Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH PRAKTIKUM LAPANGAN SPB II

PENGEMBANGAN LEISA DI SAWAH IRIGASI DESA CILAYUNG, KEC.


JATINANGOR, KAB. SUMEDANG
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Sistem
Pertanian Berkelanjutan II

Kelompok 8
Sakti Pamungkas

150510130105

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
DESEMBER, 2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Agroekosistem padi sawah irigasi sampai saat ini merupakan kontributor
terbesar bagi produksi padi di Indonesia. Selama kurun waktu lima dasawarsa, antara
tahun 1950 2000 luas irigasi Indonesia hanya meningkat 5 persen dari 3,5 juta ha
pada tahun 1950 menjadi 5,2 juta ha pada tahun 2000, sedangkan pada kurun waktu
yang sama irigasi di dunia meningkat lebih dari tiga kali lipat yaitu dari 80 juta ha
pada tahun 1950 menjadi 270 juta ha pada tahun 2000. Rendahnya perluasan sawah
irigasi di Indonesia antara lain disebabkan oleh derasnya konversi lahan sawah
beririgasi sejak lebih dari dua dasawarsa terakhir, khususnya di pulau Jawa antara
tahun 1978 1998 misalnya konversi lahan sawah irigasi adalah sebesar satu juta ha
(Irawan, 2004).
Padahal kenyataannya sawah irigasi masih tetap merupakan sumber daya lahan
yang terpenting dalam mendukung produksi padi. Pangsa areal panen sawah masih
memberikan kontribusi sebesar sekitar 90 persen, sedangkan pangsa produksi
berkisar 95 persen. Bila terjadi penurunan luas sawah irigasi yang tidak terkendali
maka akan mengakibatkan turunnya kapasitas lahan sawah untuk produksi padi.
Lebih dari itu jika proses degradasi kualitas jaringan irigasi terus berlanjut maka
eksistensi lahan tersebut sebagai sawah sulit dipertahankan.
Data empiris menunjukkan bahwa untuk mencapai pertumbuhan produksi padi
sawah 4,78 persen (Tahun 2003 2007), dibutuhkan pertumbuhan luas lahan sawah
sebesar 2,47 persen. Hal ini menunjukkan penambahan luas lahan sawah masih
sangat dibutuhkan dalam peningkatan produksi padi (Munif, A 2009)
Rehabilitasi irigasi dianggap yang paling berhasil menunjang peningkatan
produksi tanaman pangan khususnya padi walaupun ada kecendrungan terjadinya

peningkatan pengeluaran pembiayaan persatuan luas yang cukup menonjol dan


menjadi lebih singkatnya daur ulang rehabilitasi irigasi.
Masyarakat yang tergantung pada irigasi untuk penghidupannya, seluruhnya
ditata dalam hubungan dengan sistem distribusi dan pengaturan air. Hal ini
menunjukkan bahwa pengadaan proyek irigasi adalah salah satu upaya penting guna
membangun masyarakat desa yang menggantungkan harapan penghidupannya dari
hasil sektor pertanian. Keberadaan penyediaan air yang cukup tidak hanya
memperluas pembukaan areal persawahan tetapi sekaligus meningkatkan intensitas
pertanaman dari satu kali dalam setahun menjadi dua kali dalam setahun. Selain itu
potensi air yang tersedia akan dapat meningkatkan penganekaragaman hasil
pertanian. Peningkatan produksi pertanian sebagai hasil penyediaan air yang cukup
juga akan mempengaruhi faktor faktor produksi yang lain, sekaligus diharapkan
akan memotivasi anggota masyarakat untuk bersedia membayar kewajibannya atas
jasa pelayanan air yang diterimanya.
Dalam penerapan sistem pertanian berkelanjutan yaitu sistem pertanian ramah
lingkungan perlu diterapkan, yaitu selain meningkatkan hasil produksi juga
mempertahankan dan melestarikan kualitas lingkungan (SDA), yaitu dengan
mengoptimalkan pengelolaan sumber daya lokal dan penggunaan input produksi dari
dalam usahatani (On-farm resources) dengan penggunaan input luar rendah (LEISA)
sehingga

diperoleh

hasil

pertanian

yang

memadai

dan

secara

ekonomi

menguntungkan.
Pertanian Berkelanjutan adalah keberhasilan dalam mengelola sumberdaya
untuk kepentingan pertanian dalam memenuhi kebutuhan manusia, sekaligus
mempertahankan dan meningkatkan kualitas lingkungan serta konservasi sumberdaya
alam. Pertanian berwawasan lingkungan selalu memperhatikan nasabah tanah, air,
manusia, hewan/ternak, makanan, pendapatan dan kesehatan.

Prinsip-prinsip ekologi LEISA adalah menjamin kondisi tanah yang


mendukung bagi pertumbuhan tanaman (dengan mengelola bahan organik dan
kehidupan dalam tanah, mengoptimalkan ketersediaan arus unsur hara (pengikatan
nitrogen daur ulang dan pemanfaatan pupuk luar sebagai pelengkap), pengendalian
iklim mikro, air, dan erosi, meminimalkan serangan hama dan penyakit dengan cara
yang aman, dan saling melengkapi dan sinergi penggunaan sumber daya genetik yang
mencakup

penggabungan

dalam

sistim

pertanian

terpadu

dengan

tingkat

keanekaragaman fungsional yang tinggi.


Untuk memulai transisi menuju LEISA untuk suatu desa tersebut, diperlukan
analisis prospek pengembangan LEISA didaerah tersebut, baik secara ekologi dan
sosial, yaitu dilakukan dengan menganalisis agroekosistem disana yang dikaitkan
dengan sistem pertanian berkelanjutan, pengembangan sistem LEISA baik dari segi
peluang dan hambatannya, serta strategi yang baik dalam mentransisikan menuju
sistem LEISA.
Pada kegiatan praktikum ini, kami mengambil Desa Cilayung, Kecamatan
Jatinangor Kabupaten Sumedang. Desa Cilayung berada pada ketinggian 878 mdpl
dengan batas wilayah terdiri dari; sebelah utara: Desa Sindangsari, sebelah selatan:
Desa Cileles, sebelah barat: Desa Cibeusi, dan sebelah timur: Desa Sukarapih & Desa
Kutamandir. Curah hujan Desa Cijambu sekitar 400 mm dengan jumlah bulan hujan
yaitu 7 bulan. Lahan desa Cilayung sendiri dibagi 5 (lima) kelompok hamparan
dengan jenis tanah; Latosol, Andosol, dan Aluvial, dengan pH rata-rata 6,0 dan
tingkat kesuburan yang sedang.
Agroekosistem di desa Cilayung memiliki potensi lahan pertanian yang cukup
luas yaitu; sawah 74Ha, ladang/tegalan 155 Ha, buatan rakyat 87 Ha, dan pekarangan
80 Ha. Sedangkan kelompok kami mengambil agroekosistem sawah irigasi pedesaan
dengan luas 16 Ha.

Konsep sistem pertanian berkelanjutan merupakan salah satu konsep yang dapat
dilakukan dalam menghadapi perubahan globalisasi. Adanya sistem pertanian
berkelanjutan ini diharapkan mampu meningkatkan produktivitas pertanaman
sehingga akan mampu meningkatkan pendapatan para petani.
Untuk memahami konsep sistem pertanian berkelanjutan maka dapat
dilakukan

analisis

terhadap

suatu

daerah

dengan

memperhatikan

kondisi

agroekosistem yang ada. Sebagai contoh yaitu Desa Cilayung, Kecamatan Jatinangor
Kabupaten Sumedang. Hasil analisis dapat kita olah untuk pengembangan suatu
rancangan sistem pertanian terpadu. Dengan adanya suatu rancangan sistem pertanian
terpadu yang sesuai dengan kondisi suatu daerah maka diharapkan akan mampu
meningkatkan pendapatan para petani.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimanakah perancangan sistem pertanian terpadu di Desa Cilayung, kec.
Jatinangor, kab. Sumedang pada agroekosistem sawah irigasi?
1.3 Maksud dan Tujuan
1.3.1 Maksud
Maksud dari penulisan makalah ini adalah sebagai salah satu syarat dalam
memenuhi tugas praktek lapangan mata kuliah Sistem Pertanian Berkelanjutan 2 dan
diharapkan dapat menjadi sumber informasi mengenai sistem pertanian di Desa
Cilayung, kec. Jatinangor, kab. Sumedang.
1.3.2 Tujuan
Mengetahui dan memahami perancangan sistem pertanian terpadu yang tepat di

desa Cilayung, kec. Jatinangor, kab. Sumedang.


Melatih mahasiswa agar siap untuk terjun ke lapangan

DAFTAR PUSTAKA
Irawan, B. 2004a. Konversi lahan sawah di Jawa dan dampaknya terhadap
produksi padi. Dalam F. Kasryno, E. Pasandaran, dan A.M. Fagi (Ed.).
Ekonomi Padi dan Beras. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Jakarta.
Munif, Abdul. 2009. Strategi dan Pencapaian Swasembada Pangan
Indonesia. Dipresentasi pada acara Seminar on Agricultural Sciences
(SAS) 2009 di Tokyo University of Agriculture (Setayaga Campus), tanggal
22 Februari 2009

Anda mungkin juga menyukai