Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA TENTANG SISTEM KEUANGAN

untuk memenuhi tugas mata kuliah Perekonomian Indonesia


Dosen Pengampu: Kemal
Disusun oleh:
Sukma Choirunisa
7311414004
Ajeng Mulyaning R
7311414114
Dimas Eko W
7311414015
Nia Anggraeni A
7311414007
Wakhid Arifin
7311414186

JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2016

LAPORAN PEREKONOMIAN INDONESIA TENTANG SISTEM


KEUANGAN

SISTEM KEUANGAN
1. PENGERTIAN SISTEM KEUANGAN
Sistem keuangan dapat diartikan sebagai kumpulan institusi, pasar,
ketentuan perundangan, peraturan-peraturan, dan teknik-teknik dimana
surat berharga diperdagangkan, tingkat bunga ditetapkan, dan jasa-jasa
keuangan (financial services) dihasilkan serta ditawarkan ke seluruh
bagian dunia (Peter S. Rose, 7th editionm 2000).

Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) tetap terjaga di tengah ketidakpastian


ekonomi global dan moderasi ekonomi domestik. Pencapaian tersebut
tidak terlepas dari bauran kebijakan yang telah ditempuh oleh Bank
Indonesia dan Pemerintah dalam rangka mendukung terjaganya SSK.
Kondisi ini tampak dari Indeks Stabilitas Sistem Keuangan (ISSK) yang
membaik menjadi 0,7 dari tahun 2013 sebesar 1,1 (Grafik 8.1). Dinamika
di sektor keuangan selama tahun 2014 juga secara umum menunjukkan
kebijakan moneter melalui penetapan BI Rate telah ditransmisikan melalui
jalur suku bunga perbankan dan kredit.

2. Kinerja Perbankan

Dari data tersebut dapat dijelaskan bahwa Struktur industri keuangan


Indonesia pada tahun 2014 masih didominasi oleh perbankan yang terdiri
dari Bank Umum (BU) dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Hal ini terlihat
dari rasio total aset industri perbankan terhadap lembaga keuangan yang
tercatat sebesar 78,6%. Meskipun jumlah BU turun dari 120 bank menjadi
119 bank, dan angka jumlah BPR naik dari 1.635 menjadi 1.643, jumlah
aset tumbuh 13,4% dari Rp4.954,5 triliun menjadi Rp5.615,1 triliun.
Peningkatan total aset didukung dengan perluasan jaringan usaha bank,
terlihat dari jumlah kantor BU dan BPR yang meningkat masing-masing
dari 18.558 dan 4.678 pada tahun 2013 menjadi 19.948 dan 4.895 kantor.
Dari total BU, jumlah bank syariah sebanyak 12 bank, dengan 2.175
kantor, meningkat dibandingkan dengan tahun 2013 sebanyak 11 bank
dengan 1.987 kantor. Sedangkan jumlah Unit Usaha Syariah (UUS)

menurun dari 23 menjadi 22 UUS. Bank umum di luar bank syariah


merupakan Bank Umum Konvensional (BUK).
Peningkatan jaringan kantor bank tersebut, selain untuk mendukung
ekspansi usaha juga mendukung peningkatan akses masyarakat terhadap
sistem keuangan (financial inclusion). Peningkatan akses tersebut antara
lain dapat diukur dengan rasio jumlah kantor bank dengan jumlah
penduduk atau density ratio (rasio densitas). Dari tahun ke tahun, rasio
densitas perbankan menunjukkan perkembangan yang menggembirakan.
Selama tahun 2014, satu kantor bank melayani 11.913 orang, membaik
dibandingkan dengan tahun 2013 yang harus melayani 12.878 orang
(Grafik 8.2)

Peran perbankan dalam pembangunan nasional masih stabil di tengah


perlambatan kredit yang cukup dalam. Hal ini tercermin dari rasio kredit
terhadap PDB di Indonesia pada tahun 2014 yang relatif tidak berubah
dibandingkan dengan tahun 2013 pada kisaran 36%. Namun, rasio
tersebut masih relatif rendah dibandingkan dengan negara kawasan
seperti Singapura, Malaysia dan Thailand yang telah berada di atas 100%
(Grafik 8.4). Rasio kredit terhadap PDB yang relatif rendah antara lain

disebabkan

oleh

terbatasnya

sumber

pendanaan

bagi

bank

yang

tercermin dari rasio total aset per PDB yang cenderung stabil dan masih
cukup jauh di bawah negara lain di kawasan.

Pertumbuhan kredit yang melambat hampir terjadi di semua sektor


ekonomi. Perlambatan terutama terjadi pada sektor Perdagangan, Industri
dan Jasa Dunia Usaha (Grafik 8.6) sejalan dengan penurunan kinerja
korporasi

publik

akibat

moderasi

ekonomi

domestik

sehingga

menyebabkan penurunan permintaan KI dan KMK. Pertumbuhan kredit


sektor perdagangan yang melambat disebabkan oleh moderasi ekspor
akibat permintaan dari negara mitra dagang yang menurun serta
terbatasnya impor akibat pertumbuhan ekonomi domestik yang melambat
dan nilai tukar rupiah yang terdepresiasi. Perlambatan kredit sektor
industri juga dipengaruhi impor yang tumbuh rendah akibat depresiasi
nilai tukar rupiah serta penurunan permintaan produk industri akibat
perlambatan ekonomi domestik. Sedangkan perlambatan di sektor Jasa

Dunia Usaha dipengaruhi perlambatan ekonomi domestik yang juga


berimbas pada penurunan permintaan kredit ke lembaga leasing.

Fungsi intermediasi perbankan syariah juga melambat sejalan dengan


moderasi

ekonomi

domestik.

Dari

sisi

penyaluran

pembiayaan,

pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah juga melambat, yaitu dari


24,8%

pada

tahun

2013

menjadi

8,3%

(Grafik

8.9).

Perlambatan

pembiayaan syariah terutama dipengaruhi pertumbuhan pembiayaan


akad murabahah yang melambat dari 25,6% pada tahun lalu menjadi
6,2%. Jika dilihat berdasarkan jenis penggunaan, perlambatan kredit
terutama terjadi pada Kredit Modal Kerja (KMK) dan Kredit Konsumsi (KK)
yang masing-masing melambat dari 27,6% dan 24,1% pada tahun 2013

menjadi 8,9% dan 1,2%. Seiring dengan moderasi ekonomi domestik dan
perlambatan pertumbuhan pembiayaan, Non Performing Financing (NPF)
perbankan syariah cenderung meningkat meskipun tetap di bawah batas
aman, yaitu dari 2,6% pada tahun 2013 menjadi 4,3%.

Anda mungkin juga menyukai