Anda di halaman 1dari 31

SEORANG PEREMPUAN 22 TAHUN DENGAN ASMA INTERMITTEN

DD HIPERAKTIVITAS BRONKUS

Oleh:
Hany Zahro

G99151058

Hermawan Andhika KG99151059


Arifin A.A. Siregar

G99151060

Firdausul Marifah

G99151061

Ines Aprilia Safitri

G99151062

Cempaka Irawati

G99141154

Pembimbing:
Dr. dr. Reviono, Sp. P(K)

KEPANITERAAN KLINIK KSM ILMU PENYAKIT PARU


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2016

BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran pernafasan
yang ditandai dengan obtruksi aliran nafas yang dengan terapi spesifik dapat
secara total ataupun parsial diredakan gejalanya. Gejala-gejala asma yang timbul
dapat berakibat pada terganggunya kehidupan sehari-hari sehingga seseorang
tidak dapat beraktivitas dengan optimal. Tujuan dasar penatalaksanaan dari asma
mengusahakan agar asma menjadi terkontrol yang ditandai dengan gejala yang
tidak ada atau minimal, tidak ada keterbatasan aktivitas, faal paru yang normal
atau mendekati normal, tidak ada penggunaan obat agonis -2 atau minimal dan
tidak ada kunjungan ke unit gawat darurat (National hearth, lung and blood
institute, 2002; Cazzola, 2008).
Penyakit asma dapat muncul pada semua usia terutama pada usia muda
dan penyakit ini tidak tergantung oleh tingkat sosioekonomi tertentu. Salah satu
sepuluh penyakit terbesar penyebab morbiditas dan mortalitas di Indonesia adalah
asma. Data dari Survei Kesehatan Rumat Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan
Republik Indonesia tahun 1986 menunjukkan asma menduduki urutan kelima dari
sepuluh penyebab morbiditas bersama-sama dengan bronkitis kronik dan
emfisema. Data SKRT tahun 1992, asma, bronkitis kronik, dan emfisema juga
menjadi penyebab kematian keempat di Indonesia. Prevalens penyakit asma di
seluruh Indonesia tahun 1995 yaitu tiga belas dari seribu orang, lebih tinggi
dibandingkan bronkitis kronik yaitu sebelas dari seribu orang dan obstruksi paru
dua dari seribu orang (Mangunnegoro et al., 2004).
Cicak B dkk (2008) menyatakan bahwa selain diagnosis yang akurat,
terapi yang tepat, dan pengendalian dari faktor lingkungan program edukasi yang
baik juga penting untuk manejemen asma. Hasil pengamatan di lapangan
menunjukkan pasien anak asma dan orang tuanya kurang pengetahuan asma, oleh
karena itu penambahan pengetahuan pada perawatan pasien anak asma
memberikan kontrol yang lebih baik pada penyakitnya.

BAB II
STATUS PASIEN DAN FOLLOW UP
A. Anamnesis
1. Identitas Penderita
Nama
: Nn. SH
Umur
: 22 tahun
Jenis kelamin
: Perermpuan
Agama
: Islam
Alamat
: Penumping, Laweyan, Surakarta
Tanggal masuk : 2 April 2016
No rekam medik
: 01 29 82 33

2. Keluhan Utama
Sesak napas
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh sesak napas yang dirasakan 1 hari SMRS. Sesak
terutama dipengaruhi oleh aktivitas. Sesak juga timbul saat pagi hari dan
cuaca dingin. Dalam 1 minggu ini sesak timbul lebih dari 3x, dan 2x sesak
malam hari dalam 1 bulan. Sesak sudah dirasakan sejak usia 15 tahun.
Batuk (+) sejak 1 hari. Batuk berdahak berwarna putih. Batuk darah (-),
nyeri dada (-), keringat malam hari tanpa aktivitas (-) demam (-) mual (-)
muntah (-) penurunan berat badan (-) penurunan nafsu makan (-). BAB
dan BAK tidak ada kelainan.
Dalam 6 bulan terakhir pasien sering datang ke IGD karena sesak
napas dan mendapat uap. Apabila serangan sesak terjadi di rumah, maka
pasien hanya minum obat ventolin sisa dari mondok bulan Juli 2015.

4. Riwayat Penyakit Dahulu


-

Riwayat asma
- Riwayat alergi

: (+)
: (+)

Riwayat hipertensi
: disangkal
Riwayat penyakit jantung
: disangkal
Riwayat diabetes melitus
: disangkal
Riwayat OAT
: disangkal
Riwayat pemakaian obat semprot : (-)
Riwayat mondok
:
Bulan Juli 2015 pasien dirawat di RSDM dengan keluhan sesak
napas dan dinyatakan sakit asma. Pasien diberi obat racik, ventolin,
dan metil prednisolon. Disarankan untuk kontrol dan tes
spirometri tapi tidak dilakukan.

5. Riwayat Penyakit Keluarga


a. Riwayat hipertensi

: disangkal

b. Riwayat sakit gula

: disangkal
c.Riwayat sakit jantung : disangkal

d. Riwayat sakit ginjal

: disangkal

e. Riwayat alergi

: tidak jelas

f. Riwayat asma

: (+) kakek

6. Riwayat Kebiasaan
a.Riwayat merokok
b. Riwayat olah raga

: jarang

c. Riwayat konsumsi alkohol

: disangkal

: disangkal

7. Riwayat Sosial dan Ekonomi


Pasien adalah seorang mahasiswa tingkat akhir di salah satu universitas
swasta di Solo.
B. Pemeriksaan Fisik (2 April 2016)
1. Keadaan umum
Tampak sakit sedang, compos mentis E4V5M6, gizi kesan cukup
2. Tanda vital

Tensi

: 110/70 mmHg

Respirasi

: 30x/menit

Nadi

: 120x/menit

Suhu

: 36.7C

Saturasi

: 99% dengan O2 3 lpm nasal canul

Status gizi

: normoweight (BB= 44kg, TB= 148kg, IMT= 20)

3. Keadaan Sistemik
Kulit

: warna coklat, kering (-), turgor menurun (-), hiperpigmentasi

Kepala

(-), kering (-), petechie (-), ikterik (-), ekimosis (-)


: bentuk normocephal, rambut mudah rontok (-), luka (-),

Mata

atrofi m. temporalis (-).


: mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),
perdarahan subkonjungtiva (-/-), pupil isokor dengan

Telinga

diameter (3 mm/3 mm), edema palpebra (-/-), strabismus (-/-)


: sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan

Hidung
Mulut

tragus (-)
: nafas cuping hidung (), sekret (-), epistaksis (-)
: sianosis (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi(-), gusi

berdarah (-), luka pada sudut bibir (-), oral thrush (-)
Leher
: JVP meningkat (-), pembesaran KGB (-)
Thoraks
: bentuk normochest, retraksi intercostal (-)
Jantung
: Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
Paru - Paru :
Paru (anterior)
Inspeksi statis

: Permukaan dada kiri = kanan

Inspeksi dinamis

: Pengembangan dada kiri = kanan

Palpasi

: Fremitus raba kanan = kiri

Perkusi

: Sonor/sonor

Auskultasi

: Suara dasar vesikuler (+/+), wheezing (+/+),


Ronkhi basah kasar (-/-), ronkhi basah halus (-/-)

Paru (posterior)
Inspeksi statis

: Permukaan dada kiri = kanan

Inspeksi dinamis

: Pengembangan dada kiri = kanan

Palpasi

: Fremitus kanan = kiri

Perkusi

: Sonor/sonor

Auskultasi

: Suara dasar vesikuler (+/+), wheezing (+/+),


Ronkhi basah kasar (-/-), ronkhi basah halus (-/-)

Abdomen :
Inspeksi

: dinding perut sejajar dinding thorak, ascites (-),

Auskultasi

venektasi (-), sikatrik (-), striae (-), ikterik (-)


: bising usus (+) normal, bruit hepar (-), bising

Perkusi

epigastrium (-)
: area troube timpani, hepar dan lien dalam batas normal,

Palpasi

pekak, pekak alih (-), pekak sisi (-), undulasi (-)


: supel, nyeri tekan(-), hepar dan lien teraba normal.

Ekstremitas :
Oedem

Akral Dingin

C. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium Darah
Pemeriksaan laboratorium darah dilakukan pada tanggal 2 April
2016 dengan hasil sebagai berikut:

Pemeriksaan
Hasil
HEMATOLOGI RUTIN
Hb
13.6
Hct
40
AL
19.3
AT
227
AE
4.63
KIMIA KLINIK
GDS
129
SGOT
19
SGPT
15
Albumin
5.0
Creatinine
0.5
Ureum
12
ELEKTROLIT
Natrium
133
Kalium
3.2
Chlorida
105
SEROLOGI HEPATITIS
HbsAg
Nonreactive
ANALISA GAS DARAH
PH
7.380
BE
-3.9
PCO2
35
PO2
69.0
HCO3
22.2
Total CO2
22.5
O2 saturasi
94
Laktat arteri
7.40

Satuan

Rujukan

g/dl
%
103/l
103 /l
106/l

13.5-17.5
33 45
4.5 11.0
150450
4.10 5.10

mg/dl
u/l
u/l
g/dl
mg/dl
mg/dl

60 140
<31
<34
3.5-5.2
0.6 1.2
< 50

2.
2.
2.
2.
2.
2.
2.
2.
2.
2.
Mmol/L
Mmol/L
Mmol/L

136-145
3.3-5.1
98-106

2.
2.
2.

Nonreactive

Mmol/L
mmHg
mmHg
Mmol/L
Mmol/L
%
Mmol/L

Perhitungan Analisa Gas Darah


H+

: 37.83

PAO2

: 105.98

Target PAO2

: 138.23

FiO2

: 0.25 (2-3 lpm)

AaDO2

: 36.98

HS

: 276

Kesimpulan :

2.

7.350-7.450
-2 - +3
27.0 41.0
83.0 - 108.0
21.0 - 28.0
19.0 - 24.0
94.0 - 98.0
1.36 - 0.75

2.
2.
2.
2.
2.
2.
2.
2.

Asidosis metabolik terkompensasi sempurna.


Hiposekmia ringan
3. Spirometri
Pemeriksaan spirometri dilakukan pada tanggal 4 April 2016 dengan
hasil sebagai berikut :
Pemeriksaan

Kapasitas
vital (KV)
KV/KV
prediksi
Kapasitas
vital paksa
(KVP)
KVP/KVP
prediksi
Volume
ekspirasi
paksa detik 1
(VEP)
VEP1/
Prediksi
VEP
1%/KVP

Nilai
Hasil (ml)

Prediksi
(ml)

1. 1540
2. 1440
3. 1440

2571

59%
1. 1710
2. 1660
3. 1810

Uji
Bronkodilator
1. 1780
2. 1730
3. 1680

Kenaikan
Vep 1

80%
2571

66.51 %
1. 1180
2. 1110
3. 1090

Normal

80%

1. 1370
2. 1340
3. 1280

2339

50.45%

69%

80%

69%

58%
76.9%

Kesan: restriksi ringan dan obstruksi ringan


4. Laboratorium Mikrobiologi
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 3 April 2016. Hasil pemeriksaan
didapatkan:
1. Pengecatan gram

: ditemukan kuman Gram Positif

Coccus dan Gram Negatif Batang, leukoosit 5-10/ LBP, Epitel 0-2 /
LPB
2. Pengecatan BTA dari sputum : negatif
D. Daftar Masalah

1. Sesak napas yang memberat 3 hari SMRS


2. Batuk
3. Pemeriksaan fisik paru: Wheezing di kedua lapang paru
4. Leukositosis
5. Hiponatremi
6. Hipoksemia sedang
E. Diagnosis
1. Asma akut sedang pada asma intermitten dd hiperaktivitas bronkus
2. Infeksi saluran napas atas
F. Terapi
1. O2 sesuai AGD 2 lpm
2. Diet TKTP 1700 kkal
3. Nebulisasi ipatropium : fenoterol = 1 : 0.25 / 6 jam
4. IVFD NaCl 0,9% 20tpm
5. Inj. Ceftriaxon 2gr / 24jam
6. Inj. Metronidazol 500 mg/8 jam
7. N Acetyl Cystein 3 x 200 mg
8. Vitamin B kompleks 3 x 1
G. Planning
Spirometri

A Prognosis
Ad Vitam

: dubia ad bonam

Ad Sanationam

: dubia ad bonam

Ad Fungsionam : dubia ad bonam

FOLLOW UP
Tanggal
3 April
2016

DPH 1

Subyektif
Sesak napas
Batuk

Obyektif
KU : CM, tampak
sakit sedang
Tensi : 130/70
mmHg
RR

: 26 x / menit

Nadi : 102 x / menit,


isi cukup, reguler

Assesment
Asma akut
sedang pada
asma
persisten
sedang pada
asma tidak
terkontrol

Terapi / Plan

Suhu : 36.7oC
SpO2 : 98%

Pulmo Anterior:

I: Pengembangan dada
kanan=kiri

O2 3 lpm nasal
canul
Diet TKTP 1700
kkal
Infus NaCl 0.9%
20 tpm
Injeksi ceftriaxon
2g/24 jam (H2)
Injeksi
methylprednisolon
n 62.5 mg/ 8 jam
N acetyl cystein 3
x 200mg
Vitamin B complex
3x1

P: Fremitus raba
kanan=kiri
P: sonor/sonor
A: SDV(N/N),
wheezing (+/+), RBK
(-/-)
Pulmo Anterior:
I: Pengembangan dada
kanan=kiri
P: Fremitus raba
kanan=kiri
P: sonor/sonor
A: SDV(N/N),
wheezing (+/+), RBK
(-/-)

Plan :Sputum
Mo/G/K/R, ,
spirometri

4 April
2016

DPH 2

Sesak napas
Batuk

KU : CM, tampak
sakit sedang
Tensi : 130/70
mmHg
RR

: 26 x / menit

Nadi : 102 x / menit,


isi cukup, reguler
Suhu : 36.8oC
SpO2 : 97% O2 2
lpm
Pulmo Anterior:
I: Pengembangan dada
kanan=kiri
P: Fremitus raba
kanan=kiri
P: sonor/sonor
A: SDV(N/N),
wheezing (+/+), RBK
(-/-)
Pulmo Anterior:
I: Pengembangan dada
kanan=kiri
P: Fremitus raba
kanan=kiri
P: sonor/sonor
A: SDV(N/N),
wheezing (+/+), RBK
(-/-)

Asma akut
sedang pada
asma
persisten
sedang pada
asma tidak
terkontrol
Infeksi
saluran
napas atas

O2 3 lpm nasal
canul
Diet TKTP 1700
kkal
Infus NaCl 0.9%
20 tpm
Injeksi ceftriaxon
2g/24 jam (H3)
Injeksi
methylprednisolon
n 62.5 mg/ 8 jam
N acetyl cystein 3
x 200mg
Vitamin B complex
3x1

5 April
2016

DPH 3

Sesak
napas
Batuk

KU : CM, tampak
sakit ringan
Tensi : 120/70
mmHg
RR

: 26 x / menit

Nadi : 90 x / menit,
isi cukup, reguler

Asma akut
sedang pada
asma
perrsisten
sedang pada
asma tidak
terkontrol

Suhu : 36.5oC
SpO2 : 97% O2
ruang
Pulmo Anterior:
I: Pengembangan dada
kanan=kiri
P: Fremitus raba
kanan=kiri
P: sonor/sonor
A: SDV(N/N),
wheezing (-/-), RBK
(-/-)
Pulmo Anterior:
I: Pengembangan dada
kanan=kiri
P: Fremitus raba
kanan=kiri
P: sonor/sonor
A: SDV(N/N),
wheezing (-/-), RBK
(-/-)

O2 3 lpm nasal
canul
Diet TKTP 1700
kkal
Infus NaCl 0.9%
20 tpm
Injeksi ceftriaxon
2g/24 jam (H2)
Injeksi
methylprednisolon
n 12.5 mg/ 8 jam
N acetyl cystein 3
x 200mg
Vitamin B complex
3x1

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang
melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan
peningkatan

hiperesponsif

jalan

napas

yang

menimbulkan

gejala

episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan
batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Episodik tersebut
berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan
seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.
B. PATOFISIOLOGI
Paparan terhadap allergen atau iritan menyebabkan degranulasi sel
mast dan pelepasan mediator-mediator inflamasi (antara lain : histamin,
Interleukin, Imunoglobulin, prostaglandin, leukotrien dan nitrat oksida).
Faktor kemotaktik yang dihasilkan menyebabkan infiltrasi bronkus oleh
neutrofil, eosinofil dan limfosit. Proses inflamasi ini menyebabkan spasme
otot polos, kongesti pembuluh darah, pembentukan edema dan produksi
mucus yang akhirnya mengakibatkan obstruksi jalan nafas dan peningkatan
hiperesponsif bronkus (HRB).

Obstruksi jalan nafas meningkatkan

ketahanan terhadap aliran udara dan meningkatkan kecepatan aliran udara.


Ekspirasi yang inadekuat menyebabkan hiperinflasi dan meningkatkan usaha
untuk bernafas. Hiperventilasi pada penderita asma diakibatkan dari
mekanisme kompensasii paru-paru yang merespon terhadap peningkatan
volume paru-paru. Tekanan intrapleural dan peningkatan udara di alveoli dan
menyebabkan penurunan perfusi dari alveoli. Tekanan udara alveoli yang
meningkat, penurunan ventilasi dan penurunan perfusi menyebabkan
ketidakseimbangan ventilasi-perfusi di dalam paru-paru. Pada awal serangan
asma terjadi asidosis metabolic akibat penurunan PaO2 karena penumpukan
asam laktat. Sedang pada stadium akhir serangan asma terjadi asidosis

respiratorik akibat peningkatan PaCO2 dan peningktan HCO3. Asidosis


respiratorik mengindikasikan adanya gagal nafas.
C. FAKTOR RESIKO DAN ETIOLOGI
Sampai saat ini etiologi dari Asma belum diketahui. Suatu hal yang
menonjol pada penderita asma adalah fenomena hiperaktivitas bronkus.
Bronkus penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun
non imunologi. Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering
menimbulkan asma adalah :
1. Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen
atau alergen yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulubulu
binatang.
2. Faktor intrinsik (non-alergik) : tidak berhubungan dengan alergen,
seperti common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan
polutan lingkungan dapat mencetuskan serangan.
3. Asma gabungan : Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai
karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik (Smeltzer & Bare,
2002).
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan Asma Bronkhial yaitu :
a. Faktor predisposisi
Genetik
Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita
penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah
terkena penyakit Asma Bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus.
Selain itu hipersensitivitas saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
1. Alergen
Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :

a) Inhalan : yang masuk melalui saluran pernapasan. Contoh : debu,


bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi
b) Ingestan : yang masuk melalui mulut. Contoh : makanan dan
obat-obatan
c) Kontaktan : yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh :
perhiasan, logam dan jam tangan
2. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi Asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan
faktor pemicu terjadinya serangan Asma. Kadang-kadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau.
3. Stres
Stres atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan
Asma, selain itu juga bisa memperberat serangan Asma yang sudah
ada. Disamping gejala Asma yang timbul harus segera diobati
penderita Asma yang mengalami stres atau gangguan emosi perlu
diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena
jika stresnya belum diatasi maka gejala belum bisa diobati.
4. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya
serangan Asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja.
Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil,
pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur
atau cuti.
5. Olah raga atau aktifitas jasmani
Sebagian besar penderita Asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat
paling mudah menimbulkan serangan Asma. Serangan asma karena
aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.

D. MANIFESTASI KLINIS
Keluhan utama pasien asma ialah sesak napas mendadak, disertai fase
inspirasi yang lebih pendek, dan diikuti bunyi mengi (wheezing) terutama
waktu ekspirasi, batuk yang disertai serangan sesak napas yang kumatkumatan. Pada beberapa pasien asma keluhan tersebut dapat ringan, sedang
atau berat dan sesak napas pasien timbul mendadak, dirasakan makin lama
makin meningkat atau tiba-tiba menjadi lebih berat. Hal ini sering terjadi
terutama pada pasien dengan rhinitis alergika atau radang saluran napas
bagian atas (Mansjoer, 2007).
Suara mengi ini sering kali dapat didengar dengan jelas tanpa
menggunakan stetoskop. Keadaan ini tergantung cepat atau lambatnya aliran
udara yang keluar-masuk paru. Bila dijumpai obstruksi ringan atau kelelahan
otot pernapasan, mengi (wheezing) akan terdengar lemah atau tidak terdengar
sama sekali. Sedang batuk hampir selalu ada, bahkan sering kali diikuti
dengan dahak putih berbuih. Selain itu, makin kental dahak akan memberikan
keluhan sesak napas yang lebih berat, apalagi pasien mengalami dehidrasi
(Mansjoer, 2007).
Dalam keadaan sesak napas hebat, pasien lebih menyukai posisi
duduk membungkuk dengan kedua telapak tangan memegang kedua lutut.
Tanda lain yang menyertai sesak napas berat ialah pergerakan cuping hidung
yang sesuai dengan irama pernapasan, otot bantu pernapasan ikut aktif, dan
pasien tampak gelisah. Frekuensi pernapasan terlihat meningkat (takipneu),
selain karena sesak napas mungkin pula karena rasa takut. Pada fase
permulaan sesak napas akan diikuti dengan penurunan PaO2 dan PaCO2,
tetapi pH normal atau sedikit naik. Selanjutnya hipoventilasi akan
menyebabkan penurunan PaO2 dan pH serta meningkatkan PaCO2 darah
sehingga memperberat keluhan sesak napas. Selain itu terjadi kenaikan
tekanan darah dan denyut nadi sampai 110-130 kali/menit, karena
peningkatan konsentrasi katekolamin dalam darah. Bila tanda-tanda
hipoksemia tetap ada (PaO2 <60 mmHg) diikuti dengan hiperkapnia (PaCO2
>45 mmHg), asidosis respiratorik, sianosis, gelisah, kesadaran menurun,

papil edema, dan pulsus paradoksus, berarti asma makin memberat


(Mansjoer, 2007).
Pada perkusi dada, suara napas normal sampai hipersonor. Pada asma
ringan letak diafragma masih normal, dan menjadi datar serta rendah pada
asma berat. Suara vesikuler meningkat, disertai ekspirasi memanjang. Kalau
ada sekret, terdengar ronki kasar waktu inspirasi dan tumpang tindih dengan
wheezing waktu inspirasi. Suara napas tambahan yang bersifat lokal,
mungkin menunjukkan ada bronkiekstasis atau pneumonia dan kadangkadang karena atelektasis ringan (Mansjoer, 2007).
E. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang (GINA, 2011; PDPI, 2004).
Anamnesis
Diagnosis asma ditegakkan bila dapat dibuktikan adanya obstruksi
jalan nafas yang reversibel. Dari anamnesis didapatkan adanya riwayat
penyakit/gejala :
-

bersifat episodik, reversibel dengan atau tanpa pengobatan.

gejala berupa batuk, sesak nafas, rasa berat di dada, dan berdahak.

gejala timbul/memburuk di malam hari.

respons terhadap pemberian bronkodilator.


Selain itu melalui anamnesis dapat ditanyakan mengenai riwayat

keluarga (atopi), riwayat alergi/atopi, penyakit lain yang memberatkan,


perkembangan penyakit dan pengobatan (GINA, 2011; PDPI, 2004).
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum tampak sesak nafas, gelisah, dan takikardi. Biasanya
pasien lebih nyaman dalam posisi duduk. Pada inspeksi, dinding thorak
tampak mengembang, diafragma terdorong ke bawah. Pada auskultasi
terdengar wheezing (mengi) dan ekspirasi memanjang (PDPI, 2004).

Pada serangan asma berat, pasien tampak sianosis dengan nadi > 120
X/menit, Silent Chest (suara mengi melemah). Sedangkan gambaran klinis
status asmatikus adalah pasien tampak sakit berat, sianosis, sesak nafas,
bicara terputus-putus, banyak berkeringat. Bila kulit kering menunjukkan
kegawatan, sebab pasien sudah jatuh dalam dehidrasi berat. Pada keadaan
awal kesadaran pasien mungkin masih cukup baik, tetapi lambat laun dapat
memburuk yang diawali dengan rasa cemas, gelisah kemudian jatuh ke dalam
koma (PDPI, 2004).
Pemeriksaan Penunjang
Pengukuran faal paru dilakukan untuk menilai obstruksi jalan nafas,
reversibiliti kelainan faal paru, dan variabiliti faal paru sebagai penilaian
tidak langsung hiper-responsif jalan nafas. Pemeriksaan faal paru yang
standar adalah pemeriksaan spirometri dan peak expiratory flow meter (arus
puncak ekspirasi) (PDPI, 2004).
Pada pemeriksaan spirometri pengukuran volume ekspirasi paksa
detik pertama (VEP1) dan kapasiti vital paksa (KVP) dilakukan dengan
manuver ekspirasi paksa melalui prosedur yang standar. Obstruksi jalan
napas diketahui dari nilai rasio VEP1/KVP <75% atau VEP1 <80%. Selain
itu, dapat dilakukan uji provokasi bronkus. Jika terdapat reversibiliti, yaitu
perbaikan VEP1 15% secara spontan atau setelah uji bronkodilator maka
dapat membantu penegakan diagnosis asma. Pemeriksaan lain yang berperan
untuk diagnosis asma adalah pengukuran status alergi. Komponen alergi pada
asma dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan uji kulit atau pengukuran IgE
spesifik serum, namun cara ini tidak terlalu bernilai dalam mendiagnosis
asma, hanya membantu dalam mengidentifikasi faktor pencetus (Gina, 2011;
PDPI, 2004).

F. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding asma antara lain sebagai berikut :
Dewasa

Penyakit Paru Obstruksi Kronik

Bronkitis kronik

Gagal Jantung Kongestif

Batuk kronik akibat lain- lain

Disfungsi laring

Obstruksi mekanis (misal tumor)

Emboli paru

Anak

Benda asing pada saluran napas

Laringotrakeomalasia

Pembesaran kelenjar limfe

Tumor

Stenosis trakea

Bronkhiolitis
(Mansjoer, 2007; PDPI, 2004)

G. KLASIFIKASI ASMA (PDPI, 2004)


Klasifikasi Derajat Berat Asma Berdasarkan Gambaran Klinis
(Sebelum Pengobatan)
Derajat
asma
I. Intermiten

II. Persisten

Gejala
Bulanan
Gejala < 1x/minggu
Tanpa gejala diluar
serangan
Serangan singkat

Gejala
malam
2x/bulan

Faal paru
APE 80%
VEP1 80% nilai
prediksi
APE 80% nilai
terbaik
Variabilitas APE < 20%

Ringan

III. Persisten
Sedang

IV. Persisten
Berat

Mingguan
Gejala > 1x/minggu, tapi > 2x/bulan
< 1x/hari
Serangan dapat
mengganggu aktivitas
dan tidur
Membutuhkan
bronkodilator setiap hari

APE 80%
VEP1 80% nilai
prediksi
APE 80% nilai
terbaik
Variabilitas APE 2030%

Harian
Gejala setiap hari
Serangan menggangu
aktivitas dan tidur
Membutuhkan
bronkodilator setiap hari

APE 60-80%
VEP1 60-80% nilai
prediksi
APE 60-80% nilai
terbaik
Variabilitas APE > 30%

Kontinyu
Gejala terus menerus
Sering kambuh
Aktivitas fisik terbatas

>1x/mingg
u

APE 60%
VEP1 60% nilai
prediksi
APE 60% nilai terbaik
Variabilitas APE > 30%

Sering

Klasifikasi Derajat Asma pada Pasien dalam Pengobatan


Tahapan pengobatan yang digunakan saat penilaian
Tahap 1
Gejala dan faal paru dalam
pengobatan
Tahap I: Intermiten

Intermiten
Intermiten

Gejala < 1x/mggu

Tahap 2

Tahap 3

Pesisten

Persisten

ringan
Persisten

sedang
Persisten

ringan

sedang

Serangan singkat
Gejala malam < 2x/bln
Faal paru normal diluar serangan
Tahap II: Persisten Ringan

Persisten

Persisten

Persisten

Gejala >1x/mggu, tapi <1x/hari

ringan

sedang

berat

Gejala malam >2x/bln, tapi


<1x/mggu

Faal paru normal diluar serangan


Tahap III: Persisten Sedang

Persisten

Persisten

Persisten

Gejala setiap hari

sedang

berat

berat

60%<APE<80% nilai terbaik


Tahap III: Persisten Berat

Persisten

Persisten

Persisten

Gejala terus menerus

berat

berat

berat

Serangan mempengaruhi tidur


dan aktivitas
Gejala malam >1x/mggu
60%<VEP1<80% nilai prediksi

Serangan sering
Gejala malam sering
VEP160% nilai prediksi, atau
APE60% nilai terbaik
Klasifikasi Berat Serangan Asma Akut
Keadaan
Gejala dan

Berat Serangan Akut

Mengancam

Tanda

Jiwa

Sesak nafas
Posisi

Ringan
Berjalan
Dapat tidur

Sedang
Berbicara
Duduk

Berat
Istirahat
Duduk

Cara

terlentang
Satu kalimat

Beberapa kata

membungkuk
Kata demi kata

berbicara
Kesadaran

Mungkin gelisah

Gelisah

Gelisah

Mengantuk,
gelisah,
kesadaran
menurun

Frekuensi

< 20/menit

20-30/menit

> 30 menit

nafas
Nadi
Pulsus

< 100
-

100-120

> 120
+

Bradikardia
-

paradoksus

10 mmHg

10-20 mmHg

> 25 mmHg

kelelahan
otot

Otot bantu

Torakoabdo

nafas dan

minal

retraksi

paradoksal

suprasternal
Mengi

Akhir ekspirasi

Akhir ekspirasi

Inspirasi dan

APE
PaO2
PaCO2
SaO2

paksa
> 80%
> 80 mmHg
< 45 mmHg
> 95%

60-80%
80-60 mmHg
< 45 mmHg
91-95%

ekspirasi
< 60%
< 60 mmHg
> 45 mmHg
< 90%

Silent chest

H. PENATALAKSANAAN ASMA
Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut
sebagai asma terkontrol. Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam
waktu satu bulan. Beberapa penatalaksanaan asma antara lain:
1. Edukasi
2. Menilai dan monitor berat asma secara berkala
3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang
5. Menetapkan pengobatan pada serangan akut
6. Kontrol secara teratur
7. Pola hidup sehat (GINA, 2011; PDPI, 2004)

A. Pengontrol (Controllers)
Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol
asma, diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan
asma terkontrol pada asma persisten. Pengontrol sering disebut pencegah, yang
termasuk obat pengontrol adalah:

Glukokortikosteroid inhalasi
Glukokortikosteroid sistemik
Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium)
Metilsantin
Agonis 2 kerja lama
Leukotriene modifiers (GINA, 2011; PDPI, 2004)
B. Pelega (Reliever)
Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos,
memperbaiki dan atau menghambat bronkokonstriksi yang berkaitan dengan
gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki
inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan napas. Termasuk
pelega adalah:
Agonis 2 kerja singkat
Metilsantin
Antikolinergik
Adrenalin (GINA, 2011; PDPI, 2004)
Asma Terkontrol
1. Gejala minimal (sebaiknya tidak ada), termasuk gejala malam
2. Tidak ada keterbatasan aktiviti termasuk exercise
3. Kebutuhan bronkodilator (agonis b2 kerja singkat) minimal (idealnya tidak
diperlukan)
4. Variasi harian APE kurang dari 20%
5. Nilai APE normal atau mendekati normal
6. Efek samping obat minimal (tidak ada)
7. Tidak ada kunjungan ke unit darurat gawat
Pengobatan Sesuai Berat Asma
Semua tahapan : ditambahkan agonis 2 kerja singkat untuk pelega bila
dibutuhkan, tidak > 3-4x/hari
Berat Asma

Medikasi

Alternatif/Pilihan

Alternatif Lain

Pengontrol Harian

Lain

Asma

Tidak perlu

Intermiten
Asma

Glukokortikosteroi Teofilin lepas

Persisten

d inhalasi (200-

lambat

Ringan

400ug BD/hari

Kromolin

atau equivalennya) Leukotrien


modifiers
Kombinasi

Ditambah agonis

Asma

Kombinasi

Persisten

inhalasi

inhalasi

Sedang

glukokortikosteroi

glukokortikosteroi

oral, atau

d (400-800ug

d (400-800ug

BD/hari atau

BD/hari atau

teofilin

equivalennya) dan

equivalennya)

lambat

agonis 2 kerja

ditambah teofilin

lama

lepas lambat, atau


Kombinasi
inhalasi
glukokortikosteroi
d (400-800ug
BD/hari atau
equivalennya)
ditambah agonis
2 kerja lama oral,
atau
Glukokortikostero
id inhalasi dosis
tinggi (>800ug
BD atau
equivalennya)
atau

kerja

lama

Ditambahkan
lepas

Glukokortikostero
id inhalasi (400800ug BD atau
equivalennya)
ditambah
leukotriene
Asma

Kombinasi

modifiers
Prednisolon/ metil

Persisten

inhalasi

prednisolon oral

Berat

glukokortikosteroi

selang sehari 10 mg

d (>800ug BD/hari ditambah agonis 2


atau equivalennya) kerja lama oral,
dan agonis 2 kerja ditambah teofilin
lama, ditambah 1

lepas lambat

dibawah ini:
- teofilin lepas
lambat
- leukotriene
modifiers
glukokortikosteroi
d oral
Semua tahapan : bila tercapai asma terkontrol, pertahankan terapi paling tidak 3
bulan, kemudian diturunkan bertahap sampai mencapai terapi seminimal
mungkin dengan kondisi asma tetap terkontrol
Rencana Pengobatan Serangan Asma Berdasarkan Berat Serangan
dan Tempat Pengobatan
Serangan
Ringan

Pengobatan
Terbaik:

Aktivitas relatif normal

Inhalasi agonis 2

Berbicara satu kalimat

Alternatif:

Tempat pengobatan
Di rumah
Di praktek dokter/ klinik/

dalam 1 nafas

Kombinasi oral agonis 2

puskesmas

Nadi < 100

dan teofilin

APE > 80%


Sedang

Terbaik:

Jalan jarak jauh timbulkan

Nebulasi agonis 2 @ 4

Darurat gawat/RS

gelaja

jam

Klinik

Berbicara beberapa kata

Alternatif:

Praktek dokter

dalam 1 nafas

- Agonis 2 subkutan

Puskesmas

Nadi 100-120

- Aminofilin iv

APE 60-80%

- Adrenalim 1/1000 0,3


mL sc
Oksigen bila mungkin
Kortikosteroid sistemik

Berat

Terbaik:

Darurat gawat/RS

Sesak saat istirahat

Nebulasi agonis 2 @ 4

Klinik

Berbicara kata perkata

jam

dalam 1 nafas

Alternatif:

Nadi > 120

- Agonis 2 sc/iv

APE < 60% atau 100 L/dtk

- Adrenalim 1/1000 0,3


mL sc
Aminofilin bolus
dilanjutkan drip
Oksigen

Mengancam jiwa

Kortikosteroid iv
Seperti serangan akut

Darurat gawat/RS

Kesadaran berubah /

berat

ICU

menurun

Pertimbangkan intubasi

Gelisah

dan ventilasi mekanik

Sianosis
Gagal nafas

BAB IV
ANALISIS KASUS
Pasien mengeluh sesak napas yang dirasakan 1 hari SMRS.
Sesak terutama dipengaruhi oleh aktivitas. Sesak terutama saat
pagi hari dan cuaca dingin. Dalam 1 minggu ini sesak timbul
lebih dari 3x, dan 2x sesak malam hari dalam 1 bulan. Sesak
sudah dirasakan sejak usia 15 tahun.
Sesak napas yang dialami pasien berhubungan dengan
inflamasi yang

menyebabkan obstruksi dan hiperesponsivitas

dari saluran pernapasan yang bervariasi derajatnya. Faktor


pencetus terjadinya sesak bervariasi pada tiap individu. Pada
pasien ini sesak dirasakan jika beraktivitas berat, pada pagi hari
dan cuaca dingin. Sesak sudah dirasakan sejak usia 15 tahun
sesuai dengan prevalensi penyakit asma setelah usia pubertas
yang lebih banyak dialami perempuan dibanding laki-laki.
Batuk (+) sejak 1 hari. Batuk berdahak berwarna putih.
Batuk yang dialami pasien bersifat akut.
Nyeri dada (-), keringat malam (-) demam (-) mual (-)
muntah (-) penurunan berat badan (-) penurunan nafsu makan
(-).

BAB

dan

menunjukkan

BAK
bahwa

tidak

ada

kelainan.

pada

pasien

tidak

Hal-hal

tersebut

terdapat

kelainan

sistemik yang dapat menyingkirkan diagnosis TB.


Dalam 6 bulan terakhir pasien sering datang ke IGD karena
sesak napas dan mendapat uap. Hal ini terjadi karena pada asma
terjadi peningkatan kepekaan saluran napas sehingga memicu
episode sesak napas berulang apabila terpapar alergen. Apabila
serangan sesak terjadi di rumah, maka pasien hanya minum obat
ventolin sisa dari mondok bulan Juli 2015. Uap dan ventolin dapat
meredakan sesak napas pasien karena bersifat bronkodilator
yang

membuat

bronkus

yang

tadinya

sempit

karena

hiperaktivitas menjadi lebih lebar dan sesak napas pasien pun


berkurang.
Keadaan umum pasien baik, GCS E4V5M6 dan gizi kesan cukup. Pada
pemeriksaan fisik, didapatkan respiratory rate (RR) yang meningkat (30x/menit),
menandakan pasien dalam keadaan sesak. Sedangkan nadi pasien yaitu
120x/menit. Hal ini menunjukkan pasien mengalami serangan asma akut derajat
sedang (RR = 20-30x/menit; nadi = 100-120x/menit).
Pada pemeriksaan fisik thorax tidak terdapat ketertinggalan pengembangan
dinding dada, pada perkusi didapatkan sonor dikedua lapang paru. Hal ini
menunjukkan tidak adanya penumpukan cairan di paru dan pleura/ kolaps paru.
Pada auskultasi didapatkan wheezing/mengi (+/+). Hal ini terjadi karena
sewaktu

mengalami

serangan,

jalan

napas

akan

semakin

mengecil oleh karena kontraksi otot polos saluran napas, edema


dan hipersekresi mukus. Keadaan ini dapat menyumbat saluran
napas; sebagai kompensasi penderita akan bernapas pada
volume paru yang lebih besar untuk mengatasi jalan napas yang
mengecil (hiperinflasi). Hal ini akan menyebabkan timbulnya
gejala klinis berupa batuk, sesak napas, dan mengi.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan
leukosit. Hal ini menunjukan adanya infeksi. Infeksi pada pasien
terjadi di saluran napas atas yang ditandai dengan adanya batuk
berdahak pada pasien. Selain itu terjadi penurunan natrium dan
kalium yang mungkin diakibatkan dari efek samping penggunaan
bronkodilator.
Pada pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD), didapatkan penurunan pH
(7.380), sedikit penurunan PCO2 (35 mmHg), penurunan pO2 (69 mmHg),
penurunan BE (-3,9 mmol/L), dan penurunan pada HCO3 (22.2 mmol/L) sehingga
didapatkan kesan asidosis metabolik terkompensasi sempurna dan hipoksemia
ringan.
Pasien didiagnosis asma akut sedang karena memenuhi kriteria diagnosis.
Dari anamnesis ditemukan sesak napas kambuhan yang disertai mengi yang
mengarah ke diagnosis asma. Pada pemeriksaan fisik juga ditemukan

wheezing/mengi di kedua lapang paru dengan tanda vital yang menunjang kriteria
asma akut sedang (nadi 100-120x/menit dan RR 20-30x/menit).
Berdasarkan gambaran klinis, pasien digolongkan pada pasien asma
persisten sedang.
Pasien dirawat inap mulai tanggal 2 April 2016 sesuai indikasi. Pasien
mendapat terapi O2 2-3 lpm dengan nasal kanul, Diet TKTP 1700 kkal, Nebulisasi
Fenoterol : Iptr Br = 1:0,25 mg/ 6 jam, IVFD NaCl 0,9 % 20 tpm, inj. Ceftriaxon
2gr/24 jam, inj. Metronidazol 500mg/8jam, NAC 3x200, Vitamin B kompleks 3x1
dan menunjukkan perbaikan. Pengobatan yang diberikan pada pasien rawat inap,
sesuai giudeline GINA 2015 diberikan pelega, kontroler, dan kontrol saturasi
oksigen di atas 94% namun pada pasien tidak diberikan kortikosteroid
(prednisolon). Pasien juga diberikan antibiotik ceftriaxon dan metronidazol karena
dicurigai adanya suatu infeksi pada saluran nafas atas.
Setelah follow up pada tanggal 5 April 2016 didapatkan kondisi pasien
sudah baik, sesak berkurang. Hasil pemeriksaan fisik normal, wheezing (-/-).
Pasien diperbolehkan pulang ke rumah dan menjalani kontrol rutin berdasarkan
kondisi pasien terakhir.

DAFTAR PUSTAKA

Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FKUI. Lokakarya Tahunan,


Jakarta 2001
Cazzola M. Asthma control: evidence-based monitoring and the prevention of
exacerbations. Breathe 2008; 4: 311-9.
Cicak B, Verona E, Mihatov-Stefanovic I. An individualized approach in the
education of asthmatic children. Acta Clin Croat. 2008 Dec;47(4):231- 8.)
Djojodibroto, Darmanto., 2007. Penyakit Parenkim Paru. Jakarta, Buku
Kedokteran EGC.
GINA (2011). Pocket Guide for Asthma Management and Prevention.
http://benhviennhi.org.vn/upload/files/GINA%202014.pdf - Diakses Juni
2015.
Guidelines for diagnosis and management of asthma. National hearth, lung and
blood institute. 2nd ed. New York 2002; 1-5.
Mangunnegoro H, Widjaja A, Sutoyo DK, Yunus F, Pradjnaparamita, Suryanto E,
et al. Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan asma di Indonesia. 1st ed.
Jakarta: Balai Pustaka FKUI 2004; 12-5
Mansjoer A dkk. (2007). Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 FKUI. Jakarta: Media
Aesculapius.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (2004). Asma: Pedoman diagnosis dan
penatalaksanaan di indonesia. Jakarta: PDPI
Susanti F, Yunus F, Giriputro S, Mangunnegoro H, Jusuf A, Bachtiar A. Efikasi
steroid nebulisasi dibandingkan steroid intravena pada penatalaksanaan
asma akut berat. Maj Kedokt Indon 2002; 52: 24754.

Anda mungkin juga menyukai