Anda di halaman 1dari 22

BAB 19 PSORIASIS ARTRITIS

SEKILAS TENTANG PSORIASIS ARTRITIS

Psoriasis artritis (PsA) adalah suatu peradangan artritis yang berhubungan dengan psoriasis dan faktor

rematoid yang seronegatif.


Faktor genetik dan lingkungan mendasari kerentanan terhadap terjadinya PsA dan peradangan yang

dimediasi oleh imun menyebabkan peradangan pada struktur muskuloskeletal.


Gambaran klinis PsA meliputi artritis perifer dan aksial, entesitis, daktilitis dan tenosinovitis.
Keterlibatan ekstra-artikuler selain mengenai kulit dan kuku juga meliputi konjungtivitis, uveitis dan

inflammatory bowel disease.


Pemeriksaan menunjukkan peningkatan reaksi fase akut, meskipun pemeriksaan konvensional seperti laju

endap darah dan C-reactive protein (CRP) normal pada lebih dari 50 % pasien.
Radiografi menunjukkan pembengkakan jaringan lunak, periostitis, erosi, perubahan pencil-in-cup,

ankilosis, sakroilitis atau sindesmofit.


Farmakoterapi merupakan pilihan utama dalam pengobatan dan agen-agen faktor nekrosis antitumor aman,
efisien dan efektif.

DEFINISI DAN KLASIFIKASI


Psoriasis artritis (PsA) merupakan suatu penyakit peradangan muskuloskeletal pada pasien
dengan psoriasis atau keluarga dekat pasien. Psoriasis artritis mempengaruhi struktur
muskuloskeletal seperti sendi perifer dan aksial, entesis dan selaput tendon. Mata dan membran
mukosa juga sering terlibat. Penyakit ini memiliki banyak manifestasi sehingga diagnosis dan
penatalaksanaan kadang menjadi sulit.
Definisi kasus PsA pertama kali dinyatakan oleh Moll dan Wright pada tahun 1973.
Mereka mendefinisikan PsA sebagai suatu peradangan artritis yang berhubungan dengan
psoriasis kulit, faktor rematoid yang seronegatif. Faktor rematoid adalah suatu petunjuk bagi
rematoid artritis (RA), oleh karena itu definisi ini membantu membedakan PsA dari RA, dimana
waktu itu lebih dikenal bentuk peradangan artritis. Kelompok studi CASPAR baru-baru ini
mengembangkan suatu kriteria untuk klasifikasi PsA dengan menggunakan data yang
dikumpulkan secara prospektif pada pasien-pasien yang menderita sakit kronis (Kotak 19-1).
Kriteria CASPAR memiliki spesifitas 98,7 % dan sensitifitas 91,4 % pada studi pertama, dengan
sensitifitas yang baik pada penyakit stadium awal maupun lanjut. Kriteria ini menggolongkan
pasien walaupun pasien tidak memiliki riwayat psoriasis sekarang, riwayat penyakit dahulu atau
riwayat dalam keluarga dan kriteria ini sekarang digunakan dalam studi epidemologi dan genetik
PsA.
ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
GENETIK

PsA memiliki komponen genetik yang kuat. Perkiraan rasio risiko kekambuhan () pada kerabat
tingkat pertama dari proband PsA berkisar mulai dari 30,4 hingga 55, menunjukkan kontribusi
genetik yang tinggi dalam kerentanan terjadinya penyakit. Heritabilitas kuat juga ditunjukkan
pada studi dari Iceland dimana pasien yang diketahui menderita PsA di Reykjavk dikaitkan
dengan data geneologi Iceland. Kerabat tingkat pertama sampai kerabat tingkat keempat pasien
PsA memiliki risiko relatif berturut-turut 39, 12, 3.6 dan 2.3, mencerminkan suatu komponen
genetik yang kuat. Penurunan -1 lebih cepat 2x lipat berkaitan dengan tingkat hubungan
mengindikasikan bahwa gen multipel berkontribusi terhadap kerentanan dan terhadap beberapa
interaksi efek. Gen yang berhubungan dengan PsA termasuk alel HLA, MHC kelas I terkait
rantai gen (MIC), TNFA, IL23R, IL1 dan gen killer-cell immunoglobulin-like receptor (KIR).
HLA-B13, -B16 dan -B38, -B39, -B17 dan -Cw6 berhubungan dengan psoriasis, dengan atau
tanpa artritis, -B27 dan -B7 secara spesifik berhubungan dengan PsA. Namun karena banyaknya
pasien PsA yang memiliki psoriasis kulit maka sulit untuk menentukan apakah ada hubungan
genetik pada pasien PsA dibandingkan pada kontrol yang sehat berhubungan dengan psoriasis
atau dengan PsA.
Penelitian Genome-wide association terbaru mampu menyelidiki hubungan dengan PsA
dan perbedaan antara PsA dan psoriasis. HLA-C, IL12B dan TNIP1 berhubungan dengan PsA
saat dibandingkan dengan kontrol yang normal. Ada perbedaan yang signifikan secara statistik
antara PsA dan psoriasis pada 3 lokus (1) HLA-C, (2) IL12B dan (3) IL23R. HLA-C dan IL23R
mempunyai hubungan yang lebih kuat dengan psoriasis sementara IL12B dengan PsA. Suatu
GWAS dengan skala yang lebih kecil juga mengidentifikasi suatu lokus pada kromosom 4q27
khusus PsA (dan mungkin juga pada psoriasis) yang mengatur gen interleukin 2 (IL2) dan
interleukin 21 (IL21).
Polimorfisme genetik juga mempengaruhi fenotip PsA. Ditemukannya HLA-B39, HLAB27 disertai HLA-DR7 dan hanya HLA-DQ3 tanpa HLA-DR7 menunjukkan peningkatan risiko
progresifitas penyakit. Polimorfisme TNF berhubungan dengan penyakit yang erosif dan
kerusakan sendi yang progresif pada stadium awal PsA. Gen reseptor interleukin-4 (IL4R) 150V
SNP berhubungan dengan erosif PsA, meskipun hubungan tersebut tidak selalu ditunjukkan.
PATOGENESIS
sistem imun khususnya limfosit berperan penting dalam patogenesis PsA. Patogenesis
sebelumnya yaitu autoimunitas langsung menyerang autoantigen kulit dan sendi menyebabkan
peradangan kronik akibat autoreaktivitas limfosit sel T. Kerentanan genetik merupakan faktor
1

predisposisi bagi reseptor sel T untuk mengenali peptidenya sendiri yang diekspresikan pada
jaringan target. Respon terhadap ligan eksogen yang dikodekan oleh patogen dan episode
peradangan mengakibatkan ekspansi sel T CD8+ yang mengenali antigennya sendiri terkait stres
dan menginisiasi serta mempertahankan jalur peradangan yang dimediasi oleh ekspresi faktor
transkripsi seperti nuklear faktor-B dan activator protein-1, mengakibatkan peradangan pada
kulit dan sinovial. Dampak utama meliputi ekspresi autoantigen, ikatan peptida autoantigen oleh
molekul MHC kelas I menyebabkan aktivasi dan ekspansi klonal awal dari suatu respon imun
adaptif. Akan tetapi, studi pencitraan, histologi dan genetik baru-baru ini membuat peneliti
mempertimbangkan kembali hal ini, terutama mengenai penyakit sendi dan kuku. Entesitis yang
tidak dikenali secara klinis sering ditemukan pada PsA dan pada psoriasis tanpa artritis. Entesitis
berhubungan dengan osteitis yang berdekatan atau peradangan tulang dan sinovial. Penyakit
kuku adalah tanda PsA pada pasien dengan psoriasis, karena terjadi pada hampir 90 % pasien
PsA, tapi kurang dari 50 % pada pasien psoriasis. Kuku berhubungan erat dengan sendi
interfalang distal (IFD) dan lokasi dari insersi tendon ektensor yang berkaitan dengan sendi, serta
kaitan antara penyakit sendi IFD, lesi pada kuku di sekitar sendi dan peradangan entesitis
ditunjukkan baru-baru ini. Hal ini mengemukakan bahwa membran sinovial dan entesis
membentuk suatu synovioentheseal complex dan entesitis merupakan kumpulan lesi patologi
yang dapat menerangkan berbagai manifestasi klinis dari PsA. Faktor spesifik jaringan, termasuk
mikrotrauma, menyebabkan aktivasi imun bawaan setempat dan peradangan yang menetap.
Hubungan genetik PsA dengan alel HLA kelas 1 dan gen KIR serta hubungan antara PsA
juvenile dan Mediteranean Fever (MEFV) dan NLR family, daerah pirin yang mengandung 3 gen
(NLRP3) menunjukkan bahwa PsA berhubungan dengan autoinflammasi akhir dibandingkan
autoimun akhir dari spektrum penyakit yang dimediasi oleh imun. Lokalisasi pada penyakit
autoinflammasi terutama ditentukan oleh respon imun bawaan terhadap faktor spesifik jaringan
lokal.
Terdapat bukti bahwa sistem monosit-makrofag memegang peranan utama dalam inisiasi
dan mempertahankan inflamasi sendi. Monosit berdiferensiasi menjadi makrofag, osteoklas, sel
Langerhans atau sel dendritik sebagai respon terhadap sinyal lingkungan mikro. Pada jaringan
entesis, monosit merupakan sel utama yang menginfiltrasi fibrokartilago. Monosit juga terdapat
dalam lapisan sinovial dari sendi psoriasis dan menginfiltrasi lapisan subsinovial. Peningkatan
frekuensi prekursor osteoklas dalam aliran darah ditemukan dalam aliran darah dan jaringan

sinovial pasien PsA. Prekusor-prekusor yang berasal dari monosit CD14+ dalam aliran darah,
berdiferensiasi menjadi osteoklas setelah terpapar faktor perangsang koloni monosit (M-CSF)
dan pengaktif reseptor dari nuclear factor-B ligand (RANKL) diekspresi oleh sel lapisan
sinovial pada sinovium psoriasis yang meradang dan bertanggungjawab untuk terjadinya erosi
tulang. Frekuensi prekusor osteoklas dalam aliran darah pasien PsA menurun dengan cepat
setelah diterapi dengan agen anti-TNF dan mungkin menjelaskan efek anti erosifnya.
Kotak 19-1 KRITERIA CASPAR
Untuk memenuhi kriteria CASPAR (CLASsification criteria for Psoriatic ARthritis), pasien harus mengalami
penyakit peradangan artikuler (sendi, spinal atau enteses) disertai 3 poin dari kategori berikut:
-

Bukti adanya psoriasis yang sedang terjadi, riwayat psoriasis atau riwayat keluarga psoriasis. Psoriasis
sekarang didefinisikan sebagai penyakit psoriasis pada kulit atau kulit kepala yang didiagnosa oleh ahli
rematologi atau dermatologi. Riwayat psoriasis didefinisikan sebagai riwayat psoriasis yang diperoleh
dari keterangan pasien, dokter keluarga, ahli dermatologi, ahli rematologi atau paramedis yang
memenuhi syarat. Riwayat keluarga psoriasis didefinisikan sebagai riwayat psoriasis dalam kerabat

tingkat pertama atau kedua berdasarkan keterangan pasien.


Distrofi kuku psoriasis yang khas meliputi onikolisis, pitting dan hiperkeratosis dilihat dari pemeriksaan
fisik saat ini. Hasil tes faktor rematoid negatif melalui berbagai metode kecuali latex tetapi lebih sering
melalui enzyme-linked immunosorbent assay atau nephelometry, berdasarkan nilai referensi laboratorium
setempat.

GAMBARAN
- Daktilitis
KLINIS
didefinisikan sebagai suatu pembengkakan pada seluruh jari baik yang sedang terjadi atau
Kriteria klasifikasi
CASPAR
menetapkan
sebagai suatu
penyakit
peradangan
muskuloskletal
riwayat daktilitis
yang dilaporkan
olehPsA
ahli rematologi.
Gambaran
radiografi
pembentukan
tulang baru
yang melibatkan
sendi,
spinalsebagai
atau entesis.
klinis
PsA
meliputi
artritis
perifer,
artritis
juxtaarticular,
tampak
osifikasi Gambaran
dekat tepi sendi
yang
tidak
jelas (tetapi
harus
mengeksklusi
formasi ostefit)
pada radiografi
sederhana
dari tangan atauGambaran
kaki.
aksial (spondilitis),
entesitis,
daktilitis
dan tenosinovitis.
khas dari peradangan artritis
*Psoriasis ditetapkan skor 2; semua gambaran lainnya ditetapkan skor 1. Dari Taylor W dkk: Classification

adalah
sendi,arthritis.
bengkak,
kaku,
kemerahan
dan berkurangnya
mobilitas. Artritis pada PsA
criterianyeri
for psoriatic
Arthritis
Rheum
54(8):2665-2673,
2006.
sering timbul perlahan dan mengenai satu atau lebih sendi. Bentuk awal PsA yang khas adalah
oligoartikuler (mengenai kurang dari 5 sendi) (Gambar 19-1). Stadium awal PsA sering
melibatkan sendi ektremitas bawah, tetapi semua sendi pada tubuh dapat terkena. Psoriasis
artritis oligoartikuler kemudian berkembang menjadi poliartritis. Sendi yang biasanya terlibat
pada pasien PsA antara lain sendi IFD (Gambar 19-2). Biasanya kuku yang dekat dengan sendi
yang terlibat menunjukkan perubahan kuku yang khas untuk psoriasis. Distribusi sendi yang
terlibat pada PsA sering asimetris. Namun, karena jumlah sendi yang terkena bertambah maka
ada kecenderungan menjadi simetris. Pasien PsA kurang nyeri dibandingkan RA. Oleh karena
itu, pasien mengabaikan tingkat peradangan pada sendi mereka. Disamping artritis perifer, PsA

juga mengenai sendi aksial pada 30 % - 50 % pasien PsA. Artritis peradangan aksial berupa nyeri
leher atau peradangan punggung, biasanya berkaitan dengan kekakuan dan memburuk setelah
inaktivitas yang panjang seperti waktu tidur malam hari. Nyeri dan kekakuan peradangan aksial
biasanya meningkat dengan aktivitas. Akan tetapi, gambaran radiografi keterlibatan sendi aksial
tampak pada sebagian besar pasien PsA perifer tanpa gejala aksial. Artritis aksial menyebabkan
keterbatasan dalam pergerakan tulang belakang. Proses ini dapat menyebabkan tulang belakang
tidak dapat digerakkan dan seluruhnya bergabung menjadi satu, kadang-kadang disebut dengan
tulang belakang bambu.

19-2.
kuku kaki
psoriasis
dan
Gambar 19-1.
Pembengkakan
dan eritema
sendi Gambar
Daktilitis
didefinisikan
sebagai
pembengkakan
seluruh
jariDistrofi
tangan atau
y

yang

ketiga metakarpofalang kiri (tanda panah) artritis dari sendi interpalang distal kelima (tanda
panah)
padadari
pasien
dengan
psoriasis19-3).
artritis. Daktilitis
menandakanmerupakan
peradangan suatu
artritismanifestasi
pada pasienyang
meradang,
khas
PsA
(Gambar
dengan psoriasis artritis.

terjadi karena peradangan sendi, tendon, tulang dan jaringan lunak pada jari-jari. Daktilitis yang
persisten menyebabkan kerusakan sendi pada jari tersebut. Daktilitis merupakan tanda keparahan
psoriasis artritis. Entesitis adalah suatu peradangan pada entesis (daerah dimana tendon atau
ligamen melekat pada tulang), merupakan suatu manifestasi PsA lainnya yang penting. Daerah
yang paling sering dirusak oleh entesitis adalah fasia plantar pada telapak kaki (fasitis plantar)
dan insersi tendon Achilles pada belakang tumit (entesitis Achilles). Entesitis juga dapat
mengenai daerah yang lain termasuk daerah insersi tendon pada patela, bahu, siku, pelvis,
prosesus spinosum dan dinding dada. Tenosinovitis atau peradangan selaput tendon, dapat
mengenai tendon pada tangan, pergelangan tangan dan sekitar pergelangan kaki (Kotak 19-2).
Kotak 19-2 Bentuk PsA Berdasarkan Moll dan Right
Lima bentuk PsA yang digambarkan oleh Moll dan Wright meliputi hal berikut:
1. Oligoartritis asimetris
2. Poliartritis simetris yang mirip dengan rematoid artritis
3. Spondiloartritis
4. Artritis sendi interfalang distal
5. Mutilans artritis
*dari Moll JM, Wright V: Psoriasis arthritis. Semin Artritis Rheum 3:55, 1973.

Kategori oligoartritis asimetris meliputi pasien dengan empat atau kurang sendi yang
mengalami artritis. Sendi yang terlibat biasanya tungkai bawah dan kurang simetris. Pada
kategori poliartritis simetris, lima atau lebih sendi yang terlibat dalam pola simetris. Oleh karena
itu, kadang sulit membedakan PsA dengan RA. Kategori spondiloartritis meliputi pasien dengan
keterlibatan utama tulang belakang (artritis aksial), sama dengan keterlibatan pada pasien dengan
AS. Seperti namanya, kategori artritis sendi interfalang distal meliputi pasien dengan keterlibatan
yang tersering pada sendi IFD. Artritis mutilans menggambarkan suatu kategori artritis yang
parah yang menyebabkan pemendekan dan destruksi jari-jari tangan dan kaki (liat Gambar 193.1 pada edisi online). Meskipun kategori-kategori ini sudah dideskripsikan sebelumnya, namun
dengan segera disadari bahwa semakin lama durasi penyakit maka jumlah sendi yang terlibat
bertambah dan keterlibatan menjadi semakin simetris. Keterlibatan sendi distal juga biasa terjadi
dan terlihat pada semua kategori. Mutilans artritis juga merupakan manifestasi dari keparahan
proses artritis dan bukan suatu kategori yang khusus. Oleh karena itu, para ahli sekarang
mengklasifikasi artritis menjadi artritis perifer, artritis perifer dengan artritis aksial dan artritis
aksial.

Gambar 19-3. Daktilitis jari kaki ketiga Gambar 19-3.1 (edisi online) Destruktif artritis
(tanda panah) pada pasien psoriasis menyebabkan pemendekan jari-jari pada pasien
artritis
psoriasis
KETERLIBATAN
KULIT. Banyak pasien
PsA artritis.
menderita psoriasis vulgaris. Sekitar

70 %

pasien dengan PsA, awalnya timbul psoriasis dan manifestasi artritis terjadi setelah beberapa
waktu, rata-rata dalam waktu 10 tahun. Akan tetapi, sekitar 15 % baik artritis maupun psoriasis
terjadi secara bersamaan dan sisanya, awalnya timbul artritis dan diikuti manifestasi psoriasis
kulit dalam waktu beberapa tahun kemudian. Pasien yang datang ke klinik dermatologi dan
pasien yang rawat inap dengan psoriasis memiliki prevalensi PsA yang lebih tinggi dibandingkan
5

dengan pasien psoriasis yang dijumpai di masyarakat. Pasien yang semakin luas keterlibatan
psoriasisnya juga melaporkan prevalensi PsA yang lebih tinggi ketika disurvei melalui
wawancara lewat telepon. Laporan pasien psoriasis yang lebih luas juga dilaporkan memiliki
prevalensi PsA yang lebih tinggi saat disurvei melalui wawancara lewat telepon. Jadi, pasien
dengan psoriasis yang lebih berat memiliki prevalensi PsA yang lebih tinggi. Namun sebagian
besar pasien yang mengunjungi klinik rematologi karena artritis hanya mengalami psoriasis yang
ringan hingga sedang.
KETERLIBATAN KUKU. Distrofi kuku psoriasis biasanya bermanifestasi sebagai pitting dan
onikolisis (lihat Bab 18). Meskipun 40 % pasien psoriasis tanpa PsA memiliki lesi kuku,
keterlibatan kuku jauh lebih sering terjadi pada pasien PsA yaitu mengenai hampir sekitar 90 %.
Jadi, lesi pada kuku merupakan gambaran klinis yang membedakan pasien psoriasis artritis
dengan pasien psoriasis biasa. Dasar kuku berhubungan erat dengan sendi IFD, keterlibatan kuku
dikaitkan dengan artritis pada sendi-sendi tersebut.
MANIFESTASI EKSTRA-ARTIKULAR. Selain mengenai kulit, kuku dan sendi, pasien
dengan PsA juga melibatkan organ penting lainnya. Keterlibatan mata sering terjadi.
Konjungtivitis dan uveitis terjadi pada 2,3 % pasien. Peradangan membran mukosa tampak
berupa ulkus pada mulut yang sangat nyeri dan uretritis. Inflammatory bowel disease pada PsA
mirip penyakit Crohn dan atau ulserasi kolitis dan dapat menyebabkan nyeri abdomen, diare dan
perdarahan.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM. Pemeriksaan laboratorium biasanya dilakukan saat
menegakkan diagnosis dan dilakukan secara periodik setelahnya. Namun, hingga saat ini tidak
terdapat pemeriksaan diagnostik untuk PsA. Pada fase akut laju endap darah (LED) dan CRP
sering normal. Laju endap darah dan atau CRP meningkat pada kurang dari 50 % pasien dengan
PsA. Faktor rematoid biasanya negatif dan membantu menyingkirkan RA. HLA-B*27 positif
pada 20 % pasien PsA. Pemeriksaan radiologi (sinar X, ultrasonografi dan magnetic resonance
imaging) memberikan petunjuk penting untuk menegakkan diagnosis dan perluasan peradangan
serta kerusakan. Namun, ditemukannya periostitis dan pembentukan tulang baru dekat
perbatasan sendi mungkin dapat dianggap spesifik untuk PsA. Meskipun pemeriksaan ini saja
tidak dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis namun dapat membantu menyingkirkan
kondisi lain yang menyerupai PsA. Jika cairan sinovial diambil maka dapat menunjukkan
6

peradangan dan membantu menyingkirkan kristal artritis dan infeksi. Pemeriksaan darah lengkap
dan fungsi hati serta ginjal sering dilakukan untuk mengontrol efek samping dari terapi obat.
GAMBARAN

RADIOLOGI

PsA.

Pencitraan

merupakan

modalitas

penting

untuk

mendiagnosis pasien PsA. Pencitraan melengkapi penegakan diagnosis secara klinis dan
membantu mengkonfirmasi diagnosis serta menentukan keparahan penyakit. Berbagai modalitas
digunakan dalam mendiagnosis PsA termasuk sinar X, ultrasound, CT-scan, MRI dan bone scan.
RADIOGRAFI SEDERHANA (SINAR X). Sinar X merupakan pilihan utama untuk
penegakan diagnosis radiologi PsA. Sinar X relatif murah, mudah tersedia dan dapat dibaca oleh
banyak dokter. Ketika PsA dicurigai secara klinis maka perlu dilakukan radiografi dari tangan,
kaki, pelvis, tulang belakang dan sendi lain yang terkena untuk melihat perubahan yang terjadi
pada PsA. Sinar X juga digunakan untuk mendiagnosis keparahan penyakit dan mengikuti
perjalanan penyakit. Perubahan radiografi umumnya lebih menggambarkan kerusakan pada sendi
dibandingkan peradangan akut. Pada stadium awal penyakit, sinar X dari tangan dan kaki
menunjukkan pembengkakan jaringan lunak sekitar sendi yang terkena. Jika terjadi daktilitis,
pembengkakan jaringan lunak akan melibatkan seluruh jari tangan atau kaki. Pada penyakit yang
lebih berat, erosi timbul dekat tepi sendi dan merupakan tanda dari keparahan penyakit (Gambar
19-4). Erosi dapat terjadi paramarginal, berbeda dengan RA dimana erosi biasanya terjadi
marginal. Pada erosi PsA sering disertai oleh pembentukan tulang baru. Kombinasi erosi dan
pembentukan tulang baru pada tepi sendi merupakan karakteristik dari PsA (Gambar 19-5).
Perkembangan lanjut erosi menyebabkan ruang sendi menyempit dan akhirnya terjadi kerusakan
seluruh sendi, baik lisis seluruh sendi yang disebut perubahan pencil in cup maupun
pemendekan seluruh tulang pada sendi disebut ankilosis (Gambar 19-6).

Gambar 19-4. Radiografi kaki pasien


psoriasis artritis menunjukkan erosi luas
soliter pada proksimal tulang metatarsal
keempat (tanda panah).

Sinar X pelvis sering

Gambar 19-5. Radiografi tangan pasien psoriasis


artritis menunjukkan erosi, ruang sendi menyempit, dan
pembentukkan tulang baru pada pergelangan tangan,
sendi karpometakarpal, metakarpofalang, interfalang
menunjukkan proksimal
perubahan
gambaran sakroiliitis. Perubahan paling
dan sendi interfalang distal.

awal yang terlihat meliputi pelebaran ruang sendi, dimana sering sulit untuk dinilai (Gambar 196.1 edisi online). Selanjutnya, terbentuk erosi diikuti dengan sklerosis dan selanjutnya
pembentukan jembatan tulang melintasi sendi, hingga akhirnya menyebabkan penyatuan sendi
secara komplit (Gambar 19-6.2 edisi online). Sinar X pada leher dan punggung sering
menunjukkan perubahan yang menggambarkan akibat dari peradangan pada sendi tulang
belakang. Perubahan paling awal terjadi pada bagian lateral dari tulang belakang yaitu sudut
vertebra yang licin, erosi dan vertebra menjadi lebih persegi. Kemudian diikuti penyatuan tulang
atau sindesmofit marginal yang dimulai dari ujung vertebra melewati celah sendi. Penyatuan
tulang yang lengkap dapat terjadi. Jika banyak vertebra yang menyatu, disebut tulang belakang
bambu. Perubahan ini sangat mirip dengan perubahan pada AS (Gambar 19-7). Sering pada
PsA, sindesmofit dapat berkembang dari tempat yang jauh dari tulang vertebra. Adanya
sindesmofit nonmarginal merupakan tanda khas dari PsA (Gambar 19-7.1 edisi online).
Perubahan ini dapat terjadi pada daerah mana saja, tulang vertebra servikal dan lumbal paling
sering terkena. Pada tulang belakang servikal, adakalanya terjadi subluksasi atlanto-aksial dan
menyebabkan akibat yang serius.

Ankilosis

Gambar 19-6. Perubahan destruktif


lanjut pada sendi tangan meliputi
perubahan pencil-in-cup dan ankilosis
pada pasien psoriasis artritis.
Perubahan
cup

pencil-in-

Gambar 19-6.1 (edisi online) Sakroiliitis


stadium 2: radiografi dari pelvis
menunjukkan erosi dan sklerosis dari kedua
sendi sakroiliaca
pada pasien
psoriasis
ULTRASOUND
IMAGING.
Ultrasound
arthritis.

Gambar 19-6.2 (edisi online) Sakroiliitis stadium 4:


radiografi dari pelvis menunjukkan penyatuan
lengkap dari kedua sendi sakroiliaca pada pasien
psoriasis arthritis.dengan pemeriksaan Doppler,
dikombinasi

dapat

mendeteksi peradangan aktif pada sendi dan entesis. Ultrasound juga dapat mendeteksi erosi
sebelum tampak pada sinar X khususnya pada sendi tangan. Ultrasound juga bisa digunakan
untuk memandu injeksi kedalam sendi.

Gambar 19-7. Radiografi lateral dari tulang belakang


servikal menunjukkan sindesmofit marginal anterior dan
penyatuan sendi facet pada pasien psoriasis artritis.

MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI). Scan MRI dengan kontras dapat mendeteksi
peradangan aktif. MRI juga dapat menunjukkan erosi pada tulang bahkan sebelum terlihat pada
sinar X sederhana. Edema tulang yang sering mendahului timbulnya erosi juga dapat dideteksi
dengan mudah. Scan MRI juga sangat berguna untuk mendeteksi peradangan aktif pada tulang
belakang dan perubahan MRI biasanya lebih jelas sebelum abnormalitas terlihat pada sinar X.
Jadi, evaluasi MRI sangat penting pada diagnosis awal penyakit, khususnya yang mengenai
tulang belakang.
COMPUTERIZED TOMOGRAPHY. CT Scan sangat bermanfaat bila sendi atau tulang
belakang perlu dievaluasi lebih rinci, khususnya bila MRI tidak tersedia atau terdapat
kontraindikasi. CT scan juga memberikan suatu gambaran yang terperinci pada sendi. Tulang
terlihat lebih baik dibandingkan pada MRI. Namun, penggunaan CT scan perlu dipertimbangkan
karena paparan radiasi.
PERJALANAN DAN PROGNOSIS PENYAKIT
PsA memiliki perjalanan dan prognosis yang bervariasi. Sementara pada beberapa pasien
mengenai sedikit sendi dan tidak terjadi kerusakan yang berarti, namun pasien lainnya
berkembang sangat cepat, perkembangan ditandai kerusakan sendi dan disabilitas. Lebih dari 10
tahun diikuti, 55 % pasien memiliki setidaknya lima atau lebih kerusakan sendi secara klinis.
Seiring berjalannya waktu pasien dengan klinis PsA, 67 % memiliki paling sedikit satu erosi.
Pada awal penyakit, dari 129 pasien yang diperiksa dalam waktu 5 bulan dari onset gejala, 47%
terjadi erosi pada 2 tahun pertama. Faktor-faktor yang berhubungan dengan perkembangan
kerusakan sendi yaitu jumlah peradangan yang aktif dan kerusakan sendi yang terjadi, LED dan
jumlah peradangan sendi yang aktif pada tiap kunjungan. Pasien PsA yang mengalami remisi,
didefinisikan sebagai tidak adanya peradangan sendi yang aktif selama 12 bulan. Dalam suatu
observasi longitudinal kohort 17,6 % pasien mengalami remisi namun hanya 6 pasien yang
mengalami remisi lengkap tanpa peradangan sendi yang aktif, tanpa kerusakan dan berhenti
terapi. Periode remisi bertahan selama 2,6 tahun, kemudian 52 % pasien mengalami
kekambuhan. Jadi, penyakit yang aktif harus diobati secara agresif, terutama bila terjadi
perubahan erosif. Kualitas hidup dan fungsi pasien PsA berkurang dibandingkan dengan populasi
umum. Pasien PsA memiliki kualitas hidup dan fungsi yang buruk dibandingkan dengan pasien
dengan psoriasis.
10

KORMODITAS. Pasien psoriasis dan PsA mempunyai prevalensi penyakit jantung dan
pembuluh darah (PJP) yang tinggi. Pada pasien PsA, standar rasio prevalensi hipertensi, infark
miokard dan angina lebih tinggi dibandingkan dengan populasi umum. Untuk komorbiditas lain,
lihat bab 18.
MORTALITAS PADA PsA. Meskipun studi populasi menunjukkan bahwa PsA tidak
berhubungan dengan peningkatan mortalitas namun studi klinis menunjukkan bahwa pasien PsA
mempunyai risiko mortalitas yang tinggi, meskipun risiko tersebut terlihat menurun pada dekade
terakhir. Empat hal yang menyebabkan kematian adalah penyakit sistem sirkulasi atau sistem
pernapasan, keganasan dan injuri/keracunan. Bukti yang menunjukkan terdapatnya suatu
penyakit yang aktif dan berat sebelumnya, antara lain riwayat pengobatan, ditemukannya
perubahan radiologis dan peningkatan LED, merupakan indikator prognosis kematian.
DIAGNOSIS AWAL
PsA memiliki perjalanan klinis yang tidak dapat diprediksi. Kerusakan radiografi dapat terjadi
dalam waktu 2 tahun dari onset penyakit pada hampir sebagian besar pasien PsA dan perjalanan
penyakit biasanya progresif kronis. Dengan tersedianya terapi yang efektif diharapkan diagnosis
dini dapat membantu mencegah terjadinya kerusakan. Karena psoriasis kulit timbul terlebih
dahulu atau terjadi bersamaan dengan penyakit sendi pada 85 % pasien dengan PsA maka
skrining pasien psoriasis untuk mengetahui PsA berpotensi untuk membantu mendeteksi PsA
lebih dini.
Beberapa alat skrining baru-baru ini telah dikembangkan. Psoriasis and Arthritis
Questionnaire (PAQ) dan modifikasinya, kuesioner Psoriatic Arthritis Screening and Evaluation
(PASE), kuesioner Psoriasis Epidemiology Screening Tool (PEST) dan Psoriasis and Arthritis
Screening Questionnaire (PASQ) telah dikembangkan khusus untuk menskrining PsA pada
pasien psoriasis, sedangkan Toronto Psoriatic Arthritis Screen (ToPAS) telah dikembangkan
untuk digunakan pada populasi umum dan juga pada pasien psoriasis. Kuesioner PASE, PEST
dan ToPAS memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi. Studi pencitraan menggunakan
scintigraphy, MRI dan ultrasound menunjukkan kelainan pada pasien psoriasis, yang tidak
memiliki PsA yang jelas. Soluble biomarkers juga telah dievaluasi sebagai tanda untuk
menskrining PsA pada pasien psoriasis; CRP dan Matrix Metalloproteinase-3 juga dapat
digunakan. Prekursor osteoklas dalam aliran darah meningkat pada pasien PsA dan psoriasis dan
menurun dengan pemberian terapi anti-TNF. Pada studi prospektif, prediktor klinis untuk PsA
11

pada pasien psoriasis meliputi adanya psoriasis pada kulit kepala atau intergluteal/perianal, > 3
tempat yang terkena dan adanya distrofi kuku.
DIAGNOSIS BANDING. Sejumlah kondisi artritis dapat terjadi pada pasien psoriasis dan harus
dibedakan dengan PsA (Tabel 19-1). Psoriasis adalah suatu kondisi yang sering terjadi pada 23% dari populasi dan rematoid artritis adalah bentuk terbanyak dari peradangan artritis yang
terjadi pada 1% dari populasi, rematoid artritis dan psoriasis yang terjadi bersamaan dapat
diperkirakan dengan kemungkinan 2 pada 10,000 orang. Oleh karena rheumatoid arthritis (RA)
juga merupakan suatu peradangan sehingga mirip dengan PsA, kedua entitas ini mungkin sulit
dibedakan. Osteoartritis merupakan bentuk artritis yang paling sering, terjadi sekitar 5 % dari
populasi dan dapat terjadi bersamaan dengan psoriasis. Osteoartritis biasanya bukan merupakan
bentuk artritis yang meradang namun dapat mempengaruhi sendi IFD, suatu lokasi yang sering
terkena pada pasien PsA. Pasien PsA juga memiliki prevalensi hiperurisemia dan gout yang
tinggi serta kadangkala gout artritis mirip PsA. PsA juga harus dibedakan dari SpA lainnya.

Tabel 19-1 Diagnosis Banding dari Artritis pada Pasien dengan Psoriasis
Manifestasi
PsA
RA
Gout
Onset umur
36-an
40-an
Semua umur
Pria:Wanita
1,1 : 1
1: 3
3:1
Sendi yang
Sendi interfalang
Sendi
Jari-jari kaki, sendi

Osteoartritis
Lebih dari 50
1:1
Tulang panggul,

terkena

lutut

lengan distal

distal dan proksimal,

metakarpofalang dan

kecil dan besar

interphalang
proksimal, kecil dan

Simetris
Kemerahan

Biasanya asimetris
Ya

besar
Simetris
Tidak

Biasanya asimetris
Ya

Dapat simetris
Tidak

diatas sendi
Penyakit spinal
Daktilitis
Entesitis
Nodul

Ya, peradangan
Ya
Ya
Tidak

Tidak
Tidak
Tidak
Ya, permukaan

Tidak
Podagra
Tidak
Tofus

Ya, degeneratif
Tidak
Tidak
Herbedens dan

Psoriasis
Lesi kuku

100 %
87 %

ekstensor
1-3 %
Tidak

1-3 %
Tidak

Bouchards
1-3 %
Tidak

Diagnosis PsA dipertimbangkan saat pasien datang dengan penyakit peradangan


muskuloskeletal. Dapat dalam bentuk artritis, daktilitis, entesitis atau spondilitis. Timbulnya
psoriasis kulit adalah suatu petunjuk penting dan harus diperiksa secara teliti, terutama di regio
tersembunyi seperti kulit kepala, umbilikus, dibawah payudara atau pada jalan lahir. Kuku
12

diperiksa untuk melihat perubahan kuku psoriasis sebagai bukti bahwa psoriasis mungkin hanya
terjadi pada kuku. Bentuk keterlibatan pada PsA sering asimetris. Hal ini berbeda dengan kasus
RA, yang cenderung simetris. Bentuk khas dari PsA adalah keterlibatan pola ray dari semua
sendi terutama jari tangan atau kaki, seperti berlawanan dengan sendi lainnya. Distribusi ray
adalah khas untuk PsA dan tidak ada pada RA maupun OA. Terjadinya daktilitis merupakan
suatu gambaran penting. Daktilitis merupakan gambaran khas PsA dan tidak terjadi pada RA.
Satu-satunya kondisi artritis lainnya yang dapat bermanifestasi dengan daktilitis adalah reaktif
artritis, yang tidak berhubungan dengan psoriasis tapi lesi mirip psoriasis dapat terjadi (lihat bab
20). Keterlibatan tulang belakang muncul sebagai peradangan pada leher atau nyeri punggung
dengan atau tanpa keterbatasan mobilitas pada sebagian pasien PsA, terutama pada penyakit
yang didiagnosis baik. Ini bukan suatu gambaran dari RA. Adanya artritis tulang belakang dan
perifer membuat diagnosa PsA sangat mungkin dan hampir menyingkirkan RA.
Diagnosis PsA terkadang dibuat meski tanpa adanya psoriasis. Jika gambaran
karakteristik diatas tampak meski tanpa psoriasis kulit, diagnosis PsA dapat dipertimbangkan.
Diagnosis terutama jika ada riwayat keluarga yang menderita psoriasis atau PsA. Diagnosis juga
dapat ditegakkan jika gambaran karakteristik radiografi seperti perubahan pencil-in-cup,
ankilosis tulang, pembentukan tulang baru yang dekat dengan tempat erosi dan adanya
sindesmofit non marginal.
Pemeriksaan laboratorium hanya sedikit berperan dalam menegakkan diagnosis PsA.
Khasnya hasil pemeriksaan faktor rematoid negatif, walaupun hasil pemeriksaan positif tidak
menyingkirkan diagnosis. Peningkatan LED atau CRP hanya terdapat pada sebagian pasien.
Akan tetapi, peningkatan LED atau CRP merupakan tanda dari keparahan. Laju endap darah
merupakan suatu prediktor dari progresi kerusakan sendi dan mortalitas sedangkan CRP adalah
prediktor dari progresi kerusakan radiologik. Pemeriksaan lain yang biasanya dilakukan adalah
pemeriksaan rutin seperti darah lengkap, pemeriksaan fungsi hati dan ginjal. Meskipun
pemeriksaan ini tidak penting untuk menegakkan diagnosis, namun memberikan informasi
penting adanya kondisi kormobid dan penting untuk memantau pengobatan. Bila cairan sinovial
diaspirasi dari sendi, dapat diperiksa untuk mengkonfirmasi peradangan dan menyingkirkan
penyebab lain dari peradangan seperti infeksi dan kristal. Biopsi sinovial biasanya dilakukan
menggunakan arthroscope, menunjukkan terjadinya peradangan kronis dan kadang diperlukan
untuk menyingkirkan infeksi kronis. Seperti diuraikan diatas, pencitraan adalah sangat penting
untuk menegakkan diagnosis PsA.
13

PENATALAKSANAAN
Farmakoterapi merupakan dasar dari penatalaksanaan PsA. Terapi obat tergantung dari derajat
keparahan dan stadium artritis serta keparahan lesi kulit. Pasien idealnya dirawat oleh tim
kesehatan profesional yang terdiri dari ahli rematolog, dermatolog, fisioterapi dan terapis.
Apabila masalah utamanya adalah penyakit kulit dan artritisnya ringan, pasien didiagnosa
lengkap oleh rematolog kemudian diterapi oleh dermatolog. Diagnosis yang periodik oleh
rematolog pada kasus seperti itu akan sangat ideal. Dilain pihak, jika masalah utama adalah
penyakit sendi, ahli rematolog yang harus mengobati pasien, dengan konfirmasi diagnosis
psoriasis dari ahli dermatolog dan memberikan masukan jika penyakit kulit tetap memburuk.
Terapi obat untuk psoriasis artritis diklasifikasikan dalam Kotak 19-3.
KOTAK 19-3 Terapi Obat untuk PsA
Terapi untuk mengurangi gejala
Terapi dengan Disease Modifying Anti Rheumatic Drugs (DMARDs)
Terapi dengan agen-agen biologis

OBAT ANTI INFLAMASI NON STEROID (OAINS)


Obat anti inflamsi non steroid sangat bermanfaat untuk pengobatan PsA dan meringankan gejala
seperti nyeri dan kekakuan. Namun OAINS tidak dapat mencegah progresi penyakit dan dapat
memperburuk lesi kulit. Obat ini digunakan sebagai terapi tunggal untuk mengobati PsA ringan
dan untuk mengatasi gejala nyeri, bengkak karena peradangan dan kaku di pagi hari. Dengan
adanya laporan baru-baru ini tentang peningkatan risiko infark miokard dan stroke dengan
penggunaan jangka panjang dari COX-2 inhibitors, penggunaan OAINS non-selektif seperti
naproxen, ibuprofen, diklofenak, indometasin atau aspirin (dengan atau tanpa misoprostol/H2blockers/penghambat pompa proton) lebih baik. Jika gejala menetap atau bila banyak sendi
bertambah setelah terapi adekuat dengan 2 OAINS yang berbeda, Disease Modifying AntiRheumatic Drug (DMARD) harus dipertimbangkan.
KORTIKOSTEROID
Terapi kortikosteroid dalam bentuk injeksi kortikosteroid intra-artikular (triamsinolon,
metilprednisolon) ke dalam sendi di klinik maupun dengan tuntunan ultrasound sering
dikerjakan untuk mengurangi gejala dengan cepat dimana hanya satu atau beberapa sendi yang
terlibat. Bentuk terapi ini terbukti efektif untuk PsA. Kortikosteroid oral kadang-kadang
digunakan untuk mengurangi gejala ketika terjadi poliartritis atau ketika respon terhadap OAINS
tidak adekuat serta terjadi disabilitas yang signifikan. Namun penggunaan glukokortikosteroid
14

perlu diperhatikan dan diturunkan secara perlahan, karena psoriasis dapat memburuk dan
kadang-kadang dapat berkembang menjadi bentuk yang lebih berat seperti psoriasis pustular.
Penatalaksanaan dengan steroid oral biasanya dipilih sebagai terapi jangka pendek, sampai obat
lain yang masa kerjanya lebih panjang memberikan efek. Terapi steroid jangka panjang
berhubungan dengan gangguan seperti tekanan darah tinggi, katarak, kenaikan berat badan,
diabetes, osteoporosis dan nekrosis avaskuler di tulang.
TERAPI OBAT YANG DAPAT MENGURANGI PENYAKIT (DISEASE MODIFYING
DRUG THERAPY)
Terdapat suatu jeda percobaan klinis pada agen-agen terapi (DMARDs) yang dapat
mempengaruhi penyakit. Terdapat kekurangan dari uji klinis dengan agen antirematik untuk
mengurangi sakit (DMARDs) pada PsA. Suatu penelitian sistematik yang dipublikasikan barubaru ini dan meta-analisis tentang efektifitas dan toksisitas DMARDs dan agen biologis untuk
terapi PsA menunjukkan bahwa pengobatan lebih efektif dibandingkan plasebo (RR= 0,35; 95%
CI 0.25, 0.49) namun lebih menyebabkan toksisitas (RR= 2.33; 95% CI 1.61, 3.37).
METOTREKSAT. Mesikpun metotreksat paling sering digunakan untuk mengobati PsA,
metotreksat oral (MTX) telah dievaluasi hanya pada satu uji RCT. Selama 12 minggu uji
plasebo-kontrol dengan MTX oral dosis rendah diberikan dosis 2.5-5.0 mg setiap 12 jam dengan
3 dosis berurutan setiap minggu diakhiri setelah didapatkan 37 pasien. Metotreksat secara
signifikan meningkatkan diagnosis dokter secara menyeluruh, tetapi tidak ada efek yang
signifikan terhadap skor nyeri dan pembengkakan sendi, diagnosis pasien dan LED. Akan tetapi,
suatu analisa retrospektif pada pasien PsA yang diterapi dengan MTX selama 24 bulan
dibandingkan dengan suatu kontrol yang matched tanpa terapi tidak menunjukkan banyak
perbedaan terhadap skor progresi radiografi diantara kedua kelompok. Analisa ulang penelitian
kohort yang sama menunjukkan dalam dekade terakhir pengobatan dengan MTX mengalami
perubahan yaitu memasukkan pasien yang memiliki durasi penyakit lebih pendek serta
kerusakan lebih sedikit kemudian diberikan dosis yang lebih tinggi, kemungkinan memberikan
respon yang lebih baik dengan progresifitas kerusakan lebih sedikit. Ahli rematolog telah
menggunakan MTX sebagai lini pertama DMARD berdasarkan efektifitas MTX pada pasien RA
dan psoriasis meskipun masih sedikit bukti dari uji-uji RCT. Pasien yang diobati dengan MTX
memerlukan pemeriksaan rutin darah lengkap, pemeriksaan fungsi hati dan kreatinin. Hasil
pemeriksaan yang abnormal memerlukan penyesuaian dosis atau penghentian terapi. Meskipun
15

toksisitas hati dapat terjadi tanpa adanya kelainan pemeriksaan serum fungsi hati, biopsi hati
tidak secara rutin dikerjakan oleh reumatolog oleh karena biopsi tersebut seringkali dikerjakan
oleh dermatolog. Terdapat peningkatan prevalensi obesitas, sindroma metabolik dan diabetes tipe
2 pada pasien psoriasis. Pasien psoriasis yang diterapi dengan MTX dan memiliki faktor risiko
terjadinya penyakit pada hati, terutama obesitas atau diabetes tipe 2, memiliki risiko lebih tinggi
terjadinya fibrosis hati yang berat dibandingkan dengan pasien yang tanpa faktor risiko, bahkan
ketika diberikan dosis kumulatif metotreksat yang lebih rendah. Faktor risiko ini penting untuk
steatohepatitis non alkohol bahkan ketika tidak mengkonsumsi MTX. Masih belum jelas apakah
dosis mingguan MTX yang rendah secara independen meningkatkan risiko terjadinya sirosis.
Dalam praktek klinis, akan sangat bijaksana untuk melakukan biopsi hati serial setelah dosis
kumulatif MTX 1,5 g terutama pada pasien-pasien yang mempunyai faktor risiko untuk
terjadinya fibrosis dan sirosis seperti obesitas, sindrom metabolik, diabetes tipe 2, hepatitis viral
dan pengguna alkohol yang aktif.
SULFASALAZINE. Lima uji RCT telah mengevaluasi sulfasalazine (SSZ) pada pengobatan
psoriasis didapatkan manfaat SSZ menengah. Pada penelitian yang lebih besar, 221 pasien PsA
diobati dengan SSZ 2 g/hari selama 36 minggu. Kriteria respon artritis psoriasis atau psoriatic
arthritis response criteria (PsARC) dikembangkan khusus untuk studi ini menunjukkan
perbaikan signifikan secara statistik pada kelompok yang diobati (57,8% SSZ dibandingkan
dengan 44,6% plasebo, p=0.05). Tetapi, satu-satunya alat penilaian terhadap indeks responder ini
adalah patient global assessment dan analisis longitudinal menyatakan kecendrungan pemilihan
pengobatan SSZ. Suatu pemeriksaan sistematik menyatakan bahwa takaran efek untuk SSZ
kurang dari 0.2 merupakan kadar yang dibutuhkan untuk memperkuat respon. Obat ini tidak
ditujukan untuk mencegah progresi dari kerusakan sendi.
SIKLOSPORIN. Siklosporin A (SkA) efektif untuk mengontrol psoriasis. Suatu RCT fase 3
membandingkan SkA 3 mg/kg/hari yang ditambahkan pada terapi standar, SSZ 2 g/hari yang
ditambahkan pada terapi standar dan terapi standar saja, menunjukkan bahwa SkA ditoleransi
baik dan lebih efektif dari terapi standar dan SSZ. Dalam uji RCT yang baru-baru ini
dipublikasikan, SkA dibandingkan dengan plasebo sebagai suatu terapi tambahan, pada pasien
PsA menunjukkan suatu respon tak lengkap terhadap monoterapi MTX. Terdapat perbaikan yang
signifikan dalam waktu 12 bulan pada jumlah sendi yang membengkak, CRP, PASI dan sinovitis

16

yang dideteksi dengan ultrasound resolusi tinggi. Tidak ada perbaikan dalam Health Assessment
Questionnaire atau skor nyeri. Jadi SkA berperan dalam penatalaksanaan PsA baik sebagai terapi
tunggal maupun sebagai terapi tambahan dengan MTX. Akan tetapi, obat ini tidak ditoleransi
dengan baik. Efeknya terhadap kerusakan sendi belum dapat jelaskan.
EMAS. Emas telah digunakan dalam pengobatan PsA dimana dengan menggunakan emas
intramuskular lebih efektif meskipun tidak menunjukkan perlindungan terhadap progresi
kerusakan sendi. Dengan memperhatikan efek toksisitas yang signifikan, cara kerja yang lambat,
masalah ketersediaannya dan adanya obat yang lebih efektif, sekarang ini emas jarang
digunakan.
AGEN ANTI-TNF. (lihat juga Bab 234). Agen anti-TNF telah mengubah penatalaksanaan PsA.
Baru-baru ini terdapat 4 agen yang dipasarkan untuk pengobatan PsA. Pada uji kontrol-plasebo
fase 3 uji Etanercept pada PsA (n = 205), respon ACR 20 dicapai oleh 59 % pasien yang diterapi
dengan Etanercept dibandingkan 15 % pada kelompok plasebo (p<0.0001). Respon kulit yang
diukur dengan skor PASI pada pasien dengan keterlibatan luas permukaan tubuh atau body
surface area (BSA) lebih dari 3 % menunjukkan 75 % perbaikan pada 23 % dan 3 %, berturutturut pada kedua kelompok dalam 24 minggu (p=0.001). Fungsi dan kualitas hidup meningkat
secara signifikan. Telah ditunjukkan penghambatan progresi penyempitan ruang sendi dan erosi
yang signifikan. Pada kelanjutan perpanjangan dari studi ini, selama 2 tahun, keefektifan terapi
tetap terjaga. Obat ini telah ditoleransi dengan baik. Uji yang lebih mendalam baru-baru ini
membandingkan Etanercept 50 mg 2 kali seminggu selama 12 minggu, diikuti 50 mg tiap
minggu, dibandingkan dengan 50 mg seminggu pada 752 pasien psoriasis yang terkena >10 %
luas permukaan tubuh dan paling sedikit 2 sendi yang bengkak dan nyeri. Tidak ada perbedaan
respon artritis di minggu ke 12 atau 24, meskipun respon kulit lebih baik pada minggu ke 12.
Tidak ada perbedaan dalam respon kulit yang jelas pada minggu ke 24. Daktilitis dan entesitis
juga menunjukkan perbaikan dari bentuk awalnya.
Pada studi IMPACT II fase 3, Infliximab pada 200 pasien PsA menunjukkan manfaat
yang signifikan. Pada minggu ke 14, 58 % pasien yang diterapi Infliximab dan 11 % pasien
dengan plasebo mencapai respon ACR 20 (p<0.001). Daktilitis dan entesitis menurun secara
signifikan pada kelompok Infliximab. Pada minggu ke 24, PASI 75 dicapai oleh 64 % dari
kelompok yang diterapi dan 2 % dari kelompok plasebo (p<0.001). Infliximab juga secara
signifikan menghambat progresi radiografi serta meningkatkan fungsi dan kualitas hidup.
17

Dalam uji fase 3 Adalimumab Effectiveness in Psoriatic Arthritis Trial (ADEPT), 313
subyek diteliti. Pada minggu ke 12, 58 % pasien yang mendapat Adalimumab 40 mg setiap
minggu mencapai respon ACR 20 dibandingkan dengan 14 % pasien yang menerima plasebo
(p<0.001). PASI 75 dicapai oleh 59 % kelompok yang diobati dengan Adalimumab dan 1 % pada
kelompok plasebo (p<0.001) pada 69 pasien dalam tiap kelompok yang dinilai dengan skor
PASI. Progresi radiografi secara signifikan dihambat dan ada perbaikan terhadap skor disabilitas
dan kualitas hidup.
Agen anti-TNF yang terakhir yang disetujui untuk mengobati PsA adalah Golimumab.
Dalam uji GO-REVEAL, 405 pasien PsA aktif yang dipilih secara acak untuk mendapat injeksi
plasebo subkutan (Golimumab 50 mg atau Golimumab 100 mg setiap 4 minggu. Pada minggu ke
14, 51 % pasien yang mendapat Golimumab 50 mg dan 45 % pasien yang mendapat Golimumab
100 mg mencapai respon ACR 20, dibandingkan dengan 9 % pasien yang mendapat plasebo
(p<0.001 untuk semua pembanding). Diantara 74 % pasien psoriasis dengan keterlibatan paling
sedikit 3 % luas permukaan tubuh, 40 % dari kelompok Golimumab 50 mg dan 58 % dari
kelompok Golimumab 100 mg mendapat paling sedikit 75 % perbaikan skor PASI pada minggu
ke 14, dibandingkan dengan 3 % dari pasien yang diobati dengan plasebo (p<0.001 untuk kedua
dosis). Perbaikan juga ditunjukkan pada skor HAQ, SF-36, NAPSI dan entesitis. Tidak ada
perbedaan perbaikan artritis antara 2 dosis Golimumab dan ditujukan hanya untuk PsA pada
dosis bulanan awal 50 mg. Perbaikan daktilitis yang signifikan hanya terlihat pada dosis 100 mg,
meskipun cenderung cukup membaik dengan dosis 50 mg. Golimumab juga menghambat
progresi dari kerusakan radiografi.
Jadi, agen-agen anti-TNF telah menunjukkan efektifitas yang paling baik dari semua
terapi yang dijanjikan dalam berbagai aspek klinis PsA. Efektifitasnya terhadap aktivitas
penyakit sendi, mencegah kerusakan struktural, fungsi, dan kualitas hidup yang sama serta
ditoleransi baik, dengan reaksi tempat injeksi menjadi hal yang paling signifikan. Dibandingkan
dengan DMARDs, agen anti-TNF mempunyai efektifitas yang paling baik/rasio toksisitas
(jumlah yang dibutuhkan untuk menjadi toksik/jumlah yang dibutuhkan untuk terapi = 0.25);
tolerabilitas terendah dengan emas dan leflunomide dan sangat buruk dengan SSZ. Tidak ada uji
head-to-head langsung yang membandingkan efektifitas dari berbagai agen anti-TNF pada PsA.
Akan tetapi, suatu meta-analisis dari uji RCT anti-TNF menunjukkan bahwa 3 agen anti-TNF
[(1) Infliximab, (2) Etanercept dan (3) Adalimumab] secara signifikan lebih efektif daripada
plasebo. Tidak ada perbedaan yang signifikan diantara agen anti-TNF dan plasebo dalam hal
18

jumlah pasien yang mengalami withdrawal dengan berbagai alasan, karena efek simpang, efek
simpang yang serius atau infeksi saluran pernapasan atas. Jumlah kelompok yang mengalami
reaksi di tempat injeksi secara signifikan lebih tinggi pada Adalimumab dan Etanercept
dibandingkan plasebo, tapi tidak ada perbedaan jumlah pasien yang mengalami reaksi di tempat
injeksi dengan Infliximab dibandingkan plasebo yang signifikan. Analisis indirek tidak
menunjukkan perbedaan signifikan diantara agen-agen anti-TNF.
Data dari register biologi yang ada di Eropa menetapkan bahwa drug survival (lamanya
waktu seorang pasien untuk terus menggunakan suatu obat) dari agen anti-TNF secara signifikan
lebih tinggi pada SpA dibandingkan dengan RA. Agen anti-TNF yang diberikan bersama dengan
MTX berhubungan dengan drug survival yang lebih baik pada RA dan PsA, tetapi tidak untuk
AS. Terdapat kecendrungan persistensi yang lebih pendek pada pengobatan dengan Infliximab
dibandingkan dengan Etanercept dan Adalimumab. Faktor risiko untuk berhenti obat meliputi
jenis kelamin perempuan, kormobiditas, penggunaan Infliximab dibandingkan Etanercept dan
tidak menggunakan terapi bersama dengan MTX.
USTEKINUMAB. (Lihat juga bab 234). Ustekinumab adalah antibodi monoklonal manusia
yang menghambat pengikatan reseptor IL-12 dan IL-23 yang sangat efektif untuk pengobatan
psoriasis serta dipasarkan untuk indikasi psoriasis. Suatu uji fase 2 pada 146 subyek dengan PsA
menunjukkan bahwa pada minggu ke 12, 42 % pasien kelompok aktif dan 14 % kelompok
plasebo mencapai respon ACR 20 (p=0.0002). Dari 124 partisipan dengan psoriasis yang
mengenai 3 % atau lebih luas permukaan tubuh, 52 % kelompok aktif dan 3 dari 5 % pada
kelompok plasebo mempunyai respon PASI 75 (p<0.0001). Obat ini ditoleransi dengan baik.
Suatu uji fase 3 yang lebih besar sedang dikerjakan.
AGEN-AGEN ANTI SEL T. (Lihat juga Bab 234). Alefacept adalah protein fusi limfosit
manusia utuh yang fungsinya berhubungan dengan antigen-3/imunoglobulin G, dengan sasaran
sel T memori efektor serta terapi yang efektif untuk psoriasis. Alefacept efektif pada PsA bila
dikombinasikan dengan MTX. Pada suatu uji fase 3 dengan 185 pasien, 54 % pasien kelompok
Alefacept yang ditambah MTX mencapai respon ACR 20, dibandingkan dengan 23% pasien
kelompok plasebo ditambah MTX (p<0.001) pada minggu ke 24. Pada pasien psoriasis
melibatkan > 3 % LPT (n = 87), respon PASI 50 pada minggu ke 14 dicapai oleh 53 % pasien
yang mendapat Alefacept ditambah MTX dibandingkan dengan 17 % yang mendapat plasebo

19

ditambah MTX (p < 0.001). Alefacept yang dikombinasikan dengan MTX merupakan suatu
pilihan pengobatan pada pasien yang gagal dengan terapi standar.
Abatacept (CTLA4-Ig) adalah protein fusi limfosit manusia rekombinan yang berikatan
dengan reseptor CD80/ 86 atau suatu sel penyaji antigen dan menghalangi sinyal aktivasi kedua
dari reseptor CD28 pada sel T. Abatacept telah disetujui untuk digunakan pada RA. Hasil suatu
studi fase 2 yang menggunakan Abatacept pada PsA menunjukkan bahwa Abatacept pada dosis
10 mg/kg secara signifikan memperbaiki respon ACR 20 dan fungsi fisik pada pasien PsA.
Pengobatan Abatacept juga berhasil mengurangi kerusakan sendi melalui penilaian MRI.
PROSEDUR PEMBEDAHAN
Ada beberapa studi yang meneliti tentang pembedahan pada pasien dengan PsA. Dilaporkan
bahwa sekitar 7 % pasien PsA membutuhkan pembedahan dan kemungkinan pembedahan
meningkat sesuai dengan durasi penyakit. Rata-rata durasi penyakit pada waktu dilakukan
pembedahan adalah 13 tahun. Prosedur pembedahan yang paling sering adalah penggantian
seluruh panggul diikuti oleh penggantian seluruh lutut. Penggantian sendi metakarpofalang juga
dilakukan, diikuti oleh pembedahan penyatuan jari-jari tangan, pergelangan tangan dan
pergelangan kaki. Beberapa pasien yang menjalani sinovektomi, termasuk lutut, pergelangan
tangan dan siku. Kebanyakan pasien hanya menjalani satu prosedur, tetapi pada 28 % pasien
beberapa pembedahan dapat dilakukan. Ektremitas atas dan bawah yang terkena pada sejumlah
pasien yang sama dimana beberapa pasien menjalani pembedahan kedua ektermitas atas dan
bawah. Pembedahan diprediksi berdasarkan jumlah sendi yang mengalami peradangan aktif dan
luasnya kerusakan pada pemeriksaan sinar x saat diperiksa di poliklinik. Pasien dengan jumlah
sendi paling banyak terkena yang parah baik secara klinis maupun radiografi sebaiknya
menjalani pembedahan. Meskipun pasien yang menjalani pembedahan memiliki penyakit yang
berat, hasil kesehatan mereka lebih baik dibandingkan dengan pasien yang tidak menjalani
pembedahan. Pada studi lainnya dari jenis dan hasil rekonstruksi pembedahan dengan pola yang
berbeda dari psoriasis artritis melebihi periode 10 tahun telah dipelajari. Pasien dibagi dalam 3
kelompok: (1) keterlibatan sendi distal, (2) oligoartikular dan (3) poliartikular. Menunjukkan
bahwa kebanyakan pasien memiliki penyakit poliartikular. Mayoritas operasi yang dilakukan
pada pasien kelompok ini meliputi rekonstruksi tangan dan kaki yang kompleks, diikuti
penggantian panggul dan pembedahan penyatuan dari sendi-sendi yang berbeda. Pada kelompok
oligoatrikular prosedur terbanyak yaitu penggantian sendi, panggul atau lutut. Pasien dengan

20

artritis distal memiliki fusi pada sendi distal. Pasien dengan penyakit poliartikular mempunyai
nilai yang rendah pada fungsional fisik berdasarkan skor kemampuan fungsi fisik dari kuesioner
kualitas hidup. Pasien dengan artritis aksial yang berat berkembang menjadi deformitas tulang
belakang dan membutuhkan pembedahan untuk mengoreksi deformitas tersebut. Tidak ada
laporan dari studi yang secara spesifik menggambarkan pembedahan tulang belakang pada
pasien PsA, prosedur sama dengan yang dilakukan pada pasien dengan AS.
REKOMENDASI DARI GRAPPA
Berdasarkan tinjauan terapi dari literatur formal untuk sendi perifer, tulang belakang, kulit dan
kuku, entesitis serta daktillitis, kelompok GRAPPA telah mengembangkan suatu cara pengobatan
yang mengkategorikan setiap kondisi ringan, sedang atau berat berdasarkan penilaian derajat
keparahan penyakit dan pengaruhnya pada fungsi dan kualitas hidup dalam membantu klinisi
untuk memutuskan pengobatan. GRAPPA merekomendasikan bahwa semua kondisi sakit harus
dipertimbangkan defenisi keparahan dari penyakit psoriasis. Kondisi individu yang terburuk
harus menjadi tuntunan penatalaksanaan dari semua kondisi yang ada pada PsA. Jadi, jika
kondisi kulit jelek, tapi artritis perifer ringan, pasien diklasifikasikan sebagai penyakit psoriasis
yang memberat dan diobati sebagai psoriasis berat yang sesuai. GRAPPA juga mengusulkan
mengaplikasikan strategi pengobatan terhadap pasien di seluruh dunia.

21

Anda mungkin juga menyukai

  • Kajian Kritis Meta-Analysis
    Kajian Kritis Meta-Analysis
    Dokumen3 halaman
    Kajian Kritis Meta-Analysis
    Riyana Noor Oktaviyanti
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus 5 PDF
    Laporan Kasus 5 PDF
    Dokumen5 halaman
    Laporan Kasus 5 PDF
    Riyana Noor Oktaviyanti
    Belum ada peringkat
  • Kajian Kritis Meta-Analysis
    Kajian Kritis Meta-Analysis
    Dokumen3 halaman
    Kajian Kritis Meta-Analysis
    Riyana Noor Oktaviyanti
    Belum ada peringkat
  • Kelainan Apokrin
    Kelainan Apokrin
    Dokumen19 halaman
    Kelainan Apokrin
    Riyana Noor Oktaviyanti
    Belum ada peringkat
  • Referat Okta
    Referat Okta
    Dokumen32 halaman
    Referat Okta
    Riyana Noor Oktaviyanti
    Belum ada peringkat
  • Untitled
    Untitled
    Dokumen1 halaman
    Untitled
    Riyana Noor Oktaviyanti
    Belum ada peringkat
  • Untitled
    Untitled
    Dokumen1 halaman
    Untitled
    Riyana Noor Oktaviyanti
    Belum ada peringkat
  • Untitled
    Untitled
    Dokumen1 halaman
    Untitled
    Riyana Noor Oktaviyanti
    Belum ada peringkat
  • Untitled
    Untitled
    Dokumen1 halaman
    Untitled
    Riyana Noor Oktaviyanti
    Belum ada peringkat
  • Untitled
    Untitled
    Dokumen1 halaman
    Untitled
    Riyana Noor Oktaviyanti
    Belum ada peringkat