Anda di halaman 1dari 20

I.

PENDAHULUAN
Syok adalah suatu keadaan dimana pasokan darah tidak mencukupi untuk kebutuhan
organ-organ di dalam tubuh. Syok juga didefinisikan sebagai gangguan sirkulasi yang
mengakibatkan penurunan kritis perfusi jaringan vital atau menurunnya volume darah
yang bersirkulasi secara efektif. Pada seseorang yang mengalami syok terjadi penurunan
perfusi jaringan, terhambatnya pengiriman oksigen, dan kekacauan metabolisme sel
sehingga produksi energi oleh sel tidak memadai. Apabila sel tidak dapat menghasilkan
energi secara adekuat, maka sel tidak akan berfungsi dengan baik sehingga pada gilirannya
akan menimbulkan disfungsi dan kegagalan berbagai organ, akhirnya dapat menimbulkan
kematian.1
Syok merupakan salah satu kedaruratan pediatrik yang sering ditemukan dan
mempunyai morbiditas serta mortalitas yang tinggi bila tidak ditangani dengan cepat dan
tepat. 1 Syok terus menjadi penyebab kematian bagi banyak penyakit masa kanak-kanak
dan telah diperkirakan bahwa 10 juta anak-anak di dunia meninggal setiap tahunnya.2
Sekitar 10% penyebab pasien anak-anak dirawat di Unit Perawatan Intensif adalah karena
syok.3 Oleh karena itu, perlu pemahaman yang baik mengenai pengenalan syok secara dini
guna penatalaksanaannya lebih tepat dan adekuat sehingga prognosisnya lebih baik dan
dapat menghindari kerusakan organ lebih lanjut.

II. DEFINISI
Syok adalah sindrom klinis akibat kegagalan sistem sirkulasi dalam mencukupi
kebutuhan nutrien dan oksigen baik dari segi pasokan maupun utilisasinya untuk
metabolisme seluler jaringan tubuh, sehingga terjadi defisiensi akut okigen di tingkat
seluler.4
Sedangkan syok neurogenik disebut juga syok spinal yang merupakan bentuk dari
syok distributif, syok neurogenik terjadi akibat kegagalan pusat vasomotor karena
hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh, sehingga terjadi
hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh tampung (capacitance vessels). Hasil dari
perubahan resistensi pembuluh darah sistemik ini diakibatkan oleh cedera pada sistem
saraf seperti trauma kepala, cedera spinal, atau general anestesi yang terlalu dalam
Pada anak gejala awal tidak sama bila dibandingkan orang dewasa karena fungsi
organ dan kemampuan kompensasi tubuh yang relatif berbeda sesuai dengan
perkembangan usia.5
1

III. EPIDEMIOLOGI
Spinal Cord Injury (SCI) pada pediatrik terjadi pada 2 dari 100.000 anak di Amerika
Serikat dan kasus baru ditemukan sekitar 1500 pertahun pada rawat inap Rumah Sakit..
Penyebab tersering terjadinya jejas tulang belakang pediatrik adalah kecelakaan
kendaraan bermotor (41-56%) dan 67% dari pasien ini tidak dilakukan fiksasi dengan
baik. Penyebab lain dari SCI antara lain spinal anesthesia, Guillain-Barre Syndrome,
autonomic nervous system toxin , dan neuropati lainnya.9
Penyebab SCI pada neonatus adalah jejas akibat proses melahirkan, jejas karena
penggunaan sabuk pengaman, myelitis transversus dan child abuse. Subluksasi servikal
sering terjadi pada cedera servikal pada anak dengan Trisomi 21, juvenile idiopathic
arthritis, skeletal dysplasia dan tonsilofaringitis. Cedera servikal pada anak lebih sering
terjadi dibandingkan pada orang dewasa, kemungkinan disebabkan karena perbedaan
struktur anatomi antara lain ukuran kepala yang lebih besar dan otot leher yang belum
berkembang pada anak. Cedera tulang servikal menyebabkan kematian sebesar 18-27%.9
Hilangnya tonus simpatis yang kemudian menjadi syok neurogenik paling sering
terjadi ketika cedera di tulang belakang diatas vertebra T6. Selain itu, syok neurogenik
dapat muncul kapan saja setelah terjadinya sakit atau cedera, mulai saat terjadinya sakit
atau cedera sampai beberapa minggu setelah sakit atau cedera. 9
Tidak ada studi mengenai perubahan hemodinamik yang terjadi setelah SCI akut pada
anak dan insidensi syok neurogenik pada anak dengan SCI tidak diketahui. Namun,
laporan dari Congress of Neurological Surgeons guideline for management of SCI, 5090% orang dewasa dengan cedera servikal membutuhkan resusitasi cairan dan infus
vasoaktif untuk mendapatkan target tekanan darah (MAP > 85-90 mmHg dalam 7 hari).
Orang dewasa dengan cedera yang lebih tinggi (C1-C6) lebih sering membutuhkan
intervensi kardiovaskular seperti obat vasoaktif atau cardiac pacing dibanding yang
cederanya lebih rendah (C6-C7).9

IV. ETIOLOGI
Syok neurogenik disebabkan oleh beberapa faktor yang menganggu SNS.
Masalah ini terjadi akibat transmisi impuls yang terhambat dan hambatan hantaran
simpatik dari pusat vasomotor pada otak. Dan penyebab utamanya adalah SCI . Syok
neurogenik keliru disebut juga dengan syok tulang belakang. Kondisi berikutnya
2

mengacu pada hilangnya aktivitas neurologis dibawah tingkat cedera tulang belakang,
tetapi tidak melibatkan perfusi jaringan tidak efektif.7
Penyebabnya antara lain :
1. Disfungsi saraf simpatis yang disebabkan oleh trauma tulang belakang dan spinal
syok, seperti trauma pada medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia
2. Rangsangan pada medula spinalis, misalnya penggunaan

obat anastesi

spinal/lumbal yang dalam, nyeri hebat pada fraktur tulang


3. Rangsangan parasimpatis pada jantung yang menyebabkan bradikardia jantung
mendadak akibat gangguan emosional, trauma kepala (gangguan pusat otonom),
suhu lingkungan yang panas, terkejut dan takut. 3,4
V. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi syok secara umum dibagi mejadi 3 stadium :
1. Fase Kompensasi
Pada fase ini fungsi-fungsi organ vital masih dapat dipertahankan melalui mekanisme
kompensasi tubuh dengan meningkatkan refleks simpatis, yaitu meningkatnya resistensi
sistemik dimana terjadi distribusi selektif aliran darah dari organ perifer non vital ke organ
vital seperti jantung, paru, dan otak. Tekanan darah sistolik tetap normal sedangkan
tekanan diastolik meningkat akibat peninggian resistensi arteriol sistemik (tekanan nadi
menyempit).1,5
Untuk mencukupi curah jantung maka jantung mengompensasi secara temporer
dengan meningkatkan laju jantung. Disamping itu terdapat peningkatan sekresi
vasopressin dan renin-angiotensin-aldosteron yang akan mempengaruhi ginjal untuk
menahan natrium dan air dalam sirkulasi.1
Manifestasi klinis yang tampak berupa takikardia, gaduh gelisah, kulit pucat dan
dingin dengan pengisian kapiler (capillary refill time) yang melambat > 2 detik.1

2. Fase Dekompensasi
Pada fase ini mekanisme kompensasi mulai gagal mempertahankan curah jantung
yang adekuat dan sistem sirkulasi menjadi tidak efisien lagi. Jaringan dengan perfusi yang
buruk tidak lagi mendapat oksigen yang cukup, sehingga metabolisme berlangsung secara
anaerobik yang tidak efisien. Alur anaerobik menimbulkan penumpukan asam laktat dan
asam-asam lainnya yang berakhir dengan asidosis. Asidosis akan bertambah berat dengan

terbentuknya asam karbonat intraselular akibat ketidakmampuan sirkulasi membuang


CO2.1
Asidemia akan menghambat kontraktilitas otot jantung dan respons terhadap
katekolamin. Akibat lanjut asidosis akan menyebabkan terganggunya mekanisme energy
dependent Na-K-pump di tingkat selular, akibatnya integritas membran sel terganggu,
fungsi lisosom dan mitokondria akan memburuk yang dapat berakhir dengan kerusakan
sel. Lambatnya aliran darah dan kerusaksan reaksi rantai kinin serta sistem koagulasi dapat
memperburuk keadaan syok dengan timbulnya agregasi trombosit dan pembentukan
trombus disertai tendensi perdarahan.5
Pada syok juga terjadi pelepasan mediator-vaskular antara lain histamin, serotonin,
sitokin (terutama TNF = tumor necrosis factor dan interleukin I), xanthin oxidase yang
dapat membentuk oksigen radikal serta PAF (platelets aggregating factor). Pelepasan
mediator oleh makrofag merupakan adaptasi normal pada awal keadaan stres atau injury,
pada keadaan syok yang berlanjut justru dapat memperburuk keadaan karena terjadi
vasodilatasi arteriol dan peningkatan permeabilitas kapiler dengan akibat volume
intravaskular yang kembali ke jantung (venous return) semakin berkurang disertai
timbulnya depresi miokard.1,5
Manifestasi klinis yang dijumpai berupa takikardia yang bertambah, tekanan darah
mulai turun, perfusi perifer memburuk (kulit dingin dan mottled, capillary refill time
memanjang), oligouria dan asidosis (laju napas bertambah cepat dan dalam) dengan
depresi susunan saraf pusat (penurunan kesadaran).1

3. Fase Irreversibel (pre-terminal)


Kegagalan mekanisme kompensasi tubuh menyebabkan syok terus berlanjut, sehingga
terjadi kerusakan/kematian sel dan disfungsi sistem multi organ lainnya, cadangan fosfat
berenergi tinggi (ATP) akan habis terutama di jantung dan hepar, sintesa ATP yang baru
hanya 2% / jam dengan demikian tubuh akan kehabisan energi. Kematian akan terjadi
walaupun sistem sirkulasi dapat dipulihkan kembali. 1
Manifestasi klinis berupa tekanan darah tidak terukur, nadi tak teraba, penurunan
kesadaran semakin turun, anuria dan tanda-tanda kegagalan sistem organ lain.1

Tabel 1. Manifestasi Klinis Syok berdasarkan Stadium


Manifestasi klinis

Kompensasi

Dekompensasi

Irreversibel

Kehilangan darah (%)

Sampai 25

25 40

> 40

Frekuensi nadi

Takikardi +

Takikardi ++

Takikardi/bradikardi

Tekanan darah sistolik Normal

Normal or falling

Plummeting

Pulse volume

Normal/menurun

Menurun +

Menurun ++

CRT

Normal/meningkat

Meningkat +

Meningkat ++

Kulit

Dingin, pucat

Dingin, mottled

Dingin,

pucat/deathly

pale
Frekuensi napas

Takipneu +

Takipneu ++

Status mental

Agitasi sedang

Letargi,
kooperatif

Sighing respiration
tidak Hanya bereaksi akan
nyeri atau tidak respon

Syok distributif yang terjadi dalam bentuk syok neurogenik memiliki


manifestasi yang hampir sama dengan syok pada umumnya. Pada syok neurogenik
juga ditemukan hipotensi, hanya saja akibat dari berbagai disfungsi saraf otonom
(khususnya saraf simpatis) nadi tidaklah bertambah cepat (takikardi), bahkan dapat
lebih lambat (bradikardi). Gambaran klasik dari syok neurogenik adalah hipotensi
tanpa takikardi atau vasokonstriksi perifer. Kadang gejala ini disertai dengan adanya
defisit neurologis dalam bentuk quadriplegia atau paraplegia. Sedangkan pada
keadaan lanjut, sesudah pasien menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah cepat.
Karena terjadinya pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler dan vena, maka kulit
terasa agak hangat dan cepat berwarna kemerahan. 5
Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik
terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan dapat lebih
lambat (bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa
quadriplegia atau paraplegia . Sedangkan pada keadaan lanjut, sesudah pasien menjadi
tidak sadar, barulah nadi bertambah cepat. Karena terjadinya pengumpulan darah di
dalam arteriol, kapiler dan vena, maka kulit terasa agak hangat dan cepat berwarna
kemerahan.5

Patofisiologi syok neurogenik

Syok neurogenik termasuk syok distributif dimana penurunan perfusi jaringan


dalam syok distributif merupakan hasil utama dari hipotensi arterial karena penurunan
resistensi pembuluh darah sistemik (systemic vascular resistance). Sebagai tambahan,
penurunan dalam efektifitas sirkulasi volume plasma sering terjadi dari penurunan venous
tone, pengumpulan darah di pembuluh darah vena, kehilangan volume intravaskuler dan
intersisial karena peningkatan permeabilitas kapiler. Akhirnya, terjadi disfungsi miokard
primer yang bermanifestasi sebagai dilatasi ventrikel, penurunan fraksi ejeksi, dan
penurunan kurva fungsi ventrikel. Pada keadaan ini akan terdapat peningkatan aliran
vaskuler dengan akibat sekunder terjadi berkurangnya cairan dalam sirkulasi. Syok
neurogenik mengacu pada hilangnya tonus simpatik (cedera spinal). Gambaran klasik
pada syok neurogenik adalah hipotensi tanpa takikardi atau vasokonstriksi kulit.
Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal berlebihan yang mengakibatkan
vasodilatasi menyeluruh di regio splanknikus, sehingga perfusi ke otak berkurang. Reaksi
vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut atau
nyeri. Syok neurogenik bisa juga akibat rangsangan parasimpatis ke jantung yang
memperlambat kecepatan denyut jantung dan menurunkan rangsangan simpatis ke
pembuluh darah. Misalnya pingsan mendadak akibat gangguan emosional.
Pada penggunaan anestesi spinal, obat anestesi melumpuhkan kendali neurogenik
sfingter prekapiler dan menekan tonus venomotor. Pasien dengan nyeri hebat, stress,
emosi dan ketakutan meningkatkan vasodilatasi karena mekanisme reflek yang tidak jelas
yang menimbulkan volume sirkulasi yang tidak efektif dan terjadi sinkop, syok
neurogenik disebabkan oleh gangguan persarafan simpatis descendens ke pembuluh darah
yang mendilatasi pembuluh darah dan menyebabkan terjadinya hipotensi dan
bradikardia.11
Syok neurogenik disebabkan oleh hilangnya kontrol saraf simpatis terhadap
tahanan vaskular, sehingga sebagai hasilnya, terjadilah vasodilatasi arteriol dan venula
secara besar-besaran di seluruh tubuh.10
Bagian terpenting sistem saraf otonom bagi pengaturan sirkulasi adalah sistem
saraf

simpatis.

Secara

anatomis,

serabut-serabut

saraf

vasomotor

simpatis

meninggalkan medula spinalis melalui semua saraf spinal toraks dan melalui satu atau
dua saraf spinal lumbal pertama. Serabut-serabut ini segera masuk ke dalam rantai

simpatis yang berada di tiap sisi korpus vertebra, kemudian menuju sistem sirkulasi
melalui dua jalan utama :
-

Melalui saraf simpatis spesifik yang terutama mempersarafi pembuluh darah


organ visera interna dan jantung

Hampir segera memasuki nervus spinalis perifer yang mempersarafi pembuluh


darah perifer
Di sebagian besar jaringan, semua pembuluh darah kecuali kapiler, sfingter

prekapiler, dan sebagian besar metarteriol diinervasi oleh saraf simpatis. Tentunya
inervasi ini memiliki tujuan tersendiri. Sebagai contoh, Inervasi arteri kecil dan arteriol
menyebabkan rangsangan simpatis untuk meningkatkan tahanan aliran darah dan
dengan demikian menurunkan laju aliran darah yang melalui jaringan. Inervasi
pembuluh darah besar, terutama vena, memungkinkan rangsangan simpatis untuk
menurunkan volume pembuluh darah ini. Keadaan tersebut dapat mendorong darah
masuk ke jantung dan dengan demikian berperan penting dalam pengaturan pompa
jantung.
Selain serabut saraf simpatis yang menyuplai pembuluh darah, serabut simpatis
juga pergi secara langsung menuju jantung. Perlu diingat kembali bahwa rangsangan
simpatis jelas meningkatkan aktivitas jantung, meningkatkan frekuensi jantung, dan
menambah kekuatan serta volume pompa jantung.
Hubungan antara saraf simpatis dan sistem sirkulasi yang baru saja dijabarkan
secara singkat, sebenarnya membawa serabut saraf vasokonstriktor dalam jumlah yang
banyak sekali dan hanya sedikit serabut vasodilator. Serabut tersebut pada dasarnya
didistribusikan ke seluruh segmen sirkulasi dan efek vasokonstriktornya terutama
sangat kuat di ginjal, usus, limpa dan kulit tetapi kurang kuat di otot rangka dan otak.
Dalam keadaan normal, daerah vasokonstriktor di pusat vasomotor terus menerus
mengantarkan sinyal ke serabut saraf vasokonstriktor seluruh tubuh, menyebabkan
serabut ini mengalami cetusan yang lambat dan kontinu dengan frekuensi sekitar satu
setengah sampai dua impuls per detik. Impuls ini, mempertahankan keadaan kontraksi
parsial dalam pembuluh darah yang disebut tonus vasomotor. Tonus inilah yang
mempertahankan tekanan darah dalam batas normal, sehingga fungsi sirkulasi tetap
terjaga untuk kebutuhan jaringan.
Melemahnya tonus vasomotor, secara langsung menimbulkan manifestasi klinis
dari syok neurogenik. Sebagai contoh, trauma pada medula spinalis segmen toraks

bagian atas akan memutuskan perjalanan impuls vasokonstriktor dari pusat vasomotor
ke sistem sirkulasi. Akibatnya, tonus vasomotor di seluruh tubuh pun menghilang.
Efeknya (vasodilatasi), paling jelas terlihat pada vena-vena juga arteri kecil.
Dalam vena kecil yang berdilatasi, darah akan tertahan dan tidak kembali bermuara ke
dalam vena besar. Karena faktor ini, aliran balik vena maupun curah jantung akan
menurun, dan dengan demikian tekanan darah secara otomatis jatuh hingga nilai yang
sangat rendah. Di momen yang bersamaan, dilatasi arteriol menyebabkan lemahnya
tahanan vaskular sistemik yang seharusnya membantu memudahkan kerja jantung
sebagai pompa yang mengalirkan darah ke seluruh tubuh. Pada saat ini, didapatkanlah
tanda-tanda syok neurogenik yang jalur akhirnya tidak jauh berbeda dengan syok tipe
lain.
Konsekuensi akhir dari gangguan perfusi dalam berbagai bentuk syok distributif
dapat berbeda pada tiap pasien, tergantung dari derajat dan durasi hipoperfusi, jumlah
sistem organ yang terkena, serta ada tidaknya disfungsi organ utama. Harap ditekankan
bahwa apapun tipenya, sekali syok terjadi, cenderung memburuk secara progresif.
Sekali syok sirkulasi mencapai suatu keadaan berat yang kritis, tidak peduli apa
penyebabnya, syok itu sendiri akan menyebabkan syok menjadi lebih berat. Artinya,
aliran darah yang tidak adekuat menyebabkan jaringan tubuh mulai mengalami
kerusakan, termasuk jantung dan sistem sirkulasi itu sendiri, seperti dinding pembuluh
darah, sistem vasomotor, dan bagian-bagian sirkulasi lainnya.8

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, beberapa etiologi yang mendasari


terjadinya syok neurogenik antara lain adalah penggunaan zat anesthesia maupun cidera
pada medula spinalis yang mekanismenya kurang lebih dapat dijelaskan melalui skema
berikut ini.
Multiple Vehicle Trauma

Suhu lingkungan
panas, terkejut,
takut atau nyeri

SCI

Fraktur tulang

Trauma kepala

Nyeri hebat

Perdarahan

Obat-obatan
anastesi

Spinal
Reaksi
vasovagal

Perfusi ke
jaringan
berkurang

Lumbal

refleks

Nadi

Vasokonstriksi
pembuluh
darah

Lumpuhnya
neurogenik
sfingter
perkapiler

Penekanan
venus
venomotor

Volume
sirkulasi darah
tidak efektif

Syok
neurogenik

Gambar 1. Mekanisme tejadinya syok neurogenik berdasarkan etiologi

Syok Neurogenik

Defisit
neurogenik

Quadriplegi
a

Hilangnya kontrol
saraf simpatis
terhadap tahanan
vaskular

Paraplegia

Hilangnya tonus
simpatik

Vasodilatasi
periferal
Vasodilatasi

Tidak sadar

Dilatasi
vena

Dilatasi
arteri

Pengumpulan
darah di arteriol,
vena dan kapiler

Kulit
hangat

Kulit merah,
vasodilatasi
kulit

Menghambat
respon
baroreseptor

Resiko
cedera
Darah akan
tertahan dan
tidak kembali
bermuara ke
dalam vena

Tonus pemb.
darah perifer

Kegagalan
termoregulasi

Perfusi
Jaringan
Venous return
, SV

CO

MAP

TD

Gambar 2. Patofisiologi Syok Neurogenik

10

VI. MANIFESTASI KLINIS


1. Laju Jantung
Peningkatan laju jantung (takikardia) merupakan respon awal terhadap stres (demam,
ansietas, hipoksia atau hipovolemia). Pada syok laju jantung meningkat akibat stimulasi
simpatis dengan pelepasan katekolamin sebagai upaya mempertahankan curah jantung.
Sedangkan pada syok bradikardia merupakan akibat lanjut hipoksia dan asidosis yang
merupakan tanda perburukan (pre-terminal sign).1,5

2. Kualitas Nadi
Kualitas nadi merupakan hal yang penting untuk menilai volume dan aliran sirkulasi
perifer. Nadi yang tidak adekuat dan tak teraba pada satu sisi menunjukkan
berkurangnya aliran darah atau terjadi sumbatan aliran darah pada sisi tersebut.
Umumnya pada syok, nadi melemah merupakan tanda awal terjadinya fase
dekompensasi. Pada awal septik syok (fase hiperdinamik/ warm shock) dapat teraba nadi
yang kuat dan penuh (bounding pulse). 1,5

3. Perfusi Kulit
Gangguan perfusi kulit merupakan tanda awal syok dengan manifestasi pengisian
kapiler yang melambat lebih dari 2 detik. Tanda lain adalah kulit pucat, mottled, dan
sianosis merupakan tanda perfusi perifer yang buruk. Tapi hati-hati menilai keadaan
tersebut bila pasien sebelumnya telah terpapar dengan suhu yang dingin. 1
Perbedaan suhu tubuh sentral (core temperature) dengan suhu perifer lebih dari 2C
merupakan tanda gangguan perfusi akibat maldistribusi aliran darah ke daerah perifer
(vasokonstriksi). 1
Cara pemeriksaan pengisian kapiler antara lain dengan 1:
a. Nail bed pressure, yaitu penekanan pada daerah kuku.
b. Blancing skin test. Pada pemeriksaan ini ekstremitas harus lebih tinggi sedikit
dibandingkan level jantung pasien dan kemudian ditekan pada daerah telapak
tangan/ kaki selama 5 detik, biasanya kepucatan akan segera menghilang kurang
dari 2-3 detik setelah tekanan dilepaskan.

4. Tekanan Darah

11

Tekanan darah harus diukur dengan cermat secara serial (menggunakan cuff yang
sesuai). Kadang-kadang pengukuran cukup sulit pada syok berat, bayi yang sangat kecil
atau edema yang hebat, nadi sulit diraba atau bunyi korotkof sulit terdengar sehingga
perlu dibantu dengan alat doppler. 1
Pada syok hipovolemik, dengan kemampuan kompensasi tubuh anak dapat
mempertahankan nilai normal tekanan darah lebih lama dibandingkan orang dewasa.
Bila terjadi hipotensi berarti syok telah berlanjut ke fase dekompensasi. 5
Tabel 2. Tekanan darah
Umur

Sistolik

Diastolik

Neonatus (1 bulan)

85-100

51-65

Bayi (6 bulan)

87-105

53-66

Toddler (2 tahun)

95-105

53-66

Sekolah (7 tahun)

97-112

57-71

Remaja (15 tahun)

112-128

66-80

5. Status Mental dan Respirasi


Gejala awal hipoperfusi serebral adalah gaduh gelisah dengan diselingi drowsiness.
Pada bayi mungkin dalam bentuk rewel atau menangis lemah. Gejala lanjut berupa
penurunan kesadaran. 1
Akibat hipoksia pada syok biasanya laju respirasi akan meningkat, bila telah terjadi
asidosis metabolik, maka terlihat tipe napas yang cepat dan dalam. 1

6. Produksi Urin
Penurunan curah jantung pada syok akan menyebabkan aliran darah ginjal dan
filtrasi glomerular menurun ehingga urin output berkurang. Pada awal pemeriksaan
mungkin hal tersebut sukar dinilai, sehingga pada setiap syok sebaiknya dipasang kateter
urin. Pada pengamatan selanjutnya hal tersebut penting untuk menilai tahapan fase syok
dan keberhasilan terapi. Bila perfusi ginjal adekuat, produksi urin bayi minimal 2
ml/kgBB/jam dan pada anak 1 ml/kgBB/jam. 1,5,6

12

VII. DIAGNOSIS
7.1 Anamnesis
Dari menganamnesis pasien atau keluarga pasien mengenai riwayat penyakit dapat
diperoleh keterangan dan dugaan penyebab syok yang sangat penting untuk diagnosis
dan tatalaksana yang tepat. Pada syok neurogenik, riwayat trauma dan riwayat operasi
atau penggunaan obat anestesia perlu ditanyakan.1

7.2 Pemeriksaan Klinis


1. Tentukan status kardiovaskular penderita antara lain laju jantung, kualitas nadi,
kecepatan pengisian kapiler (capillary refill time) dan tekanan darah. 1
2. Pengaruh gangguan sirkulasi terhadap organ vital lain, yaitu laju dan tipe
pernapasan, tingkat kesadaran, gangguan perfusi kulit (pucat, mottled, sianosis),
temperature dan produksi urin. 1
3. Perkiraan/pengukuran berat badan penderita dan besarnya kehilangan volume
darah (dehidrasi). Kadangkala hanya diketahui umur penderita, sedangkan berat
penderita belum sempat ditimbang, sehingga diperlukan perkiraan perhitungan
berat badan.1
BB (kg) = 2 x (umur dalam tahun + 4)
Estimasi volume darah = 80 ml/kgBB

VIII. DIAGNOSIS BANDING


Syok neurogenik dapat di diagnosis banding dengan syok distributif lainnya yaitu syok
anafilaktik dan syok septik karena memiliki patofisiologi yang sama berupa
penimbunan darah pada pembuluh tampung.
1. Syok septik
Sepsis pada pada bayi dan anak dapat menyebabkan syok septik melalui pelepasan
endotoksin yang dapat memicu aktivitas cascade pelepasan zat-zat mediator lainnya
dengan efek terganggunya system hemodinamik, dimana terjadi vasodilatasi/
vasokonstriksi dan depresi miokard maupun aktivasi kaskade koagulasi. 1,6
a. Stadium hiperdinamik (warm shock)
Pada saat awal kompensasi tubuh berupa peningkatan curah jantung dan
penurunan SVR akan bermanifestasi dengan adanya hiperpireksia, hiperventilasi,
takikardia dengan gangguan kesadaran disertai akral/ kulit yang hangat dengan
bounding pulse. 1
13

b. Stadium dekompensasi (Cold shock)


Bila terapi tak diberikan secara adekuat, kompensai tubuh akan gagal
mempertahankan curah yang adekuat. Pada fase lanjut ini akibat penurunan SVR
terjadi hipotensi dan hipoksia jaringan disertai metabolisme anaerob.
Hipovolemia dapat terjadi akibat berkurangnya volume cairan intravaskuler
karena peningkatan permeabilitas kapiler. Mengingat cadangan jantung (cardiac
reserve) yang kecil pada bayi dan anak, maka keadaan hipovolemik tersebut akan
dapat menimbulkan keadaan yang mirip seperti fase dekompensasi pada syok
hipovolemik. 1
2. Syok anafilaktik
Reaksi alergi yang berat (tipe I) dapat menyebabkan syok anafilaksis dan penyebab
tersering adalah alergi obat (penisilin, zat kontras radiografi). 1
Reaksi anafilaksis bersifat life threathening deangan gejala klinis timbulnya rash
kemerahan pada kulit, wheezing, stridor atau edema larings dan syok distributif akibat
pelepasan mediator yang menimbulkan vasodilasi akut pembuluh darah serta kehilangan
cairan intravaskuler akibat gangguan permeabilitas kapiler. Sehingga penatalaksanaan
utama syok anafilaksis ditujukan untuk mempertahankan jalan napas yang lancar,
pemberian vasokonstriktor (adrenalin) dan resusitasi cairan yang adekuat. 1

3.

PENATALAKSANAAN

Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan untuk


memperbaiki perfusi jaringan, memperbaiki oksigenasi tubuh; dan mempertahankan
suhu tubuh. Tindakan ini tidak bergantung pada penyebab syok. Diagnosis harus segera
ditegakkan sehingga dapat diberikan pengobatan kausal. Tujuan penanganan syok tahap
awal adalah mengembalikan perfusi dan oksigenasi jaringan dengan mengembalikan
volume dan tekanan darah. Pada syok tahap lebih lanjut, pengembalian perfusi jaringan
saja biasanya tidak cukup untuk menghentikan perkembangan peradangan sehingga
perlu dilakukan upaya menghilangkan faktor toksik yang terutama disebabkan oleh
bakteri.1,5
Pemberian

oksigen

merupakan

penanganan

yang

sangat

umum,

tanpa

memperhatikan penyebab syok. Terapi lainnya tergantung pada penyebab syok 1.


Resusitasi awal
14

1. Berikan oksigen (FiO2 100%), bila perlu berikan ventilatory support. 1


2. Pasang akses vakular secepatnya (60-90 detik) untuk resusitasi cairan dan
diberikan sebanyak 20 ml/kg secepatnya kurang dari 10 menit) dengan cairan
kristaloid atau koloid yang dapat diulangi 2-3 kali sampai nadi teraba kembali. 1

Pemantauan awal
1. Nilai respon penderita terhaap pemberian fluid challenge (loading) dengan
memantau status kardiovaskular/ tanda vital dan perfusi perifer. Dengan
meningkatkan preload diharapkan kontraktilitas jantung menigkat dan curah
jantung bertambah, sehingga sirkulasi dapat diperbaiki kembali. 1
2. Pasang kateter urin untuk menilai respons perbaikan sirkulasi dengan memantau
produksi urin. 1
3. Ambil pemeriksaan urin dan darah sito untuk darah tepi, analisis gas darah, kadar
glukosa dan elektrolit (bila perlu kultur resistensi dan golongan darah). 1

Resusitasi lanjut
1. Bila resusitasi cairan telah diberikan (2-3 kali fluid challenge) dimana kurang
lebih 40-60% dari volume darah telah dimasukkan namun belum ada respon yang
adekuat, maka dilakukan tindakan intubasi dan bantuan ventilasi. Evaluasi hasil
analisis gas darah dankoreksi asidosis metabolik yang terjadi bila pH kurang dari
7,15. 1 Penurunan resistensi vaskuler sistemik menyebabkan hipovolemia relative
karena peningkatan kapasitas vena dan pemberian cairan isotonis dibutuhkan.
Namun, hipotensi karena syok neurogenik sering sulit diatasi dengan resusitasi
cairan.9
2. Bila masih terdapat hipotensi dan nadi tidak teraba sebaiknya dipasang kateter
vena sentral untuk pemberian resusitasi cairan berikutnya berdasarkan nilai CVP
(central venous pressure). 1
3. Nilai kembali kenaikan CVP setelah pemberian fluid challenge secara berhati-hati
(metode Weil). 1
4. Evaluasi apakah efek inotropic negative yang terjadi pada syok telah dikoreksi,
sebelum pemberian obat inotropik dimulai. Obat vasoaktif diberikan bila diyakini
tidak terdapat lagi hipovolemik dan oksigenesi telah adekuat. 1

15

a. Dopamin dan Dobutamin


Dopamin dan dobutamin merupakan obat inotropik yang diberikan secara
parenteral.Kedua obat di atas mempunyai awitan kerja yang cepat dan lama
kerja yang singkat. Pada dosis > 10 mcg/kg/menit, dopamine berefek serupa
dengan norepinefrin. Dan jarang terjadi takikardi. Dobutamin berguna jika
tekanan darah rendah yang diakibatkan oleh menurunnya cardiac output.
Dobutamin dapat menurunkan tekanan darah melalui vasodilatasi perifer
sehingga tidak boleh digunakan untuk syok neurogenik.
b. Norepinefrin
Efektif jika dopamin tidak adekuat dalam menaikkan tekanan darah. Monitor
terjadinya hipovolemi atau cardiac output yang rendah jika norepinefrin gagal
dalam menaikkan tekanan darah secara adekuat. Pada pemberian subkutan,
diserap tidak sempurna jadi sebaiknya diberikan per infus. Obat ini merupakan
obat yang terbaik karena pengaruh vasokonstriksi perifernya lebih besar dari
pengaruh terhadap jantung (palpitasi). Pemberian obat ini dihentikan bila
tekanan darah sudah normal kembali. Awasi pemberian obat ini pada wanita
hamil, karena dapat menimbulkan kontraksi otot-otot uterus.
c. Epinefrin
Pada pemberian subkutan atau im, diserap dengan sempurna dan
dimetabolisme cepat dalam badan. Efek vasokonstriksi perifer sama kuat
dengan pengaruhnya terhadap jantung, sebelum pemberian obat ini harus
diperhatikan dulu bahwa pasien tidak mengalami syok hipovolemik. Perlu
diingat obat yang dapat menyebabkan vasodilatasi perifer tidak boleh
diberikan pada pasien syok neurogenik.
d. Phenylephrine
Agonis 1 selektif yang menyebabkan vasokonstriksi arterial murni. Fenilefrin
meningkatkan tekanan darah dengan cepat, berkaitan dengan refleks
bradikardi. Fenilefrin adalah obat yang berguna untuk mengatasi vasodilatasi
murni dan sedang, seperti mengikuti pemberian obat hipnotik kuat atau
anastesi lokal epidural atau dalam kejadian infeksi ringan atau sedang. Karena
onsetnya yang cepat dan pengurangan titrasi ( obat ini tidak sekuat
norefpinefrin ), fenilefrin sering digunakan melalui akses IV perifer sebagai
tindakan pertama mengatasi hipotensi agar cepat menunjukan tekanan darah
yang adekuat. Walaupun ketepatan penggunaannya perlu direvisi setelah
16

kestabilannya tercapai. Karena efek vasokontriksinya yang murni, fenilefrin


dapat

merusak

pada

pasien

dengan

fungsi

ventrikuler

kiri

yang

membahayakan. 7
e.

Vasopressin ( VP )
Hormon yang disintesis dalam hipotalamus dan disimpan dalam pituiari
posterior. VP juga dikenal sebagai antidiuretic hormone ( ADH ) dan terutama
terlibat dalam proses osmosis dan homeostatis volume seperti regulasi hormon
yang lain. VP juga merupakan vasokontriktor langsung tanpa efek inotropik
dan kronotropik. Terapi dosis rendah VP mengandung 0,04 unit/menit. 7

f. Ephedrine
-indirek dan agonis yang menyebabkan peningkatan denyut jantung dan
kardiak output dengan vasokontriksi sedang.7
5. Bila kadar Hb < 5 g/dl, koreksi dengan transfuse PRC (10 ml/kgBB) dengan
golongan darah yang sesuai. Usahakan agar Hb lebih besar dari 10 g/dl dengan
nilai Ht 40-50 vol%.1
Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasopressor seperti
fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan sfingter
prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar darah yang berkumpul ditempat
tersebut.

Gambar 4. Alur Penatalaksanaan Syok Neurogenik


17

4.

KOMPLIKASI
1. Kegagalan multi organ akibat penurunan aliran darah dan hipoksia jaringan yang
berkepanjangan.
2. Sindrom distress pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus kapiler
karena hipoksia
3. DIC (Koagulasi intravascular diseminata) akibat hipoksia dan kematian jaringan
yang luas sehingga terjadi pengaktifan berlebihan kaskade koagulasi.
4. Kematian dapat terjadi jika syok tidak ditangani dengan baik.

5.

PROGNOSIS
Syok neurogenik dapat bertahan sampai 1-6 minggu setelah terjadinya cedera.
Disrefleksia otonom, tekanan darah istirahat yang rendah serta hipotensi ortostatik adalah
gejala yang tidak jarang ditemukan pada fase kronik, biasanya setelah syok neurogenik
ditangani. Instabilitas otonom sering bermanifestasi menjadi hipertensi episodic,
diaphoresis, takikardi dan flushing. Prognosis syok neurogenik tergantung penyebab
syok tersebut. Berhasil tidaknya penanggulangan syok terghantung kemampuan
mengenal gejala-gejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok.9

18

KESIMPULAN
Syok bukanlah merupakan suatu diagnosis. Syok merupakan sindrom klinis yang
kompleks yang mencakup sekelompok keadaan dengan manifestasi hemodinamik yang
bervariasi tetapi petunjuk yang umum adalah tidak memadainya perfusi jaringan. Syok
neurogenik merupakan kegagalan pusat vasomotor sehingga terjadi hipotensi dan
penimbunan darah pada pembuluh tampung (capacitance vessels).
Penyebab syok neurogenik antara lain adalah trauma medula spinalis dengan
quadriplegia atau paraplegia (syok spinal), rangsangan hebat yang kurang menyenangkan
seperti rasa nyeri hebat pada fraktur tulang, rangsangan pada medula spinalis seperti
penggunaan obat anestesi spinal/lumbal, trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat
otonom), suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.
Syok neurogenik termasuk syok distributif dimana penurunan perfusi jaringan dalam
syok distributif merupakan hasil utama dari hipotensi arterial karena penurunan resistensi
pembuluh darah sistemik (systemic vascular resistance).
Diagnosis syok neurogenik hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada
syok neurogenik terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan
dapat lebih lambat (bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit neurologis berupa
quadriplegia atau paraplegia.
Konsep dasar untuk syok distributif adalah dengan pemberian vasoaktif seperti
fenilefrin dan efedrin, untuk mengurangi daerah vaskuler dengan penyempitan sfingter
prekapiler dan vena kapasitan untuk mendorong keluar darah yang berkumpul ditempat
tersebut.

19

DAFTAR PUSTAKA
1. Latief, Abdul., dkk. Kumpulan Materi Pelatihan Resusitasi Pediatrik Tahap Lanjut.
2006.
2. Mtaweh, Haifa., et al. Advances in Monitoring and Management of Shock. 2013.
USA: NIH Public Access
3. Weiss, Scott L., et al. Global Epidemiology of Pediatric Shock: The Prevalence,
Outcomes, and Therapies Study. 2015. USA: Pubmed
4. Pudjiadi, Anonius H.,dkk. Syok dalam Pedoman Pelayanan Medis Jilid 1. 2009.
Jakarta: IDAI.
5. Kushartono, Hari. Syok dalam Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat. 2013. Jakarta:
IDAI.
6. Sherwood, L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 6. Jakarta: EGC.
7. Cole, Elaine. 2009. Trauma Care. UK : Wiley-Blackwell
8. Huether. McCance & Brashers. Rote. Understanding Patophysiology. 2008. Missouri:
Mosby
9. Elizabeth H, Mack. Neurologic Shock in The Open Pediatric Medicine Journal, 2013,
7, (Suppl 1: M4) 16-18
10. Vogel CL, Anderson CJ. Spinal cord injuries in children and adolescents: A review. J
Spinal Cord Med 2003; 26:193-203. (Ristari, 2012)

20

Anda mungkin juga menyukai