DD HIPERAKTIVITAS BRONKUS
Oleh:
Hany Zahro
G99151058
G99151060
Firdausul Marifah
G99151061
G99151062
Cempaka Irawati
G99141154
Pembimbing:
Dr. dr. Reviono, Sp. P(K)
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran pernafasan
yang ditandai dengan obtruksi aliran nafas yang dengan terapi spesifik dapat
secara total ataupun parsial diredakan gejalanya. Gejala-gejala asma yang timbul
dapat berakibat pada terganggunya kehidupan sehari-hari sehingga seseorang
tidak dapat beraktivitas dengan optimal. Tujuan dasar penatalaksanaan dari asma
mengusahakan agar asma menjadi terkontrol yang ditandai dengan gejala yang
tidak ada atau minimal, tidak ada keterbatasan aktivitas, faal paru yang normal
atau mendekati normal, tidak ada penggunaan obat agonis -2 atau minimal dan
tidak ada kunjungan ke unit gawat darurat (National hearth, lung and blood
institute, 2002; Cazzola, 2008).
Penyakit asma dapat muncul pada semua usia terutama pada usia muda
dan penyakit ini tidak tergantung oleh tingkat sosioekonomi tertentu. Salah satu
sepuluh penyakit terbesar penyebab morbiditas dan mortalitas di Indonesia adalah
asma. Data dari Survei Kesehatan Rumat Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan
Republik Indonesia tahun 1986 menunjukkan asma menduduki urutan kelima dari
sepuluh penyebab morbiditas bersama-sama dengan bronkitis kronik dan
emfisema. Data SKRT tahun 1992, asma, bronkitis kronik, dan emfisema juga
menjadi penyebab kematian keempat di Indonesia. Prevalens penyakit asma di
seluruh Indonesia tahun 1995 yaitu tiga belas dari seribu orang, lebih tinggi
dibandingkan bronkitis kronik yaitu sebelas dari seribu orang dan obstruksi paru
dua dari seribu orang (Mangunnegoro et al., 2004).
Cicak B dkk (2008) menyatakan bahwa selain diagnosis yang akurat,
terapi yang tepat, dan pengendalian dari faktor lingkungan program edukasi yang
baik juga penting untuk manejemen asma. Hasil pengamatan di lapangan
menunjukkan pasien anak asma dan orang tuanya kurang pengetahuan asma, oleh
karena itu penambahan pengetahuan pada perawatan pasien anak asma
memberikan kontrol yang lebih baik pada penyakitnya.
BAB II
STATUS PASIEN DAN FOLLOW UP
A. Anamnesis
1. Identitas Penderita
Nama
: Nn. SH
Umur
: 22 tahun
Jenis kelamin
: Perermpuan
Agama
: Islam
Alamat
: Penumping, Laweyan, Surakarta
Tanggal masuk : 2 April 2016
No rekam medik
: 01 29 82 33
2. Keluhan Utama
Sesak napas
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh sesak napas yang dirasakan 1 hari SMRS. Sesak
terutama dipengaruhi oleh aktivitas. Sesak juga timbul saat pagi hari dan
cuaca dingin. Dalam 1 minggu ini sesak timbul lebih dari 3x, dan 2x sesak
malam hari dalam 1 bulan. Sesak sudah dirasakan sejak usia 15 tahun.
Batuk (+) sejak 1 hari. Batuk berdahak berwarna putih. Batuk darah (-),
nyeri dada (-), keringat malam hari tanpa aktivitas (-) demam (-) mual (-)
muntah (-) penurunan berat badan (-) penurunan nafsu makan (-). BAB
dan BAK tidak ada kelainan.
Dalam 6 bulan terakhir pasien sering datang ke IGD karena sesak
napas dan mendapat uap. Apabila serangan sesak terjadi di rumah, maka
pasien hanya minum obat ventolin sisa dari mondok bulan Juli 2015.
Riwayat asma
- Riwayat alergi
: (+)
: (+)
Riwayat hipertensi
: disangkal
Riwayat penyakit jantung
: disangkal
Riwayat diabetes melitus
: disangkal
Riwayat OAT
: disangkal
Riwayat pemakaian obat semprot : (-)
Riwayat mondok
:
Bulan Juli 2015 pasien dirawat di RSDM dengan keluhan sesak
napas dan dinyatakan sakit asma. Pasien diberi obat racik, ventolin,
dan metil prednisolon. Disarankan untuk kontrol dan tes
spirometri tapi tidak dilakukan.
: disangkal
: disangkal
c.Riwayat sakit jantung : disangkal
: disangkal
e. Riwayat alergi
: tidak jelas
f. Riwayat asma
: (+) kakek
6. Riwayat Kebiasaan
a.Riwayat merokok
b. Riwayat olah raga
: jarang
: disangkal
: disangkal
Tensi
: 110/70 mmHg
Respirasi
: 30x/menit
Nadi
: 120x/menit
Suhu
: 36.7C
Saturasi
Status gizi
3. Keadaan Sistemik
Kulit
Kepala
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
tragus (-)
: nafas cuping hidung (), sekret (-), epistaksis (-)
: sianosis (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi(-), gusi
berdarah (-), luka pada sudut bibir (-), oral thrush (-)
Leher
: JVP meningkat (-), pembesaran KGB (-)
Thoraks
: bentuk normochest, retraksi intercostal (-)
Jantung
: Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-)
Paru - Paru :
Paru (anterior)
Inspeksi statis
Inspeksi dinamis
Palpasi
Perkusi
: Sonor/sonor
Auskultasi
Paru (posterior)
Inspeksi statis
Inspeksi dinamis
Palpasi
Perkusi
: Sonor/sonor
Auskultasi
Abdomen :
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
epigastrium (-)
: area troube timpani, hepar dan lien dalam batas normal,
Palpasi
Ekstremitas :
Oedem
Akral Dingin
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium Darah
Pemeriksaan laboratorium darah dilakukan pada tanggal 2 April
2016 dengan hasil sebagai berikut:
Pemeriksaan
Hasil
HEMATOLOGI RUTIN
Hb
13.6
Hct
40
AL
19.3
AT
227
AE
4.63
KIMIA KLINIK
GDS
129
SGOT
19
SGPT
15
Albumin
5.0
Creatinine
0.5
Ureum
12
ELEKTROLIT
Natrium
133
Kalium
3.2
Chlorida
105
SEROLOGI HEPATITIS
HbsAg
Nonreactive
ANALISA GAS DARAH
PH
7.380
BE
-3.9
PCO2
35
PO2
69.0
HCO3
22.2
Total CO2
22.5
O2 saturasi
94
Laktat arteri
7.40
Satuan
Rujukan
g/dl
%
103/l
103 /l
106/l
13.5-17.5
33 45
4.5 11.0
150450
4.10 5.10
mg/dl
u/l
u/l
g/dl
mg/dl
mg/dl
60 140
<31
<34
3.5-5.2
0.6 1.2
< 50
2.
2.
2.
2.
2.
2.
2.
2.
2.
2.
Mmol/L
Mmol/L
Mmol/L
136-145
3.3-5.1
98-106
2.
2.
2.
Nonreactive
Mmol/L
mmHg
mmHg
Mmol/L
Mmol/L
%
Mmol/L
: 37.83
PAO2
: 105.98
Target PAO2
: 138.23
FiO2
AaDO2
: 36.98
HS
: 276
Kesimpulan :
2.
7.350-7.450
-2 - +3
27.0 41.0
83.0 - 108.0
21.0 - 28.0
19.0 - 24.0
94.0 - 98.0
1.36 - 0.75
2.
2.
2.
2.
2.
2.
2.
2.
Kapasitas
vital (KV)
KV/KV
prediksi
Kapasitas
vital paksa
(KVP)
KVP/KVP
prediksi
Volume
ekspirasi
paksa detik 1
(VEP)
VEP1/
Prediksi
VEP
1%/KVP
Nilai
Hasil (ml)
Prediksi
(ml)
1. 1540
2. 1440
3. 1440
2571
59%
1. 1710
2. 1660
3. 1810
Uji
Bronkodilator
1. 1780
2. 1730
3. 1680
Kenaikan
Vep 1
80%
2571
66.51 %
1. 1180
2. 1110
3. 1090
Normal
80%
1. 1370
2. 1340
3. 1280
2339
50.45%
69%
80%
69%
58%
76.9%
Coccus dan Gram Negatif Batang, leukoosit 5-10/ LBP, Epitel 0-2 /
LPB
2. Pengecatan BTA dari sputum : negatif
D. Daftar Masalah
A Prognosis
Ad Vitam
: dubia ad bonam
Ad Sanationam
: dubia ad bonam
FOLLOW UP
Tanggal
3 April
2016
DPH 1
Subyektif
Sesak napas
Batuk
Obyektif
KU : CM, tampak
sakit sedang
Tensi : 130/70
mmHg
RR
: 26 x / menit
Assesment
Asma akut
sedang pada
asma
persisten
sedang pada
asma tidak
terkontrol
Terapi / Plan
Suhu : 36.7oC
SpO2 : 98%
Pulmo Anterior:
I: Pengembangan dada
kanan=kiri
O2 3 lpm nasal
canul
Diet TKTP 1700
kkal
Infus NaCl 0.9%
20 tpm
Injeksi ceftriaxon
2g/24 jam (H2)
Injeksi
methylprednisolon
n 62.5 mg/ 8 jam
N acetyl cystein 3
x 200mg
Vitamin B complex
3x1
P: Fremitus raba
kanan=kiri
P: sonor/sonor
A: SDV(N/N),
wheezing (+/+), RBK
(-/-)
Pulmo Anterior:
I: Pengembangan dada
kanan=kiri
P: Fremitus raba
kanan=kiri
P: sonor/sonor
A: SDV(N/N),
wheezing (+/+), RBK
(-/-)
Plan :Sputum
Mo/G/K/R, ,
spirometri
4 April
2016
DPH 2
Sesak napas
Batuk
KU : CM, tampak
sakit sedang
Tensi : 130/70
mmHg
RR
: 26 x / menit
Asma akut
sedang pada
asma
persisten
sedang pada
asma tidak
terkontrol
Infeksi
saluran
napas atas
O2 3 lpm nasal
canul
Diet TKTP 1700
kkal
Infus NaCl 0.9%
20 tpm
Injeksi ceftriaxon
2g/24 jam (H3)
Injeksi
methylprednisolon
n 62.5 mg/ 8 jam
N acetyl cystein 3
x 200mg
Vitamin B complex
3x1
5 April
2016
DPH 3
Sesak
napas
Batuk
KU : CM, tampak
sakit ringan
Tensi : 120/70
mmHg
RR
: 26 x / menit
Nadi : 90 x / menit,
isi cukup, reguler
Asma akut
sedang pada
asma
perrsisten
sedang pada
asma tidak
terkontrol
Suhu : 36.5oC
SpO2 : 97% O2
ruang
Pulmo Anterior:
I: Pengembangan dada
kanan=kiri
P: Fremitus raba
kanan=kiri
P: sonor/sonor
A: SDV(N/N),
wheezing (-/-), RBK
(-/-)
Pulmo Anterior:
I: Pengembangan dada
kanan=kiri
P: Fremitus raba
kanan=kiri
P: sonor/sonor
A: SDV(N/N),
wheezing (-/-), RBK
(-/-)
O2 3 lpm nasal
canul
Diet TKTP 1700
kkal
Infus NaCl 0.9%
20 tpm
Injeksi ceftriaxon
2g/24 jam (H2)
Injeksi
methylprednisolon
n 12.5 mg/ 8 jam
N acetyl cystein 3
x 200mg
Vitamin B complex
3x1
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang
melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan
peningkatan
hiperesponsif
jalan
napas
yang
menimbulkan
gejala
episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan
batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Episodik tersebut
berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan
seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.
B. PATOFISIOLOGI
Paparan terhadap allergen atau iritan menyebabkan degranulasi sel
mast dan pelepasan mediator-mediator inflamasi (antara lain : histamin,
Interleukin, Imunoglobulin, prostaglandin, leukotrien dan nitrat oksida).
Faktor kemotaktik yang dihasilkan menyebabkan infiltrasi bronkus oleh
neutrofil, eosinofil dan limfosit. Proses inflamasi ini menyebabkan spasme
otot polos, kongesti pembuluh darah, pembentukan edema dan produksi
mucus yang akhirnya mengakibatkan obstruksi jalan nafas dan peningkatan
hiperesponsif bronkus (HRB).
D. MANIFESTASI KLINIS
Keluhan utama pasien asma ialah sesak napas mendadak, disertai fase
inspirasi yang lebih pendek, dan diikuti bunyi mengi (wheezing) terutama
waktu ekspirasi, batuk yang disertai serangan sesak napas yang kumatkumatan. Pada beberapa pasien asma keluhan tersebut dapat ringan, sedang
atau berat dan sesak napas pasien timbul mendadak, dirasakan makin lama
makin meningkat atau tiba-tiba menjadi lebih berat. Hal ini sering terjadi
terutama pada pasien dengan rhinitis alergika atau radang saluran napas
bagian atas (Mansjoer, 2007).
Suara mengi ini sering kali dapat didengar dengan jelas tanpa
menggunakan stetoskop. Keadaan ini tergantung cepat atau lambatnya aliran
udara yang keluar-masuk paru. Bila dijumpai obstruksi ringan atau kelelahan
otot pernapasan, mengi (wheezing) akan terdengar lemah atau tidak terdengar
sama sekali. Sedang batuk hampir selalu ada, bahkan sering kali diikuti
dengan dahak putih berbuih. Selain itu, makin kental dahak akan memberikan
keluhan sesak napas yang lebih berat, apalagi pasien mengalami dehidrasi
(Mansjoer, 2007).
Dalam keadaan sesak napas hebat, pasien lebih menyukai posisi
duduk membungkuk dengan kedua telapak tangan memegang kedua lutut.
Tanda lain yang menyertai sesak napas berat ialah pergerakan cuping hidung
yang sesuai dengan irama pernapasan, otot bantu pernapasan ikut aktif, dan
pasien tampak gelisah. Frekuensi pernapasan terlihat meningkat (takipneu),
selain karena sesak napas mungkin pula karena rasa takut. Pada fase
permulaan sesak napas akan diikuti dengan penurunan PaO2 dan PaCO2,
tetapi pH normal atau sedikit naik. Selanjutnya hipoventilasi akan
menyebabkan penurunan PaO2 dan pH serta meningkatkan PaCO2 darah
sehingga memperberat keluhan sesak napas. Selain itu terjadi kenaikan
tekanan darah dan denyut nadi sampai 110-130 kali/menit, karena
peningkatan konsentrasi katekolamin dalam darah. Bila tanda-tanda
hipoksemia tetap ada (PaO2 <60 mmHg) diikuti dengan hiperkapnia (PaCO2
>45 mmHg), asidosis respiratorik, sianosis, gelisah, kesadaran menurun,
gejala berupa batuk, sesak nafas, rasa berat di dada, dan berdahak.
Pada serangan asma berat, pasien tampak sianosis dengan nadi > 120
X/menit, Silent Chest (suara mengi melemah). Sedangkan gambaran klinis
status asmatikus adalah pasien tampak sakit berat, sianosis, sesak nafas,
bicara terputus-putus, banyak berkeringat. Bila kulit kering menunjukkan
kegawatan, sebab pasien sudah jatuh dalam dehidrasi berat. Pada keadaan
awal kesadaran pasien mungkin masih cukup baik, tetapi lambat laun dapat
memburuk yang diawali dengan rasa cemas, gelisah kemudian jatuh ke dalam
koma (PDPI, 2004).
Pemeriksaan Penunjang
Pengukuran faal paru dilakukan untuk menilai obstruksi jalan nafas,
reversibiliti kelainan faal paru, dan variabiliti faal paru sebagai penilaian
tidak langsung hiper-responsif jalan nafas. Pemeriksaan faal paru yang
standar adalah pemeriksaan spirometri dan peak expiratory flow meter (arus
puncak ekspirasi) (PDPI, 2004).
Pada pemeriksaan spirometri pengukuran volume ekspirasi paksa
detik pertama (VEP1) dan kapasiti vital paksa (KVP) dilakukan dengan
manuver ekspirasi paksa melalui prosedur yang standar. Obstruksi jalan
napas diketahui dari nilai rasio VEP1/KVP <75% atau VEP1 <80%. Selain
itu, dapat dilakukan uji provokasi bronkus. Jika terdapat reversibiliti, yaitu
perbaikan VEP1 15% secara spontan atau setelah uji bronkodilator maka
dapat membantu penegakan diagnosis asma. Pemeriksaan lain yang berperan
untuk diagnosis asma adalah pengukuran status alergi. Komponen alergi pada
asma dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan uji kulit atau pengukuran IgE
spesifik serum, namun cara ini tidak terlalu bernilai dalam mendiagnosis
asma, hanya membantu dalam mengidentifikasi faktor pencetus (Gina, 2011;
PDPI, 2004).
F. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding asma antara lain sebagai berikut :
Dewasa
Bronkitis kronik
Disfungsi laring
Emboli paru
Anak
Laringotrakeomalasia
Tumor
Stenosis trakea
Bronkhiolitis
(Mansjoer, 2007; PDPI, 2004)
II. Persisten
Gejala
Bulanan
Gejala < 1x/minggu
Tanpa gejala diluar
serangan
Serangan singkat
Gejala
malam
2x/bulan
Faal paru
APE 80%
VEP1 80% nilai
prediksi
APE 80% nilai
terbaik
Variabilitas APE < 20%
Ringan
III. Persisten
Sedang
IV. Persisten
Berat
Mingguan
Gejala > 1x/minggu, tapi > 2x/bulan
< 1x/hari
Serangan dapat
mengganggu aktivitas
dan tidur
Membutuhkan
bronkodilator setiap hari
APE 80%
VEP1 80% nilai
prediksi
APE 80% nilai
terbaik
Variabilitas APE 2030%
Harian
Gejala setiap hari
Serangan menggangu
aktivitas dan tidur
Membutuhkan
bronkodilator setiap hari
APE 60-80%
VEP1 60-80% nilai
prediksi
APE 60-80% nilai
terbaik
Variabilitas APE > 30%
Kontinyu
Gejala terus menerus
Sering kambuh
Aktivitas fisik terbatas
>1x/mingg
u
APE 60%
VEP1 60% nilai
prediksi
APE 60% nilai terbaik
Variabilitas APE > 30%
Sering
Intermiten
Intermiten
Tahap 2
Tahap 3
Pesisten
Persisten
ringan
Persisten
sedang
Persisten
ringan
sedang
Serangan singkat
Gejala malam < 2x/bln
Faal paru normal diluar serangan
Tahap II: Persisten Ringan
Persisten
Persisten
Persisten
ringan
sedang
berat
Persisten
Persisten
Persisten
sedang
berat
berat
Persisten
Persisten
Persisten
berat
berat
berat
Serangan sering
Gejala malam sering
VEP160% nilai prediksi, atau
APE60% nilai terbaik
Klasifikasi Berat Serangan Asma Akut
Keadaan
Gejala dan
Mengancam
Tanda
Jiwa
Sesak nafas
Posisi
Ringan
Berjalan
Dapat tidur
Sedang
Berbicara
Duduk
Berat
Istirahat
Duduk
Cara
terlentang
Satu kalimat
Beberapa kata
membungkuk
Kata demi kata
berbicara
Kesadaran
Mungkin gelisah
Gelisah
Gelisah
Mengantuk,
gelisah,
kesadaran
menurun
Frekuensi
< 20/menit
20-30/menit
> 30 menit
nafas
Nadi
Pulsus
< 100
-
100-120
> 120
+
Bradikardia
-
paradoksus
10 mmHg
10-20 mmHg
> 25 mmHg
kelelahan
otot
Otot bantu
Torakoabdo
nafas dan
minal
retraksi
paradoksal
suprasternal
Mengi
Akhir ekspirasi
Akhir ekspirasi
Inspirasi dan
APE
PaO2
PaCO2
SaO2
paksa
> 80%
> 80 mmHg
< 45 mmHg
> 95%
60-80%
80-60 mmHg
< 45 mmHg
91-95%
ekspirasi
< 60%
< 60 mmHg
> 45 mmHg
< 90%
Silent chest
H. PENATALAKSANAAN ASMA
Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut
sebagai asma terkontrol. Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam
waktu satu bulan. Beberapa penatalaksanaan asma antara lain:
1. Edukasi
2. Menilai dan monitor berat asma secara berkala
3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang
5. Menetapkan pengobatan pada serangan akut
6. Kontrol secara teratur
7. Pola hidup sehat (GINA, 2011; PDPI, 2004)
A. Pengontrol (Controllers)
Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol
asma, diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan
asma terkontrol pada asma persisten. Pengontrol sering disebut pencegah, yang
termasuk obat pengontrol adalah:
Glukokortikosteroid inhalasi
Glukokortikosteroid sistemik
Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium)
Metilsantin
Agonis 2 kerja lama
Leukotriene modifiers (GINA, 2011; PDPI, 2004)
B. Pelega (Reliever)
Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos,
memperbaiki dan atau menghambat bronkokonstriksi yang berkaitan dengan
gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki
inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan napas. Termasuk
pelega adalah:
Agonis 2 kerja singkat
Metilsantin
Antikolinergik
Adrenalin (GINA, 2011; PDPI, 2004)
Asma Terkontrol
1. Gejala minimal (sebaiknya tidak ada), termasuk gejala malam
2. Tidak ada keterbatasan aktiviti termasuk exercise
3. Kebutuhan bronkodilator (agonis b2 kerja singkat) minimal (idealnya tidak
diperlukan)
4. Variasi harian APE kurang dari 20%
5. Nilai APE normal atau mendekati normal
6. Efek samping obat minimal (tidak ada)
7. Tidak ada kunjungan ke unit darurat gawat
Pengobatan Sesuai Berat Asma
Semua tahapan : ditambahkan agonis 2 kerja singkat untuk pelega bila
dibutuhkan, tidak > 3-4x/hari
Berat Asma
Medikasi
Alternatif/Pilihan
Alternatif Lain
Pengontrol Harian
Lain
Asma
Tidak perlu
Intermiten
Asma
Persisten
d inhalasi (200-
lambat
Ringan
400ug BD/hari
Kromolin
Ditambah agonis
Asma
Kombinasi
Persisten
inhalasi
inhalasi
Sedang
glukokortikosteroi
glukokortikosteroi
oral, atau
d (400-800ug
d (400-800ug
BD/hari atau
BD/hari atau
teofilin
equivalennya) dan
equivalennya)
lambat
agonis 2 kerja
ditambah teofilin
lama
kerja
lama
Ditambahkan
lepas
Glukokortikostero
id inhalasi (400800ug BD atau
equivalennya)
ditambah
leukotriene
Asma
Kombinasi
modifiers
Prednisolon/ metil
Persisten
inhalasi
prednisolon oral
Berat
glukokortikosteroi
selang sehari 10 mg
lepas lambat
dibawah ini:
- teofilin lepas
lambat
- leukotriene
modifiers
glukokortikosteroi
d oral
Semua tahapan : bila tercapai asma terkontrol, pertahankan terapi paling tidak 3
bulan, kemudian diturunkan bertahap sampai mencapai terapi seminimal
mungkin dengan kondisi asma tetap terkontrol
Rencana Pengobatan Serangan Asma Berdasarkan Berat Serangan
dan Tempat Pengobatan
Serangan
Ringan
Pengobatan
Terbaik:
Inhalasi agonis 2
Alternatif:
Tempat pengobatan
Di rumah
Di praktek dokter/ klinik/
dalam 1 nafas
puskesmas
dan teofilin
Terbaik:
Nebulasi agonis 2 @ 4
Darurat gawat/RS
gelaja
jam
Klinik
Alternatif:
Praktek dokter
dalam 1 nafas
- Agonis 2 subkutan
Puskesmas
Nadi 100-120
- Aminofilin iv
APE 60-80%
Berat
Terbaik:
Darurat gawat/RS
Nebulasi agonis 2 @ 4
Klinik
jam
dalam 1 nafas
Alternatif:
- Agonis 2 sc/iv
Mengancam jiwa
Kortikosteroid iv
Seperti serangan akut
Darurat gawat/RS
Kesadaran berubah /
berat
ICU
menurun
Pertimbangkan intubasi
Gelisah
Sianosis
Gagal nafas
BAB IV
ANALISIS KASUS
Pasien mengeluh sesak napas yang dirasakan 1 hari SMRS.
Sesak terutama dipengaruhi oleh aktivitas. Sesak terutama saat
pagi hari dan cuaca dingin. Dalam 1 minggu ini sesak timbul
lebih dari 3x, dan 2x sesak malam hari dalam 1 bulan. Sesak
sudah dirasakan sejak usia 15 tahun.
Sesak napas yang dialami pasien berhubungan dengan
inflamasi yang
BAB
dan
menunjukkan
BAK
bahwa
tidak
ada
kelainan.
pada
pasien
tidak
Hal-hal
tersebut
terdapat
kelainan
membuat
bronkus
yang
tadinya
sempit
karena
mengalami
serangan,
jalan
napas
akan
semakin
wheezing/mengi di kedua lapang paru dengan tanda vital yang menunjang kriteria
asma akut sedang (nadi 100-120x/menit dan RR 20-30x/menit).
Berdasarkan gambaran klinis, pasien digolongkan pada pasien asma
persisten sedang.
Pasien dirawat inap mulai tanggal 2 April 2016 sesuai indikasi. Pasien
mendapat terapi O2 2-3 lpm dengan nasal kanul, Diet TKTP 1700 kkal, Nebulisasi
Fenoterol : Iptr Br = 1:0,25 mg/ 6 jam, IVFD NaCl 0,9 % 20 tpm, inj. Ceftriaxon
2gr/24 jam, inj. Metronidazol 500mg/8jam, NAC 3x200, Vitamin B kompleks 3x1
dan menunjukkan perbaikan. Pengobatan yang diberikan pada pasien rawat inap,
sesuai giudeline GINA 2015 diberikan pelega, kontroler, dan kontrol saturasi
oksigen di atas 94% namun pada pasien tidak diberikan kortikosteroid
(prednisolon). Pasien juga diberikan antibiotik ceftriaxon dan metronidazol karena
dicurigai adanya suatu infeksi pada saluran nafas atas.
Setelah follow up pada tanggal 5 April 2016 didapatkan kondisi pasien
sudah baik, sesak berkurang. Hasil pemeriksaan fisik normal, wheezing (-/-).
Pasien diperbolehkan pulang ke rumah dan menjalani kontrol rutin berdasarkan
kondisi pasien terakhir.
DAFTAR PUSTAKA