Anda di halaman 1dari 41

Tuberculosis dalam Keluarga

Susi
10.2009.108
Fakultas kedokteran universitas Kristen krida wacana
Jalan Arjuna No.6, Jakarta 11510
Email: ayin.susy@yahoo.co.id

Pendahuluan
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa,
mycobacterium bovis serta Mycobacterium avium, tetapi lebih sering disebakan oleh
Mycobacterium tuberculosa. Pada tahun 1993, WHO telah mencanangkan kedaruratan
global penyakit tuberkulosis di dunia, karena pada sebagian besar negara di dunia,
penyakit tuberkulosis menjadi tidak terkendali.Di Indonesia sendiri, penyakit tuberkulosis
merupakan masalah kesehatan yang utama.Pada tahun 1995, hasil Survey Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT), menunjukkan bahwa penyakit tuberkulosis merupakan penyebab
kematian nomor tiga (3) setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan
pada semua kelompok umur.Di Indonesia sendiri, karena sulitnya mendiagnosa
tuberkulosis pada anak, maka angka kejadian tuiberkulosis pada anak belum diketahui
pasti, namun bila angka kejadian tuberkulosis dewasa tinggi dapat diperkirakan kejadian
tuberkulosis pada anak akan tinggi pula. Hal ini terjadi karena setiap orang dewasa
dengan BTA positif akan menularkan pada 10-15 orang dilingkungannya, terutama anakanak (Depkes RI, 2002).Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang
memberikan pengaruh nesar terhadap status kesehatan penghuninya (Notoatmodjo,
2003).Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyebaran
kuman tuberkulosis. Kuman tuberkulosis dapat hidup selama 1 2 jam bahkan sampai
beberapa hari hingga berminggu-minggu tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet,
ventilasi yang baik, kelembaban, suhu rumah dan kepadatan penghuni rumah.

Skenario 5
Bapak M (45 tahun) memiliki seorang istri (43 tahun) dan 5 orang anak yang masingmasing A(P) 25 tahun, S(P) 23 tahun, As (L) 20 tahun, Rs (L) 10 tahun, R(P) 5 tahun.
Istri bapak M mendapatkan pengobatan TBC paru dan sudah berjalan 3 bulan. Anak
perempuannya, R saat ini sedang batuk-batuk sudah 3 minggu tidak kunjung reda.
Riwayat penurunan berat badan dan keringat malam juga ada. Berat badan 12 kg, skar
BCG +. Karena tidak tahu dan tidak punya cukup uang, anak R hanya diberi jamujamuan dan obat warung. keluarga bapak M tinggal di sebidang rumah 4x11 meter
pemukiman padat penduduk.

Definisi Tuberculosis (TBC)


Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim
paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, terutama meningens,
ginjal, tulang, dan nodus limfe (Suddarth, 2003). Tuberculosis (TB) adalah penyakit
infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang
bervariasi, akibat kuman mycobacterium tuberkulosis sistemik sehingga dapat mengenai
semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru-paru yang biasanya merupakan lokasi
infeksi primer (Mansjoer, 2000).
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang menyerang pada saluran
pernafasan yang disebabkan oleh bakteri yaitu mycobacterium tuberculosis. (Smeltzer,
2002).dapat menyimpulkan bahwa, TB Paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh kuman mycobakterium tuberculosis yang menyerang saluran pernafasan terutama
parenkim paru.

Epidemiologi
1. Resiko Penularan
- Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak.
Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko
-

penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif.


Risiko penularan setiap tahunnya juga ditunjukan dengan Annual Risk of
Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko
2

terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1% berarti 10 diantara 1000


-

penduduk terinfeksi setiap tahunnya.


ARTI di Indonesia bervariasi 1-3%.
Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberculin negatif menjadi
positif. 1,2

Gambar 1: Bakteri Mycobacterium tuberculosis penyebab TBC

Sumber: (http://getfreeartikel.wordpress.com/2011/05/15/tuberculosistbc/)
-

2. Faktor Host
Umur merupakan faktor terpenting dari Host pada TBC. Terdapat 3 puncak
kejadian dan kematian :
-

Paling rendah pada awal anak (bayi) dengan orang tua penderita

Paling luas pada masa remaja dan dewasa muda sesuai dengan pertumbuhan,
perkembangan fisik-mental dan momen kehamilan pada wanita

Puncak sedang pada usia lanjut

Dalam perkembangannya, infeksi pertama semakin tertunda, walau tetap tidak


berlaku pada golongan dewasa, terutama pria dikarenakan penumpukan grup
sampel usia ini atau tidak terlindung dari resiko infeksi. Pria lebih umum terkena,
kecuali pada wanita dewasa muda yang diakibatkan tekanan psikologis dan
kehamilan yang menurunkan resistensi. Penduduk dengan sosialekonomi rendah
3

memiliki laju lebih tinggi. Aspek keturunan dan distribusi secara familial sulit
terinterprestasikan dalam TBC, tetapi mungkin mengacu pada kondisi keluarga
secara

umum

dan

sugesti

tentang

pewarisan

sifat

resesif

dalam

keluarga. Kebiasaan sosial dan pribadi turut memainkan peranan dalam infeksi
TBC, sejak timbulnya ketidakpedulian dan kelalaian. Status gizi, kondisi
kesehatan secara umum, tekanan fisik-mental dan tingkah laku sebagai
mekanisme pertahanan umum juga berkepentingan besar. Imunitas spesifik
dengan pengobatan infeksi primer memberikan beberapa resistensi, namun sulit
untuk dievaluasi.2

3. Faktor Agent (Mycobacterium tuberculosis)


Karakteristik alami dari agen TBC hampir bersifat resisten terhadap disifektan
kimia atau antibiotika dan mampu bertahan hidup pada dahak yang kering untuk
jangka waktu yang lama. Pada Host, daya infeksi dan kemampuan tinggal
sementara Mycobacterium Tuberculosis sangat tinggi. Patogenesis hampir rendah
dan daya virulensinya tergantung dosis infeksi dan kondisi Host. Sifat
resistensinya merupakan problem serius yang sering muncul setelah penggunaan
kemoterapi moderen, sehingga menyebabkan keharusan mengembangkan obat
baru. Umumnya sumber infeksinya berasal dari manusia dan ternak (susu) yang
terinfeksi. Untuk transmisinya bisa melalui kontak langsung dan tidak langsung,
serta transmisi kongenital yang jarang terjadi.2

4. Faktor Lingkungan
Distribusi geografis TBC mencakup seluruh dunia dengan variasi kejadian yang
besar dan prevalensi menurut tingkat perkembangannya. Penularannya pun
berpola sekuler tanpa dipengaruhi musim dan letak geografis.

Keadaan sosial-ekonomi merupakan hal penting pada kasus TBC. Pembelajaran


sosiobiologis menyebutkan adanya korelasi positif antara TBC dengan kelas
sosial yang mencakup pendapatan, perumahan, pelayanan kesehatan, lapangan
pekerjaan dan tekanan ekonomi. Terdapat pula aspek dinamis berupa kemajuan
industrialisasi dan urbanisasi komunitas perdesaan. Selain itu, gaji rendah,
eksploitasi tenaga fisik, penggangguran dan tidak adanya pengalaman sebelumnya
tentang TBC dapat juga menjadi pertimbangan pencetus peningkatan epidemi
penyakit ini. Pada lingkungan biologis dapat berwujud kontak langsung dan
berulang-ulang dengan hewan ternak yang terinfeksi adalah berbahaya.2

Cara Penularan

Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.


Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000

percikan dahak.
Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam
waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar
matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama

beberapa jam dalam keadaan gelap dan lembab.


Daya penularan seorang pasein dapat ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan

dahak, makin menular pasien tersebut.


Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB adalah ditentukan
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. 2
Gambar 2: Skema Diagnosis TBC Paru pada orang dewasa

Sumber: (http://getfreeartikel.wordpress.com/2011/05/15/tuberculosistbc/)

Surveilans
Pengertian Surveilans penting untuk pahami, khususnya terkait (elaborasi) dengan
teori simpul Ahmadi. surveilans menjadi vital juga karena pijakan pola fikir kita sejauh
menyangkut konsep dasar Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan (ADKL). Menurut
German (2001), surveilans kesehatan masyarakat (public health surveillance) adalah
suatu kegiatan yang dilakukan secara terus - menerus berupa pengumpulan data secara
sistematik, analisis dan interpretasi data mengenai suatu peristiwa yang terkait dengan
kesehatan untuk digunakan dalam tindakan kesehatan masyarakat dalam upaya
mengurangi angka kesakitan dan kematian, dan meningkatkan status kesehatan. Data
yang dihasilkan oleh sistem surveilans kesehatan masyarakat dapat digunakan: 4
a. Sebagai pedoman dalam melakukan tindakan segera untuk kasus-kasus penting
kesehatan masyarakat.
b. Mengukur beban suatu penyakit atau terkait dengan kesehatan lainnya, termasuk
identifikasi populasi resiko tinggi.
c. Memonitor kecenderungan beban suatu penyakit atau terkait dengan kesehatan
d.
e.
f.
g.

lainnya, termasuk mendeteksi terjadinya outbreak dan pandemic.


Sebagai pedoman dalam perencanaan, implementasi, dan evaluasi program
Mengevaluasi kebijakan-kebijakan public
Memprioritaskan alokasi sumber daya kesehatan
Menyediakan suatu dasar untuk penelitian epidemiologi lebih lanjut.

Pendekatan surveilans dapat dibagi menjadi dua jenis: surveilans pasif dan
surveilans aktif. Surveilans pasif memantau penyakit secara pasif, dengan menggunakan
data penyakit yang harus dilaporkan (reportable diseases) yang tersedia di fasilitas
pelayanan kesehatan. Kelebihan surveilans pasif, relatif murah dan mudah untuk
dilakukan. Negara-negara anggota WHO diwajibkan melaporkan sejumlah penyakit
infeksi yang harus dilaporkan, sehingga dengan surveilans pasif dapat dilakukan analisis
perbandingan penyakit internasional. Kekurangan surveilans pasif adalah kurang sensitif
dalam mendeteksi kecenderungan penyakit. Data yang dihasilkan cenderung underreported, karena tidak semua kasus datang ke fasilitas pelayanan kesehatan formal. Selain
itu, tingkat pelaporan dan kelengkapan laporan biasanya rendah, karena waktu petugas
terbagi dengan tanggungjawab utama.4
Surveilans aktif menggunakan petugas khusus surveilans untuk kunjungan berkala
ke lapangan, desa-desa, tempat praktik pribadi dokter dan tenaga medis lainnya,
puskesmas, klinik, dan rumah sakit, dengan tujuan mengidentifikasi kasus baru penyakit
atau kematian, disebut penemuan kasus (case finding), dan konfirmasi laporan kasus
indeks. Kelebihan surveilans aktif, lebih akurat daripada surveilans pasif, sebab
dilakukan oleh petugas yang memang dipekerjakan untuk menjalankan tanggungjawab
itu. Selain itu, surveilans aktif dapat mengidentifikasi outbreak lokal. Kelemahan
surveilans aktif, lebih mahal dan lebih sulit untuk dilakukan dari pada surveilans pasif.
Sistem surveilans dapat diperluas pada level komunitas, disebut community surveilance.
Dalam community surveilance, informasi dikumpulkan langsung dari komunitas oleh
kader kesehatan, sehingga memerlukan pelatihan diagnosis kasus bagi kader kesehatan.
Definisi kasus yang sensitif dapat membantu para kader kesehatan mengenali dan
merujuk kasus mungkin (probable cases) ke fasilitas kesehatan tingkat pertama. Petugas
kesehatan di tingkat lebih tinggi dilatih menggunakan definsi kasus lebih spesifik, yang
memerlukan konfirmasi laboratorium. Community surveilans mengurangi kemungkinan
negatif palsu.4

Pedoman nasional pemberantasan TB

Dalam perkembangannya dalam upaya ekspansi penanggulangan TB,


kemitraan global dalam penanggulangan TB mengembangkan strategi sebagai
berikut: 10
1. Mencapai, mengoptimalkan dan mempertahankan mutu DOTS
2. Merespon masalah TB-HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya
3. Berkontribusi dalam penguatan system kesehatan
4. Melibatkan semua pemberi pelayanan kesehatan baik pemerintahmaupun
swasta
5. Memberdayakan pasien dan masyarakat
6. Melaksanakan dan mengembangkan riset
Adapun kegiatan P2TB dilaksanakan dengan cara penemuan dan pengobatan
pasien, perencanaan, pemantauan dan evaluasi, peningkatan SDM (pelatihan,
supervisi), penelitian, promosi kesehatan, dan kemitraan dengan lintas sector.
Tujuan Dan Target
Tujuan P2TB adalah menurunkan angka kesakitan dan angka kematian TB,
memutuskan rantai penularan, serta mencegah terjadinya multidrug resistance
(MDR),sehingga TB tidak lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat.
Kebijakan
a. Penanggulangan TB di Indonesia dilaksanakan sesuai dengan azas
desentralisasi dengan Kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen
program yang meliputi: perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi
serta menjamin ketersediaan sumber daya (dana, tenaga, sarana dan
prasarana)
b. Penanggulangan TB dilaksanakan dengan menggunakan strategi DOTS
c. Penguatan
kebijakan
untuk
meningkatkan
komitmen
daerah
terhadap program penanggulangan TB
d. Penguatan
strategi
DOTS
dan

pengembangannya

ditujukan

terhadap peningkatan mutu pelayanan, kemudahan akses untuk penemuan


dan pengobatan sehingga mampu memutuskan rantai penularan dan
mencegahterjadinya MDR-TB
e. Penemuan dan pengobatan dalam rangka penanggulangan TBdilaksanakan
oleh seluruh Unit Pelayanan Kesehatan (UPK), meliputiPuskesmas, Rumah
Sakit Pemerintah dan swasta, Rumah Sakit Paru(RSP), Balai Pengobatan
8

Penyakit Paru Paru (BP4), Klinik Pengobatanlain serta Dokter Praktek


Swasta (DPS)
f. Penanggulangan TB dilaksanakan melalui promosi, penggalangan kerjasama
dan kemitraan dengan program terkait, sektor pemerintah, non pemerintah
dan swasta dalam wujud Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan TB
(Gerdunas TB)
g. Peningkatan kemampuan laboratorium diberbagai tingkat pelayanan
ditujukan untuk peningkatan mutu pelayanan dan jejaring
h. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) untuk penanggulangan TB diberikankepada
pasien secara cuma-cuma dan dijamin ketersediaannya
i. Ketersediaan sumberdaya manusia yang kompeten

dalam

jumlah

yangmemadai untuk meningkatkan dan mempertahankan kinerja program


j. Penanggulangan TB lebih diprioritaskan kepada kelompok miskin
dankelompok rentan terhadap TB
k. Pasien TB tidak dijauhkan dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya
l. Memperhatikan komitmen internasional yang termuat dalam Millennium
Development Goals (MDGs)
Strategi
a. Peningkatan komitmen politis yang berkesinambungan untuk menjamin
ketersediaan

sumberdaya

dan

menjadikan

penanggulangan

TB

suatu prioritas
b. Pelaksanaan dan pengembangan strategi DOTS yang bermutu dilaksanakan
secara bertahap dan sistematis
c. Peningkatan kerjasama dan kemitraan dengan pihak terkait melaluikegiatan
advokasi, komunikasi dan mobilisasi social
d. Kerjasama dengan mitra internasional untuk mendapatkan komitmen dan
bantuan sumber daya.
e. Peningkatan kinerja

program

melalui

kegiatan

pelatihan

dan

supervisi, pemantauan dan evaluasi yang berkesinambungan

Syarat Rumah Sehat


1. Pencahayaan
Setiap rumah sehat haruslah memiliki pencahayaan yang cukup, baik dari alam
maupun buatan yang dapat menerangi seluruh bagian rumah dengan intensitas
minimal 60 lux dan tidak menyilaukan.
9

2. Ventilasi
Rumah sehat juga harus memiliki ventilasi udara yang cukup, minimal 10% dari
luas lantai ruangan, agar udara menjadi segar karena sirkulasi udara yang lancar.
3. Atap
Saat ini, atap dari bahan genteng merupakan media yang paling banyak digunakan
di Indonesia. Disamping harganya yang terjangkau, genteng yang terbuat dari
tanah liat ini juga cocok untuk daerah beriklim tropis seperti negara kita, dan
mendukung terciptanya rumah sehat.
4. Lantai
Rumah

sehat

haruslah

memiliki

lantai

yang

kedap

air

dan

mudah

dibersihkan.Bahannya dapat terbuat dari ubin, semen, kayu, keramik atau tanah
biasa yang dipadatkan.
5. Kepadatan Penghuni
Rumah sehat haruslah memiliki luas lantai bangunan yang cukup untuk penghuni
yang ada di dalamnya, terutama untuk kamar tidur.
6. Air Bersih
Rumah sehat harus memiliki air bersih minimal 60 liter per hari untuk satu orang,
dengan kualitas yang telah memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan air
minum.
7. Dapur
Rumah sehat sebaiknya memiliki dapur tersendiri, tidak bercampur dengan
ruangan lain terutama ruang tidur.
8. Fasilitas Pembuangan
Setiap rumah pastilah menghasilkan limbah setiap hari, baik dari kamar mandi,
dapur maupun sampah rumah tangga.1,2

Pelayanan kesehatan primer


Pelayanan kesehatan primer (PHC) adalah strategi yang dapat dipakai untuk
menjamin tingkat minimal dari pelayanan kesehatan untuk semua penduduk.
Pelayanan kesehatan primer merupakan pelayanan kesehatan esensial yang dibuat
dan bisa terjangkau secara universal oleh individu dan keluarga dalam masyarakat.
Focus dari peleyanan kesehatan primer luas jangkauannya merangkum beerbagai
10

aspek dan kebutuhan masyarakat. PHC, dalam hal ini adalah puskesmas sebagai
pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama berfungsi sebagai pusat pemeliharaan
kesehatan, pencegahan penyakit, melaksanakan fungsi diagnosis dan pengobatan,
serta pelayanan tindak lanjut. 2,5,7
Dalam pelaksanaannya PHC menitikberatkan pada pemerataan upaya kesehatan,
penekanan pada upaya preventif, menggunakan teknologi tepat guna, melibatkan
peran serta masyarakat dan kerjasama lintas sektoral. PHC diharapkan menjadi pusat
pelayanan yang utama, menyeluruh, terorganisasi, berkesinambungan, progresif,
berorientasi pada keluarga, serta mementingkan kesehatan individu maupun
masyarakat.2,5,7
Adapun program pokok PHC antara lain:
m. Pendidikan mengenai masalah kesehatan dan cara pencegahan penyakit serta
n.
o.
p.
q.
r.
s.
t.

pengendaliannya
Peningkatan penyediaan makanan dan perbaikan gizi
Penyediaan air bersih dan sanitasi dasar
Kesehatan ibu dan anak termasuk keluarga berencana
Imunisasi terhadap penyakit-penyakit utama
Pencegahan dan pengendalian penyakit endemic setempat
Pengobatan penyakit umum
Penyediaan obat-obatan esensial

Prinsip Pengobatan TB2,5,7


Pengobatan dilakukan dengan pengawasan langsung oleh pengawas menelan
obat untuk menjamin kepatuhan penderita minum obat. Pengobatan TB diberikan
dalam dua tahap, yaitu:
1. Tahap intensif. Pada tahap awal penderita mendapat obat setiap hari dan
diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap rifampicin.
Bila pada saat tahap intensif tesebut diberikan secara tepat, maka penderita
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu dua minggu.
2. Tahap lanjutan. Pada tahap lanjutan penderita mendapat obat dalam jangka
waktu yang lebih lama dan jenis obat lebih sedikit untuk mencegah
kekambuhan.
Panduan OAT di Indonesia4
11

WHO dan IUALTD merekomendasikan OAT standar, yaitu:


a. Kategori-1 (2HRZE/4H3R3)
Obat tersebut diberikan tiap hari selama dua bulan (2HRZE). Kemudian
diteruskan dengan tahap lanjutan, diberikan tiga kali seminggu selama empat
bulan (4H3R3). Obat ini diberikan untuk penderita TB paru BTA positif dan
penderita TB paru BTA negative dengan rontgen positif yang sakit berat.
Tabel 1. OAT Kategori 1
Tahap
Pengobatan

Lama
pengobatan

Dosis per hari/kali


R
Z
E

Jumlah
hari/kali

300mg 450mg 500mg 250mg


Tahap intensif
Tahap lanjutan

2 bulan
4 bulan

1
2

1
1

3
-

menelan
obat
60
54

b. Kategori-2
Tabel 2. OAT Kategori 2
Tahap

Lama

pengobata

pengob

atan

H
300
mg

Tahap
intensif
Tahap

DOSIS PER HARI/KALI


R
Z
ETAMBUT
450
mg

500
mg

OL

STREPTOM

MENEL

ISIN

AN

INJEKSI

OBAT

250

500
mg
-

0.75gr
-

60
30

66

2 bulan
1 bulan

1
1

1
1

3
3

mg
3
3

5 bulan

Lanjutan
Setelah tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan tablet
HRZE dan suntikan streptomisin. Dilanjutkan satu bulan dengan tablet HRZE setiap hari.
Setelah itu diturunkan dengan tahap lanjutan selama lima bulan dengan HRE yang
diberikan tiga kali seminggu. Suntikan streptomisin diberikan setelah penderita selesai
menelan obat. Obat ini diberikan untuk penderita yang kambuh, penderita gagal berobat,
atau penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default).
12

c. Kategori-3
Tabel 3. OAT Kategori 3
Tahap

Lama

pengobatan
Tahap intensif
Tahap lanjutan

pengobatan
2 bulan
4 bulan

H 300mg

Jumlah

hari

1
2

450mg 500mg menelan obat


1
3
60
1
54

Obat ini diberikan untuk penderita baru BTA negative dan rontgen positif sakit ringan
atau penderita ekstra paru ringan yaitu TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa, TB kulit,
TB tulang, sendi, dan kelenjar adrenal.

d. Obat sisipan
Tabel 4. Obat sisipan
Tahap

Lama

Jumlah

pengobatan

pengobatan

300

450

500

250

hari/kali

mg
1

mg
1

mg
3

mg
3

menelan obat
30

Tahap intensif

1 bulan

Bila pada akhir tahap intensif dari pengobatan dengan kategori 1 atau kategori 2,
hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan setiap hari selama
1 bulan.
Vaksin BCG
Berdasarkan data WHO, setiap tahun, sekitar 8 juta orang di seluruh dunia
mengalami active tuberculosis dan hampir 2 juta diantaranya meninggal dunia.Vaksin
merupakan suspensi mikroorganisme yang dilemahkan atau dimatikan (bakteri, virus,
atau riketsia) yang diberikan untuk mencegah, meringankan, atau mengobati penyakit
yang menular. Vaksin BCG merupakan suatu attenuated vaksin yang mengandung kultur
strain Mycobacterium bovis dan digunakan sebagai agen imunisasi aktif terhadap TBC
dan telah digunakan sejak tahun 1921. Walaupun telah digunakan sejak lama, akan tetapi
efikasinya menunjukkan hasil yang bervariasi yaitu antara 0 80% di seluruh dunia.
13

Vaksin BCG secara signifikan mengurangi resiko terjadinya active tuberculosis dan
kematian. Efikasi dari vaksin tergantung pada beberapa faktor termasuk diantaranya
umur, cara/teknik vaksinasi, jalur vaksinasi, dan beberapa dipengaruhi oleh faktor
lingkungan. Vaksin BCG sebaiknya digunakan pada infants, dan anak-anak yang hasil uji
tuberculinnya negatif dan yang berada dalam lingkungan orang dewasa dengan kondisi
terinfeksi TBC dan tidak menerima terapi atau menerima terapi tetapi resisten terhadap
isoniazid atau rifampin. Selain itu, vaksin BCG juga harus diberikan kepada tenaga
kesehatan yang bekerja di lingkungan dengan pasien infeksi TBC tinggi. Sebelum
dilakukan pemberian vaksin BCG (selain bayi sampai dengan usia 3 bulan) setiap pasien
harus terlebih dahulu menjalani skin test. Vaksin BCG tidak diindikasikan untuk pasien
yang hasil uji tuberculinnya posistif atau telah menderita active tuberculosis, karena
pemberian vaksin BCG tidak memiliki efek untuk pasien yang telah terinfeksi TBC.
Vaksin BCG merupakan serbuk yang dikering-bekukan untuk injeksi berupa
suspensi. Sebelum digunakan serbuk vaksin BCG harus dilarutkan dalam pelarut khusus
yang telah disediakan secara terpisah. Penyimpanan sediaan vaksin BCG diletakkan pada
ruang atau tempat bersuhu 2 8oC serta terlindung dari cahaya. Pemberian vaksin BCG
biasanya dilakukan secara injeksi intradermal/intrakutan (tidak secara subkutan) pada
lengan bagian atas atau injeksi perkutan sebagai alternatif bagi bayi usia muda yang
mungkin sulit menerima injeksi intradermal. Dosis yang digunakan adalah sebagai
berikut:
1. Untuk infants diberikan 1 dosis vaksin BCG sebanyak 0,05ml (0,05mg)
2. Untuk anak-anak di atas 12 bulan dan dewasa diberikan 1 dosis vaksin BCG
sebanyak 0,1 ml (0,1mg)
Perlindungan yang diberikan oleh vaksin BCG dapat bertahan untuk 10 15 tahun.
Sehingga re-vaksinasi pada anak-anak umumnya dilakukan pada usia 12 -15 tahun.
Vaksin BCG dikontra-indikasikan untuk pasien yang mengalami gangguan pada
kulit seperti atopic dermatitis, serta baru saja menerima vaksinasi lain (perlu ada
interval waktu setidaknya 3 minggu). 9

Usaha Perbaiki Gizi Masyarakat


Pengertian

14

Usaha perbaiki gizi keluarga (UPGK) adalah kegiatan masyarakat untuk melembagakan
upaya peningkatan gizi dalam tiap keluarga di Indonesia. Usaha ini bersifat lintas sector
yang dilaksanakan oleh departemen terkait yaitu kesehatan, pertanian, BKKBN, agama,
dalam negeri, TP PKK, dll.
Secara lebih rinci UPGK:
a. Merupakan usaha keluarga untuk memperbaiki gizi seluruh anggota keluarga.
b. Dilaksanakan oleh keluarga/ masyarakat dengan kader sebagai penggerak
masyarakat dan petugas berbagai sector sebagai pembimbing dan Pembina.
c. Merupakan bagian dari kehidupan keluarga sehari-hari dan juga merupakan
bagian integral dari pembangunan nasional untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat.
d. Secara operasional adalah rangkaian kegiatan yang saling mendukung untuk
melaksanakan alih teknologi sederhana kepada keluarga/masyarakat.
Tujuan
a. Tujuan umum
Meningkatnya dan terbinanya keadaan gizi seluruh anggota masyarakat.
b. Tujuan khusus
1. Timbulnya partisipasi dan pemerataan kegiatan
Semua anggota masyarakat ikut serta dalam kegiatan
Kegiatan meluas kesemua dukuh
Semua balita, ibu hamil dan ibu menyusui tercakup dalam kegiatan
2. Terwujudnya perilaku yang mendukung perbaikan gizi
Setiap ibu menimbangkan balitanya setiap bulan
Semua anak disusui 2 tahun atau lebih dan mendapat tambahan
makanan hanya sesuai dengan kebutuhannya.
Semua anak 1-5 tahun minum satu kapsul vitamin A dosis tinggi setiap
6 bulan sekali.
Setiap anak mencret segera diberi minuman yang ada di rumah, atau
larutan gula garam atau larutan oralit.
Setiap ibu hamil dan ibu menyusui makan 1-2 piring makanan bergizi
lebih banyak daripada biasanya.

15

Setiap ibu hamil minum satu tablet tambahan darah setiap hari sejak

hamil sampai 7 bulan.


Setiap perkarangan dimanfaatkan untuk peningkatan gizi keluarga.
Setiap pasangan subur mengerti dan melaksanakan KB.
Setiap anak umur 2-12 bulan memperoleh imunisasi lenkap.
Setiap ibu hamil memeriksakan diri secara teratur kepada dukun

terlatih/ petugas kesehatan.


Setiap ibu hamil mendapatkan 2 kali imunisasi TT
Setiap keluarga menggunakan garam beryodium dalam masakannya
sehari-hari.
3. Perbaikan gizi balita
Setiap balita naik berat badannya tiap bulan.
Semua anak yang berumur 36 bulan mencapai berat badan paling
sedikit 11,5 kg.
Tidak terdapat lagi balita menderita buta senja
Tidak terdapat lagi balita eninggal akibat mencret.
Kegiatan
Kegiatan-kegiatan UPGK dalam repelita V meliputi 3 komponen besar:
a. Penyuluhan gizi masyarakat
Tujuan kegiatan ini adalah terjadinya proses perubahan pengertian, sikap, dan
perilaku yang lebih sehat mengenai kegunaan dan pemanfaatan pelayanan gizi yang
tersedia di masyarakat. Kegiatan penyuluhan ini akan dilakukan secara terpadu
terutama oleh petugas-petugas sector-sektor kesehatan, pertanian, agama, pendidikan,
penerangan dan industry kecil, dengan didukung oleh lembaga-lembaga swadaya
masyarakat.
b. Pelayanan gizi melalui posyandu
Tujuan pelayanan ini terutama adalah menurunnya angka kekurangan kalori protein
(KKP) an kebutaan karena kekurangan vitamin A pada balita, serta anemia gizi pada
ibu hamil. Tujuan ini dapat dicapai secara lebih efektif dan efisien, dengan jalan
memadukan kegiatan-kegiatan pelayanan gizi, pelayanan kesehatan dasar dan

16

keluarga berencana di pos pelayanan terpadu (posyandu). Dengan demikian sasaran


pelayanan gizi di posyandu adalah bayi, anak balita, ibu hamil dan menyusui.
Adapun kegiatan pelayanan gizi yang dipadukan di posyandu adalah pemantauan
pertumbuhan melalui penimbangan balita, suplementasi vitamin A, suplementasi pil
zat besi, pemberian oralit, penyuluhan gizi dan pemberian makanan tambahan.
Sedangkan kegiatan pelayanan kesehatan dasar dan KB yang dipadukan di posyandu
adalah imunisasi, pemeriksaan ibu hamil, penanggulangan diare, pelayanan KB,
penyuluhan kesehatan dan KB.
Pelayanan gizi melalui posyandu dilakukan secara terpadu terutama oleh PKK dan
atau lembaga swadaya masyarakat lainnya, dengan bantuan teknis tenaga kesehatan
dan KB serta dukungan dari perangkat pemerintah desa dan LKMD.
c. Peningkatan pemanfaatan tanaman pekarangan
Salah satu kegiatan pelayanan gizi diposyandu adalah pemberian makanan
tambahan (PMT) kepada anak balita, yang dilaksanakan oleh kader-kader PKK atau
kader desa lainnya dengan bimbingan teknis oleh petugas gizi puskesmas. Untuk
mendukung kegiatan ini dalam repelita V pada sebagian dari sekitar 200.000
posyandu akan digalakkan pemanfaatan pekarangan sebagai sumber bahan makanan
seperti sayuran dan buah-buahan.
Untuk itu bimbingan, penyuluhan, dan bantuan terhadap pembudidayaan tanaman
pekarangan desa sebagai percontohan, akan lebih ditingkatkan sebagai bagian dari
program

deversifikasi

pangan

dan

gizi

yang

dipadukan

dengan

UPGK.

Pelaksanaannya akan dilakukan oleh petugas penyuluhan pertanian lapangan bersama


himpunan wanita tani (HWT), PKK dan/atau kader-kader pertanian lainnya. Sebagian
dari hasil produksi pekarangan akan dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan
pemberian makanan tambahan (PMT) di posyandu dan sekaligus berfungsi sebagai
percontohan pekarangan yang produktif.
Penyelenggaraan kegiatan UPGK

17

Pelaksanaan kooerdinasi kegiatan UPGK di tingkat kecamatan dilakukan oleh sebuah tim
kecamatan yang merupakan kelompok kerja operasional (pokjanal) tim Pembina LKMD
tingkat kecamatan yang anggotanya terdiri dari :
Coordinator/penanggung jawab

: Camat

Ketua pelaksanaan harian

: Pimpinan puskesmas

Anggota :

PPL/ mantri tani


Kepala KUA kecamatan
Kepala urusan pembangunan
Ketua tim penggerak PKK kecamatan
Tenaga pelaksana gizi/ tenaga pelaksanaan UPGK puskesmas
Pengawas penyuluh lapangan keluarga berencana (PPLKB)

Tugas tim ini adalah:


Merencanakan kegiatan UPGK
Mempersiapkan pelaksanaan kegiatan UPGK
Membina kegiatan UPGK
Adapun langkah-langkah penyelenggaraan kegiatan UPGK meliputi:
a. Perencanaan kegiatan UPGK
b. Persiapan kegiatan UPGK, yang terdiri dari:
- Pertemuan tingkat kecamatan
- Pertemuan tingkat desa (musyawarah LKMD)
- Pengamatan sederhana/survey mawas diri (SMD)
- Musyawarah masyarakat desa (MMD)
- Pelatihan kader
- Pemberian peralatan (daci, KMS register, dll)
c. Pelaksanaan kegiatan UPGK
Setelah pelatihan kader selesai, maka kegiatan UPGK dilaksanakan dengan
memulai kegiatan penimbangan balita diposyandu dengan bimbingan anggota tim
kecamatan. Pada dasarnya kegiatan operasional UPGK yang disatukan
pelaksanaannya dalam posyandu adalah:
- Penimbangan balita
- Penyuluhan gizi
- Pemberian makanan tambahan
18

Pemberian paket pertolongan gizi (kapsul vitamin A dosis tinggi, oralit, tablet
tambah darah)

Sedangkan kegiatan UPGK yang dilaksanakan diluar kegiatan posyandu dan


merupakan kegiatan rutin adalah:
-

Pemanfaatan tanaman pekarangan


Kebun percontohan
Motivasi kegiatan konsumsi makanan keluarga di desa.
Pengaturan pemberian ASI dan makanan pendamping ASI.

Diharapkan disetiap desa, kegiatan UPGK dapat dikaitkan dengan kegiatan KB,
KIA, penganggulangan diare dan imunisasi, yang dikenal juga sebagai kegiatan
KB-Kes terpadu.
d. Pembinaan kegiatan UPGK
1. Pembinaan langsung
- Dilakukan dengan mengadakan kunjungan pada kegiatan penimbangan balita
di posyandu atau kontak dengan kader. Jadwal kegiatan pembinaan disepakati
-

bersama dalam rapat BPGD kecamatan/tim pengelola UPGK kecamatan.


Pembinaan oleh petugas kesehatan terutama untuk emperhatikan kelancaran
kegiatan penimbangan, yaitu kader dapat menimbang dengan benar, tersedia
bahan-bahan dengan lengkap (KMS, vitamin A, tablet tambahan darah) dll.
Selain itu juga diarahkan kegiatan cara pengisian KMS, buku pencatatan dan
pelaporan serta proses penyuluhan perorangan di meja 4, maupun penyuluhan
terhadap kelompok-kelompok ibu-ibu yang menunggu penimbangan di

posyandu.
2. Pembinaan tidak langsung
- Dilakukan dengan mengadakan pertemuan berkala sekurang-kurangnya 3
bulan sekali dengan menggunakan forum karya LKMD tingkat kecamatan
yang telah ada, misalnya rapat koordinasi kecamatan, rapat tim operasional
KB dll. Pertemuan dilaksanakan di kecamatan, dipimpin oleh camat dan
dipersiapkan oleh ketua pelaksana harian (pimpinan puskesmas) dengan
-

dibantu sekretaris.
Pertemuan berkala ini terutama membicarakan pelaksanaan kegiatan UPGK,
pembahasan laporan hasil penimbangan, penyediaan barang-barang, jumlah
19

balita di bawah garis merah dalam KMS, dan laporan kegiaran UPGK dari
sector lain.
e. Pemantauan kegiatan UPGK
Salah satu kegiatan untuk memantau pelaksanaan UPGK adalah dengan
memperhatikan hasil pencatatan dan pelaporan. Pelaksanaan pencatatan dan
pelaporan UPGK dilakukan melalui sistem pencatatan dan pelaporan terpadu
puskesmas (SP2TP) dan melalui jalur BKKBN.
f. Tugas dan fungsi puskesmas dalam kegiatan UPGK:
Dapat dibedakan menjadi tugas yang bersifat lintas sektoral dan tugas yang bersifat
sektoral.
1. Tugas yang bersifat lintas sektoral:
- Menyusun POA untuk pelaksanaan kegiatan UPGK sesuai tahap-tahap
-

kegiatan menurut pedoman yang ada.


Mengatur tim pelatihan lintas sektor kecamatan yang akan melaksanakan

latihan kader sesuai dengan pedoman yang ada.


Menyediakan bahan yang diperlukan untuk terlaksananya kegiatan UPGK.
Mengunjungi posyandu untuk membimbing kader dalam pelaksanaan

kegiatan.
- Mengadakan analisa data UPGK dan memberikan umpan balik.
- Melakukan tindak lanjut atas dasar analisa data dan umpan balik.
2. Tugas yang bersifat sektoral:
Bersifat untuk kepentingan sektor kesehatan sendiri.
-

Melaksanakan kegiatan operasional pelayanan gizi keluarga


Menyelenggarakan pelatihan pelayanan gizi keluarga.
Membina pelaksanaan operasional pelayanan gizi keluarga di dalam dan di

luar posyandu.
Mengelola sarana pelayanan gizi keluarga, merencanakan dan mengevaluasi
UPGK.

Upaya promotif dan preventif


Berkaitan dengan perjalanan alamiah dan peranan Agent, Host dan Lingkungan dari TBC,
maka tahapan pencegahan yang dapat dilakukan antara lain :
20

1. Pencegahan Primer2,5,7
Dengan promosi kesehatan sebagai salah satu pencegahan TBC paling efektif,
walaupun hanya mengandung tujuan pengukuran umum dan mempertahankan standar
kesehatan sebelumnya yang sudah tinggi.
Promosi kesehatan menghindari kemunculan dari/ adanya factor resiko ( masa PraKesakitan). Dimana upaya promosi kesehatan diantaranya adalah:
Penyuluhan penduduk
Untuk meningkatkan kesadaran terhadap kesehatan lingkungan. Penyuluhan
kesehatan yang merupakan bagian dari promosi kesehatan adalah rangkaian kegiatan
yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan dimana
individu, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan dapat hidup sehat dengan cara
memelihara, melindungi dan meningkatkan kesehatannya. Penyuluhan TB perlu
dilakukan karena masalah TB banyak berkaitan dengan masalah pengetahuan dan
perilaku masyarakat. Tujuan penyuluhan adalah untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, peran serta masyarakat dalam penanggulangan TB. Penyuluhan TB dapat
dilaksanakan

dengan

menyampaikan

pesan

penting

secara

langsung

ataupun

menggunakan media. Penyuluhan langsung bisa dilakukan perorangan maupun


kelompok.
Dalam program penanggulangan TB, penyuluhan langsung perorangan sangat
penting artinya untuk menentukan keberhasilan pengobatan penderita. Penyuluhan ini
ditujukan kepada suspek, penderita dan keluarganya, supaya penderita menjalani
pengobatan secara teratur sampai sembuh. Bagi anggota keluarga yang sehat dapat
menjaga, melindungi dan meningkatkan kesehatannya, sehingga terhindar dari penularan
TB. Penyuluhan dengan menggunakan bahan cetak dan media massa dilakukan untuk
dapat menjangkau masyarakat yang lebih luas, untuk mengubah persepsi masyarakat
tentang TB-dari suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan memalukan,
menjadi suatu penyakit yang berbahaya, tetapi dapat disembuhkan. Bila penyuluhan ini
berhasil, akan meningkatkan penemuan penderita secara pasif.
Penyuluhan langsung dilaksanakan oleh tenaga kesehatan, para kader dan PMO,
sedangkan penyuluhan kelompok dan penyuluhan dengan media massa selain dilakukan

21

oleh tenaga kesehatan, juga oleh para mitra dari berbagai sector, termasuk kalangan
media massa.
a. Penyuluhan Langsung Perorangan
Cara penyuluhan langsung perorangan lebih besar kemungkinan untuk
berhasil dibanding dengan cara penyuluhan melalui media. Dalam
penyuluhan langsung perorangan, unsur yang terpenting yang harus
diperhatikan adalah membina hubungan yang baik antara petugas kesehatan
(dokter, perawat,dll) dengan penderita. Penyuluhan ini dapat dilakukan di
rumah, puskesmas, posyandu, dan lain-lain sesuaia kesepakatan yang ada.
Supaya komunikasi dengan penderita bisa berhasil, petugas harus
menggunakan bahasa yang sederhana yang dapat dimengerti oleh penderita.
Gunakan istilah-istilah setempat yang sering dipakai masyarakat untuk
penyakit TB dan gejala-gejalanya. Supaya komunikasi berjalan lancar,
petugas kesehatan harus melayani penderita secara ramah dan bersahabat,
penuh hormat dan simpati, mendengar keluhan-keluhan mereka, serta
tunjukkan perhatian terhadap kesejahteraan dan kesembuhan mereka. Dengan
demikian, penderita mau bertanya tentang hal-hal yang masih belum
dimengerti.
Hal-hal penting yang disampaikan pada kunjungan pertama
Dalam kontak pertama dengan penderita, terlebih dahulu dijelaskan
tentang penyakit apa yang dideritanya, kemudian Petugas Kesehatan
berusaha memahami perasaan penderita tentang penyakit yang diderita

serta pengobatannya.
Petugas Kesehatan seyogyanya berusaha mengatasi beberapa faktor
manusia yang dapat menghambat terciptanya komunikasi yang baik.
Faktor yang menghambat tersebut, antara lain:
a. Ketidaktahuan penyebab TB dan cara penyembuhannya
b. Rasa takut berlebihan yang berakibat pada timbulnya penolakan
c. Stigma sosial yang mengakibatkan penderita merasa takut tidak
diterima oleh keluarganya.
d. Menolak untuk mengajukan pertanyaan karena tidak mau ketahuan
bahwa pasien tidak tahu tentang TB.

b. Penyuluhan Kelompok
22

Penyuluhan kelompok adalah penyuluhan TB yang ditujukan kepada


sekelompok orang (sekitar 15 orang), bias terdiri dari penderita TB dan
keluarganya. Penggunaan flip chart (lembar balik) dan alat bantu penyuluhan
lainnya sangat berguna untuk memudahkan penderita dan keluarganya
menangkap isi pesan yang disampaikan oleh petugas. Dengan alat peraga
(gambar atau symbol) maka isi pesan akan lebih mudah dan lebih cepat
dimengerti gunakan alat Bantu penyuluhan dengan tulisan dan atau gambar
yang singkat dan jelas.
c. Penyuluhan Massa
Penyakit menular termasuk TB bukan hanya merupakan masalah bagi
penderita, tetapi juga masalah bagi masyarakat, oleh karena itu keberhasilan
penanggulangan TB sangat tergantung tingkat kesadaran dan partisipasi
masyarakat. Pesan-pesan penyuluhan TB melalui media massa (surat kabar,
radio, dan TV) akan menjangkau masyarakat umum. Bahan cetak
berupaleaflet,poster,billboard hanya

menjangkau

masyarakat

terbatas,

terutama pengunjung sarana kesehatan. Penyampaian pesan TB perlu


memperhitungkan kesiapan unit pelayanan, misalnya tenaga sudah dilatih,
obat

tersedia

dan

sarana

laboratorium

berfungsi.

Hal

ini

perlu

dipertimbangkan agar tidak mengecewakan masyarakat yang dating untuk


mendapatkan pelayanan. Penyuluhan massa yang tidak dibarengi kesiapan
UPK akan menjadi bumerang (counter productive)
Penyuluhan Penderita Tuberkulosis
Petugas baik dalam masa persiapan maupun dalam waktu berikutnya secara
berkala memberikan penyuluhan kepada masyarakat luas melalui tatap muka,
ceramah dan mass media yang tersedia diwilayahnya, tentang cara

pencegahan TB-paru.
Memberikan penyuluhan kepada penderita dan keluarganya pada waktu
kunjungan rumah dan memberi saran untuk terciptanya rumah sehat, sebagai

upaya mengurangi penyebaran penyakit.


Memberikan penyuluhan perorangan secara khusus kepada penderita agar
penderita mau berobat rajin teratur untuk mencegah penyebaran penyakit
kepada orang lain.
23

Beri penyuluhan kepada masyarakat tentang cara-cara penularan dan cara-cara


pemberantasan serta manfaat penegakan diagnosa dini.

Menganjurkan, perubahan sikap hidup masyarakat dan perbaikan lingkungan

demi tercapainya masyarakat yang sehat.


Menganjurkan masyarakat untuk melapor apabila diantara warganya ada yang

mempunyai gejala-gejala penyakit TB paru.


Berusaha menghilangkan rasa malu pada penderita oleh karena penyakit TB
paru bukan bagi penyakit yang memalukan, dapat dicegah dan disembuhkan

seperti halnya penyakit lain.


Petugas harus mencatat dan melaporkan hasil kegiatannya kepada
koordinatornya sesuai formulir pencatatan dan pelaporan kegiatan kader.

Pengawasan Penderita, Kontak dan Lingkungan.


Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk dan

membuang dahak tidak disembarangan tempat.


Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan dengan terhadap bayi
harus harus diberikan vaksinasi BCG. Vaksinasi, diberikan pertama-tama
kepada bayi dengan perlindungan bagi ibunya dan keluarganya. Diulang 5

tahun kemudian pada 12 tahun ditingkat tersebut berupa tempat pencegahan.


Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit TB

yang antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang ditimbulkannya.
Des-Infeksi, Cuci tangan dan tata rumah tangga kebersihan yang ketat, perlu
perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah (piring, hundry, tempat tidur,

pakaian), ventilasi rumah dan sinar matahari yang cukup.


Status sosial ekonomi rendah yang merupakan faktor menjadi sakit, seperti

kepadatan hunian, dengan meningkatkan pendidikan kesehatan.


Tersedia sarana-sarana kedokteran, pemeriksaan penderita, kontak atau
suspect gambas, sering dilaporkan, pemeriksaan dan pengobatan dini bagi

penderita, kontak, suspect, perawatan.


Memberantas penyakti TBC pada pemerah air susu dan tukang potong sapi,
dan pasteurisasi air susu sapi.

2. Pencegahan Sekunder2,5,7
24

Dengan diagnosis dan pengobatan secara dini sebagai dasar pengontrolan kasus
TBC yang timbul dengan 3 komponen utama ; Agent, Host dan Lingkungan.
Diagnosis TB
Mengacu pada program nasional penanggulangan TB, diagnosis dilakukan dengan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. Adapun diagnosis pastinya adalah
melalui pemeriksaan kultur atau biakan dahak. Namun, pemeriksaan kultur memerlukan
waktu yang lama, hanya akan dilakukan bila diperlukan atas indikasi tertentu, dan tidak
semua unit pelayanan kesehatan memilikinya. Pemerintah melalui gerakan terpadu
nasional, memiliki upaya untuk meningkatkan kemampuan Puskesmas untuk melakukan
diagnosis TB berdasarkan pemeriksaan BTA. Pemeriksaan dahak dilakukan sedikitnya 3
kali, yaitu pengambilan dahak sewaktu penderita datang berobat dan dicurigai menderita
TB, kemudian pemeriksaan kedua dilakukan keesokan harinya, yang diambil adalah
dahak pagi. Sedangkan pemeriksaan ketiga adalah dahak ketika penderita memeriksakan
dirinya sambil membawa dahak pagi. Oleh sebab itu, disebut pemeriksaan SPS (SewaktuPagi-Sewaktu).
Diagnosis TB Paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya
BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif
apabila sedikit 2 dari 3 pemeriksaan spesimen SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu) BTA
hasilnya positif.
Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut, yaitu
rontgen dada atau pemeriksaan dahak SPS diulang. Kalau dalam pemeriksaan radiologi,
dada menunjukkan adanya tanda-tanda yang mengarah kepada TB maka yang
bersangkutan dianggap positif menderita TB. Kalau hasil radiologi tidak menunjukkan
adanya tanda-tanda TB, maka pemeriksaan dahak SPS harus diulang. Sedangkan
pemeriksaan biakan basil atau kuman TB, hanya dilakukan apabila sarana mendukung
untuk itu.
Bila ketiga spesimen dahak hasilnya negatif, maka diberikan antibiotik
berspektrum luas selama 1 hingga 2 minggu, amoksilin atau kotrimoksasol. Bila tidak
berhasil, dan penderita yang bersangkutan masih menunjukkan adanya tanda-tanda TB,
maka ulangi pemeriksaan dahak SPS. Selanjutnya prosedur terdahulu dilakukan, yakni
kalau dalam pemeriksaan ulang ternyata dahak SPS positif, maka yang bersangkutan
25

adakah positif menderita TB. Namun, apabila dahak negatif, maka ulangi pemeriksaan
radiologi. Apabila hasil radiologi mendukung TB dianggap sebagai penderita TB dengan
BTA negatif, radiologi positif. Apabila baik radiologi tidak mendukung TB, spesimen
dahak negatif, maka yang bersangkutan bukan TB.
Karena tingginya prevalensi TB di Indonesia, maka tes tuberkulin pada orang
dewasa, tidak memiliki makna lagi. Pada anak, sulit untuk mendapatkan BTA, sehingga
diagnosis TB pada anak didapat dari gambaran klinik, radiologi dan uji tuberkulin.
Untuk itu, seorang anak dapat dicurigai menderita TB, kalau terdapat gejala
seperti:
1. Mempunyai riwayat kontak serumah dengan penderita TB dengan BTA
positif.
2. Terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikkan BCG dalam waktu
3-7 hari.
3. Terdapat gejala umum TB. Gejala umum TB pada anak sebagai berikut:
Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut, tanpa sebab yang
jelas dan tidak naik dalam 1 bulan meski sudah mendapat penanganan

gizi yang baik.


Nafsu makan tidak ada, dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak

naik dengan memadai.


Demam lama dan atau berulang tanpa sebab yang jelas, disertai
keringat malam, tanpa sebab-sebab lain yang jelas. Misalnya infeksi

saluran napas bagian atas yang akut, malaria, tipus, dan lain-lain.
Pembesaran kelenjar limpa superfisialis yang tidak sakit. Pembesaran
ini biasanya multiple, paling sering di daerah leher, ketiak dan lipatan

paha.
Batuk lama lebih dari 30 hari, disertai tanda adanya cairan di dada.
Gejala dari saluran pencernaan, misalnya adanya diare berulang yang
tidak sembuh dengan pengobatan diare, adanya benjolan massa di
daerah dan adanya tanda-tanda cairan abdomen.

Uji tuberkulin dilakukan dengan cara menyuntikkan secara intrakutan, dengan


tuberkulin PPD RT 23 kekuatan 2 TU ( Tuberculin Unit ). Pembacaan dilakukan 48-72
jam setelah penyuntikan, dan diukur diameter dari peradangan atau indurasi yang
dinyatakan dalam milimeter. Dinyatakan positif bila indurasi sebesa r > 10 mm.
26

Kontrol pasien dengan deteksi dini penting untuk kesuksesan aplikasi modern
kemoterapi spesifik, walau terasa berat baik dari finansial, materi maupun tenaga. Metode
tidak langsung dapat dilakukan dengan indikator anak yang terinfeksi TBC sebagai pusat,
sehingga pengobatan dini dapat diberikan. Selain itu, pengetahuan tentang resistensi obat
dan gejala infeksi juga penting untuk seleksi dari petunjuk yang paling efektif.
Penatalaksanaan TB

Pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan yang


tepat. Obat-obat kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter diminum
dengan tekun dan teratur, waktu yang lama ( 6 atau 12 bulan). Diwaspadai
adanya resistensi terhadap obat-obat, dengan pemeriksaan penyelidikan oleh

dokter.
Pemberian INH sebagai pengobatan preventif memberikan hasil yang cukup
efektif untuk mencegah progresivitas infeksi TB laten menjadi TB klinis.
Berbagai penelitian yang telah dilakukan terhadap orang dewasa yang
menderita infeksi HIV terbukti bahwa pemberian rejimen alternatif seperti
pemberian rifampin dan pyrazinamide jangka pendek ternyata cukup efektif.
Pemberian terapi preventif merupakan prosedur rutin yang harus dilakukan
terhadap penderita HIV/AIDS usia dibawah 35 tahun. Apabila mau
melakukan terapi preventif, pertama kali harus diketahui terlebih dahulu
bahwa yang bersangkutan tidak menderita TB aktif, terutama pada orangorang dengan imunokompromais seperti pada penderita HIV/AIDS. Oleh
karena ada risiko terjadinya hepatitis dengan bertambahnya usia pada
pemberian isoniazid, maka isoniazid tidak diberikan secara rutin pada
penderita TB usia diatas 35 tahun kecuali ada hal-hal sebagai berikut:
infeksi baru terjadi (dibuktikan dengan baru terjadinya konversi tes
tuberkulin); adanya penularan dalam lingkungan rumah tangga atau dalam
satu

institusi;

abnormalitas

foto

thorax

konsisten

dengan

proses

penyembuhan TB lama, diabetes, silikosis, pengobatan jangka panjang


dengan kortikosteroid atau pengobatan lain yang menekan kekebalan tubuh,
menderita penyakit yang menekan sistem kekebalan tubuh seperti
27

HIV/AIDS. Mereka yang akan diberi pengobatan preventif harus diberitahu


kemungkinan terjadi reaksi samping yang berat seperti terjadinya hepatitis,
demam dan ruam yang luas, jika hal ini terjadi dianjurkan untuk
menghentikan pengobatan dan hubungi dokter yang merawat. Sebagian
besar fasilitas kesehatan yang akan memberikan pengobatan TB akan
melakukan tes fungsi hati terlebih dahulu terhadap semua penderita,
terutama terhadap yang berusia 35 tahun atau lebih dan terhadap pecandu
alkohol sebelum memulai pengobatan.

Terapi spesifik: Pengawasan Minum obat secara langsung terbukti sangat


efektif dalam pengobatan TBC di AS dan telah direkomendasikan untuk
diberlakukan di AS. Pengawasan minum obat ini di AS disebut dengan
sistem DOPT, sedangkan Indonesia sebagai negara anggota WHO telah
mengadopsi dan mengadaptasi sistem yang sama yang disebut DOTS
(Directly Observed Treatment Shortcourse). Penderita TBC hendaknya
diberikan OAT kombinasi yang tepat dengan pemeriksaan sputum yang
teratur. Untuk penderita yang belum resisten terhadap OAT diberikan
regimen selama 6 bulan yang terdiri dari isoniazid (INH), Rifampin (RIF)
dan pyrazinamide (PZA) selama 2 bulan kemudia diikuti dengan INH dan
PZA selama 4 bulan. Pengobatan inisial dengan 4 macam obat termasuk
etambutol (EMB) dan streptomisin diberikan jika infeksi TB terjadi didaerah
dengan peningkatan prevalensi resistensi terhadap INH. Namun bila telah
dilakukan tes sensititvitas maka harus diberikan obat yang sesuai. Jika tidak
ada konversi sputum setelah 2-3 bulan pengobatan atau menjadi positif
setelah beberapa kali negatif atau respons klinis terhadap pengobatan tidak
baik, maka perlu dilakukan pemeriksaan terhadap kepatuhan minum obat
dan tes resistensi. Kegagalan pengobatan umumnya karena tidak teraturnya
minum obat dan tidak perlu merubah regimen pengobatan. Perubahan
Supervisi dilakukan bila tidak ada perubahan respons klinis penderita.
Minimal 2 macam obat dimana bekteri tidak resisten harus ada dalam
regiemen pengobatan. Jangan sampai menambahkan satu jenis obat baru
28

pada kasus yang gagal. Jika INH atau rifampisin tidak dapat dimasukkan
kedalam regimen maka lamanya pengobatan minimal selama 18 bulan
setelah biakan menjadi negatif. 551 Untuk penderita baru TBC paru dengan
BTA (+) di negara berkembang, WHO merekomendasikan pemberian 4
macam obat setiap harinya selama 2 bulan yang teridiri atas RIF, INH,
EMB, PZA diikuti dengan pemberian INH dan RIF 3 kali seminggu selama
4 bulan. Semua pengobatan harus diawasi secara langsung, jika pada
pengobatan fase kedua tidak dapat dilakukan pengawasan langsung maka
diberikan pengobatan substitusi dengan INH dan EMB selama 6 bulan.
Walaupun pengobatan jangka pendek dengan 4 macam obat lebih mahal
daripada pengobatan dengan jumlah obat yang lebih sedikit dengan jangka
waktu pengobatan 12- 18 bulan namun pengobatan jangka pendek lebih
efektif dengan komplians yang lebih baik. Penderita TBC pada anak-anak
diobati dengan regimen yang sama dengan dewasa dengan sedikit
modifikasi. Kasus resistensi pada anak umumnya karena tertular dari
penderita dewasa yang sudah resisten terlebih dahulu.Anak dengan
limfadenopati hilus hanya diberikan INH dan RIF selama 6 bulan.
Pengobatan anak-anak dengan TBC milier, meningitis, TBC tulang/sendi
minimal selama 9-12 bulan, beberapa ahli menganjurkan pengobatan cukup
selama 9 bulan. Etambutol tidak direkomendasikan untuk diberikan pada
anak sampai anak cukup besar sehingga dapat dilakukan pemeriksaan buta
warna (biasanya usia > 5 tahun). Penderita TBC pada anak dengan keadaan
yang mengancam jiwa harus diberikan pengobatan inisial dengan regimen
dengan 4 macam obat. Streptomisin tidak boleh diberikan selama hamil.
Semua obat kadang-kadang dapat menimbulkan reaksi efek samping yang
berat. Operasi toraks kadang diperlukan biasanya pada kasus MDR.

Sediakan fasilitas perawatan penderita dan fasilitas pelayanan diluar institusi


untuk

penderita

yang

mendapatkan

pengobatan

dengan

sistem

(DOPT/DOTS) dan sediakan juga fasilitas pemeriksaan dan pengobatan


preventif untuk kontak.
29

Isolasi: Untuk penderita TB paru untuk mencegah penularan dapat


dilakukan dengan pemberian pengobatan spesifik sesegera mungkin.
Konversi sputum biasanya terjadi dalam 4 8 minggu. Pengobatan dan
perawatan di Rumah Sakit hanya dilakukan terhadap penderita berat dan
bagi penderita yang secara medis dan secara sosial tidak bisa dirawat di
rumah. Penderita TB paru dewasa dengan BTA positif pada sputumnya
harus ditempatkan dalam ruangan khusus dengan ventilasi bertekanan
negatif. Penderita diberitahu agar menutup mulut dan hidung setiap saat
batuk dan bersin. Orang yang memasuki ruang perawatan penderita
hendaknya mengenakan pelindung pernafasan yang dapat menyaring
partikel yang berukuran submikron. Isolasi tidak perlu dilakukan bagi
penderita yang hasil pemeriksaan sputumnya negatif, bagi penderita yang
tidak batuk dan bagi penderita yang mendapatkan pengobatan yang adekuat
(didasarkan juga pada pemeriksaan sensitivitas/resistensi obat dan adanya
respons

yang

baik

terhadap

pengobatan).Penderita

remaja

harus

diperlakukan seperti penderita dewasa. Penilaian terus menerus harus


dilakukan terhadap rejimen pengobatan yang diberikan kepada penderita.

Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok, yaitu:
i. Obat primer/Lini pertama: Isoniazid (INH), Rifampisin, Etambutol,
Streptomisin, Pirazinamid. Memperlihatkan efektifitas yang tinggi
dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar dapat
dipisahkan dengan obat-obatan ini.
ii. Obat sekunder / Lini kedua: Etionamid, Paraaminosalisilat,
Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin, Kanamisin.

3. Pencegahan Tersier2,5,7
Rehabilitasi merupakan suatu usaha mengurangi komplikasi penyakit.
Rehabilitasi merupakan tingkatan terpenting pengontrolan TBC. Dimulai
dengan diagnosis kasus berupa trauma yang menyebabkan usaha penyesuaian
diri secara psikis, rehabilitasi penghibur selama fase akut dan hospitalisasi awal
pasien, kemudian rehabilitasi pekerjaan yang tergantung situasi individu.
30

Selanjutnya, pelayanan kesehatan kembali dan penggunaan media pendidikan


untuk mengurangi cacat sosial dari TBC, serta penegasan perlunya rehabilitasi.

Strategi direct observe treatment shortcut (DOTS)


Pada tahun 1994, pemerintah Indonesia bekerja sama dengan badan kesehatan dunia
(WHO), melaksanakan suatu evaluasi bersama yang menghasilkan rekomendasi perlunya
segera dilakukan perubahan mendasar pada strategi penanggulangan TB di Indonesia,
yang kemudian disebut sebagai strategi DOTS.10,11
Istilah DOTS dapat diartikan sebagai pengawasan langsung menelan obat jangka
pendek setiap hari oleh pengawas menelan obat. Tujuannya mencapai angka kesembuhan
yang tinggi, mencegah putus berobat, mengatasi efek samping obat jika timbul dan
mencegah resistensi. Sebelum pengobatan pertama kali dimulai DOTS harus menjelaskan
kepada pasien tentang cara dan manfaatnya. PMO haruslah seseorang yang mampu
membantu pasien sampai sembuh selama enam bulan dan sebaiknya merupakan anggota
keluarga pasien yang diseganinya. Siapapun dapat menjadi PMO, dengan syarat sebagai
berikut:
a. PMO bersedia dengan sukarela membantu pasien TB sampai sembuh selama
pengobatan dengan OAT dan menjaga kerahasiaan penderita dengan
HIV/AIDS.
b. PMO diutamakan petugas kesehatan, tetapi dapat juga kader kesehatan, kader
PKK, atau anggota keluarga yang disegani pasien.
Adapun tugas PMO antara lain:
1. Bersedia mendapat penjelasan di klinik
2. Melakukan pengawasan terhadap pasien dalam hal minum obat
3. Mengingatkan pasien untuk pemeriksaan ulang dahak sesuai jadwal
yang ditentukan
4. Memberikan dorongan terhadap pasien untuk berobat secara teratur
hingga sembuh
5. Mengenali efek samping ringan obat, dan menasehati pasien agar tetap
minum obat.
6. Merujuk pasien bila efek semakin berat
7. Melakukan kunjungan rumah

31

8. Menganjurkan anggota keluarga untuk memeriksa dahak bila ditemui


gejala TB.
Hasil evaluasi pada tahun 1998 menggambarkan bahwa cakupan penemuan
penderita baru mencapai 9.8% dengan angka keberhasilan mencapai 89%, sehingga
WHO menggolongkan Negara kita sebagai Negara dengan penyelenggaraan program
yang baik tetapi ekspansi sangat lambat. Kajian data ini didapatkan dari puskesmas
pelaksana program DOTS yang baru mencapai lebih kurang 40% dari 7000 puskesmas
dan rumah sakit yang ada.10

Kemitraan Dalam Penanggulangan Tuberkulosis


Kemitraan program penanggulangan tuberkulosis adalah suatu upaya untuk
melibatkan

berbagai

sektor,

baik

dari

pemerintah,

swasta

maupun

kelompok organisasi masyarakat mengingat beban masalah TB yang tinggi,


keterbatasan sektor pemerintah, potensi melibatkan sektor lain, keberlanjutan
program dan akuntabilitas, mutu, transparansi. Tujuan kemitraan tuberkulosis adalah
terlaksananya upaya percepatan penanggulangan tuberkulosis secara efektif dan efisien dan
berkesinambungan.
Prinsip Dasar Kemitraan
a. Kesetaraan
b. Keterbukaan
c. Saling menguntungkan
Langkah Langkah Pelaksanaan
a. Identifikasi calon mitra
b. Sosialisasi program TB kepada calon mitra
c. Penyamaan persepsi
d. Pembentukan Komitmen
e. Pengaturan peran yang secara tertulis dalam dokumen resmi berupa Nota
Kesepakatan (MoU) antara duabelah pihak
f. Komunikasi intensif.

Promosi kesehatan
Upaya Pencegahan
Adapun tingkat pencegahan umum terdiri dari:
32

1. Primordial
Usaha pencegahan primordial TB ialah dengan memperbaiki kondisi lingkungan.
Lingkungan adalah segala sesuatu baik fisik, biologis, maupun sosial yang berada di
sekitar manusia serta pengaruh-pengaruh luar yang mempengaruhi kehidupan dan
perkembangan manusia. Unsur-unsur lingkungan adalah sebagai berikut:

Lingkungan Fisik
Lingkungan fisik adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia yang
bersifat tidak bernyawa, misalnya air, tanah, kelembaban udara, suhu, angin,
rumah dan benda mati lainnya.

Lingkungan Biologis
Lingkungan biologis adalah segala sesuatu yang bersifat hidup seperti tumbuh
tumbuhan, hewan, termasuk mikroorganisme.

Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial adalah segala sesuatu tindakan yang mengatur kehidupan
manusia dan usaha-usahanya untuk mempertahankan kehidupan, seperti
pendidikan pada tiap individu, rasa tanggung jawab, pengetahuan keluarga, jenis
pekerjaan, jumlah penghuni dan keadaan ekonomi.

Lingkungan Rumah

Lingkungan rumah adalah segala sesuatu yang berada di dalam rumah.Lingkungan


rumah terdiri dari lingkungan fisik yaitu ventilasi, suhu, kelembaban, lantai, dinding serta
lingkungan sosial yaitu kepadatan penghuni.
Lingkungan rumah menurut WHO adalah suatu struktur fisik dimana orang
menggunakannya untuk tempat berlindung.Lingkungan dari struktur tersebut juga semua
fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan
jasmani dan rohani serta keadaan sosial yang baik untuk keluarga dan individu.
Lingkungan rumah yang sehat dapat diartikan sebagai lingkungan yang dapat
memberikan tempat untuk berlindung atau bernaung dan tempat untuk bersitirahat serta
dapat menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik fisik, psikologis maupun sosial

33

Menurut APHA (American Public Health Assosiation), lingkungan rumah yang sehat
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Memenuhi kebutuhan fisiologis

Suhu ruangan, yaitu dalam pembuatan rumah harus diusahakan agar


kontruksinya sedemikian rupa sehingga suhu ruangan tidak berubah
banyak dan agar kelembaban udara dapat dijaga jangan sampai terlalu
tinggi dan terlalu rendah. Untuk ini harus diusahakan agar perbedaan suhu
antara dinding, lantai, atap dan permukaan jendela tidak terlalu banyak.

Harus cukup mendapatkan pencahayaan baik siang maupun malam. Suatu


ruangan mendapat penerangan pagi dan siang hari yang cukup yaitu jika
luas ventilasi minimal 10 % dari jumlah luas lantai.

Ruangan harus segar dan tidak berbau, untuk ini diperlukan ventilasi yang
cukup untuk proses pergantian udara.

Harus cukup mempunyai isolasi suara sehingga tenang dan tidak


terganggu oleh suara-suara yang berasal dari dalam maupun dari luar
rumah.

Harus ada variasi ruangan, misalnya ruangan untuk anak-anak bermain,


ruang makan, ruang tidur, dll.

Jumlah kamar tidur dan pengaturannya disesuaikan dengan umur dan jenis
kelaminnya.

2. Perlindungan terhadap penularan penyakit

Harus ada sumber air yang memenuhi syarat, baik secara kualitas maupun
kuantitas, sehingga selain kebutuhan untuk makan dan minum terpenuhi,
juga cukup tersedia air untuk memelihara kebersihan rumah, pakaian dan
penghuninya.

Harus ada tempat menyimpan sampah dan WC yang baik dan memenuhi
syarat, juga air pembuangan harus bisa dialirkan dengan baik.

34

Pembuangan kotoran manusia dan limbah harus memenuhi syarat


kesehatan, yaitu harus dapat mencegah agar limbah tidak meresap dan
mengkontaminasi permukaan sumber air bersih.

Tempat memasak dan tempat makan hendaknya bebas dari pencemaran


dan gangguan binatang serangga dan debu.

Harus ada pencegahan agar vektor penyakit tidak bisa hidup dan
berkembang biak di dalam rumah, jadi rumah dalam kontruksinya harus
rat proof, fly fight, mosquito fight.

Harus ada ruangan udara (air space) yang cukup.

Luas kamar tidur minimal 8,5 m per orang dan tinggi langit-langit
minimal 2.75 meter 5

2. Primer
Health Promotion
Upaya promotif dilakukan dengan beberapa cara:
a. Peningkatan pengetahuan pekerja tentang penanggulangan TBC di tempat
kerja melalui pendidikan & pelatihan petugas pemberi pelayanan kesehatan di
tempat kerja.

b. Penyuluhan
Materi penyuluhan terdiri dari:
-

Pengertian TB
Penyebab TB
Tanda dan gejala TB
Cara penularan TB
Cara mencegah penularan TB
Pengobatan TB
Prognosis penyakit TB
Penyebarluasan informasi
Peningkatan kebugaran jasmani
Peningkatan kepuasan kerja
35

- Peningkatan gizi kerja


Media

Media pendidikan yang digunakan dalam program ini adalah leaflet. Leaflet adalah
bentuk penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan (informasi seputar penyakit
TBC) melalui lembaran yang dilipat. Isi informasinya merupakan gabungan dari teks
(kalimat) dan gambar. Dengan media ini, maka diharapkan dapat menjadi salah satu alat
bantu yang mampu menyampaikan informasi kepada masyarakat secara luas karena
informasinya dapat diinformasikan lagi kepada orang lain.
Spesific Protection
Pencegahan primer merupakan upaya yang dilaksanakan untuk mencegah
timbulnya penyakit pada populasi yang sehat.Dalam hal ini dapat diberikan vaksin.
Vaksin merupakan suspensi mikroorganisme yang dilemahkan atau dimatikan
(bakteri, virus, atau riketsia) yang diberikan untuk mencegah, meringankan, atau
mengobati penyakit yang menular.
Vaksin BCG merupakan serbuk yang dikering-bekukan untuk injeksi berupa
suspensi.Sebelum digunakan serbuk vaksin BCG harus dilarutkan dalam pelarut khusus
yang telah disediakan secara terpisah.Penyimpanan sediaan vaksin BCG diletakkan pada
ruang atau tempat bersuhu 2 8 0 C serta terlindung dari cahaya.
Pemberian vaksin BCG biasanya dilakukan secara injeksi intradermal/intrakutan
(tidak secara subkutan) pada lengan bagian atas atau injeksi perkutan sebagai alternatif
bagi bayi usia muda yang mungkin sulit menerima injeksi intradermal.
Selain pemberian vaksin, upaya mencegah penularan penyakit TBC, antara lain:
1. Menutup mulut pada waktu batuk dan bersin
2. Meludah hendaknya pada tempat tertentu yang sudah diberi desinfektan
(air sabun)
3. Imunisasi BCG diberikan pada bayi berumur 3-14 bulan
4. Menghindari udara dingin
5. Mengusahakan sinar matahari dan udara segar masuk secukupnya ke
dalam tempat tidur
36

6. Menjemur kasur, bantal,dan tempat tidur terutama pagi hari


7. Semua barang yang digunakan penderita harus terpisah begitu juga
mencucinya dan tidak boleh digunakan oleh orang lain
8. Makanan harus tinggi karbohidrat dan tinggi protein
9. Meningkatkan ventilasi rumah
10. Sterilisasi dahak,seprai, sarung bantal,dll dengan menggunakan sinar
matahari langsung atau sodium hipoklorit 1%
3.

Sekunder

Early diagnosis and promt treatment 1


Pada pencegahan sekunder, sasaran kepada penderita TBC agar tidak menyebar
kepada orang-orang di sekitar. Diagnosis dini TB paru dengan mengeathui bahwa ciri-ciri
atau gejala pasien yaitu
-

Batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih

Batuk diikuti dengan gejala tambahan yaitu batuk berdarah, sesak napas, nyeri
dada, badan lemas, nafsu makan turun, BB turun, malaise, keringat pada
malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.

4. Tertier
Rehabilitation
Rehabilitasi merupakan tingkatan terpenting pengontrolan TBC, termasuk dalam
pencegahan tersier.Dimulai dengan diagnosis kasus berupa trauma yang menyebabkan
usaha penyesuaian diri secara psikis, rehabilitasi penghibur selama fase akut dan
hospitalisasi awal pasien, kemudian rehabilitasi pekerjaan yang tergantung situasi
individu. Selanjutnya, pelayanan kesehatan kembali dan penggunaan media pendidikan
untuk mengurangi cacat sosial dari TBC, serta penegasan perlunya rehabilitasi.2,4

Perbedaan TBC pada Dewasa dan Anak


Diagnosis TBC pada dewasa
Diagnosis

TB

paru

pada

orang

dewasa

dapat

ditegakkan

dengan

ditemukannyaBTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis.Hasil pemeriksaan


dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga SPS BTA hasilnya positif.Bila hanya 1
37

spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen
dada atau pemeriksaan spesimen SPS diulang.Kalau hasil rontgen mendukung TB, maka
penderita diidagnosis sebagai penderita TB BTA positif.Kalau hasil rontgen tidak
mendukung TB, maka pemeriksaan lain, misalnya biakan.
Apabila fasilitas memungkinkan, maka dapat dilakukan pemeriksaan lain, misalnya
biakan.Bila tiga spesimen dahak negatif, diberikan antibiotik spektrum luas (misalnya
kotrimoksasol atau Amoksisilin) selama 1 - 2 minggu. Bila tidak ada perubahan, namun
gejala klinis tetap mencurigakan TB, ulangi pemeriksaan dahak SPS : Kalau hasil SPS
positif, didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif. Kalau hasil SPS tetap
negatif, lakukan pemeriksaan foto rontgen dada, untuk mendukung diagnosis TB.
i. Bila hasil rontgen mendukung TB, diagnosis sebagai penderita TB BTA negatif
rontgen positif.
ii. Bila hasil rontgen tidak mendukung TB, penderita tersebut bukan TB.UPK yang tidak
memiliki fasilitas rontgen, penderita dapat dirujuk untuk difotorontgen dada.
Gambar 2: Gambaran pemeriksaan Rontgen dada pasien TBC

Sumber: http://getfreeartikel.wordpress.com/2011/05/15/tuberculosis-tbc/
Diagnosis TBC pada anak
Penyakit TB ini mudah sekali menyerang pada anak-anak kecil yangbelum
diimunisasi dengan vaksin BCG (Bacillus Calmette-Guerin), karena kurangnya gizi dan
karena lingkungan yang kurang sehat. Tidak cukup untuk sekedar memahami
cara bagaimana anak-anak terinfeksi tuberkulosis atau bagaimana penyakit tersebut dapat
38

menyebar. Kemungkinan adanya tuberkulosis pada anak yang kurusatau bila ditemukan:
1. Berat badan tidak naik atau turun selama lebih dari 14 minggu (adanya grafik
kenaikan berat badan akan sangat berguna).
2. Kehilangan gairah dan mungkin juga berat badan selama 2 sampai 3 bulan.
3. Salah satu dari (1) atau (2) yang dijelaskan di atas disertai dengan menggigil atau
batuk yang sesekali dapat menyerupai batuk rejan.
4. Demam atau meriang selama lebih dari satu minggu tanpa penyebab yang jelas.
5. Salah satu diantara (1), (2), (3) serta tanda adanya cairan pekak, pada salah satu sisi
dada.
6. Perut membuncit, terutama bila teraba benjolan dan yang tetap bertahan
setelah pemberian obat cacing.
7. Diare kronis dengan buang air besar tinja keputihan yang tidak sembuh setelah diberi
obat cacing atau obat untuk giardiasis (dengan metronidazole).
8. Jalan timpang, punggung kaku sukar membungkuk.
9. Tulang belakang membungkuk, tidak atau kaku saat berjalan.
10. Pembengkakan lutut atau pergelangan kaki, tangan, siku atau bahkan iga atau tulang
atau sendi yang manapun yang tidak disebabkan cedera.
11. Pembengkakan kelenjar getah bening yang keras atau lembut, tidak nyeri, terkadang
dengan beberapa kelenjar getah bening kecil didekatnya dan terkadang melekat tak
teratur. 5,9

Pencatatan dan pelaporan


Pencatatan dan pelaporan merupakan salah satu elemen yang amat penting
dalam system informasi penanggulangan TB. Semua unit pelaksana pengobatan TB
harus melaksanakan suatu system pencatatan danpelaporan yang baku. Untuk itu
pencatatan dibakukan berdasarkan klasifikasi dan tipe penderita serta menggunakan
formulir yang sudah baku juga. Pencatatan yang dilakukan di unit pelayanan
kesehatan meliputi beberapa item, yaitu:
2. Kartu pengobatan TB (01)
3. Kartu identitas penderita TB (TB02)
4. Register laboratorium TB (TB04)
5. Formulir permohonan pemeriksaan dahak (TB05)
6. Daftar tersangka penderita TB (TB06)
7. Formulir pindah penderita TB (TB09)
8. Formulir hasil akhir pengobatan dari penderita TB pindahan (TB10)
Cara pengisian formulir sesuai dengan buku pedoman penanggulangan TB
Nasional (P2TB). Untuk pembuatan lapporan, data yang ada dari formulit TB01

39

dimasukkan kedalam formulir register TB (TB03) dan direkap kedalam formulir


rekapan yang ada di tingkat kabupaten/kota.8

Kesimpulan
Penyakit tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang dapat menyerang berbagai organ
atau jaringan tubuh.Tuberkulosis paru merupakan bentuk yang paling banyak dan paling
penting.Penyebab penyakit tuberkulosis adalah bakteri Mycobacterium tuberkulosis dan
Mycobakterium bovis.Kuman tersebut mempunyai ukuran 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron
dengan bentuk batang tipis, lurus, atau agak bengkok, bergranular atau lipoid (terutama
asam mikolat).Untuk mengetahui tentang penderita tuberkulosis dengan baik harus
dikenali tanda dan gejalanya.

Daftar Pustaka
1. Widoyono. Tuberkulosis Paru. In: Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan,
Pencegahan, dan Pemberantasannya. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2008. hal: 13-21
2. Universitas Indonesia (FKUI). Kuliah Tuberculosis. 2004. Diunduh dari
http://ui.org/ fk/kuliah/respirasi/tuberculosis.htm. 26 Juni 2014.
3. Azwar Azrul. Pengantar administrasi kesehatan. Edisi ke-3. Jakarta: Binarupa
Aksara; 2006. hal:104-19
4. Aditama Tjandra et all. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi
ke-2. Cetakan ke-2. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2008.
hal: 3-37
5. Pohan Imbalo. Tuberkulosis Paru. In: Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006. hal: 438-50
6. Amin Zulkifli dan Asril Bahar. Tuberkulosis Paru. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jilid 3. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009. hal : 2230-9.
7. Amira Permatasari. Pemberantasan Penyakit TB dan Strategi DOTS. 2005.
Diunduh dari http://www.google.co.id/url?
40

sa=t&rct=j&q=program+pemberantasan+tbc&source=web&cd
=3&ved=0CFQQFjAC&url=http%3A%2F%2Frepository.usu.ac.id
%2Fbitstream%2F123456789%2F3448%2F1%2Fparuamira.pdf&ei=KUncT8nH9HrrQfh1Jm_DQ&usg=AFQjCNFzbqb2YWYZPi3vc4nsVsY3xzjVaA
&cad=rja. 26 Juni 2014.
8. Anonim. Pencatatan dan Pelaporan Kasus TB. 2007. Diunduh dari
http://www.scribd.com/doc/75695183/73/II-14-PENCATATAN-DANPELAPORAN. 26 Juni 2014.
9. Anonim. Tuberculosa Pada Anak. Maret 2006. Diunduh dari
http://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=epidemiologi+tbc+pada+anak&source=web&cd
=3&ved=0CFMQFjAC&url=http%3A%2F
%2Flast3arthtree.files.wordpress.com%2F2009%2F02%2Ftbpadaanak.pdf&ei=cVvcT_G7BYqIrAfk4Im9DQ&usg=AFQjCNEbuKhFp2Jr
4hgvdBYTYC7P5lmMOg&cad=rja. 26 Juni 2014.

41

Anda mungkin juga menyukai