PEMBIMBING :
dr. Irwin, Sp.PD
PENULIS :
Tri Wira Almunqis SP
030.12.271
Puji dan syukur peneliti panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena berkat
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayahnya-Nya, peneliti dapat menyelesaikan
referat ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan
besar kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan ajaran yang
sempurna dan menjadi anugerah serat rahmat bagi seluruh alam semesta.
Selama pembuatan laporan kasus ini peneliti mendapat banyak dukungan
dan juga bantuan dari berbagai pihak maka dari itu peneliti ingin mengucapkan
banyak terima kasih kepada orang tua peneliti, dokter pembimbinga penyusuan
referat dr. Irwin, Sp.PD, dan seluruh dokter bagian Ilmu Penyakit Dalam serta
teman-teman kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Dalam.
Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini jauh dari
sempurna, baik dari segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena
itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat peneliti harapkan demi
kesempurnaan referat ini. Akhir kata peneliti memohon maaf atas segala
kekurangan yang ada dalam referat ini.
BAB I
LAPORAN KASUS
1.1 IDENTITAS
Nama
: Tn. MA
Nomor RM
: 00.65.22.77
Usia
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
Pendidikan
: SMP
Pekerjaan
: Wiraswasta
Agama
: Islam
Suku
: Sunda
Status Pernikahan
: Menikah
Tanggal Masuk Rumah Sakit : 10 September 2016, dari Instalasi Gawat Darurat
1.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 13 September 2016, di
Bangsal Rengasdengklok.
Keluhan Utama
Keluhan Tambahan
Riwayat Penyakit
Sekarang
Demam dirasakan naik turun, terutama naik pada soremalam hari dan turun saat pagi hari. OS juga sudah
Dahulu
Riwayat Penyakit
Keluarga
Riwayat Pengobatan
Riwayat Kebiasaan
Riwayat Lingkungan
Tanda Vital
Kesadaran
: Compos Mentis
Kesan Sakit
Kesan Gizi
: Gizi Baik
Kepala
Leher
Toraks
Ekstremitas
Ekstremitas Atas
Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
Hemoglobin
16,4
g/dl
12,0-16,0
Eritrosit
5,57
x10*6/uL
3,60-5,80
Leukosit
2,2
x10*3/uL
3,80-10,60
Trombosit
10
x10*3/uL
150-440
Hematokrit
43,3
35,0-47,0
MCV
78
fL
80-100
MCH
29
Pg
26-34
MCHC
38
g/dl
35-36
RDW-CV
12,4
12,0-14,8%
GDS
173
ml/dl
< 140
Ureum
25
ml/dl
15,0-50,0
Creatinin
1,16
ml/dl
0,60-1,10
Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
Salmonella Typhi O
1/320
Negatif
Salmonella Paratyphi AO
Negatif
Negatif
Salmonella Paratyphi BO
1/320
Negatif
Salmonella Paratyphi CO
Negatif
Negatif
Salmonella Typhi H
1/320
Negatif
Salmonella Paratyphi AH
Negatif
Negatif
Salmonella Paratyphi BH
1/320
Negatif
Salmonella Paratyphi CH
Negatif
Negatif
1.8 Penatalaksanaan
Infus RL 30 tpm
Injeksi Ranitidin 2 x 1
Injeksi Ondansentron 3 x 8 mg
Tablet Paracetamol 3 x 500 mg
1.9 Follow Up
Hari I (10 September 2016)
S
DHF Grade II
Infus RL 30 tpm
Injeksi Ranitidin 2 x 1
Injeksi Ondansentron 3 x 8 mg
Tablet Paracetamol 3 x 500 mg
Tranfusi trombosit 11/09/2016 = 5 kantong
Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
Hemoglobin
17,4
g/dl
12,0-16,0
Eritrosit
5,74
x10*6/uL
3,60-5,80
Leukosit
6,35
x10*3/uL
3,80-10,60
Trombosit
43
x10*3/uL
150-440
Hematokrit
49,5
35,0-47,0
MCV
86
fL
80-100
MCH
30
Pg
26-34
MCHC
35
g/dl
35-36
RDW-CV
12,4
12,0-14,8%
Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
Hemoglobin
15,8
g/dl
12,0-16,0
Eritrosit
5,46
x10*6/uL
3,60-5,80
Leukosit
3,09
x10*3/uL
3,80-10,60
Trombosit
16
x10*3/uL
150-440
Hematokrit
42,5
35,0-47,0
MCV
78
fL
80-100
MCH
29
Pg
26-34
MCHC
37
g/dl
35-36
RDW-CV
12,5
12,0-14,8%
DHF Grade II
Infus RL 30 tpm
Tablet Paracetamol 3 x 500 mg
Tranfusi trombosit 12/09/2016 = 5 kantong
Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
Hemoglobin
14,1
g/dl
12,0-16,0
Eritrosit
4,84
x10*6/uL
3,60-5,80
Leukosit
3,24
x10*3/uL
3,80-10,60
Trombosit
29
x10*3/uL
150-440
Hematokrit
37,7
35,0-47,0
MCV
78
fL
80-100
MCH
29
Pg
26-34
MCHC
37
g/dl
35-36
RDW-CV
12,6
12,0-14,8%
DHF Grade II
Tab Sangobion 2 x 1
Tab Neurodex 1 x 1
HEMATOLOGI 13/09/2016
Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
Hemoglobin
14,2
g/dl
12,0-16,0
Eritrosit
4,91
x10*6/uL
3,60-5,80
Leukosit
2,77
x10*3/uL
3,80-10,60
Trombosit
45
x10*3/uL
150-440
Hematokrit
39
35,0-47,0
MCV
79
fL
80-100
MCH
29
Pg
26-34
MCHC
36
g/dl
35-36
RDW-CV
12,8
12,0-14,8%
BAB II
ANALISA KASUS
Tn. MA, 29 tahun dirawat di RSUD Karawang dengan diagnosis DHF Grade II.
OS datang dengan keluahan demam sejak 5 hari SMRS. Demam dirasakan naik
turun, terutama naik pada sore-malam hari dan turun saat pagi hari. OS juga sudah
berobat ke mantri dan dokter dan dapat obat penurun panas tapi tidak ada
perubahan. Habis minum obat demam turun sebentar terus naik lagi. OS juga
mengeluh mual (+) dan mimisan sedikit pada hidung bagian kanan. nyeri-nyeri
sendi pada seluruh badan (+). Gusi berdarah (-) bintik-bintik merah pada
ekstremitas atas dan bawah (-) OS tidak mengeluh ada gangguan pada mata
seperti pembengkakan, kemerahan, lakrimasi dan fotofobia. BAB kurang lancar
berwarna kehitaman sejak 1 hari SMRS. BAK normal.
.3 Dasar diagnosis :
Mual
Mimisan
BAB kehitaman 1x
.2 Analisa Kasus
Demam dapat disebabkan oleh infeksi pada saluran nafas, pencernaan, dan
urogenital. Oleh karena itu ketika dijumpai seseorang dengan demam terlebih
dahulu perlu ditanyakan apakah ada batuk pilek, nyeri perut, diare, dysuria dan
sebagainya. Proses terjadinya demam adalah sebagai berikut: pirogen eksogen
(dapat berupa infeksi mikroorganisme atau reaksi imunologik) yang merangsang
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 DEFINISI
Demam
dengue/DF
dan
demam
berdarah
dengue/DBD
(dengue
tropis antara lain tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Karibia.
Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam
jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Di Asia Tenggara, angka kejadian DBD
meningkat dari dibawah 100.000 kasus pada tahun 1950-1960an menjadi 200.000
kasus pada tahun 90an. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun
2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai
negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara. (2,3)
Gambar 2. Angka Insiden DBD per 100.000 penduduk di Indonesia tahun 19682009
Pada tahun 2014, sampai pertengahan bulan Desember tercatat penderita
DBD di 34 provinsi di Indonesia sebanyak 71.668 orang, dan 641 diantaranya
meninggal dunia. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya,
yakni tahun 2013 dengan jumlah penderita sebanyak 112.511 orang dan jumlah
kasus meninggal sebanyak 871 penderita.
Kasus Demam Berdarah Dengue di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2012
tercatat dan dilaporkan sebanyak 19.739 orang, dengan 167 diantaranya
meninggal dunia (Case Fatality Rate 0.85%). Ini berarti terjadi peningkatan CFR
2 kali lipat dibanding dengan tingkat fatalitas tahun 2011, yaitu dari 0.42 % tahun
2011 menjadi 0.85% tahun 2012. Begitu pula dengan angka kejadian DBD tahun
2012, bila dibandingkan dengan tahun 2011 terjadi peningkatan sebesar 13.3,
yaitu dari 31.9/100 ribu menjadi 45/100 ribu. Meskipun angka kejadian DBD
tahun 2012 mempunyai kecenderungan meningkat, namun angka tersebut masih
lebih rendah dari standar 50/100.000.(4)
Angka kejadian DBD untuk kabupaten karawang pada tahun 2012 adalah
22,6/100.000.
bersifat antropofilik dan tumbuh subur di dekat manusia serta seringkali hidup di
dalam ruangan.
Selain nyamuk Aedes agypti, terdapat pula nyamuk lain yang bisa menjadi
vektor bagi virus ini. Aedes albopictus, Aedes polynesiensis, dan beberapa dari
Aedes scutellaris ditemukan bisa menjadi vektor bagi virus dengue. (1,5,6)
3.3.3 Cara Penularan
Virus dengue dapat menular kemanusia dari gigitan nyamuk. Nyamuk
yang tidak terinfeksi mendapatkan virus ketika mereka menghisap darah dari
individu yang terinfeksi. Virus berkembang pada tubuh nyamuk selama 1-2
minggu dan ketika mencapai kelenjar ludah nyamuk, virus dapat bertransmisi
pada manusia saat nyamuk menghisap darah manusia. Setelah nyamuk yang
infeksius menggigit manusia, virus akan bereplikasi pembuluh limfa dan selama
2-3 hari akan menyebar ke seluruh tubuh melalui darah. Virus bersirkulasi dalam
darah selama 4-5 hari selama masa demam dan akan hilang dalam waktu sehari
ketika suhu tubuh menurun. (1,5,6)
Pada fase ini biasanya demam mendadak tinggi 2-7 hari, suhu tubuh biasanya
mencapai 39-40 C, bersifat bifasik. Pada fase ini juga biasanya disertai rash atau
eritema kulit yang bisa ditemukan pada wajah, leher, atau dada pada 2-3 hari
pertama. Ruam berkembang berbentuk makopapular pada hari ketiga hingga hari
keempat.
Selain itu dapat pula ditemukan nyeri seluruh tubuh, mialgia, atralgia dan
sakit kepala. Pada beberapa kasus ditemukan pua nyeri pada tenggorokan, injeksi
faring dan konjungtiva, anoreksia, mual dan muntah. Pada fase ini dapat pula
ditemukan tanda perdarahan seperti uji turniket positif atau peteki dan perdarahan
mukosa. Walaupun jarang bisa juga ditemukan epistaksis hebat, perdarahan
pervaginam dan perdarahan gastrointestinal. Hati dapat membesar dan terasa sakit
pada beberapa hari sewaktu demam. Penurunan sel darah putih dapat memberikan
tanda sebagai infeksi dengue.
b. Fase Kritis
Terjadi pada hari ke 3-7 dan ditandai dengan penurunan suhu tubuh yaitu
37,5-38oC disertai kenaikan permeabilitas kapiler dan timbulnya kebocoran
plasma yang biasanya berlangsung selama 24-48 jam. Kebocoran plasma sering
didahului dengan penurunan trombosit. Pada fase ini dapat terjadi syok.
c. Fase pemulihan
Bila fase kritis terlewati maka terjadilah pengembalian cairan dari
ekstravaskular ke intravaskular secara perlahan pada 48-72 jam setelahnya.
Keadaan umum penderita membaik, nafsu makan kembali, gejala gastrointestinal
berkurang serta hemodinamik membaik. Ruam, pruritus, bradikardi dapat terjadi
pada fase ini. Hematokrit dapat kembali stabil atau menurun akibat efek
pengenceran dari absorpsi cairan. Sel darah putih perlahan mengalami
peningkatan setelah suhu tubuh menurun diikuti dengan peningkatan trombosit.
3.5 PATOGENESIS
Berdasarkan data yang ada, diketahui bahwa menkanisme imunopatologis
berperan terhadap terjadinya DBD dan bentuk yang lebih parah berupa DSS.
Adapun respon imun yang berperan adalah: (1)
1. Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses
netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang
dimediasi oleh antibody. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam
mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini
disebut antibody dependent enchanment.
2. Limfosit T berupa T-helper (CD4) dan T-Sitotoksik (CD8) berperdan dalam
respon imun seluler terhadap virus dengue.
3. Monosit dan makrofag berperan pada fagositosis virus dengan opsonisasi
antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan replikasi virus
meningkat.
Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halsted dan
penelitian lain menyatakan : (1)
1. Menurut pendapat Halstead, DBD terjadi jika seseorang terinfeksi ulang virus
dengue dengan serotype yang berbeda. Hal ini menyebabkan reaksi
anamnestik antibodi yang menyebabkan konsentrasi kompleks imun yang
tinggi.
2. Kompleks imun antibodi tersebut mengaktivasi makrofag dan selanjutnya
difagositosis oleh makrofag. Infeksi pada makrofag akan mengaktivasi
komplemen (yang menyebabkan terbentuknya pula C3a dan C5a), T helper
dan T sitotoksik yang kemudian berdiferensiasi menjadi Th1 (yang
memproduksi IF-, IL-2, limfokin) dan Th2 (yang memproduksi IL-4, IL-5,
IL-6, IL-10).
3. IF- yang berasal dari Th1 akan mengaktivasi monosit sehingga disekresi
berbagai mediator inflamasi seperti TNF, IL-1, PAF (platelet activating
factor), IL-6 dan histamin. IL-1 terutama bertindak sebagai pirogen endogen
dan menyebabkan demam, sementara semua mediator yang telah disebutkan
tadi menyebabkan disfungsi endotel dan terjadi kebocoran plasma.
Peningkatan C3a dan C5a karena aktivasi komplemen juga menyebabkan
kebocoran plasma.
4. Trombositopenia terjadi karena supresi sumsum tulang, juga terjadi destruksi
dan pemendekan masa hidup trombosit.
Mual, Muntah
Rash
Nyeri
Leukopenia
Ada Warning Sign (Nyeri abdominal, muntah yang terus menerus, adanya
penumpukan cairan klinis, perdarahan mukosa, lethargi, lemas, lesu,
pembesaran hepar > 2cm, pada hasil lab ditenukan kenaikan Ht dengan
Shock (DSS)
b. Severe Bleeding
Perdarah otak
Hematuria grosmakroskopik
Hematoskezia
Jantung : miokarditis
Makroo, Dkk. Pada penelitiannya atas 242 kasus dengue rawat inap
mengkategorikan pasien dengue menjadi 4 kelompok berdasarkan nilai tombosit
saat pertama kali masuk rumah sakit.(10)
Leukosit : dapat normal atau menurun. Mulai dhari k3- dapat ditemui
limfositosis relatif (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit
plasma biru (LPB) >15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok
akan meningkat
Golongan darah dan cross match (uji cocok serasi); bila akan diberikan
transfusi darah atau komponen darah.
Uji HI : dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang
dari perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans
NS-1 : antigen NS1 dapat dideteksi pada awal demam hari pertama sampai
hari ke delapan. Sensitivitas antigen NS1 berkisar 63-93% dengan
spesitifitas 100% sama tinnginya dengan spesitifitas gold standard kultur
virus. Hasil negatif antigen NS1 tidak menyingkirkan adanya infeksi virus
dengue.
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan
tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada
kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen sebaiknya dalam posisi lateral
dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asistes dan efusi
pleura dapat pula dideteksi dengen pemeriksaan USG.(1)
3.8
PENATALAKSANAAN (1)
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah
terapi suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat
diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemerliharaan volume cairan sirkulasi
merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan
cairan pasien haru stetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral asien
tidak mampu diperthankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena
untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna.
Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersama
dnegan Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi dan Divisi Hematologi dan Onkologi
Medik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia telah menyusun protokol
penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa berdasarkan kriteria :
Hb, Ht, dan trombosti normal atau trombosit antara 100.000-150.000, pasien
dapat dipulanhkan debgan anjuran kontrol atu berobat jalan ke Poliklinik
dalam waktu 24 jam berikutnya (dilakukan pemeriksaan Hb, Ht, Leukosti dan
trombsoti tiap 24 jam) atau bila keadaan penderita memburuk segera kembali
ke IGD.
Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk
dirawat.
Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa
syok maka diruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti
rumus berikut ini :
Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan, sesuai rumus berikut :
1500 + {20 x (BB dalam kg-20)}
Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 jam :
Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombost < 100.000 jumlah pemberian
cairan tetap seperti rumus diatas tetapi pemantauan Hb, Ht, trombosit
dilakukan tiap 12 jam.
Bila Hb, Ht meningkat >20% dan trombosit <100.000 maka pemberian cairan
sesuai dengan protokol penetalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht >20%.
Pada kasus SSD cairan kristaloid adalah pilihan utama yang diberikan. Selain
resusitasi cairan, penderita jyga diberikan oksigen 2-4 liter.menit. pemeriksaanpemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah perifer lengkapn
(DPL), hemostasi, analisis gas darah, kadar natirum, kalium, dan klorida, serta
ureum dan kreatinin.
Pada fase awal, cairan kristaloid diguyu sebanyak 10-20 ml/kgBB dan
dievaluasi
setelah
15-30
menit.
Bila
renjatan
telah
teratasi
(ditandai
dengantekanan darah sistolok 100 mmHg dantekanan nadi lebih dari 20 mmHg,
frekuensi nadi kurang nadi 100 kali per menit drngan volume yang cukup, akral
teraba hangat, dan kulit tidak pucat serta diuresis 0,5-1 ml/kgBB/jam) jumalh
cairan dikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-120 menit
keadaan tetap stabil pemberian cairan menjadi 3ml/kgBB/jam. Bila dalam 24-48
jam setelah renjatan teratasi tanda-tanda vital dan hematorkit etap stabil serta
diuresis cukup maka pemberoan cairan perinfus harus dihentika (karena jika
reabsorpsi cairan plasma mengalami ekstravasasi telah terjao, ditandai denga
turunnya hematokrit, caran infus terus dberikan maka keadaan hipervolemi,
edema paru atau agagal jantun dapat terjadi).
Pengawasan dini kemungkina terjadinya renjatan berulang harus dilakukan
terutama dalam waktu 48 jam pertama sejak terjadi renjatan (karena selaun prises
patogeneis penyakit masih berlangsung, ternyata cairan kristaloid hanya sekitar
20% saja yang menetap dalam pembuluh darah setalh 1 jam saat pemberian). Oleh
karena untuk mengetahui apakah renjatan telah teratsi dengan bai, diperlukan
pemantauan tanda vital yaitu status kesadaran, tekanan darah, frekuensi nadi,
frekuensi jantung dan napas, pembesaran hati, nyeri tekan daerah hipokondirum
kanan dan epigastrik , serta jumlah diuresis. Diuresis diusahakan 2 ml/kgBB/jam.
Pemantauan kadar Hb, Ht, dan jumlah trombosit dapat dipergunakan untuk
pemantauan perjalanan penyakit.
Bila stelah fase awal pemberian cairan ternyata renjatan belum teratasi, maka
pemberian cairan kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 20-30 ml/kgBB, dan
kemudian dievaluasi 20-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi, maka
perhatikan nilai hematokrit. Bila nilai hematokrit meningkat berarti perembeasab
sudah
dipakaikan
tampon
hidung,
hematemesis,
melena,
lainnya
dengan
jumlah
perdarahan
ml/kg/jam.
Pengawasan SSD harus lebih ketat terutama dalam 48 jam pertama karena
proses patogenesis masih berlangsung.
ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome) yang berasal dari efusi pleura
masif, edema paru akut, dan asites. Gejala awalnya : dyspnea, retraksi sela
iga, wheezing, perkusi thorax redup karena efusi pleura massif, perut tegang
karena asites, JVP meningkat. Gejala akhir : frothy sputum karena edema
paru, syok ireversibel. Penatalaksanaannya beri oksigen secepatnya, kurangi
cairan intravena jika masih dalam fase kritis, stop cairan intravena pada fase
resolusi (hemodinamik stabil). Beri diuretik untuk mengurangi kelebihan
cairan.
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
1. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HI. Demam Berdarah Dengue. In:
Sudoyo AW, Setiyohati B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. BukAjar
Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2009: 1731-35.
2. Karina A, Sari SYI, Sumardi HU, Setiawati EP. Incidence of Dengue
Haemorrhagic Fever Related to Annual Rainfall, Population Density, Larval
Free Index and Prevention Program in Bandung 2008 to 2011. Althea Medical
Journal 2015;2(2).
3. Sungkar S, Fadli RS, Sukmaningsih A. Trend of Dengue Hemorrhagic Fever
in North Jakarta. J Indon Med Assoc 2011;61:10.
4. Profil
kesehatan
provinsi
Jawa
Barat
tahun
2012.
http://www.diskes.jabarprov.go.id/application/modules/pages/files/CETAK_P
ROFIL_KESEHATAN_REVISI_11.pdf
5. Lestari K. Epidemiologi Dan Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD)
Di Indonesia. Farmaka 2007;5:3:12-29.
6. Gibbons RV, Vaughn DW. Dengue: An Escalating Problem. BMJ
2002;324:1563-66
7. Karyanti MR, Uiterwaal CSPM, Kusriastuti R, Hadinegoro SR, Rovers MM,
Heesterbeek H, et al. The changing incidence of Dengue Haemorrhagic Fever
in Indonesia: a 45-year registry-based analysis. BMC Infectious Diseases
2014;14:412.
8. Suseno A, Nasronudin. Mekanisme perdarahan pada infeksi virus dengue. In:
Nasronudin, Hadi U, Vitanata M, et al, editors. Penyakit infeksi di Indonesia
solusi kini dan mendatang. 2nd ed. Surabaya: Airlangga University Press;
2011: 112-6
9. Dengue: Guidelines for diagnosis, treatment, prevention, and control, new
edition. WHO; 2009.
10. Pothapregada S, Kamalakannan B, Thulasingam M, Sampath S. Is Reactive
Dengue NS1 Antigen Test a Warning Call for Hospital Admissions?. Journal
of Clinical and Diagnostic Research 2016;10:4.
11. Pang J, Lindblom A, Tolfvenstam T, Thein TL, Naim ANM, Ling L, et al.
Discovery and Validation of Prognostic Biomarker Models to Guide Triage
among Adult Dengue Patients at Early Infection. Plos One 2016;11:6.
12.