue: An Escalating Problem. BMJ
2002;324:1563-66
7. Karyanti MR, Uiterwaal CSPM, Kusriastuti R, Hadinegoro SR, Rovers MM,
Heesterbeek H, et al. The changing incidence of Dengue Haemorrhagic Fever
in Indonesia: a 45-year registry-based analysis. BMC Infectious Diseases
2014;14:412.
8. Suseno A, Nasronudin. Mekanisme perdarahan pada infeksi virus dengue. In:
Nasronudin, Hadi U, Vitanata M, et al, editors. Penyakit infeksi di Indonesia
solusi kini dan mendatang. 2nd ed. Surabaya: Airlangga University Press;
2011: 112-6
9. Dengue: Guidelines for diagnosis, treatment, prevention, and control, new
edition. WHO; 2009.
10. Pothapregada S, Kamalakannan B, Thulasingam M, Sampath S. Is Reactive
Dengue NS1 Antigen Test a Warning Call for Hospital Admissions?. Journal
of Clinical and Diagnostic Research 2016;10:4.
11. Pang J, Lindblom A, Tolfvenstam T, Thein TL, Naim ANM, Ling L, et al.
Discovery and Validation of Prognostic Biomarker Models to Guide Triage
among Adult Dengue Patients at Early Infection. Plos One 2016;11:6.
12.

Makroo RN, Raina V, Kumar P, Kanth RK. Role of platelet transfusion in

the management of dengue patients in a tertiary care hospital. Asian J Transfus


Sci. 2007; 1(1): 4-7.

Anda mungkin juga menyukai