Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Vesicobullous disease (penyakit kulit berlepuh) ialah penyakit yang ditandai
dengan terdapatnya lepuh (vesikel maupun bula) pada kulit. Beberapa penyakit kulit pada
neonatus berupa vesikel, bula erosi, dan ulserasi. Etiologi penyebab dan distribusi lesi
bisa berbeda-beda. Pendekatan secara sistematis sangat penting untuk mengevaluasi
pengobatan yang tepat, membedakan faktor penyebab, dan risiko penularan.1,2
Terjadinya bula pada kulit dapat disebabkan karena autoimun maupun
nonautoimun. Penyakit bula autoimun pada anak sangat jarang dan insidensi kejadian
tidak diketahui. Pada penelitian yang dilakukan secara retrospektif di National Skin
Centre Singapura selama 1998-2012 ada 12 kasus anak yang mengalami autoimune
bullous disease, sedangkan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya selama tahun 2015 tidak di
temukan kasus autoimune bullous disease.1 Chronic bullous disease of childhood dan
dermatitis herpetiformis merupakan penyakit tersering pada penyakit bula anak. Bentuk
penyakit bula karena autoimun lainnya adalah pemphigus gestational, epidermolysis
bullosa acquisita, bullous systemic lupus erythematosa, pemfigoid sikatrikal, pemfigoid
bulosa, dan liken planus pemfigoid.1,3
Diagnosis yang tepat antara berbagai gangguan immunobulosa semakin penting,
karena beragamnya pilihan pengobatan yang tersedia saat ini. Tujuan pengobatan pada
semua penyakit autoimun adalah untuk penurunan pembentukan bula, penyembuhan lesi
yang ada, dan menentukan dosis minimal obat yang diperlukan untuk mengontrol proses
penyakit.1
Penyakit berlepuh juga bisa disebabkan karena iritasi, alergi, genetik, dan karena
obat. Penyakit bula nonautoimun yang sering terjadi pada anak adalah impetigo bulosa,
staphylococcal scalded skin syndrome (SSSS), varisela, herpes zoster, dan inherited
epidermolysis bullosa.4 Impetigo bulosa paling sering dijumpai pada neonatus dan bayi,
90% kasus yang terjadi adalah pada anak di bawah 2 tahun. Di RSUD Dr. Soetomo
Surabaya sendiri selama tahun 2015 ada 103 anak dengan penyakit vesikobulosa
nonautoimun dengan berbagai macam penyebab.
1

Terapi untuk penyakit vesikobulosa dapat berupa terapi nonmedikamentosa dan


medikamentosa. Terapi medikamentosa untuk penyakit bula nonautoimun dapat
disesuaikan dengan faktor penyebab. Terapi nonmedikamentosa seperti menjaga
kebersihan, kesehatan tubuh , memperkuat daya tahan tubuh, dan perawatan terhadap
bula.
Perawatan bula atau luka menjadi salah satu hal yang penting dalam penanganan
penyakit vesikobulosa, karena dengan perawatan bula yang tepat akan mengurangi nyeri,
mengurangi risiko infeksi, dan mengurangi lama rawat inap/biaya yang harus dikeluarkan
oleh pasien. Jika penanganan dan perawatan bula dilakukan dengan tepat prognosis
penyakit berlepuh pada anak umumnya baik.4
Tinjauan pustaka ini akan membahas lebih dalam mengenai perawatan kulit
penyakit vesikobulosa pada anak, dan diharapkan dapat menambah pengetahuan
mengenai perawatan kulit pada penyakit vesikobulosa sehingga dapat bermanfaat untuk
memberikan penanganan yang tepat kepada pasien dan mempercepat waktu
penyembuhan.

BAB II
PENYAKIT VESIKOBULOSA
2.1 Penyakit Vesikobulosa
Penyakit vesikobulosa adalah penyakit yang ditandai adanya gelembung cairan
di bawah kulit. Cairan yang encer dalam lepuh disebut serum. Jika lepuhan belum pecah,
serum dapat memberikan perlindungan alami bagi kulit di bawahnya. Lepuh kecil disebut
vesikel dan lepuh dengan diameter lebih dari setengah sentimeter disebut bula.
Beberapa penyebab lepuh antara lain:
1.

Autoimun
termasuk

: penyakit kulit yang banyak menyebabkan lepuh, contohnya


chronic

bullous

disease

of

childhood

(CBDC),

dermatitis

herpetiformis, pemfigus, epidermolysis bullosa acquisita dan pemfigoid bulosa.


2.

Nonautoimun

Iritasi - Lepuh dapat disebabkan oleh faktor fisik yang mengiritasi kulit, seperti
gesekan (menggosok kulit), bahan kimia, dingin yang ekstrim atau panas.
Lepuh pada kaki dapat hasil dari sepatu yang terlalu ketat atau menggosok
kulit di satu wilayah tertentu (pressure). Lepuh juga dapat disebabkan oleh
dermatitis kontak, reaksi kulit untuk beberapa jenis iritasi kimia. Setiap jenis
luka bakar, bahkan sengatan matahari, juga dapat menyebabkan lepuh.
Alergi - dermatitis kontak alergi, dermatitis lain atau eksim.
Genetik - inherited epidermolysis bullosa
Infeksi - Infeksi yang menyebabkan bula termasuk impetigo bulosa, infeksi
pada kulit yang disebabkan oleh stafilokokus seperti staphylococcus scalded
skin syndrome, dan yang disebabkan oleh virus varisela zoster.
Obat - Banyak obat, seperti asam nalidiksat dan furosemid, dapat menyebabkan
lepuh ringan. Lainnya, seperti doksisiklin, dapat meningkatkan risiko pajanan
sinar matahari dengan meningkatkan sensitivitas kulit terhadap sinar
matahari. Dalam kasus yang lebih berat, obat-obatan dapat memicu lebih

parah, bahkan mengancam jiwa, seperti eritema multiforme, Steven Johnson


syndrome (SJS) atau nekrolisis epidermal toksik (NET).
2.2 Penyakit Bula Autoimun
2.2.1 Chronic Bullous Disease of childhood (CBDC)
Chronic bullous disease of childhood (CBDC) ialah dermatosis autoimun yang
biasanya mengenai anak usia kurang dari 5 tahun ditandai dengan adanya bula dan
terdapat deposit IgA linear yang homogen pada epidermal basement membrane. Pada
tahun 1991, 25 kasus dalam 3 tahun dilaporkan di Afrika Selatan sementara pada tahun
2008, 38 kasus dalam 30 tahun dilaporkan di Jepang. Etologi nya belum diketahui secara
pasti, namun faktor pencetusnya adalah infeksi dan antibiotik.1,5
CBDC adalah penyakit autoimun dengan antigen target terlokalisasi di
membran basal epitel skuamosa. Antigen terutama yang terlibat dalam patogenesis CBDC
adalah 97-kDa (LABD97) dan 120 -kDa (LAD-1) antigen, yang merupakan fragmen dari
domain ekstraseluler XVII kolagen (BP180). Sejumlah kecil pasien datang dengan
antibodi terhadap antigen yang berbeda terletak pada kedua lamina lusida dan lamina
densa, seperti 280 kDa antigen, VII kolagen (250 kDa) antigen, dan masih banyak lagi.5
"Cluster of jewels" merupakan pola khas dari CBDC. Dalam pola ini distribusi
vesikel muncul di pinggiran lesi lama. Tempat predileksi adalah ekstremitas bawah. bula
tegang atau tanpa dasar urtikaria juga dapat muncul secara simetris atau asimetris. Lesi
dapat bergabung membentuk plak annular atau polisiklik. Pada kasus yang lebih jarang
lesi juga terdapat pada wajah, badan dan bagian atas kaki. Pruritus dapat bervariasi dari
ringan sampai berat. Selaput lendir juga mungkin mengalami erosi. Dalam sebuah studi
dari Tunisia, 12,9% anak memiliki bukti lesi oral atau genital. Rongga mulut, terutama
langit-langit lunak dan keras dan mukosa bukal lebih sering terkena dari pada
konjungtiva, laring, faring, trakea, mukosa vagina atau sulkus balanopreputial.5

Gambar 2.1 Bula tegang pada chronic bullous disease of childhood.7

Gambar 2.2 cluster of jewels.6


2.2.2 Dermatitis Herpetiformis
Dermatitis herpetiformis (DH) adalah penyakit bulosa kronis dengan
manifestasi klinis yang sangat bervariasi dan onset biasanya pada masa remaja atau
dewasa muda.8 DH pada anak biasanya terjadi pada anak usia lebih dari 5 tahun dan
jarang pada usia dibawah 2 tahun. Anak perempuan lebih sering dari pada anak laki-laki.
Etiologi DH belum diketahui secara pasti. Terdapat predisposisi genetik berupa
ditemukannya HLA B8 pada 58%-87%, HLA DR3 90%-95%, dan HLA DQ2 95%
100%. Patogenesis DH berhubungan dengan gluten sensitive enteropathy (GSE). GSE
adalah kelainan gastrointestinal yang disebabkan oleh gluten. Gluten adalah suatu protein
yang terdapat pada gandum. Pada lebih dari 90% kasus DH didapati enteropati sensitif
terhadap gluten pada jejenum dan ileum. Kelainan yang terjadi bervariasi dari atrofi vili
yang minimal hingga sel-sel epitel mukosa usus halus yang mendatar. Sejumlah 1/3 kasus
disertai steatorea.6,8,9
5

Gejala yang sering adalah pruritus atau bahkan vesikel dan papul, sebagian besar
terletak simetris pada lutut, siku, pantat, atau kulit kepala. Lesi petekie pada tangan dan
kaki sebagai tanda eksklusif DH jarang terjadi. Lesi kulit dari DH pada anak adalah
vesikel yang gatal, papula eritematosa, dan plak urtikaria. Vesikel yang utuh jarang
terlihat karena keadaaan yang sangat gatal, sehingga yang terlihat adalah lesi ekskoriasi
kecil. Jaringan parut jarang terjadi. Keterlibatan tubuh yang simetris sangat khas, pada
permukaan ekstensor tungkai, pantat, bahu, tengkuk, dan kulit kepala.6,8

Gambar 2.3 pasien dengan dermatitis herpetiformis.6


2.2.3 Pemfigus
Pemfigus mengacu pada sekelompok penyakit autoimun vesikulobulosa yang
ditandai dengan adanya antibodi antidesmosomal yang menyebabkan akantolisis dan
pembentukan bula intraepidermal. Kondisi ini dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok
utama: jenis suprabasal yang mencakup pemfigus vulgaris dan pemfigus vegetans; jenis
superfisial, yang meliputi pemfigus foliaseus dan pemfigus eritematosus.1,6
2.2.3.1 Pemfigus Vulgaris
Pemfigus vulgaris (PV) adalah bentuk yang paling sering yang terlihat pada
anak-anak. Meskipun prevalensi pemfigus di kelompok usia ini tidak diketahui, angka
kejadian PV pada anak sekitar 1,4-3,7% dari total kasus. 9 PV dapat terjadi pada semua
jenis kelamin dan semua ras, dengan insidensi yang lebih tinggi di Yahudi, Mediterania,
dan populasi India.1
Bula yang terlihat di PV biasanya sangat lembek dan cepat pecah,
meninggalkan erosi dan kerak di kulit. Tanda nikolsky positif dalam kondisi ini. Karena
lecet di PV dangkal, jaringan parut tidak terbentuk. Keterlibatan membran mukosa,
terutama dari mukosa mulut sering berat dan mungkin merupakan gambaran awal.1
6

Gambar 2.4 Bula pada pemfigus vulgaris.5


2.2.3.2 Pemfigus Foliaseus
Pemfigus foliaseus (PF) secara keseluruhan merupakan penyakit yang jarang
terjadi, yang dapat dikelompokkan menjadi bentuk endemik dan nonendemik. Bentuk
endemik ini paling sering terlihat pada anak-anak dan orang dewasa muda di Amerika
Selatan, sedangkan bentuk nonendemik umumnya terlihat pada populasi setengah baya
dan lanjut usia.10 Dengan kasus kurang dari 40 dari data literatur. Pada penelitian yang di
lakukan secara retrospektif di National Skin Centre Singapura selama 1998-2012 tedapat
1 kasus dengan PF.3
Etiologi dari bentuk nonendemik tidak diketahui tapi dapat terjadi dari konsumsi
obat-obatan

tertentu

seperti

penisillamin,

nifedipin,

kaptopril,

enalapril,

obat

antiinflamasi nonsteroid, atau kuinolon. Lepuh superfisial mudah pecah, meninggalkan


erosi dangkal, rasa sakit atau terbakar dan nikolsky sign positif. Beberapa lesi
digambarkan sebagai "arkuata," "sirsinat," atau "polisiklik." pola yang tidak biasa ini
tampaknya menjadi unik dan spesifik PF pada anak-anak. biopsi kulit mengungkapkan
sel akantolitik di lapisan atas epidermis dengan beberapa limfosit dan eosinofil pada
dermis.1
2.2.4 Pemfigoid Bulosa (BP)
Pemfigoid bulosa (BP) juga jarang terlihat pada anak-anak, oleh karena itu
diagnosis mungkin tertunda atau diabaikan. Pada penelitian yang di lakukan secara
retrospektif di National Skin Centre Singapura selama 1998-2012 ada 2 kasus BP pada
anak.3 Pada anak, bula dapat berukuran besar, bula tegang yang dapat ditemukan di
semua area tubuh, termasuk sisi dalam dari paha, lengan, aksila, bagian bawah perut,

pangkal paha, telapak tangan, dan kaki. Beberapa pasien mungkin mengeluh gatal. Selain
itu, keterlibatan mukosa sering pada populasi anak. Diagnosis mirip dengan orang
dewasa, didasarkan pada klinis, histologis, dan fitur immunopatologi. Pemeriksaan
histologi menunjukan bula subepidermal dengan infiltrasi terutama eosinofil pada
dermal.1,3,11,12
Kriteria khusus untuk membantu pengenalan awal pemfigoid bulosa pada anakanak:1,11
1. Pasien 18 tahun atau kurang dengan penampilan klinis bula tegang pada kulit
eritematosa atau normal dengan atau tanpa keterlibatan membran mukosa dan
memiliki bula subepidermal dengan eosinofil.
2. Deposito Linear IgG atau C3 pada zona membran epidermis bawah dengan DIF,
atau IgG anti basement autoantibodi zona membran pada IIF.

Gambar 2.5 Bula tegang dan vesikel di area selangkangan, ekstremitas, wajah, badan,
telapak tangan, dan kaki.10
Keterlibatan membran mukosa lebih sering terjadi pada anak-anak, sedangkan
keterlibatan kulit telapak tangan dan kaki, lebih khas pada bayi berusia kurang dari 1
tahun. Penyakit anak-anak paling sering terjadi sebelum usia 8 tahun, dengan lebih dari
25% dari pasien muncul bula pertama dalam tahun pertama dari kehiduan Bayi. BP
cenderung memiliki bula di telapak tangan, telapak kaki, wajah, dan jarang daerah

genital. BP telah dilaporkan terkait dengan psoriasis, radiasi ultraviolet, dan terapi x-ray.
Hal ini juga terkait dengan obat-obatan tertentu, terutama furosemid dan nonsteroid.1
2.3 Penyakit Bula NonAutoimun
2.3.1 Impetigo Bulosa
Impetigo bulosa hampir selalu disebabkan oleh stafilokokus aureus. Pada
impetigo bulosa, bula mudah pecah. Bula dapat menjadi lebih besar dan dapat
berlangsung selama dua sampai tiga hari. Tanda patognomonik adalah "collarette" dari
bula yang pecah. Di Inggris (2007) kejadian impetigo pada anak sampai usia 4 tahun
sebanyak 2,8% pertahun dan 1,6% pada anak usia 5-15 tahun.12,14
Meskipun impetigo terutama di diagnosis dari klinis, akan lebih bermanfaat untuk
mendapatkan swab nanah dari lesi atau eksudat untuk mengkonfirmasi diagnosis. Uji
sensitifitas juga diperlukan untuk menentukan pilihan agen antibiotik untuk pengobatan.
Antibiotik topikal sama efektifnya dengan antibiotik oral untuk mengobati impetigo
lokal.13,14

Gambar 2.6 Krusta kecoklatan pada pasien impetigo bulosa.14


2.3.2 Staphylococcus scalded skin syndrome (SSSS)
Staphylococcus scalded skin syndrome (SSSS) adalah bagian dari spektrum
infeksi toksin dimediasi stafilokokus yang meliputi impetigo bulosa dan toxic shock
syndrome. Penyakit ini terutama pada anak-anak berusia kurang dari 6 tahun. Sering ada
prodromal malaise, demam, iritabilitas, dan nyeri. SSSS dimulai sebagai eritema diikuti

oleh perkembangan bula lembek dalam epidermis superfisial dan kemudian deskuamasi.
diagnosis terutama secara klinis.15

Gambar 2.7 Staphylococcus scalded skin syndrome pada bayi baru lahir.15
2.3.3 Pomfoliks
Eksim dan pomfoliks adalah bentuk eksim dari telapak tangan dan kaki di mana
cairan edema menumpuk untuk membentuk vesikel atau bula. Karena epidermis tebal
maka bula cenderung menjadi lebih besar dari pada di tempat lain. Pomfoliks dapat
terjadi pada semua usia, tetapi onset sebelum sepuluh tahun sangat jarang. Dalam
penelitian terbaru, semua pasien yang terkena pomfoliks idiopatik mempunyai riwayat
atopik. Di Italia utara, penyelidikan dari 104 subjek mengungkapkan riwayat pribadi atau
keluarga atopi pada 50% kasus. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya kasus pomfolik tercatat
sebanyak 15 kasus selama tahun 2015. Pomfoliks ditandai dengan pruritus dan tiba-tiba
vesikel yang mendalam yang jelas yang dapat membentuk bula besar terutama pada
telapak kaki. Kadang infeksi bakteri sekunder dapat terjadi dengan munculnya bintil dan
limfangitis menyebar ke lengan. Pomfoliks sering merupakan bentuk konstitusional
eksim, tapi kadang-kadang dapat disebabkan dermatitis atau proses reaktif karena infeksi
jamur pada kaki. Diagnosis pada dasarnya dapat ditegakan secara klinis.16

10

Gambar 2.8 Pomfoliks.16


2.3.4 Varisela dan Herpes Zoster
Varisela merupakan penyakit yang terjadi di seluruh dunia, dan sering terjadi
pada anak-anak. Pada anak-anak, gejala prodromal jarang terjadi. Pada anak-anak yang
lebih tua dan orang dewasa, ruam seringkali didahului dengan 2-3 hari demam,
menggigil, malaise, sakit kepala, anoreksia, sakit parah, dan pada beberapa pasien sakit
tenggorokan dan batuk kering. Ruam dimulai pada wajah, kulit kepala dan menyebar
dengan cepat ke ekstremitas. Ruam cenderung menjadi banyak di punggung dan antara
tulang belikat dari pada skapula dan bokong dan lebih banyak pada medial dari pada
lateral tungkai, tidak jarang beberapa lesi pada telapak tangan dan kaki.19,21
Herpes zoster (HZ) disebabkan oleh reaktivasi virus varisela zoster laten, virus
yang awalnya menghasilkan varisela. Meskipun HZ dianggap sebagai penyakit orang tua,
hal itu dapat mempengaruhi individu pada semua usia, termasuk anak-anak. Insiden
zoster pediatrik telah dilaporkan berkisar 42-238,5 per 100 000 orang per tahun.19
Gejala dari herpes zoster nyeri dan parestesia di dermatom yang terlibat, dan
sering muncul beberapa hari sebelum timbul vesikel atau bula dan bervariasi dari gatal,
kesemutan, atau terbakar atau nyeri pedih sakit. Rasa sakit mungkin konstan atau
intermiten dan sering disertai dengan nyeri dan hiperestesia kulit. Nyeri prodromal terjadi
di sebagian besar orang dengan herpes zoster di atas usia 60 tahun. Fitur yang paling khas
dari herpes zoster adalah lokalisasi dan distribusi dari ruam, yang hampir selalu unilateral
dan biasanya terbatas pada daerah kulit dipersarafi oleh ganglion sensorik tunggal. 19,21
2.3.5 Bula karena Tekanan
Data prevalensi bula karena tekanan di Victoria selama enam tahun terakhir
sebanyak 6.936 pasien. Ditemukan bahwa 17,6% dari total populasi yang mengalami bula

11

karena tekanan. Dari jumlah tersebut, 47,2% ditemukan pada ekstremitas bawah, dengan
tumit menjadi salah satu dari dua tempat dengan frekuensi tertinggi untuk tekanan.23
Hasil yang sama diperoleh di WoundsWest Wound prevalence survey (2007), di
mana semua pasien rawat inap di 85 pelayanan kesehatan masyarakat di Australia Barat
dinilai. Sebanyak 2.299 pasien dinilai, ditemukan bahwa 10,9% dari total populasi yang
disurvei memiliki keluhan bula karena tekanan. Dari jumlah tersebut, 38,6% berlokasi di
ekstremitas bawah.23

BAB III
TERAPI MEDIKAMENTOSA PENYAKIT VESIKOBULOSA
3.1 Penyakit Bula Autoimun
Tabel 3.1 Penatalaksanaan penyakit bula autoimun6
Penyakit Autoimun
Chronic bullous disease

Terapi Medikamentosa

Dapson, mulai dari 0,5-1 mg/kg berat badan per hari

dan meningkat hingga 2 mg/kg tergantung pada respon.


Kadar glukosa 6 fosfatdehidrogenase normal adalah

of childhood (CBDC)

prasyarat pengobatan (untuk menghindari anemia

hemolitik)
Pemeriksaan darah per bulan diperlukan untuk

pemantauan pengobatan.
Kasus yang luas memerlukan pengobatan tambahan
dengan prednisolon oral 1 mg/kg/hari selama 1 sampai

3 minggu, dan mungkin lebih dari 3 sampai 6 minggu.


Kortikosteroid topikal mungkin berguna baik sebagai
terapi tambahan untuk kontrol gejala atau terapi
tunggal untuk kasus-kasus ringan.6

Dermatitis herpetiformis

Kombinasi dari diet bebas gluten dan dapson

digunakan untuk pengobatan yang efektif.


Diet bebas gluten saja mungkin cukup karena kelainan
usus dalam semua kasus dan dapat menyebabkan
12

hilangnya lesi kulit pada sampai dengan 82% dari

pasien dalam 1 sampai 3 bulan.


Dapson juga pengobatan yang efektif untuk bula tapi

tidak mengembalikan kelainan gastrointestinal.


Dosis awal standar dapson di masa kanak-kanak adalah

0,5-2 mg/kg/hari.
Jika pasien terus melakukan diet bebas gluten,

dimungkinkan untuk menghentikan dapson.


Terapi
lainnya,
seperti
sulfapiridin,
sulfamethoxypyridazine dan steroid sistemik dapat
dipertimbangankan.

Kortikosteroid

topikal

untuk

jangka pendek dapat digunakan sebagai agen dapson


sparing.6
Pemfigus vulgaris

Pengobatan awal melibatkan dosis tinggi terapi steroid


sistemik. Prednisolon digunakan sebagai agen lini
pertama dalam dosis 1 sampai 2 mg/kg/hari. Karena
efek samping yang serius terkait kortikosteroid seperti
dapson, azathioprin, metotreksat, siklofosfamid, atau
hidroksiklorokuin.6

Pasien harus diinstruksikan untuk meminimalkan


kegiatan yang dapat menyebabkan lepuh pecah,
termasuk

olahraga,

kontak,

dan

mengkonsumsi

makanan yang dapat mengiritasi mukosa mulut


(misalnya, pedas atau makanan asam (tomat, jus jeruk)
dan makanan keras (misalnya, kacang, keripik, sayuran
Pemfigus foliaseus

keras, dan buah-buahan yang keras).6


Pengobatan topikal dengan kortikosteroid

antibiotik biasanya cukup.


Pasien dengan kasus yang parah diterapi yang sama

dan

seperti pasien dengan pemfigus vulgaris.

Cenderung bertahan selama berbulan-bulan sampai


bertahun-tahun. Namun remisi spontan dapat terjadi.
13

Pemfigoid bulosa

Secara keseluruhan, prognosis pada anak-anak baik.6


Terapi dengan agen antiinflamasi dan imunosupresan.
Antibiotik diperlukan untuk mengobati infeksi bakteri

sekunder.
Kortikosteroid dosis tinggi sering diperlukan untuk

mencapai kendali.
Prognosis pada anak-anak adalah baik, dengan durasi
penyakit sering terbatas 1 tahun atau kurang.6

Epidermolisis

Bulosa

Akuisita

Terapi kombinasi dengan prednisolon 1 mg/kg/hari dan


dapson 2 mg/kg/hari efektif dalam mengendalikan
gejala penyakit. Pasien biasanya merespon dengan
cepat terhadap pengobatan, dalam beberapa minggu,
dan kemudian prednisolon dapat di tappering off.

Prognosis jangka panjang pada anak-anak jauh lebih


baik dari pada dewasa.6

Tabel 3.2 Rekomendasi terapi penyakit bula autoimun pada neonatus20

3.2 Penyakit Bula Nonautoimun

14

3.2.1 Impetigo Bulosa


Tabel 3.3 Terapi topikal untuk impetigo14

Tabel 3.4 Terapi antibiotik sistemik untuk impetigo14


Obat
Amoksilin

Dosis Anak
Kurang dari 3 bulan: 30mg per kg/hari

Sefaleksin
Klindamisin
Dikloksasilin

Lebih dari 3 bulan: 25-45 per kg/hari


25-50 mg/kg/hari dosis terbagi setiap 6-12 jam
10-25 mg/kg/hari dosis terbgi setiap 6-8 jam
2.2-2.4 mg/kg dosis terbagi setiap 12 jam. Tidak

Minosiclin

direkomendasikan untuk anak kurang dari 8 tahun


Loading dose 4 mg/kg (dosis maksimal 200 mg) kemudian
4 mg/kg/hari dosis terbagi setiap 12 jam.
Dosis maksimal 400 mg/hari

Tidak direkomendasikan untuk anak kurang dari 8 tahun


Trimetroprim/sulfametoksazol 8-10 mg/kg/hari berdasarkan pada trimetroprim, dosis
terbagi setiap 12 jam

3.3 Staphylococcus Scalded Skin Syndrome (SSSS)


Penanganan SSSS meliputi pemberian antibiotik anti stafilokokus, pengaturan
suhu, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, manajemen nutrisi, dan perawatan

15

kulit. Antibiotik ini merupakan salah satu pilar utama pengobatan SSSS. Terdapat
resistensi pada beberapa antibiotic yaitu 5% untuk gentamisin, 7% untuk tetrasiklin, dan
2% untuk kloramfenikol, sedangkan tidak ada strain yang resisten terhadap metisilin,
sefalotin, sefaleksin, dan vankomisin.
Pada prakteknya, lepuh harus dibiarkan utuh karena membantu mengurangi
trauma lebih lanjut untuk kulit. Antibiotik topikal atau salep mata antiseptik juga
membantu untuk menangani konjungtivitis. Dalam kasus ini, pasien harus dikelola di
unit perawatan intensif anak dan pertimbangan perlu diberikan untuk manajemen nyeri,
regulasi temperatur, manajemen cairan (rehidrasi), dan perawatan kulit. Kortikosteroid
kontraindikasi karena akan memperparah penyakit. Antibiotik intravena terhadap
stafilokokus resisten penisilin dapat digunakan seperti metisilin dan flukloksasilin.
Penggunaan manajemen cairan intravena pada kasus asupan oral yang berkurang

karena

lesi perioral.15
Tabel 3.5 Manajemen staphylococcus scalded skin syndrome (SSSS)16

3.4 Pomfoliks
Untuk penanganan pomfoliks akut, rendam dua kali sehari dalam larutan kalium
permanganat diencerkan 1:10.000. Setelah merendam dan mengeringkan kulit dapat
digunaka steroid topikal poten atau superpotent. Pengobatan pomfoliks berhubungan
dengan atopik, melibatkan pengobatan simtomatik termasuk kortikosteroid topikal sedang
atau poten, salep zink oksida, dan antihistamin oral.17
3.5 Varisela dan Herpes Zoster
Pada percobaan random terkontrol pengobatan dengan asiklovir anak-anak 212 tahun, pengobatan dini (dalam waktu 24 jam dari munculnya ruam) dengan asiklovir
oral (20mg/kg empat kali sehari selama 5 hari) mengurangi jumlah maksimum lesi,
penghentian pembentukan lesi baru, durasi ruam, demam, dan gejala konstitusional jika

16

dibandingkan dengan plasebo. Pengobatan dimulai lebih dari 24 jam setelah onset ruam
tidak efektif.
Tabel 3.6 Terapi varisela pada anak22

Tabel 3.7 Terapi herpes zoster pada anak22


17

BAB IV

18

TERAPI NONMEDIKAMENTOSA
Pada

penyakit

vesikobulosa

selain

terapi

medikamentosa,

terapi

nonmedikamentosa sangat penting untuk diketahui. Terapi nonmedikamentosa seperti


menjaga kebersihan, kesehatan tubuh , memperkuat daya tahan tubuh, dan perawatan
terhadap bula. Perawatan terhadap bula yang baik akan mempengaruhi prognosis dari
penyakit vesikobulosa. Untuk melakukan perawatan bula yang baik, kita perlu
mengetahui mengenai tahap penyembuhan luka, agen yang dapat membantu proses
tersebut, serta pemilihan dressing yang tepat sesuai jenis dan tahapan luka.26,27
4.1 Tahap Penyembuhan Luka
Fase penyembuhan luka dibagi menjadi tiga fase, yaitu:27
a) Fase inflamasi:
Hari ke-0 sampai 5.

Respons segera setelah terjadi trauma berupa pembekuan darah untuk mencegah
kehilangan darah.

Karakteristik: tumor, rubor, dolor, kolor, dan functiolaesa.


Fase awal terjadi hemostasis.
Fase akhir terjadi fagositosis.
Lama fase ini bisa singkat jika tidak terjadi infeksi.
b) Fase proliferasi atau epitelisasi
Hari ke-3 sampai 14.
Disebut juga fase granulasi karena adanya pembentukan jaringan granulasi, luka
tampak merah segar, dan mengkilat.
Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi: fibroblas, sel inflamasi, pembuluh darah
baru, bronektin, dan asam hialuronat.
Epitelisasi terjadi pada 24 jam pertama ditandai dengan penebalan lapisan
epidermis pada tepian luka.
Epitelisasi terjadi pada 48 jam pertama pada luka insisi.
c) Fase maturasi atau remodeling
Berlangsung dari beberapa minggu sampai 2 tahun.

19

Terbentuk kolagen baru yang mengubah bentuk luka serta peningkatan kekuatan
jaringan (tensile strength).
Terbentuk jaringan parut (scar tissue) 50-80% sama kuatnya dengan jaringan
sebelumnya.
Pengurangan bertahap aktivitas seluler and vaskulerisasi jaringan yang mengalami
perbaikan.
Reepitelisasi terjadi pada hari ke-5 berlangsung hingga beberapa minggu,
umumnya 28 hari pada lesi yang letaknya superfisial (sebatas epidermis) dan tidak
terdapat jaringan nekrotik. 26
4.2 Perawatan Bula secara Umum
Penyakit vesikobulosa adalah masalah umum baik di dalam dan di luar rumah
sakit, dan merupakan penyakit kedua yang paling sering akibat tekanan/pressure selama
perawatan pasien. Tekanan/pressure adalah penyebab utama dari berlepuh.23 Bula karena
tekanan diakui di seluruh dunia sebagai salah satu dari lima penyebab paling umum,
didefinisikan sebagai setiap lesi yang disebabkan oleh tekanan terus menerus yang
menghasilkan kerusakan pada jaringan di bawahnya.
Terdapat pendapat yang bervariasi antara klinisi kesehatan tentang manajemen
yang tepat lepuh pada kaki. Kurangnya bukti dalam hal ini menyebabkan perbedaan
pendapat dan ketegangan antar klinisi kesehatan dan menunjukkan bahwa penyelidikan
lebih lanjut diperlukan untuk mengembangkan pedoman praktek klinis terbaik.
Pengelolaan lepuh karena tekanan secara khusus disebutkan dalam The Queensland
Governments Pressure Ulcer Prevention and Management Resource Guidelines of 2004.
Pada pedoman tersebut di jelaskan penanganan lepuh pada kaki karena tekanan, yaitu:23
Bula dengan cairan haemoserous yang minimal, tidak ada eritema atau infeksi
- Tutup dan lindungi bula
- rawat dan bersihkan setiap hari selama 1- 2 minggu
Bula tegang, cairan haemoserous moderat, tidak ada eritema atau infeksi
- Jika bula nyeri, cairan bula dapat di drainase dengan jarum steril.
- Jika atap bula sudah terlepas maka bula harus di debridement
Pedoman lain yang bisa dilakukan yaitu fokus pada
manajemen luka secara umum, yaitu:22

20

Perbaiki kondisi umum pasien


Menetapkan tujuan pengobatan
Lakukan penilaian vaskular sebelum debridement untuk menentukan apakah
revaskularisasi diperlukan.
Pastikan manajemen nyeri yang memadai sebelum debridement.
Debridement diindikasikan untuk menghilangkan jaringan nekrotik, apabila diduga ada
infeksi atau sepsis
Debridement merupakan kontraindikasi pada manajemen paliatif, jika ada perifer arteri
disease (PAD)

Gambar 4.1 Perawatan bula karena tekanan (pressure).23


Selain bula yang disebabkan karena tekanan, bula juga bisa disebabkan oleh
penyebab lainnya, berikut akan di jelaskan mengenai penanganan bula pada epidermolisis
bulosa, yang juga dapat kita gunakan sebagai pedoman untuk penatalaksanaan bula
secara umum. Pada epidermolisis bulosa inherited tidak diperlukan pengobatan
medikamentosa seperti pada epdermolisis bulosa aquisita. Pada epidermolisis bulosa
inherited hanya diperlukan perawatan kulit/bula. Pedoman yang dapat digunakan untuk
perawatan bula pada epidermolisis bulosa adalah:24

21

1. Menentukan luas permukaan tubuh yang terkena, dan jenis keterlibatan kulit
(lecet utuh, erosi, luka kronis). Tanda-tanda infeksi lokal seperti kemerahan, nyeri
lokal, bau, dan eksudat.
2. Usia pasien. Pada bayi memerlukan kontrol lebih banyak dari lingkungan mereka
untuk mencegah trauma. Pasien yang lebih tua cenderung memiliki luka yang
lebih kronis dan mudah terinfeksi dan adanya resistensi terhadap antibiotik.
3. Menilai dan mengelola status gizi. Penyembuhan luka dapat melambat pada orang
dengan malnutrisi. Asupan rendah protein atau defisiensi dapat mencegah
produksi jaringan granulasi yang berkontribusi untuk penyembuhan.
4. Memantau dan menjaga kadar hemoglobin di atas 80 g/L. Hemoglobin kurang
dari 100g/L menyebabkan gangguan penyembuhan luka pada pasien dengan ulkus
vena sebagai akibat dari menurunnya oksigenasi jaringan. Kadar hemoglobin
rendah pada pasien dengan penyakit vesikobulosa adalah salah satu faktor yang
dapat berkontribusi pada melambatnya penyembuhan. Transfusi darah harus
dipertimbangkan untuk kasus-kasus di mana kadar hemoglobin di bawah 80 g/L.
5. Penilaian dan manajemen nyeri. Nyeri adalah gejala yang paling umum dialami
oleh pasien dengan bula. Oral sukrosa 24% berguna sebagai short-acting
analgesik yang efektif untuk anak kurang dari 2 tahun. Untuk anak-anak dan
orang dewasa, minophen acetat atau morfin diberikan 30 menit sebelum prosedur.
Ketamin adalah obat alternatif lain yang juga dapat digunakan untuk mengurangi
nyeri.
6. Kontrol gatal. Gatal adalah gejala yang umum pada pasien dengan keluhan bula,
yang memengaruhi kualitas hidup. Diperlakukan antihistamin sedatif untuk
mengatasi keluhan gatal, jika gatal pada siang hari memerlukan antihistamin
nonsedasi (cetirizin, loratadin).
7. Mengenali tanda-tanda depresi. Depresi dan kecemasan juga sering menyertai
pasien dengan keluhan bula yang kronik.
8. Memberikan penjelasan dan dukungan kepada pasien/orang tua untuk
meningkatkan kepatuhan terhadap pengobatan. Kepercayaan, komunikasi, dan
dialog terbuka memungkinkan pasien dan pengasuh mereka untuk memahami

22

bahwa setiap orang yang dilibatkan memiliki kontribusi yang berarti dalam proses
pengambilan keputusan.
9. Menilai lokasi luka dan karakteristik. Langkah pertama adalah membuat perkiraan
luas permukaan tubuh yang terlibat dan jenis luka (lecet, erosi, eksudatif, dan luka
noneksudatif).
10. Membersihkan

luka

dengan

cairan

solusio.

Standar

perawatan

untuk

membersihkan luka adalah dengan menggunakan solusi yang lembut dan


nonsitotoksik. Direkomendasikan menggunakan larutan garam, air, atau dermol
500 (mengandung benzalkonium klorida 0,1%, klorheksidin hidroklorida 0,1%).
Merendam luka selama 5 sampai 10 menit atau melepas perban/dressing di dalam
bak mandi dapat membantu mengurangi rasa sakit dan trauma.
11. Manajemen lepuh dan debridement. Menilai apakah bula terinfeksi atau tidak dan
mengobati kolonisasi infeksi dan peradangan abnormal. Peradangan atau infeksi
mengganggu penyembuhan. Krim hidrogen peroksida lipid

(Crystacide,

DermaUK, Stotfold UK) ditoleransi dengan baik dan efektif bila diterapkan secara
langsung pada luka. Antibiotik topikal/antimikroba (misalnya, polimiksin Bgramisidin, asam fusidat, mupirosin) harus digunakan hanya untuk jangka waktu
yang singkat dan diganti setiap 2 sampai 6 minggu untuk mencegah resistensi.
Pilihan lainnya termasuk perban yang mengandung perak, madu, yodium, dan
poliheksametilen biguanid. Silver memiliki aktivitas antimikroba spektrum luas
dan harus terionisasi untuk menimbulkan efek maksimum.
12. Pilih topikal terapi yang sesuai untuk kebutuhan pasien, luas dan lokasi luka,
frekuensi penggunaan, biaya, dan ketersediaan. Penyembuhan luka membutuhkan
keseimbangan kelembaban permukaan kulit. Hal ini dicapai dengan menggunakan
dressing dengan oklusi, semi oklusi, hydrating, dan karakteristik hemostatik,
tergantung pada karakteristik luka dan drainase.
13. Mengembangkan dan menilai kembali rencana perawatan.
4.3 Modern Dressing
Pemilihan dressing yang tepat juga penting dalam mempercepat proses
penyembuhan luka, di mana prinsip dasar bahwa luka dengan lingkungan yang lembab
akan terjadi penyembuhan lebih cepat dibandingkan luka yang kering. Metode perawatan

23

luka yang berkembang saat ini adalah menggunakan prinsip moisture balance, yang
disebutkan

lebih

efektif

dibandingkan

metode

konvensional.

Perawatan

luka

menggunakan prinsip moisture balance ini dikenal sebagai metode modern dressing.26
Selama ini, ada anggapan bahwa suatu luka akan cepat sembuh jika luka tersebut
telah mengering, namun faktanya lingkungan luka yang kelembapannya seimbang
memfasilitasi pertumbuhan sel dan proliferasi kolagen dalam matriks nonseluler yang
sehat. Pada luka akut, moisture balance memfasilitasi aksi faktor pertumbuhan,
cytokines, dan chemokines yang mempercepat pertumbuhan sel dan menstabilkan matriks
jaringan luka, jadi luka harus dijaga kelembapannya. Lingkungan yang terlalu lembap
dapat menyebabkan maserasi tepi luka, sedangkan kondisi kurang lembap menyebabkan
kematian sel, tidak terjadi perpindahan epitel, dan jaringan matriks.26
Perawatan luka modern harus tetap memperhatikan tiga tahap, yakni mencuci
luka, membuang jaringan mati, dan memilih balutan. Mencuci luka bertujuan
menurunkan jumlah bakteri dan membersihkan sisa balutan lama, debridement jaringan
nekrotik atau membuang jaringan dan sel mati dari permukaan luka. Perawatan luka
konvensional harus sering mengganti kain kasa pembalut luka, sedangkan perawatan luka
modern miliki prinsip menjaga kelembapan luka dengan menggunakan bahan seperti
hidrogel, kalsium alginat, hidrokoloid, film dressing, dan foam/absorbant dressing.27

Hidrogel berfungsi menciptakan lingkungan luka tetap lembap, melunakkan serta


menghancurkan jaringan nekrotik tanpa merusak jaringan sehat, yang kemudian
terserap ke dalam struktur gel dan terbuang bersama pembalut (debridemen autolitik
alami). Balutan dapat diaplikasikan selama tiga sampai lima hari, sehingga tidak
sering menimbulkan trauma dan nyeri pada saat penggantian balutan.

Ca alginat, kandungan kalsiumnya dapat membantu menghentikan perdarahan. Gel


ini sangat menyerap, membuat ini pilihan terbaik untuk luka yang sangat eksudatif.
Dressing ini dilaporkan dapat menyerap 15-20 kali cairan.

Hidrokoloid yang mampu melindungi dari kontaminasi air dan bakteri, dapat
digunakan

untuk

balutan

primer

dan

sekunder.

Balutan

ini

berfungsi

mempertahankan luka dalam suasana lembap, melindungi luka dari trauma dan
menghindarkan luka dari risiko infeksi, mampu menyerap eksudat tetapi minimal,
sebagai dressing primer atau sekunder, support autolysis untuk mengangkat jaringan

24

nekrotik atau slough. Indikasi pada luka berwarna kemerahan dengan epitelisasi,
eksudat minimal.

Film Dressing adalah jenis balutan yang lebih sering digunakan sebagai secondary
dressing dan untuk luka-luka superfisial dan noneksudatif atau untuk luka
pascaoperasi. Terbuat dari polyurethane yang disertai perekat adhesif, tidak
menyerap eksudat.

Foam/absorbant dressing adalahbalutan yang berfungsi untuk menyerap cairan luka


yang jumlahnya sangat banyak (absorbant dressing), sebagai dressing primer atau
sekunder. Terbuat dari polyurethane, non-adherent wound contact layer, highly
absorptive. Indikasinya adalah eksudat sedang sampai berat. Kontraindikasi pada
luka dengan eksudat minimal, jaringan nekrotik hitam.
Penggunaan jenis modern dressing disesuaikan dengan jenis luka. Untuk luka

yang banyak eksudatnya dipilih bahan balutan yang menyerap cairan seperti foam,
sedangkan pada luka yang sudah mulai tumbuh granulasi, diberi gel untuk membuat
suasana lembap yang akan membantu mempercepat penyembuhan luka.27
Tabel 4.1 Pemilihan dressing atau topikal terapi sesuai lokasi/indikasi24

25

Gambar 4.2 Algoritma pemilihan dressing yang tepat.26


Masing-masing dressing digunakan pada aplikasi klinis yang berbeda-beda dan
memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Dressing lainnya yaitu dressing dengan
sifat antimikrobial, contohnya dressing yang mengandung silver, madu, klorheksidin dan
iodin. Dressing ini umumnya untuk luka superfisial, memiliki aktivitas bakterisidal pada
permukaan luka hingga 7 hari. Prinsip penggunaan dressing antimikroba adalah pada luka
tidak nekrotik, namun berpotensi terjadi infeksi.
Klorheksidin memiliki efek bakteriostatik dan bakterisidal luas terhadap bakteri
gram positif dan negatif, melalui ikatan dengan dinding sel bakteri, selain itu memiliki
keunggulan waktu penyembuhan lebih cepat (11 hari) dibandingkan kombinasi dressing
hidrokoloid dan krim silver sulfadiazin (14 hari) pada kasus luka bakar minor.
Kekurangannya dapat menempel kuat pada luka sehingga bisa menyebabkan trauma.
Kontraindikasi pada pasien yang alergi terhadap klorheksidin (biasanya terdapat dalam
produk cairan desinfektan, kosmetik (krim, pasta gigi, deodoran) dan obat (pengawet
tetes mata, obat kumur antiseptik). Aplikasi dressing bactigras diberikan pada lesi erosi
setelah pemberian sukralfat topikal. Bactigras termasuk dressing yang mengandung
klorheksidin 0,5% dengan sifat bakteriostatik dan bakterisidal luas untuk bakteri gram
positif dan negatif. Dressing ini termasuk dalam tipe dressing yang mengandung
antimikroba. Penggantian dressing ini setiap 2 hari, dengan tujuan mencegah terjadinya
26

penempelan yang kuat terhadap luka.26


4.3 Kompres Luka dan Agen Topikal Lainnya
Pemahaman dasar tentang prinsip kompres juga sangat penting. Selama ini, kita
mengenal istilah kompres tertutup dan terbuka, dimana definisi kompres tertutup yaitu
suatu cara kompres dengan bahan impermeable, misalnya plastik. Cara ini bertujuan
untuk mencegah evaporasi dan menahan panas, tetapi kekurangannya dapat
menyebabkan maserasi dan meningkatkan risiko infeksi. Kompres terbuka merupakan
cara kompres dengan bahan permeabel, berupa beberapa lapis kain kasa tipis yang
bersifat absorben dan noniritan. Tujuan dari kompres terbuka adalah meningkatkan
penguapan dan absorpsi pada radang superfisial. Pemilihan teknik kompres yang tepat
bergantung dari sifat luka (kering/basah), ada/tidaknya eksudat, serta luasnya luka.
Penelitian terbaru cenderung memilih kompres terbuka dengan alasan mengurangi risiko
infeksi dan rasa nyeri. Jenis-jenis cairan kompres antara lain NaCl 0,9%, burowi
(aluminium asetat yang diencerkan 1:10-1:40, bisa digunakan pada kasus dermatitis
atopik), kalium permanganat (sebagai antiseptik, astringen, untuk membersihkan luka
dengan perbandingan 1:4000-1:16.000 untuk kompres dan 1:25.000 untuk mandi), silver
nitrat dalam 0,5% aqueous solution (berfungsi sebagai astringen, antimikroba pada ulkus
stasis, eksim yang terinfeksi, efek sampingnnya adalah methemoglobinemia), serta
povidon iodin (sebagai antimikroba, efek samping bersifat sitotoksik untuk jaringan sehat
dan menyebabkan iritasi).26
Pengaplikasian kombinasi antara preparat topikal dengan dressing umumnya
bertujuan untuk saling melengkapi berbagai faktor dalam upaya mempercepat proses
penyembuhan luka. Beberapa literatur yang ada, menyatakan bahwa umumnya kombinasi
preparat topikal dan dressing tersebut memiliki mekanisme kerja yang berbeda. Contoh
sukralfat topikal bertujuan untuk memicu

fibroblast growth factor sehingga

meningkatkan aktivitas angiogenesis serta reepitelisasi jaringan luka sedangkan dressing


klorheksidin asetat 0,5% sebagai antibakterial (bakteriostatik dan bakterisidal).26
Sukralfat adalah garam aluminium hidroksida, bersifat tidak larut air, sintetik
yang berfungsi sebagai agen mukoprotektif ulkus gaster dan duodenum. Selain itu,
sukralfat juga berperan sebagai pelindung fisik dari bahan iritan dan memiliki aktivitas
antibakteri.28

27

Mekanisme aksi sukralfat sebagai agen topikal, antara lain meningkatkan


bioavailabilitas fibroblast growth factor (FGF), induksi produksi prostaglandin, proteksi
proses apoptosis sel, mengurangi radikal bebas, dan menginduksi aktivitas antibakteri.
Mekanisme aksi ini berperan pada proses penyembuhan luka terutama fase 3, yaitu
proliferasi dan pembentukan jaringan granulasi. Indikasi penggunaan sukralfat topikal
yaitu pada kelainan kulit, mukosa atau jaringan yang meyebabkan iritasi, inflamasi atau
luka bakar. Berdasarkan bukti klinis yang ada, penggunaan preparat topikal sukralfat
(bubuk, emolien, krim, salep maupun suspensi) memberikan hasil yang baik untuk
penanganan luka bakar, luka perianal, erosi dan ulkus kutaneus, mukositis akibat
radioterapi, ulkus vena stasis dan stomatitis aftosa rekuren. Indikasi pemberian sukralfat
topikal sesuai dengan bukti klinis yang ada yaitu untuk lesi erosi. Hal ini bertujuan untuk
meningkatkan proliferasi dan pembentukan jaringan granulasi.28
Perawatan luka pada kasus menggunakan kombinasi sukralfat topikal dan
dressing klorheksidin asetat 0,5% yang bertujuan proses penyembuhan luka (terutama
saat angiogenesis dan pembentukan jaringan granulasi) bisa berjalan maksimal oleh
karena efek dari sukralfat dan mengatasi kolonisasi kuman di luka sehingga tidak terjadi
infeksi, yang dapat menghambat proses penyembuhan luka. Peran yang terakhir ini
berasal dari efek bakteriostatik dan bakterisidal dressing klorheksidin asetat 0,5%.26,28

28

BAB V
KESIMPULAN
Penyakit vesikobulosa adalah penyakit yang ditandai adanya gelembung cairan di
bawah kulit. Cairan yang encer dalam lepuh disebut serum. Lepuh kecil disebut vesikel
dan lepuh lebih dari setengah sentimeter disebut bula. Penyebab penyakit vesikobulosa
bisa karena autoimun (chronic bullous disease of childhood, dermatitis herpetiformis,
pemfigus

dan

pemfigoid

bulosa)

dan

nonautoumun

(infeksi,

iritasi,

alergi,

pressure/tekanan, dan karena obat). Penanganan penyakit vesikobulosa sesuai dengan


penyebabnya secara medikamentosa dan nonmedikamentosa. Secara Medikamentosa
dengan obat oral ataupun topikal sesuai dengan penyebab bula.

Penanganan

nonmedikamentosa dengan perawatan umum terhadap bula. Bula dapat dipertahankan, di


aspirasi dan dressing sesuai dengan ukuran bula. Pemahaman mengenai tahap
penyembuhan luka, agen yang dapat membantu proses tersebut, serta pemilihan dressing
yang tepat sesuai jenis dan tahapan luka merupakan hal yang penting untuk diketahui.

29

Daftar Pustaka
1. Sansaricq F, Stein SL, Petronic-Rosic V. Autoimmune bullous diseases in childhood.
Clinics in Dermatology 2012;30:11427.
2. Tarang G , Anupam V. Incidence of vesicobullous and erosive disorders of neonates.
J Dermatol Case Rep 2011;5(4):58-63.
3. Kong YL, Lim YL, Chandran NS. Retrospective study on autoimmune blistering
disease in paediatric patients. Pediatric Dermatology 2015;32:684552.
4. Imaligy EU. Impetigo vesikobulosa pada bayi. CDK-227 2015;42:4.
5. Patsatsi A . Chronic bullous disease or linear iga dermatosis of childhood revisited.
J Genet Syndr Gene Ther 2013;4:6.
6. Lara-Corrales I, Pope E. Autoimmune blistering diseases in children. Semin Cutan
Med Surg 2010;29:85-91.
7. Kristina, Anette. Linear iga bullous dermatosis: a retrospective study of 23 patients in
denmark. Acta Derm Venereol 2015;95:46671.
8. Heinlin J, Knoppke B, Kohl, Landthaler M, Karrer S. Dermatitis herpetiformis
presenting as digital petechiae. Pediatric Dermatology 2012;29;2:20912.
9. Gonul M, Keseroglu HO. Pediatric pemphigus. Clin Pediatr Dermatol 2016;1:1.
10. Chou CS. Hsu CL, Lee ML. Childhood bullous pemphigoid: A case report and
literature review. Clin Exp Dermatol Res 2013;10:1-4.
11. Reis-Filho M, Silva T, Aguirre LH, Reis CMS, Bullous pemphigoid in a 3-monthold infant: case report and literature review of this dermatosis in childhood. An Bras
Dermatol 2013;88(6):961-5.
12. Motswaledi . Impetigo in children a clinical guide and treatment options. S Afr Fam
Pract 2011; 53:44-46.
13. Oakley A. Management of impetigo. New Zealand Dermatological Society.19.9-11.
14. Adams HH, Banvard C, Juckett G. Impetigo: Diagnosis and Treatment. Am Fam
Physician. 2014;90(4):229-235.
15. Kouakou K, Dainguy ME, Kassi K. Staphylococcal scalded skin syndrome in
neonate. Case Reports in Dermatological Medicine 2015:2015;1-4.
16. Handler MZ, Schwartz RA. Staphylococcal scalded skin syndrome: diagnosis and

30

management

in

children

and

adults.

Eur

Acad

Dermatol

Venereol

2014;28(11):1418-23.
17. Carlo M. Gelmetti. Pompholyx. Harpers Textbook of Pediatric Dermatology 3rd ed.
Coleman WP editor. Hoboken NJ. 2011.391-5.
18. Mishra AK,Yadav P, Mishra A. A systemic review on staphylococcal scalded skin
syndrome (SSSS): a rare and critical disease of neonates. The Open Microbiology
Journal 2016;10:150-9.
19. Kenneth E S, Michael NO. Varicella and herpes zoster. Fitzpatricks dermatology in
general medicine. 8th ed. Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell
DJ, Wolff WK, editor. New York: McGraw-Hill; 2012.2383-400.
20. Zhao CY, Chiang YZ, Murrell F. Neonatal autoimmune blistering disease: a
systematic review. Pediatr Dermatol 2016;33:367-74.
21. Wen SY, Liu WL. Epidemiology of pediatric herpes zoster after varicella infection: a
population-based study. Pediatrics 2015;135:3.
22. Kempf W, Meylan P, Gerber S, Aebi C, Agosti R, Buchner S, et al. Swiss
recommendations for the management of varicella zoster virus infections. Swiss Med
Wkly 2007;137:239251.
23. Michailidis L, May K, Wraight P. Blister management guidelines: collecting the
evidence. Wound Practice and Research 2013;21:1.
24. Pope E,Corrales IL, Mellerio J, Martinez A, Schultz G, Burrell R, et al. A consensus
approach to wound care in epidermolysis bullosa. J Am Acad Dermatol 2012; 67:5.
25. NHS highland wound management guidelines and formulary. NHSH Senior
Management Team 2014:6-21.
26. Broussard KC, Powers JG, Wound dressings: selecting the most appropriate type.
Am J Clin Dermatol 2013;14:44959.

31

27. Kartika RW. Perawatan luka kronis dengan modern dressing. CDK 2015;42:7.
28. Masuelli L, Tumino G, Turriziani M, Modesti A, Bei R. Topical use of sucralfate in
epithelial wound healing: clinical evidence and molecular mechanisms of action.
Recent Patents on Inflammation & Allergy Drug Discovery 2010;4:1.

32

Anda mungkin juga menyukai

  • Kelainan Apokrin
    Kelainan Apokrin
    Dokumen19 halaman
    Kelainan Apokrin
    Riyana Noor Oktaviyanti
    Belum ada peringkat
  • Kajian Kritis Meta-Analysis
    Kajian Kritis Meta-Analysis
    Dokumen3 halaman
    Kajian Kritis Meta-Analysis
    Riyana Noor Oktaviyanti
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus 5 PDF
    Laporan Kasus 5 PDF
    Dokumen5 halaman
    Laporan Kasus 5 PDF
    Riyana Noor Oktaviyanti
    Belum ada peringkat
  • Kajian Kritis Meta-Analysis
    Kajian Kritis Meta-Analysis
    Dokumen3 halaman
    Kajian Kritis Meta-Analysis
    Riyana Noor Oktaviyanti
    Belum ada peringkat
  • BR Psoriasis Artritis
    BR Psoriasis Artritis
    Dokumen22 halaman
    BR Psoriasis Artritis
    Riyana Noor Oktaviyanti
    Belum ada peringkat
  • Untitled
    Untitled
    Dokumen1 halaman
    Untitled
    Riyana Noor Oktaviyanti
    Belum ada peringkat
  • Untitled
    Untitled
    Dokumen1 halaman
    Untitled
    Riyana Noor Oktaviyanti
    Belum ada peringkat
  • Untitled
    Untitled
    Dokumen1 halaman
    Untitled
    Riyana Noor Oktaviyanti
    Belum ada peringkat
  • Untitled
    Untitled
    Dokumen1 halaman
    Untitled
    Riyana Noor Oktaviyanti
    Belum ada peringkat
  • Untitled
    Untitled
    Dokumen1 halaman
    Untitled
    Riyana Noor Oktaviyanti
    Belum ada peringkat