Anda di halaman 1dari 7

LUKA BAKAR

LUKA BAKAR
Budhi Arifin Noor, Dion Ade Putra, Oktaviati, Ridho Ardhi Syaiful, Rizky Amaliah, Mursid
Departemen Ilmu Bedah, FKUI/RSCM, Jakarta, Indonesia, Mei 2011

ILUSTRASI KASUS
Laki-laki, 43 tahun datang dengan keluhan terkena percikan api sejak 8 jam sebelum masuk
RSCM. Pasien terkena percikan api ketika sedang bekerja sebagai tukang bangunan di bagian
wajah, badan dan kedua lengan. Saat itu, pasien sedang memegang besi, lalu besi tersebut
terkena kabel listrik dan menimbulkan percikan api. Pasien sempat tidak sadar selama 5 menit.
Pasien kemudian dibawa ke rumah sakit (RS) swasta, mendapat terapi mebo, infus RL 1 kolf,
kateter urin, anti tetanus dan analgetik. Pasien kemudian dirujuk ke RSCM karena keterbatasan
fasilitas. Tinggi badan pasien 165 cm, berat badan 62 kg.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan pada primary suvey, airway bebas, breathing spontan,
tanda-tanda vital dalam batas normal, disability GCS 15 (E4M6V5). Pada pemeriksaan fisik
didapatkan luka bakar di wajah, leher dan dada (lihat status lokalis). Pemeriksaan fisik lain
dalam batas normal.
Pemeriksaan laboratorium didapatkan hemoglobin 12,2 g/dl, hematokrit 35 %, leukosit
10.480 /ul, trombosit 82,2 fl, albumin 2,2, gula darah sewaktu 152 mg/dl, prokalsitonin 16,06
dengan hasil laboratorium lainnya tidak ada kelainan. Pada pasien ini ditegakkan diagnosis luka
bakar derajat II 37,5%. Pada pasien dilakukan resusitasi cairan (37,5 x 4 x 62) 9300 ml, 4650 ml
dalam 8 jam pertama dan 4650 ml dalam 16 jam. Kemudian dititrasi sampai produksi urin 0,5-1
ml/kg/jam. Pasien juga diberikan co-amoksiklav injeksi 3 x 1 gram, ketorolac injeksi 3 x 300 mg,
ranitidine injeksi 3 x 150 mg, vitamin E injeksi 1 x 400 mg. Pasien juga dikonsulkan ke anestesi
untuk pemasangan CVP. Luka bakar pasien dirawat. Setelah 1 hari perawatan di IGD pasien
dirawat di Unit Luka Bakar RSCM.

LUKA BAKAR
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh api atau oleh penyebab lain, misalnya pajanan
suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan kimia serta radiasi. Penyebab luka bakar di
RSCM 56% api, 40% air mendidih, 3% listrik dan 1% bahan kimia5.
I. PATOFISIOLOGI
Kulit merupakan barrier yang kuat untuk transfer energi ke lapisan di bawahnya. Area
luka di again kulit terbagi menjadi 3 zona, yaitu zona koagulasi, zona stasis dan zona
hiperemia.1,2

a.
Zona koagulasi
Jaringan ini rusak irreversibel saat terjadi trauma luka bakar.
b.
Zona stasis
Area yang mengelilingi zona nekrotik terjadi gangguan perfusi dengan derajat sedang. Pada zona
stasis terjadi kerusakan vaskular dan kebocoran pembuluh darah.
c.
Zona hiperemia
Karakter dari zona ini adalah vasodilatasi akibat inflamasi.
Fase Luka Bakar5

1. Fase Akut/syok. Penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas),
breathing (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi).
2. Fase Sub-akut, berlangsung setelah fase syok teratasi. Terjadi kerusakan atau kehilangan
jaringan akibat kontak dengan sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan proses
inflamasi disertai eksudasi protein plasma dan infeksi yang dapat menimbulkan sepsis.
3. Fase Lanjut, terjadi setelah penutupan luka sampai terjadi maturasi. Masalah yang timbul
adalah jaringan parut, kontraktur dan deformitas akibat kerapuhan jaringan atau organ
strukturil.
1.
a.
b.
c.
2.
3.
4.

II. DIAGNOSIS
Evaluasi luas area luka bakar, dengan:
Palmar surface method: palmar pasien (termasuk jari-jari) mencapai 1 % Total Body Surface
Area (TBSA).
Wallaces rule of nines
Lund and Browder charts: menghitung variasi bentuk tubuh pada berbagai macam usia dan
menghasilkan penilaian akurat pada luka bakar anak.
Usia: bayi, anak dan dewasa
Kedalaman luka.
Luka bakar derajat 2 dan 3 yang sirkumferensial dapat menyebabkan restriksi aliran darah
pada ekstremitas, dada yang dapat menghambat respirasi, membutuhkan eskarotomi.

Tabel 1. Kategori Kedalaman Luka Bakar di Amerika Serikat3


III. TATA LAKSANA LUKA BAKAR 4,6
Perawatan luka bakar dapat dibagi menjadi 3 tahapan utama, yaitu fase emergency/resusitasi,
fase akut dan fase rehabilitasi.

Tabel 2. Kategori Luka Bakar

1. Fase akut/syok berupa menghindarkan pasien dari sumber penyebab luka bakar, evaluasi
ABC, periksa apakah terdapat trauma lain, resusitasi cairan, pemasangan kateter urine,
pemasangan nasogastric tube (NGT), tanda vital dan laboratorium; manajemen nyeri,
profilaksis tetanus, pemberian antibiotik dan perawatan luka.
2. Fase sub-akut dimulai ketika pasien secara hemodinamik telah stabil. Penanganan fase
akut berupa mengatasi infeksi, perawatan luka, dan nutrisi.
3. Fase lanjut dilakukan rehabilitasi bertujuan untuk meningkatkan kemandirian melalui
pencapaian perbaikan fungsi yang maksimal.

III.1. Resusitasi Cairan5, 6


III. 2. Indikasi terapi cairan
Luka bakar derajat 2 atau 3 > 25% pada orang dewasa, luka bakar di daerah wajah dengan
trauma inhalasi dan tidak dapat minum, sedangkan pada anak-anak dan orang tua > 15% maka
resusitasi cairan intravena umumnya diperlukan.
a.
Menurut Baxter:
Hari pertama : luas luka bakar x berat badan (kg) x 4cc (RL)
Hari kedua: koloid :500-2000cc + glukosa 5% untuk mempertahankan cairan.
Pemberian cairan volume diberikan 8 jam pertama dan volume diberikan 16 jam berikutnya.

III. 3. Indikasi rawat inap5


Derajat 2 lebih dari 15% pada dewasa dan lebih dari 10% pada anak
Derajat 2 pada muka, tangan, kaki dan perineum
Derajat 3 lebih dari 2% pada orang dewasa dan setiap derajat 3 pada anak
Luka bakar yang disertai trauma visera, tulang dan jalan nafas.

III. 4. Perawatan luka5, 7


Pertama luka bakar harus dicuci dengan menggunakan larutan detergent encer (baby soap), kita
bersihkan kulit yang telah rusak. Luka dikeringkan dan dapat dioleskan mecurochrom atau silver
sulfa diazine. Dalam penanganan luka diperlukan material protektif untuk menciptakan
lingkungan yang optimal untuk penyembuhan luka, melindungi luka dari bakteria, dari gesekan
dan menyerap ekudat yang keluar, inilah yang disebut sebagai dressing. Terdapat berbagai
macam jenis dressing, dimulai dari tradisional (madu) konvensional/passive occlusive dressing
(terbuka: krim mebo, krim silversulfadiazine; tertutup: kasa basah, kasa kering, pembebatan)
modern dressing/active occlusive dressing (absorbent cellulosic material, tulle grass dressing
dan film dressing).
IV. Pembahasan
Pada pasien ini diagnosa Luka Bakar derajat II a-b ditegakkan dengan alasan bahwa luka yang
terjadi itu mengenai jaringan dermis, terdapat lepuh, warna luka putih kemerahan, dan sangat
sakit. Luas area luka bakar ditentukan dengan metode Lund dan Browder sebesar 37,5%.
Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini meliputi resusitasi cairan dengan formula baxter
(Berat Badan x Presentase Luka Bakar x 4 cc dalam 24 jam), pada kasus ini didapatkan
pemberian 9300 cc untuk 24 jam, dibagi menjadi 4650 cc atau 50% pada 8 jam pertama,
kemudian 4650 cc atau 50 % berikutnya dalam 16 jam. Hal yang perlu dipantau dalam
pemberian cairan resusitasi adalah produksi urin karena menggambarkan sirkulasi cairan dan
cukup tidaknya cairan yang diberikan. Nomalnya produksi 0,5 cc/kg/jam. Pemasangan CVP di
indikasikan untuk memonitor sirkulasi sistemik dalam pemberian cairan resusitasi dan akses
cairan yang lain.

Hari Pertama

Dilakukan Dressing Luka

setelah hari ketujuh (1)

setelah hari ketujuh (2)


Pemberian antibiotik pada luka bakar sebenarnya tidak diindakasikan, namun pasien ini
diberikan injeksi co-amoksiklav sebanyak 3 x 1 gram dan pemberian analgetik dianjurkan dalam
luka bakar, dalam kasus ini dipergunakan ketorolac intravena 3 x 300 mg. Indikasi rawat pada
pasien luka bakar ini adalah luka bakar derajat II lebih dari 15% dan terdapat luka di wajah dan
tangan.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

V. Daftar Pustaka
Gallagher JJ, Wolf SE, Herndon DN. Burns. In: Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM,
Mattox KL. Editors. Sabiston Textbook of Surgery. 18th Ed. Philadelphia: Saunders Elsevier.
2008.
Gibran NS. Burns. In: Mulholland MW, Lillemoe KD, Doherty GM, Gerard M, Ronald V,
Upchurch GR. Editors. Greenfields Surgery: Scientific Principles and Practice. 4 th Ed.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2006.
Klein MB. Thermal, Chemical and Electrical Injuries. In: Thorne CH, Beasley RW, Aston SJ,
Bartlett SP, Gurtner GC, Spear SL. Editors. Grab and Smiths Plastic Surgery. 6 th Ed.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. 2007.
Hettiaratchy S, Dziewulsky P. ABC Burns. BMJ 2004; 328: 1427-9.
Reksoprodjo S dkk (ed). Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara Publisher.
Herndon, David N. Total Burn Care 3rd edition. Saunders Elsevier.
Grunwald TB, Garner WL. Acute Burns Plast Reconstr Surg. 2008(121):311.

Anda mungkin juga menyukai