PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi
(ektasis) dan distorsi bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan
kronik, persisten atau irevesibel. Kelainan bronkus tersebut disebabkan oleh
perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen
elastis, otot-otot polos bronkus dan pembuluh-pembuluh darah. Bronkus yang
terkena umumnya adalah bronkus kecil (medium size), sedangkan bronkus
besar umumnya jarang.
Manifestasi dari bronkiektasis berupa peradangan saluran pernapasan
yang menyebabkan sumbatan aliran udara dan gangguan pembersihan mukus,
sesak napas, batuk dan kadang-kadang batuk darah (hemoptisis). Angka
kejadian
dari
bronkiektasis
tidak
diketahui
secara
pasti.
Insidensi
1.2 Tujuan
Mahasiswa kepaniteraan klinik senior dapat mampu mengetahui, memahami
dan menjelaskan tentang :
1. Definisi Bronkiektasis
2. Etiologi Bronkiektasis
3. Gejala Klinis Bronkiektasis
4. Pemeriksaan Fisik Bronkiektasis
5. Pemeriksaan Penunjang Bronkiektasis
6. Pentalaksanaan Bronkiektasis
1.3 Manfaat
a) Bagi Penulis
Meningkatkan
pengetahuan
dan
kemampuan
dalam
mempelajari
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi
Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya
dilatasi (ektasis) dan distorsi bronkus lokal yang bersifat patologis dan
berjalan kronik, persisten atau irrevesibel. Kelainan bronkus tersebut
disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa
destruksi elemen elastis, otot polos brokus, tulang rawan dan pembuluhpembuluh darah. Brokus yang terkena umumnya adalah bronkus ukuran
sedang (medium size), sedangkan bronkus besar umumnya jarang.
2.2 Epidemiologi
Bronkiektasis merupakan penyebab kematian yang amat penting pada
negara-negara berkembang. Di negara-negara maju seperti AS, bronkiektasis
mengalami penurunan seiring dengan kemajuan pengobatan. Prevalensi
bronkiektasis lebih tinggi pada penduduk dengan golongan sosioekonomi
yang rendah. Bronkiektasis umumnya terjadi pada penderita dengan umur ratarata 39 tahun, terbanyak pada usia 60 80 tahun. Sebab kematian yang
terbanyak pada bronkiektasis adalah karena gagal napas. Lebih sering terjadi
pada perempuan daripada laki-laki, dan yang bukan perokok.
2.3 Etiologi
Bronkiektasis
sampai
sekarang
masih
belum jelas.
Namun
diduga
destruksi
akut,
jaringan
misalnya
peribronkial
bronkopneumonia,
sehingga
terjadi
2. Kelainan Kongenital
Bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalam kandungan.
Faktor genetik atau faktor pertumbuhan dan perkembangan memegang
peranan penting. Bronkiektasis yang timbul kongenital biasanya mengenai
hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua bronkus. Selain itu,
bronkiektasis kongenital biasanya menyertai penyakit-penyakit kongenital
seperti Fibrosis kistik, Kertagener Syndrome, William Campbell syndrome,
Mounier-Kuhn Syndrome, dll.
2.4 Patogenesis
Berdasarkan defenisinya, bronkiektasis menggambarkan suatu keadaan
dimana terjadi dilatasi bronkus yang ireversibel (> 2 mm dalam diameter)
yang merupakan akibat dari destruksi komponen muskular dan elastis pada
dinding bronkus. Rusaknya kedua komponen tersebut adalah akibat dari suatu
proses infeksi, dan juga oleh pengaruh cytokine inflamasi, nitrit okside dan
4
netrophilic protease yang dilepaskan oleh system imun tubuh sebagai respon
terhadap antigen.
Bronkiektasis dapat terjadi pada kerusakan secara langsung dari dinding
bronkus atau secara tidak langsung dari intervensi pada pertahanan normal
jalan nafas. Pertahanan jalan nafas terdiri dari silia yang berukuran kecil pada
jalan nafas. Silia tersebut bergerak berulang-ulang, memindahkan cairan
berupa mucus yang normal melapisi jalan nafas. Partikel yang berbahaya dan
bakteri yang terperangkap pada lapisan mukus tersebut akan dipindahkan naik
ke tenggorokan dan kemudian batukkan keluar atau tertelan.
Patogenesis bronkiektasi tergantung penyebabnya. Apabila bronkiektasi
timbul kongenital diduga erat hubungannya dengan faktor genetic serta faktor
pertumbuhan dan perkembangan fetus dalam kandungan.
Bronkiektasis merupakan penyakit pada bronkus dan bronkiolus yang
melibatkan infeksi transmural dan reaksi radang. Penyakit tersebut bersifat
kronik dengan eksaserbasi akut sepanjang perjalanannya. Infeksi biasanya
Pseudomonas aeroginosa atau Haemophilus influenza, menyebabkan proses
peradangan dan merusak dinding bronkus. Infeksi, khususnya oleh kedua
mikroorganisme tersebut, menghasilkan pigmen, protease dan toksin yang
dapat merusak epitel pernafasan dan klirens mukosilier. Proses inflamasi dan
gangguan klirens mukosilier menyebabkan kolonisasi bakteri mudah terjadi
sehingga terjadi infeksi berulang yang akan terus menyebabkan proses
inflamasi dan gangguan klirens mukosilier. Proses tersebut dikenal dengan
hipotesa Vicious cycle tersebut menyebabkan neutrofil dan mediator lainnya
keluar dan menyebabkan kerusakan epitel yang semakin berat, obstruksi,
kerusakan jalan nafas dan infeksi berulang.
2.5 Klasifikasi
Berdasarkan kelainan anatomis bronkiektasis, dibagi 3 variasi:
1. Bronkiektasis tabung (tubular, silindris, fusiformis).
Merupakan bronkiektasis yang paling ringan dan sering ditemukan pada
bronkiektasis yang menyertai bronchitis kronik. Dideskripsikan kegagalan
jalan nafas yang mengarah pada saluran nafas bagian distal. Pada kondisi
ini, dinding bronkus lembut atau reguler.
b.
dapat
memperburuk
fungsi
paru
dan
mempercepat
c. Bronkografi
Bronkografi merupakan pemeriksaan foto dengan pengisisan
media kontras kedalam sistem saluran bronkus pada berbagai posisi
(AP, Lateral, Oblik). Pemeriksaan ini selain dapat menentukan adanya
bronkiekstasis, juga dapat menentukan bentuk-bentuk bronkiektsasis
yang dibedakan dalam bentuk silindris (tubular), sakular (kistik), dan
varikosa.
10
infeksi akut.
Bronkodilator.
Apabila ditemukan tanda obstruksi bronkus yang diketahui dari hasil
uji faal paru (% VEP1 < 70%) dapat diberikan obat bronkodilator.
Sebaiknya sewaktu dilakukan uji faal paru dan diketahui adanya tanda
obstruksi saluran napas sekaligus dilakukan tes terhadap obat
11
klirens
Steroid inhalasi dapat menurunkan eksaserbasi dan mengurangi sekresi
sputum.
Vit K, Vit C, dan asam traneksamat untuk menghentikan batuk
berdarah. Batuk berdarah masif vit k, vit c dan asam traneksamat bolus
b.
gravitasi.
c. Pembedahan
segmentomi, lobektomi, atau pneumonektomi. Indikasi bila
pengobatan konservatif adekuat tetap ada keluhan, infeksi berulang, batuk
berulang sampai masif.
2.8 Prognosis
Prognosis pasien bronkiektasis tergantung pada berat-ringannya serta
luasnya penyakit waktu pasien berobat pertama kali. Pemilihan pengobatan
secara tepat (konservatif atau pembedahan) dapat memperbaiki prognosis
penyakit. Pada kasus yang berat dan tidak diobati, prognosisnya buruk,
survivalnya tidak akan lebih dari 5-15 tahun. Kematian pasien tersebut
biasanya karena pneumonia, empiema, payah jantung kanan, hemoptisis dan
lain-lain. Pada kasus-kasus tanpa komplikasi bronkitis kronik berat dan difus
biasanya disabilitasnya ringan.
12
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
- Nama
: Ny. D
- Usia
: 49 tahun
- Jenis kelamin
: Perempuan
- Alamat
: Tanjung Paku
- Tanggal masuk : 08 November 2016
3.2 Anamnesis
13
timbul.
Batuk berdahak meningkat sejak 1 hari yang lalu sebelum masuk
rumah sakit, dahak mudah dikeluarkan, berwarna kuning kehijauan,
tidak bercampur darah. Dahak lebih banyak di pagi hari. Batuk sudah
jumlahnya
- Keringat malam hari sejak 2 bulan yang lalu
- Nafsu makan menurun sejak 1 hari yang lalu
- Nyeri ulu hati sejak 1 hari yang lalu
c. Riwayat Penyakit Dahulu
- Pasien sudah menderita sakit seperti ini sejak umur 18 tahun
- Riwayat minum OAT tahun 2014, tuntas, tempat pengambilan OAT di
-
d. Riwayat Keluarga
- Riwayat keluarga minum OAT disangkal
- Riwayat keluarga asma disangkal
- Riwayat keluarga hipertensi disangkal
e. Riwayat Pekerjaan, Sosial dan Kebiasaan
- Pekerjaan : Pasien seorang tukang jahit
- Kebiasaan : Di rumah memasak dengan kayu bakar.
- Merokok : - Narkoba : - Alkohol : 3.3 Pemeriksaan Umum
-
Keadaan umum
: Sedang
14
Kesadaran
Tekanan darah
Nadi
Nafas
Suhu
BB
TB
KEPALA
-
Mata
Leher
THORAK
Paru
-
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
-
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
-
Inspeksi
Palpasi
3.7 Penatalaksanaan
Non farmakologi :
-
Tirah baring
Diet TKTP
Farmakologi :
Umum : Oksigen 2-3 L/menit canul nasal
Khusus :
-
IVFD RL 12 jam/kolf
Ambroxol tab 3 x 30 mg
Ranitidin inj 2 x 1
Foto thoraks PA
Pemeriksaan makroskopis dahak
Cek BTA Sputum
16
FOLLOW UP
Jumat, 09 Desember 2016
Anamnesis:
Sesak nafas
Demam
: tidak ada
Nyeri dada
: berkurang
Nafsu makan
: baik
Pemeriksaan Fisik :
Paru
KU
TD
: 110/70 mmHg
Nadi
: 75 kali/menit
Nafas
: 24 kali/meit
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: sedang
Penatalaksaan:
17
Sesak nafas
Demam
: tidak ada
Nyeri dada
: berkurang
Nafsu makan
: baik
: sudah berkurang
Pemeriksaan Fisik :
Paru
KU
TD
: 110/60 mmHg
Nadi
: 72 kali/menit
Nafas
: 24 kali/meit
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: sedang
Penatalaksaan:
18
Sesak nafas
: (-)
Demam
: tidak ada
Nyeri dada
: tidak ada
Nafsu makan
: baik
: (-)
Pemeriksaan Fisik :
Paru
KU
TD
: 110/60 mmHg
Nadi
: 88 kali/menit
Nafas
: 22 kali/meit
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: sedang
19
Penatalaksaan:
DAFTAR PUSTAKA
Mason, Robert J, et al. 2010. Murray & Nadels textbook of respiratory
medicine.5th ed. United States of America: Saunders, an imprint of Elsevier Inc.
Tanto, Cris. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV. Jakarta: Media
Aesculapius.
20