Susi
10.2009.108
Fakultas kedokteran universitas Kristen krida wacana
Jalan Arjuna No.6, Jakarta 11510
Email: ayin.susy@yahoo.co.id
Pendahuluan
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa,
mycobacterium bovis serta Mycobacterium avium, tetapi lebih sering disebakan oleh
Mycobacterium tuberculosa. Pada tahun 1993, WHO telah mencanangkan kedaruratan
global penyakit tuberkulosis di dunia, karena pada sebagian besar negara di dunia,
penyakit tuberkulosis menjadi tidak terkendali.Di Indonesia sendiri, penyakit tuberkulosis
merupakan masalah kesehatan yang utama.Pada tahun 1995, hasil Survey Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT), menunjukkan bahwa penyakit tuberkulosis merupakan penyebab
kematian nomor tiga (3) setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan
pada semua kelompok umur.Di Indonesia sendiri, karena sulitnya mendiagnosa
tuberkulosis pada anak, maka angka kejadian tuiberkulosis pada anak belum diketahui
pasti, namun bila angka kejadian tuberkulosis dewasa tinggi dapat diperkirakan kejadian
tuberkulosis pada anak akan tinggi pula. Hal ini terjadi karena setiap orang dewasa
dengan BTA positif akan menularkan pada 10-15 orang dilingkungannya, terutama anakanak (Depkes RI, 2002).Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang
memberikan pengaruh nesar terhadap status kesehatan penghuninya (Notoatmodjo,
2003).Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyebaran
kuman tuberkulosis. Kuman tuberkulosis dapat hidup selama 1 2 jam bahkan sampai
beberapa hari hingga berminggu-minggu tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet,
ventilasi yang baik, kelembaban, suhu rumah dan kepadatan penghuni rumah.
Skenario 5
Bapak M (45 tahun) memiliki seorang istri (43 tahun) dan 5 orang anak yang masingmasing A(P) 25 tahun, S(P) 23 tahun, As (L) 20 tahun, Rs (L) 10 tahun, R(P) 5 tahun.
Istri bapak M mendapatkan pengobatan TBC paru dan sudah berjalan 3 bulan. Anak
perempuannya, R saat ini sedang batuk-batuk sudah 3 minggu tidak kunjung reda.
Riwayat penurunan berat badan dan keringat malam juga ada. Berat badan 12 kg, skar
BCG +. Karena tidak tahu dan tidak punya cukup uang, anak R hanya diberi jamujamuan dan obat warung. keluarga bapak M tinggal di sebidang rumah 4x11 meter
pemukiman padat penduduk.
Epidemiologi
1. Resiko Penularan
- Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak.
Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko
-
Sumber: (http://getfreeartikel.wordpress.com/2011/05/15/tuberculosistbc/)
-
2. Faktor Host
Umur merupakan faktor terpenting dari Host pada TBC. Terdapat 3 puncak
kejadian dan kematian :
-
Paling rendah pada awal anak (bayi) dengan orang tua penderita
Paling luas pada masa remaja dan dewasa muda sesuai dengan pertumbuhan,
perkembangan fisik-mental dan momen kehamilan pada wanita
memiliki laju lebih tinggi. Aspek keturunan dan distribusi secara familial sulit
terinterprestasikan dalam TBC, tetapi mungkin mengacu pada kondisi keluarga
secara
umum
dan
sugesti
tentang
pewarisan
sifat
resesif
dalam
keluarga. Kebiasaan sosial dan pribadi turut memainkan peranan dalam infeksi
TBC, sejak timbulnya ketidakpedulian dan kelalaian. Status gizi, kondisi
kesehatan secara umum, tekanan fisik-mental dan tingkah laku sebagai
mekanisme pertahanan umum juga berkepentingan besar. Imunitas spesifik
dengan pengobatan infeksi primer memberikan beberapa resistensi, namun sulit
untuk dievaluasi.2
4. Faktor Lingkungan
Distribusi geografis TBC mencakup seluruh dunia dengan variasi kejadian yang
besar dan prevalensi menurut tingkat perkembangannya. Penularannya pun
berpola sekuler tanpa dipengaruhi musim dan letak geografis.
Cara Penularan
percikan dahak.
Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam
waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar
matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama
Sumber: (http://getfreeartikel.wordpress.com/2011/05/15/tuberculosistbc/)
Surveilans
Pengertian Surveilans penting untuk pahami, khususnya terkait (elaborasi) dengan
teori simpul Ahmadi. surveilans menjadi vital juga karena pijakan pola fikir kita sejauh
menyangkut konsep dasar Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan (ADKL). Menurut
German (2001), surveilans kesehatan masyarakat (public health surveillance) adalah
suatu kegiatan yang dilakukan secara terus - menerus berupa pengumpulan data secara
sistematik, analisis dan interpretasi data mengenai suatu peristiwa yang terkait dengan
kesehatan untuk digunakan dalam tindakan kesehatan masyarakat dalam upaya
mengurangi angka kesakitan dan kematian, dan meningkatkan status kesehatan. Data
yang dihasilkan oleh sistem surveilans kesehatan masyarakat dapat digunakan: 4
a. Sebagai pedoman dalam melakukan tindakan segera untuk kasus-kasus penting
kesehatan masyarakat.
b. Mengukur beban suatu penyakit atau terkait dengan kesehatan lainnya, termasuk
identifikasi populasi resiko tinggi.
c. Memonitor kecenderungan beban suatu penyakit atau terkait dengan kesehatan
d.
e.
f.
g.
Pendekatan surveilans dapat dibagi menjadi dua jenis: surveilans pasif dan
surveilans aktif. Surveilans pasif memantau penyakit secara pasif, dengan menggunakan
data penyakit yang harus dilaporkan (reportable diseases) yang tersedia di fasilitas
pelayanan kesehatan. Kelebihan surveilans pasif, relatif murah dan mudah untuk
dilakukan. Negara-negara anggota WHO diwajibkan melaporkan sejumlah penyakit
infeksi yang harus dilaporkan, sehingga dengan surveilans pasif dapat dilakukan analisis
perbandingan penyakit internasional. Kekurangan surveilans pasif adalah kurang sensitif
dalam mendeteksi kecenderungan penyakit. Data yang dihasilkan cenderung underreported, karena tidak semua kasus datang ke fasilitas pelayanan kesehatan formal. Selain
itu, tingkat pelaporan dan kelengkapan laporan biasanya rendah, karena waktu petugas
terbagi dengan tanggungjawab utama.4
Surveilans aktif menggunakan petugas khusus surveilans untuk kunjungan berkala
ke lapangan, desa-desa, tempat praktik pribadi dokter dan tenaga medis lainnya,
puskesmas, klinik, dan rumah sakit, dengan tujuan mengidentifikasi kasus baru penyakit
atau kematian, disebut penemuan kasus (case finding), dan konfirmasi laporan kasus
indeks. Kelebihan surveilans aktif, lebih akurat daripada surveilans pasif, sebab
dilakukan oleh petugas yang memang dipekerjakan untuk menjalankan tanggungjawab
itu. Selain itu, surveilans aktif dapat mengidentifikasi outbreak lokal. Kelemahan
surveilans aktif, lebih mahal dan lebih sulit untuk dilakukan dari pada surveilans pasif.
Sistem surveilans dapat diperluas pada level komunitas, disebut community surveilance.
Dalam community surveilance, informasi dikumpulkan langsung dari komunitas oleh
kader kesehatan, sehingga memerlukan pelatihan diagnosis kasus bagi kader kesehatan.
Definisi kasus yang sensitif dapat membantu para kader kesehatan mengenali dan
merujuk kasus mungkin (probable cases) ke fasilitas kesehatan tingkat pertama. Petugas
kesehatan di tingkat lebih tinggi dilatih menggunakan definsi kasus lebih spesifik, yang
memerlukan konfirmasi laboratorium. Community surveilans mengurangi kemungkinan
negatif palsu.4
pengembangannya
ditujukan
dalam
jumlah
sumberdaya
dan
menjadikan
penanggulangan
TB
suatu prioritas
b. Pelaksanaan dan pengembangan strategi DOTS yang bermutu dilaksanakan
secara bertahap dan sistematis
c. Peningkatan kerjasama dan kemitraan dengan pihak terkait melaluikegiatan
advokasi, komunikasi dan mobilisasi social
d. Kerjasama dengan mitra internasional untuk mendapatkan komitmen dan
bantuan sumber daya.
e. Peningkatan kinerja
program
melalui
kegiatan
pelatihan
dan
2. Ventilasi
Rumah sehat juga harus memiliki ventilasi udara yang cukup, minimal 10% dari
luas lantai ruangan, agar udara menjadi segar karena sirkulasi udara yang lancar.
3. Atap
Saat ini, atap dari bahan genteng merupakan media yang paling banyak digunakan
di Indonesia. Disamping harganya yang terjangkau, genteng yang terbuat dari
tanah liat ini juga cocok untuk daerah beriklim tropis seperti negara kita, dan
mendukung terciptanya rumah sehat.
4. Lantai
Rumah
sehat
haruslah
memiliki
lantai
yang
kedap
air
dan
mudah
dibersihkan.Bahannya dapat terbuat dari ubin, semen, kayu, keramik atau tanah
biasa yang dipadatkan.
5. Kepadatan Penghuni
Rumah sehat haruslah memiliki luas lantai bangunan yang cukup untuk penghuni
yang ada di dalamnya, terutama untuk kamar tidur.
6. Air Bersih
Rumah sehat harus memiliki air bersih minimal 60 liter per hari untuk satu orang,
dengan kualitas yang telah memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan air
minum.
7. Dapur
Rumah sehat sebaiknya memiliki dapur tersendiri, tidak bercampur dengan
ruangan lain terutama ruang tidur.
8. Fasilitas Pembuangan
Setiap rumah pastilah menghasilkan limbah setiap hari, baik dari kamar mandi,
dapur maupun sampah rumah tangga.1,2
aspek dan kebutuhan masyarakat. PHC, dalam hal ini adalah puskesmas sebagai
pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama berfungsi sebagai pusat pemeliharaan
kesehatan, pencegahan penyakit, melaksanakan fungsi diagnosis dan pengobatan,
serta pelayanan tindak lanjut. 2,5,7
Dalam pelaksanaannya PHC menitikberatkan pada pemerataan upaya kesehatan,
penekanan pada upaya preventif, menggunakan teknologi tepat guna, melibatkan
peran serta masyarakat dan kerjasama lintas sektoral. PHC diharapkan menjadi pusat
pelayanan yang utama, menyeluruh, terorganisasi, berkesinambungan, progresif,
berorientasi pada keluarga, serta mementingkan kesehatan individu maupun
masyarakat.2,5,7
Adapun program pokok PHC antara lain:
m. Pendidikan mengenai masalah kesehatan dan cara pencegahan penyakit serta
n.
o.
p.
q.
r.
s.
t.
pengendaliannya
Peningkatan penyediaan makanan dan perbaikan gizi
Penyediaan air bersih dan sanitasi dasar
Kesehatan ibu dan anak termasuk keluarga berencana
Imunisasi terhadap penyakit-penyakit utama
Pencegahan dan pengendalian penyakit endemic setempat
Pengobatan penyakit umum
Penyediaan obat-obatan esensial
Lama
pengobatan
Jumlah
hari/kali
2 bulan
4 bulan
1
2
1
1
3
-
menelan
obat
60
54
b. Kategori-2
Tabel 2. OAT Kategori 2
Tahap
Lama
pengobata
pengob
atan
H
300
mg
Tahap
intensif
Tahap
500
mg
OL
STREPTOM
MENEL
ISIN
AN
INJEKSI
OBAT
250
500
mg
-
0.75gr
-
60
30
66
2 bulan
1 bulan
1
1
1
1
3
3
mg
3
3
5 bulan
Lanjutan
Setelah tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan tablet
HRZE dan suntikan streptomisin. Dilanjutkan satu bulan dengan tablet HRZE setiap hari.
Setelah itu diturunkan dengan tahap lanjutan selama lima bulan dengan HRE yang
diberikan tiga kali seminggu. Suntikan streptomisin diberikan setelah penderita selesai
menelan obat. Obat ini diberikan untuk penderita yang kambuh, penderita gagal berobat,
atau penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default).
12
c. Kategori-3
Tabel 3. OAT Kategori 3
Tahap
Lama
pengobatan
Tahap intensif
Tahap lanjutan
pengobatan
2 bulan
4 bulan
H 300mg
Jumlah
hari
1
2
Obat ini diberikan untuk penderita baru BTA negative dan rontgen positif sakit ringan
atau penderita ekstra paru ringan yaitu TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa, TB kulit,
TB tulang, sendi, dan kelenjar adrenal.
d. Obat sisipan
Tabel 4. Obat sisipan
Tahap
Lama
Jumlah
pengobatan
pengobatan
300
450
500
250
hari/kali
mg
1
mg
1
mg
3
mg
3
menelan obat
30
Tahap intensif
1 bulan
Bila pada akhir tahap intensif dari pengobatan dengan kategori 1 atau kategori 2,
hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan setiap hari selama
1 bulan.
Vaksin BCG
Berdasarkan data WHO, setiap tahun, sekitar 8 juta orang di seluruh dunia
mengalami active tuberculosis dan hampir 2 juta diantaranya meninggal dunia.Vaksin
merupakan suspensi mikroorganisme yang dilemahkan atau dimatikan (bakteri, virus,
atau riketsia) yang diberikan untuk mencegah, meringankan, atau mengobati penyakit
yang menular. Vaksin BCG merupakan suatu attenuated vaksin yang mengandung kultur
strain Mycobacterium bovis dan digunakan sebagai agen imunisasi aktif terhadap TBC
dan telah digunakan sejak tahun 1921. Walaupun telah digunakan sejak lama, akan tetapi
efikasinya menunjukkan hasil yang bervariasi yaitu antara 0 80% di seluruh dunia.
13
Vaksin BCG secara signifikan mengurangi resiko terjadinya active tuberculosis dan
kematian. Efikasi dari vaksin tergantung pada beberapa faktor termasuk diantaranya
umur, cara/teknik vaksinasi, jalur vaksinasi, dan beberapa dipengaruhi oleh faktor
lingkungan. Vaksin BCG sebaiknya digunakan pada infants, dan anak-anak yang hasil uji
tuberculinnya negatif dan yang berada dalam lingkungan orang dewasa dengan kondisi
terinfeksi TBC dan tidak menerima terapi atau menerima terapi tetapi resisten terhadap
isoniazid atau rifampin. Selain itu, vaksin BCG juga harus diberikan kepada tenaga
kesehatan yang bekerja di lingkungan dengan pasien infeksi TBC tinggi. Sebelum
dilakukan pemberian vaksin BCG (selain bayi sampai dengan usia 3 bulan) setiap pasien
harus terlebih dahulu menjalani skin test. Vaksin BCG tidak diindikasikan untuk pasien
yang hasil uji tuberculinnya posistif atau telah menderita active tuberculosis, karena
pemberian vaksin BCG tidak memiliki efek untuk pasien yang telah terinfeksi TBC.
Vaksin BCG merupakan serbuk yang dikering-bekukan untuk injeksi berupa
suspensi. Sebelum digunakan serbuk vaksin BCG harus dilarutkan dalam pelarut khusus
yang telah disediakan secara terpisah. Penyimpanan sediaan vaksin BCG diletakkan pada
ruang atau tempat bersuhu 2 8oC serta terlindung dari cahaya. Pemberian vaksin BCG
biasanya dilakukan secara injeksi intradermal/intrakutan (tidak secara subkutan) pada
lengan bagian atas atau injeksi perkutan sebagai alternatif bagi bayi usia muda yang
mungkin sulit menerima injeksi intradermal. Dosis yang digunakan adalah sebagai
berikut:
1. Untuk infants diberikan 1 dosis vaksin BCG sebanyak 0,05ml (0,05mg)
2. Untuk anak-anak di atas 12 bulan dan dewasa diberikan 1 dosis vaksin BCG
sebanyak 0,1 ml (0,1mg)
Perlindungan yang diberikan oleh vaksin BCG dapat bertahan untuk 10 15 tahun.
Sehingga re-vaksinasi pada anak-anak umumnya dilakukan pada usia 12 -15 tahun.
Vaksin BCG dikontra-indikasikan untuk pasien yang mengalami gangguan pada
kulit seperti atopic dermatitis, serta baru saja menerima vaksinasi lain (perlu ada
interval waktu setidaknya 3 minggu). 9
14
Usaha perbaiki gizi keluarga (UPGK) adalah kegiatan masyarakat untuk melembagakan
upaya peningkatan gizi dalam tiap keluarga di Indonesia. Usaha ini bersifat lintas sector
yang dilaksanakan oleh departemen terkait yaitu kesehatan, pertanian, BKKBN, agama,
dalam negeri, TP PKK, dll.
Secara lebih rinci UPGK:
a. Merupakan usaha keluarga untuk memperbaiki gizi seluruh anggota keluarga.
b. Dilaksanakan oleh keluarga/ masyarakat dengan kader sebagai penggerak
masyarakat dan petugas berbagai sector sebagai pembimbing dan Pembina.
c. Merupakan bagian dari kehidupan keluarga sehari-hari dan juga merupakan
bagian integral dari pembangunan nasional untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat.
d. Secara operasional adalah rangkaian kegiatan yang saling mendukung untuk
melaksanakan alih teknologi sederhana kepada keluarga/masyarakat.
Tujuan
a. Tujuan umum
Meningkatnya dan terbinanya keadaan gizi seluruh anggota masyarakat.
b. Tujuan khusus
1. Timbulnya partisipasi dan pemerataan kegiatan
Semua anggota masyarakat ikut serta dalam kegiatan
Kegiatan meluas kesemua dukuh
Semua balita, ibu hamil dan ibu menyusui tercakup dalam kegiatan
2. Terwujudnya perilaku yang mendukung perbaikan gizi
Setiap ibu menimbangkan balitanya setiap bulan
Semua anak disusui 2 tahun atau lebih dan mendapat tambahan
makanan hanya sesuai dengan kebutuhannya.
Semua anak 1-5 tahun minum satu kapsul vitamin A dosis tinggi setiap
6 bulan sekali.
Setiap anak mencret segera diberi minuman yang ada di rumah, atau
larutan gula garam atau larutan oralit.
Setiap ibu hamil dan ibu menyusui makan 1-2 piring makanan bergizi
lebih banyak daripada biasanya.
15
Setiap ibu hamil minum satu tablet tambahan darah setiap hari sejak
16
deversifikasi
pangan
dan
gizi
yang
dipadukan
dengan
UPGK.
17
Pelaksanaan kooerdinasi kegiatan UPGK di tingkat kecamatan dilakukan oleh sebuah tim
kecamatan yang merupakan kelompok kerja operasional (pokjanal) tim Pembina LKMD
tingkat kecamatan yang anggotanya terdiri dari :
Coordinator/penanggung jawab
: Camat
: Pimpinan puskesmas
Anggota :
Pemberian paket pertolongan gizi (kapsul vitamin A dosis tinggi, oralit, tablet
tambah darah)
Diharapkan disetiap desa, kegiatan UPGK dapat dikaitkan dengan kegiatan KB,
KIA, penganggulangan diare dan imunisasi, yang dikenal juga sebagai kegiatan
KB-Kes terpadu.
d. Pembinaan kegiatan UPGK
1. Pembinaan langsung
- Dilakukan dengan mengadakan kunjungan pada kegiatan penimbangan balita
di posyandu atau kontak dengan kader. Jadwal kegiatan pembinaan disepakati
-
posyandu.
2. Pembinaan tidak langsung
- Dilakukan dengan mengadakan pertemuan berkala sekurang-kurangnya 3
bulan sekali dengan menggunakan forum karya LKMD tingkat kecamatan
yang telah ada, misalnya rapat koordinasi kecamatan, rapat tim operasional
KB dll. Pertemuan dilaksanakan di kecamatan, dipimpin oleh camat dan
dipersiapkan oleh ketua pelaksana harian (pimpinan puskesmas) dengan
-
dibantu sekretaris.
Pertemuan berkala ini terutama membicarakan pelaksanaan kegiatan UPGK,
pembahasan laporan hasil penimbangan, penyediaan barang-barang, jumlah
19
balita di bawah garis merah dalam KMS, dan laporan kegiaran UPGK dari
sector lain.
e. Pemantauan kegiatan UPGK
Salah satu kegiatan untuk memantau pelaksanaan UPGK adalah dengan
memperhatikan hasil pencatatan dan pelaporan. Pelaksanaan pencatatan dan
pelaporan UPGK dilakukan melalui sistem pencatatan dan pelaporan terpadu
puskesmas (SP2TP) dan melalui jalur BKKBN.
f. Tugas dan fungsi puskesmas dalam kegiatan UPGK:
Dapat dibedakan menjadi tugas yang bersifat lintas sektoral dan tugas yang bersifat
sektoral.
1. Tugas yang bersifat lintas sektoral:
- Menyusun POA untuk pelaksanaan kegiatan UPGK sesuai tahap-tahap
-
kegiatan.
- Mengadakan analisa data UPGK dan memberikan umpan balik.
- Melakukan tindak lanjut atas dasar analisa data dan umpan balik.
2. Tugas yang bersifat sektoral:
Bersifat untuk kepentingan sektor kesehatan sendiri.
-
luar posyandu.
Mengelola sarana pelayanan gizi keluarga, merencanakan dan mengevaluasi
UPGK.
1. Pencegahan Primer2,5,7
Dengan promosi kesehatan sebagai salah satu pencegahan TBC paling efektif,
walaupun hanya mengandung tujuan pengukuran umum dan mempertahankan standar
kesehatan sebelumnya yang sudah tinggi.
Promosi kesehatan menghindari kemunculan dari/ adanya factor resiko ( masa PraKesakitan). Dimana upaya promosi kesehatan diantaranya adalah:
Penyuluhan penduduk
Untuk meningkatkan kesadaran terhadap kesehatan lingkungan. Penyuluhan
kesehatan yang merupakan bagian dari promosi kesehatan adalah rangkaian kegiatan
yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan dimana
individu, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan dapat hidup sehat dengan cara
memelihara, melindungi dan meningkatkan kesehatannya. Penyuluhan TB perlu
dilakukan karena masalah TB banyak berkaitan dengan masalah pengetahuan dan
perilaku masyarakat. Tujuan penyuluhan adalah untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, peran serta masyarakat dalam penanggulangan TB. Penyuluhan TB dapat
dilaksanakan
dengan
menyampaikan
pesan
penting
secara
langsung
ataupun
21
oleh tenaga kesehatan, juga oleh para mitra dari berbagai sector, termasuk kalangan
media massa.
a. Penyuluhan Langsung Perorangan
Cara penyuluhan langsung perorangan lebih besar kemungkinan untuk
berhasil dibanding dengan cara penyuluhan melalui media. Dalam
penyuluhan langsung perorangan, unsur yang terpenting yang harus
diperhatikan adalah membina hubungan yang baik antara petugas kesehatan
(dokter, perawat,dll) dengan penderita. Penyuluhan ini dapat dilakukan di
rumah, puskesmas, posyandu, dan lain-lain sesuaia kesepakatan yang ada.
Supaya komunikasi dengan penderita bisa berhasil, petugas harus
menggunakan bahasa yang sederhana yang dapat dimengerti oleh penderita.
Gunakan istilah-istilah setempat yang sering dipakai masyarakat untuk
penyakit TB dan gejala-gejalanya. Supaya komunikasi berjalan lancar,
petugas kesehatan harus melayani penderita secara ramah dan bersahabat,
penuh hormat dan simpati, mendengar keluhan-keluhan mereka, serta
tunjukkan perhatian terhadap kesejahteraan dan kesembuhan mereka. Dengan
demikian, penderita mau bertanya tentang hal-hal yang masih belum
dimengerti.
Hal-hal penting yang disampaikan pada kunjungan pertama
Dalam kontak pertama dengan penderita, terlebih dahulu dijelaskan
tentang penyakit apa yang dideritanya, kemudian Petugas Kesehatan
berusaha memahami perasaan penderita tentang penyakit yang diderita
serta pengobatannya.
Petugas Kesehatan seyogyanya berusaha mengatasi beberapa faktor
manusia yang dapat menghambat terciptanya komunikasi yang baik.
Faktor yang menghambat tersebut, antara lain:
a. Ketidaktahuan penyebab TB dan cara penyembuhannya
b. Rasa takut berlebihan yang berakibat pada timbulnya penolakan
c. Stigma sosial yang mengakibatkan penderita merasa takut tidak
diterima oleh keluarganya.
d. Menolak untuk mengajukan pertanyaan karena tidak mau ketahuan
bahwa pasien tidak tahu tentang TB.
b. Penyuluhan Kelompok
22
menjangkau
masyarakat
terbatas,
tersedia
dan
sarana
laboratorium
berfungsi.
Hal
ini
perlu
pencegahan TB-paru.
Memberikan penyuluhan kepada penderita dan keluarganya pada waktu
kunjungan rumah dan memberi saran untuk terciptanya rumah sehat, sebagai
yang antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang ditimbulkannya.
Des-Infeksi, Cuci tangan dan tata rumah tangga kebersihan yang ketat, perlu
perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah (piring, hundry, tempat tidur,
2. Pencegahan Sekunder2,5,7
24
Dengan diagnosis dan pengobatan secara dini sebagai dasar pengontrolan kasus
TBC yang timbul dengan 3 komponen utama ; Agent, Host dan Lingkungan.
Diagnosis TB
Mengacu pada program nasional penanggulangan TB, diagnosis dilakukan dengan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. Adapun diagnosis pastinya adalah
melalui pemeriksaan kultur atau biakan dahak. Namun, pemeriksaan kultur memerlukan
waktu yang lama, hanya akan dilakukan bila diperlukan atas indikasi tertentu, dan tidak
semua unit pelayanan kesehatan memilikinya. Pemerintah melalui gerakan terpadu
nasional, memiliki upaya untuk meningkatkan kemampuan Puskesmas untuk melakukan
diagnosis TB berdasarkan pemeriksaan BTA. Pemeriksaan dahak dilakukan sedikitnya 3
kali, yaitu pengambilan dahak sewaktu penderita datang berobat dan dicurigai menderita
TB, kemudian pemeriksaan kedua dilakukan keesokan harinya, yang diambil adalah
dahak pagi. Sedangkan pemeriksaan ketiga adalah dahak ketika penderita memeriksakan
dirinya sambil membawa dahak pagi. Oleh sebab itu, disebut pemeriksaan SPS (SewaktuPagi-Sewaktu).
Diagnosis TB Paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya
BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif
apabila sedikit 2 dari 3 pemeriksaan spesimen SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu) BTA
hasilnya positif.
Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut, yaitu
rontgen dada atau pemeriksaan dahak SPS diulang. Kalau dalam pemeriksaan radiologi,
dada menunjukkan adanya tanda-tanda yang mengarah kepada TB maka yang
bersangkutan dianggap positif menderita TB. Kalau hasil radiologi tidak menunjukkan
adanya tanda-tanda TB, maka pemeriksaan dahak SPS harus diulang. Sedangkan
pemeriksaan biakan basil atau kuman TB, hanya dilakukan apabila sarana mendukung
untuk itu.
Bila ketiga spesimen dahak hasilnya negatif, maka diberikan antibiotik
berspektrum luas selama 1 hingga 2 minggu, amoksilin atau kotrimoksasol. Bila tidak
berhasil, dan penderita yang bersangkutan masih menunjukkan adanya tanda-tanda TB,
maka ulangi pemeriksaan dahak SPS. Selanjutnya prosedur terdahulu dilakukan, yakni
kalau dalam pemeriksaan ulang ternyata dahak SPS positif, maka yang bersangkutan
25
adakah positif menderita TB. Namun, apabila dahak negatif, maka ulangi pemeriksaan
radiologi. Apabila hasil radiologi mendukung TB dianggap sebagai penderita TB dengan
BTA negatif, radiologi positif. Apabila baik radiologi tidak mendukung TB, spesimen
dahak negatif, maka yang bersangkutan bukan TB.
Karena tingginya prevalensi TB di Indonesia, maka tes tuberkulin pada orang
dewasa, tidak memiliki makna lagi. Pada anak, sulit untuk mendapatkan BTA, sehingga
diagnosis TB pada anak didapat dari gambaran klinik, radiologi dan uji tuberkulin.
Untuk itu, seorang anak dapat dicurigai menderita TB, kalau terdapat gejala
seperti:
1. Mempunyai riwayat kontak serumah dengan penderita TB dengan BTA
positif.
2. Terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikkan BCG dalam waktu
3-7 hari.
3. Terdapat gejala umum TB. Gejala umum TB pada anak sebagai berikut:
Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut, tanpa sebab yang
jelas dan tidak naik dalam 1 bulan meski sudah mendapat penanganan
saluran napas bagian atas yang akut, malaria, tipus, dan lain-lain.
Pembesaran kelenjar limpa superfisialis yang tidak sakit. Pembesaran
ini biasanya multiple, paling sering di daerah leher, ketiak dan lipatan
paha.
Batuk lama lebih dari 30 hari, disertai tanda adanya cairan di dada.
Gejala dari saluran pencernaan, misalnya adanya diare berulang yang
tidak sembuh dengan pengobatan diare, adanya benjolan massa di
daerah dan adanya tanda-tanda cairan abdomen.
Kontrol pasien dengan deteksi dini penting untuk kesuksesan aplikasi modern
kemoterapi spesifik, walau terasa berat baik dari finansial, materi maupun tenaga. Metode
tidak langsung dapat dilakukan dengan indikator anak yang terinfeksi TBC sebagai pusat,
sehingga pengobatan dini dapat diberikan. Selain itu, pengetahuan tentang resistensi obat
dan gejala infeksi juga penting untuk seleksi dari petunjuk yang paling efektif.
Penatalaksanaan TB
dokter.
Pemberian INH sebagai pengobatan preventif memberikan hasil yang cukup
efektif untuk mencegah progresivitas infeksi TB laten menjadi TB klinis.
Berbagai penelitian yang telah dilakukan terhadap orang dewasa yang
menderita infeksi HIV terbukti bahwa pemberian rejimen alternatif seperti
pemberian rifampin dan pyrazinamide jangka pendek ternyata cukup efektif.
Pemberian terapi preventif merupakan prosedur rutin yang harus dilakukan
terhadap penderita HIV/AIDS usia dibawah 35 tahun. Apabila mau
melakukan terapi preventif, pertama kali harus diketahui terlebih dahulu
bahwa yang bersangkutan tidak menderita TB aktif, terutama pada orangorang dengan imunokompromais seperti pada penderita HIV/AIDS. Oleh
karena ada risiko terjadinya hepatitis dengan bertambahnya usia pada
pemberian isoniazid, maka isoniazid tidak diberikan secara rutin pada
penderita TB usia diatas 35 tahun kecuali ada hal-hal sebagai berikut:
infeksi baru terjadi (dibuktikan dengan baru terjadinya konversi tes
tuberkulin); adanya penularan dalam lingkungan rumah tangga atau dalam
satu
institusi;
abnormalitas
foto
thorax
konsisten
dengan
proses
pada kasus yang gagal. Jika INH atau rifampisin tidak dapat dimasukkan
kedalam regimen maka lamanya pengobatan minimal selama 18 bulan
setelah biakan menjadi negatif. 551 Untuk penderita baru TBC paru dengan
BTA (+) di negara berkembang, WHO merekomendasikan pemberian 4
macam obat setiap harinya selama 2 bulan yang teridiri atas RIF, INH,
EMB, PZA diikuti dengan pemberian INH dan RIF 3 kali seminggu selama
4 bulan. Semua pengobatan harus diawasi secara langsung, jika pada
pengobatan fase kedua tidak dapat dilakukan pengawasan langsung maka
diberikan pengobatan substitusi dengan INH dan EMB selama 6 bulan.
Walaupun pengobatan jangka pendek dengan 4 macam obat lebih mahal
daripada pengobatan dengan jumlah obat yang lebih sedikit dengan jangka
waktu pengobatan 12- 18 bulan namun pengobatan jangka pendek lebih
efektif dengan komplians yang lebih baik. Penderita TBC pada anak-anak
diobati dengan regimen yang sama dengan dewasa dengan sedikit
modifikasi. Kasus resistensi pada anak umumnya karena tertular dari
penderita dewasa yang sudah resisten terlebih dahulu.Anak dengan
limfadenopati hilus hanya diberikan INH dan RIF selama 6 bulan.
Pengobatan anak-anak dengan TBC milier, meningitis, TBC tulang/sendi
minimal selama 9-12 bulan, beberapa ahli menganjurkan pengobatan cukup
selama 9 bulan. Etambutol tidak direkomendasikan untuk diberikan pada
anak sampai anak cukup besar sehingga dapat dilakukan pemeriksaan buta
warna (biasanya usia > 5 tahun). Penderita TBC pada anak dengan keadaan
yang mengancam jiwa harus diberikan pengobatan inisial dengan regimen
dengan 4 macam obat. Streptomisin tidak boleh diberikan selama hamil.
Semua obat kadang-kadang dapat menimbulkan reaksi efek samping yang
berat. Operasi toraks kadang diperlukan biasanya pada kasus MDR.
penderita
yang
mendapatkan
pengobatan
dengan
sistem
yang
baik
terhadap
pengobatan).Penderita
remaja
harus
Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok, yaitu:
i. Obat primer/Lini pertama: Isoniazid (INH), Rifampisin, Etambutol,
Streptomisin, Pirazinamid. Memperlihatkan efektifitas yang tinggi
dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar dapat
dipisahkan dengan obat-obatan ini.
ii. Obat sekunder / Lini kedua: Etionamid, Paraaminosalisilat,
Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin, Kanamisin.
3. Pencegahan Tersier2,5,7
Rehabilitasi merupakan suatu usaha mengurangi komplikasi penyakit.
Rehabilitasi merupakan tingkatan terpenting pengontrolan TBC. Dimulai
dengan diagnosis kasus berupa trauma yang menyebabkan usaha penyesuaian
diri secara psikis, rehabilitasi penghibur selama fase akut dan hospitalisasi awal
pasien, kemudian rehabilitasi pekerjaan yang tergantung situasi individu.
30
31
berbagai
sektor,
baik
dari
pemerintah,
swasta
maupun
Promosi kesehatan
Upaya Pencegahan
Adapun tingkat pencegahan umum terdiri dari:
32
1. Primordial
Usaha pencegahan primordial TB ialah dengan memperbaiki kondisi lingkungan.
Lingkungan adalah segala sesuatu baik fisik, biologis, maupun sosial yang berada di
sekitar manusia serta pengaruh-pengaruh luar yang mempengaruhi kehidupan dan
perkembangan manusia. Unsur-unsur lingkungan adalah sebagai berikut:
Lingkungan Fisik
Lingkungan fisik adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia yang
bersifat tidak bernyawa, misalnya air, tanah, kelembaban udara, suhu, angin,
rumah dan benda mati lainnya.
Lingkungan Biologis
Lingkungan biologis adalah segala sesuatu yang bersifat hidup seperti tumbuh
tumbuhan, hewan, termasuk mikroorganisme.
Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial adalah segala sesuatu tindakan yang mengatur kehidupan
manusia dan usaha-usahanya untuk mempertahankan kehidupan, seperti
pendidikan pada tiap individu, rasa tanggung jawab, pengetahuan keluarga, jenis
pekerjaan, jumlah penghuni dan keadaan ekonomi.
Lingkungan Rumah
33
Menurut APHA (American Public Health Assosiation), lingkungan rumah yang sehat
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Memenuhi kebutuhan fisiologis
Ruangan harus segar dan tidak berbau, untuk ini diperlukan ventilasi yang
cukup untuk proses pergantian udara.
Jumlah kamar tidur dan pengaturannya disesuaikan dengan umur dan jenis
kelaminnya.
Harus ada sumber air yang memenuhi syarat, baik secara kualitas maupun
kuantitas, sehingga selain kebutuhan untuk makan dan minum terpenuhi,
juga cukup tersedia air untuk memelihara kebersihan rumah, pakaian dan
penghuninya.
Harus ada tempat menyimpan sampah dan WC yang baik dan memenuhi
syarat, juga air pembuangan harus bisa dialirkan dengan baik.
34
Harus ada pencegahan agar vektor penyakit tidak bisa hidup dan
berkembang biak di dalam rumah, jadi rumah dalam kontruksinya harus
rat proof, fly fight, mosquito fight.
Luas kamar tidur minimal 8,5 m per orang dan tinggi langit-langit
minimal 2.75 meter 5
2. Primer
Health Promotion
Upaya promotif dilakukan dengan beberapa cara:
a. Peningkatan pengetahuan pekerja tentang penanggulangan TBC di tempat
kerja melalui pendidikan & pelatihan petugas pemberi pelayanan kesehatan di
tempat kerja.
b. Penyuluhan
Materi penyuluhan terdiri dari:
-
Pengertian TB
Penyebab TB
Tanda dan gejala TB
Cara penularan TB
Cara mencegah penularan TB
Pengobatan TB
Prognosis penyakit TB
Penyebarluasan informasi
Peningkatan kebugaran jasmani
Peningkatan kepuasan kerja
35
Media pendidikan yang digunakan dalam program ini adalah leaflet. Leaflet adalah
bentuk penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan (informasi seputar penyakit
TBC) melalui lembaran yang dilipat. Isi informasinya merupakan gabungan dari teks
(kalimat) dan gambar. Dengan media ini, maka diharapkan dapat menjadi salah satu alat
bantu yang mampu menyampaikan informasi kepada masyarakat secara luas karena
informasinya dapat diinformasikan lagi kepada orang lain.
Spesific Protection
Pencegahan primer merupakan upaya yang dilaksanakan untuk mencegah
timbulnya penyakit pada populasi yang sehat.Dalam hal ini dapat diberikan vaksin.
Vaksin merupakan suspensi mikroorganisme yang dilemahkan atau dimatikan
(bakteri, virus, atau riketsia) yang diberikan untuk mencegah, meringankan, atau
mengobati penyakit yang menular.
Vaksin BCG merupakan serbuk yang dikering-bekukan untuk injeksi berupa
suspensi.Sebelum digunakan serbuk vaksin BCG harus dilarutkan dalam pelarut khusus
yang telah disediakan secara terpisah.Penyimpanan sediaan vaksin BCG diletakkan pada
ruang atau tempat bersuhu 2 8 0 C serta terlindung dari cahaya.
Pemberian vaksin BCG biasanya dilakukan secara injeksi intradermal/intrakutan
(tidak secara subkutan) pada lengan bagian atas atau injeksi perkutan sebagai alternatif
bagi bayi usia muda yang mungkin sulit menerima injeksi intradermal.
Selain pemberian vaksin, upaya mencegah penularan penyakit TBC, antara lain:
1. Menutup mulut pada waktu batuk dan bersin
2. Meludah hendaknya pada tempat tertentu yang sudah diberi desinfektan
(air sabun)
3. Imunisasi BCG diberikan pada bayi berumur 3-14 bulan
4. Menghindari udara dingin
5. Mengusahakan sinar matahari dan udara segar masuk secukupnya ke
dalam tempat tidur
36
Sekunder
Batuk diikuti dengan gejala tambahan yaitu batuk berdarah, sesak napas, nyeri
dada, badan lemas, nafsu makan turun, BB turun, malaise, keringat pada
malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.
4. Tertier
Rehabilitation
Rehabilitasi merupakan tingkatan terpenting pengontrolan TBC, termasuk dalam
pencegahan tersier.Dimulai dengan diagnosis kasus berupa trauma yang menyebabkan
usaha penyesuaian diri secara psikis, rehabilitasi penghibur selama fase akut dan
hospitalisasi awal pasien, kemudian rehabilitasi pekerjaan yang tergantung situasi
individu. Selanjutnya, pelayanan kesehatan kembali dan penggunaan media pendidikan
untuk mengurangi cacat sosial dari TBC, serta penegasan perlunya rehabilitasi.2,4
TB
paru
pada
orang
dewasa
dapat
ditegakkan
dengan
spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen
dada atau pemeriksaan spesimen SPS diulang.Kalau hasil rontgen mendukung TB, maka
penderita diidagnosis sebagai penderita TB BTA positif.Kalau hasil rontgen tidak
mendukung TB, maka pemeriksaan lain, misalnya biakan.
Apabila fasilitas memungkinkan, maka dapat dilakukan pemeriksaan lain, misalnya
biakan.Bila tiga spesimen dahak negatif, diberikan antibiotik spektrum luas (misalnya
kotrimoksasol atau Amoksisilin) selama 1 - 2 minggu. Bila tidak ada perubahan, namun
gejala klinis tetap mencurigakan TB, ulangi pemeriksaan dahak SPS : Kalau hasil SPS
positif, didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif. Kalau hasil SPS tetap
negatif, lakukan pemeriksaan foto rontgen dada, untuk mendukung diagnosis TB.
i. Bila hasil rontgen mendukung TB, diagnosis sebagai penderita TB BTA negatif
rontgen positif.
ii. Bila hasil rontgen tidak mendukung TB, penderita tersebut bukan TB.UPK yang tidak
memiliki fasilitas rontgen, penderita dapat dirujuk untuk difotorontgen dada.
Gambar 2: Gambaran pemeriksaan Rontgen dada pasien TBC
Sumber: http://getfreeartikel.wordpress.com/2011/05/15/tuberculosis-tbc/
Diagnosis TBC pada anak
Penyakit TB ini mudah sekali menyerang pada anak-anak kecil yangbelum
diimunisasi dengan vaksin BCG (Bacillus Calmette-Guerin), karena kurangnya gizi dan
karena lingkungan yang kurang sehat. Tidak cukup untuk sekedar memahami
cara bagaimana anak-anak terinfeksi tuberkulosis atau bagaimana penyakit tersebut dapat
38
menyebar. Kemungkinan adanya tuberkulosis pada anak yang kurusatau bila ditemukan:
1. Berat badan tidak naik atau turun selama lebih dari 14 minggu (adanya grafik
kenaikan berat badan akan sangat berguna).
2. Kehilangan gairah dan mungkin juga berat badan selama 2 sampai 3 bulan.
3. Salah satu dari (1) atau (2) yang dijelaskan di atas disertai dengan menggigil atau
batuk yang sesekali dapat menyerupai batuk rejan.
4. Demam atau meriang selama lebih dari satu minggu tanpa penyebab yang jelas.
5. Salah satu diantara (1), (2), (3) serta tanda adanya cairan pekak, pada salah satu sisi
dada.
6. Perut membuncit, terutama bila teraba benjolan dan yang tetap bertahan
setelah pemberian obat cacing.
7. Diare kronis dengan buang air besar tinja keputihan yang tidak sembuh setelah diberi
obat cacing atau obat untuk giardiasis (dengan metronidazole).
8. Jalan timpang, punggung kaku sukar membungkuk.
9. Tulang belakang membungkuk, tidak atau kaku saat berjalan.
10. Pembengkakan lutut atau pergelangan kaki, tangan, siku atau bahkan iga atau tulang
atau sendi yang manapun yang tidak disebabkan cedera.
11. Pembengkakan kelenjar getah bening yang keras atau lembut, tidak nyeri, terkadang
dengan beberapa kelenjar getah bening kecil didekatnya dan terkadang melekat tak
teratur. 5,9
39
Kesimpulan
Penyakit tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang dapat menyerang berbagai organ
atau jaringan tubuh.Tuberkulosis paru merupakan bentuk yang paling banyak dan paling
penting.Penyebab penyakit tuberkulosis adalah bakteri Mycobacterium tuberkulosis dan
Mycobakterium bovis.Kuman tersebut mempunyai ukuran 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron
dengan bentuk batang tipis, lurus, atau agak bengkok, bergranular atau lipoid (terutama
asam mikolat).Untuk mengetahui tentang penderita tuberkulosis dengan baik harus
dikenali tanda dan gejalanya.
Daftar Pustaka
1. Widoyono. Tuberkulosis Paru. In: Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan,
Pencegahan, dan Pemberantasannya. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2008. hal: 13-21
2. Universitas Indonesia (FKUI). Kuliah Tuberculosis. 2004. Diunduh dari
http://ui.org/ fk/kuliah/respirasi/tuberculosis.htm. 26 Juni 2014.
3. Azwar Azrul. Pengantar administrasi kesehatan. Edisi ke-3. Jakarta: Binarupa
Aksara; 2006. hal:104-19
4. Aditama Tjandra et all. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi
ke-2. Cetakan ke-2. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2008.
hal: 3-37
5. Pohan Imbalo. Tuberkulosis Paru. In: Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006. hal: 438-50
6. Amin Zulkifli dan Asril Bahar. Tuberkulosis Paru. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jilid 3. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009. hal : 2230-9.
7. Amira Permatasari. Pemberantasan Penyakit TB dan Strategi DOTS. 2005.
Diunduh dari http://www.google.co.id/url?
40
sa=t&rct=j&q=program+pemberantasan+tbc&source=web&cd
=3&ved=0CFQQFjAC&url=http%3A%2F%2Frepository.usu.ac.id
%2Fbitstream%2F123456789%2F3448%2F1%2Fparuamira.pdf&ei=KUncT8nH9HrrQfh1Jm_DQ&usg=AFQjCNFzbqb2YWYZPi3vc4nsVsY3xzjVaA
&cad=rja. 26 Juni 2014.
8. Anonim. Pencatatan dan Pelaporan Kasus TB. 2007. Diunduh dari
http://www.scribd.com/doc/75695183/73/II-14-PENCATATAN-DANPELAPORAN. 26 Juni 2014.
9. Anonim. Tuberculosa Pada Anak. Maret 2006. Diunduh dari
http://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=epidemiologi+tbc+pada+anak&source=web&cd
=3&ved=0CFMQFjAC&url=http%3A%2F
%2Flast3arthtree.files.wordpress.com%2F2009%2F02%2Ftbpadaanak.pdf&ei=cVvcT_G7BYqIrAfk4Im9DQ&usg=AFQjCNEbuKhFp2Jr
4hgvdBYTYC7P5lmMOg&cad=rja. 26 Juni 2014.
41