Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Istilah Otosklerosis digunakan pada penyakit dimana tulang-tulang di sekitar
telinga tengah dan telinga dalam tumbuh secara berlebihan sehingga menghalangi
pergerakan tulang stapes (tulang telinga tengah yang menempel pada telinga
dalam), akibatnya tulang stapes tidak dapat menghantarkan suara sebagaimana
mestinya. Otosklerosis merupakan salah satu penyebab umum tuli konduktif pada
orang dewasa. 1
Prevalensi otosklerosis bervariasi tergantung ras, dimana lebih sering terjadi
pada kelompok kaukasoid misalnya eropa yakni 0,2 sampai 0,4% dengan angka
kejadian dua kali lipat lebih tinggi sering ditemukan pada wanita dibandingkan
pria. Insiden penyakit ini paling tinggi pada bangsa kulit putih (8-10%), 1% pada
bangsa Jepang dan 0,5% pada bangsa kulit hitam. Angka insiden di Indonesia
belum pernah dilaporkan, tetapi telah dibuktikan bahwa penyakit ini ada pada
hampir semua suku di Indonesia. 1
Penyebab otosklerosis belum dapat dipastikan atau bersifat idiopatik.
Diperkirakan multifaktoral yang menyebabkan hal ini terjadi diantaranya yaitu
faktor keturunan (genetik) dominan autosomal, perdarahan stapes, kejadian
infeksi virus campak dan lain-lain. 1

Pasien otosklerosis biasanya mengalami gejala-gejala pada akhir usia belasan


atau awal dua puluhan. Biasanya keluhan yang diraakan pasien berupa hilangnya
pendengaran secara progresif, timbulnya keluhan tinnitus, vertigo serta sulit
mendengar. 1,4
Berdasarkan penjelasan materi di atas, dimana pentingnya penegakkan
diagnosis dari otosklerosis sehingga tidak menimbulkan komplikasi yang lebih
lanjut, maka kita perlu membahas lebih lanjut mengenai otosklerosis pada bab
berikutnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Telinga Tengah
2.1.1 Anatomi Telinga Tengah
Telinga tengah tersusun atas membran timpani (gendang telinga) di
sebelah lateral dan kapsul otik di sebelah medial celah telinga tengah terletak di
antara kedua Membrana timpani terletak pada akhiran kanalis aurius eksternus
dan menandai batas lateral telinga, Membran ini sekitar 1 cm dan selaput tipis
normalnya berwarna kelabu mutiara dan translulen. Telinga tengah merupakan
rongga berisi udara merupakan rumah bagi osikuli (tulang telinga tengah)
dihubungkan dengan tuba eustachii ke nasofaring berhubungan dengan beberapa
sel berisi udara di bagian mastoid tulang temporal. 2
Telinga tengah mengandung tulang terkecil (osikuli) yaitu malleus, inkus
stapes. Osikuli dipertahankan pada tempatnya oleh sendian, otot, dan ligamen,
yang membantu hantaran suara. Ada dua jendela kecil (jendela oval dan dinding
medial telinga tengah, yang memisahkan telinga tengah dengan telinga dalam.
Bagian dataran kaki menjejak pada jendela oval, di mana suara dihantar telinga
tengah. Jendela bulat memberikan jalan ke getaran suara. Jendela bulat ditutupi
oleh membrana sangat tipis, dan dataran kaki stapes ditahan oleh yang agak tipis,
atau struktur berbentuk cincin. Anulus jendela bulat maupun jendela oval mudah
mengalami robekan. Bila ini terjadi, cairan dari dalam dapat mengalami
kebocoran ke telinga tengah kondisi ini dinamakan fistula perilimfe. Terdapat dua

otot di telinga tengah yaitu tensor timpani yang berfungsi mengurangi getaran
berlebihan dari membran timpani dan tulang pendengaran untuk mencegah
kerusakan pada telinga tengah. Otot kedua adalah stapedius yang juga berfungsi
mengurangi getaran berlebihan pada tulang pendengaran terutama stapes. 2,3

Gambar 1. Anatomi Telinga Tengah

Gambar 2. Tulang Pendengaran, Ossicula Auditus.


Pada posisi yang sebenarnya ; tampak atas medial.

2.1.2 Fisiologi pendengaran


Ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang
yang dialirkan melalui udara atau tulang koklea. Getaran tersebut menggetarkan
membran timpani, diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang
pendengaran yang mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang
pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap
lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini diteruskan ke stapes yang
menggerakkan tingkap lonjong, sehingga perilimf pada skala vestibuli bergerak.
Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfe,
sehingga menimbulkan gerak relatif antara membran basalis dan membran
tektoria. 2,3
Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya
defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga ion terbuka dan terjadi penglepasan
ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi
sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan
menimbulkan potensial aksi pada syaraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus
auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39 40) di lobus temporalis. 3
2.2 Otosklerosis
2.2.1 Definisi
Otosklerosis adalah suatu penyakit dimana tulang-tulang di sekitar telinga
tengah dan telinga dalam tumbuh secara berlebihan sehingga menghalangi

pergerakan tulang stapes (tulang telinga tengah yang menempel pada telinga
dalam), akibatnya tulang stapes tidak dapat menghantarkan suara sebagaimana
mestinya. 1
Otosklerosis adalah suatu penyakit pada tulang pada bagian telinga tengah
khususnya pada stapes yang disebabkan pembentukan baru tulang spongiosus dan
sekitar jendela ovalis sehingga dapat mengakibatkan fiksasi pada stapes. 7
2.2.2. Epidemiologi
Beberapa studi menunjukan bahwa otosklerosis umumnya terjadi pada ras
Kaukasian. Sekitar setengahnya terjadi pada populasi oriental. dan sangat jarang
pada orang negro dan suku Indian Amerika. Otosklerosis sering dilaporkan 2 kali
lebih banyak pada wanita dibanding pria. Bagaimanapun, perkiraan terbaru
sekarang mendekati ratio antara pria:wanita 1:1. 1,4
Insiden dari klinikal otosklerosis meningkat sesuai bertumbuhnya umur.
Evidence mikroskopik terhadap otospongiosis ditemukan pada autopsi 0,6%
individu yang berumur kurang dari 5 tahun. Pada pertengahan usia, insiden
ditemukannya adalah 10% pada orang kulit putih dan sekitar 20% pada wanita
berkulit putih. Baik aktif atau tidak fase penyakitnya, terjadi pada semua umur,
tetapi aktivitas yang lebih tinggi lebih sering terjadi pada mereka yang berumur
kurang dari 50 tahun. Dan aktivitas yang paling rendah biasanya setelah umur
lebih dari 70 tahun. Onset klinikal berkisar antara umur 15-35 tahun, tetapi
manifestasi penyakit itu sendiri dapat terjadi paling awal sekitar umur 6 atau 7
tahun, dan paling lambat terjadi pada pertengahan 50-an. 5,9

2.2.3 Etiologi
Penyebab otosklerosis belum dapat dipastikan atau bersifat idiopatik.
Diperkirakan beberapa faktor terlibat sebagai penyebab otosklerosis diantaranya
yaitu faktor keturunan dan gangguan perdarahan pada stapes. 1,4
Etiologi otosklerosis kemungkinan multifaktoral. Beberapa penelitian
membuktikan bahwa adanya keterlibatan faktor genetik dominan autosomal pada
kasus otosklerosis, dan kejadian infeksi virus campak pada tulang yang
mengalami displastik juga menjadi penyebab otosklerosis. 1,4
2.2.4 Patogenesis
Patofisiologi dari otosklerosis sangat kompleks. Kunci utama lesi dari
otosklerosis adalah adanya multifokal area sklerosis diantara tulang endokondral
temporal. Ada 2 fase patologik yang dapat diidentifikasi dari penyakit ini yaitu :
1,7,8,10

1.

Fase awal otospongiotic


Gambaran histologis : terdiri dari histiosit, osteoblas, osteosit yang

merupakan grup sel paling aktif. Osteosit mulai masuk ke pusat tulang disekitar
pembuluh darah dan dilatasi dari sirkulasi. Perubahan ini dapat terlihat sebagai
gambaran kemerahan pada membrab timpani. Schwartze sign berhubungan
dengan peningkatan vascular dari lesi mencapai daerah permukaan periosteal.
Dengan keterlibatan osteosit yang semakin banyak, daerah ini
menjadi kaya akan substansi dasar amorf dan kekurangan struktur kolagen yang
matur dan menghasilkan pembentukan spongy bone. Penemuan histologik ini

dengan pewarnaan Hematoksilin dan Eosin dikenal dengan nama Blue Mantles of
Manasse.
2. Fase akhir otosklerotik
Fase otosklerotik dimulai ketika osteoklas secara perlahan diganti
oleh osteoblas dan tulang sklerotik yang lunak didefosit pada area resorpsi
sebelumnya. Ketika proses ini terjadi pada kaki stapes akan menyebabkan fiksasi
kaki stapes pada fenestra ovale sehingga pergerakan stapes terganggu dan oleh
sebab itu transmisi suara ke koklea terhalang. Hasil akhirnya adalah terjadinya tuli
konduktif.
Jika otosklerosis hanya melibatkan kaki stapes, hanya sedikit
fiksasi yang terjadi. Hal seperti ini dinamakan biscuit footplate. Terjadinya tuli
sensorineural pada otosklerosis dihubungkan dengan kemungkinan dilepaskannya
hasil metabolisme yang toksik dari luka neuroepitel, pembuluh darah yang
terdekat, hubungan langsung dengan lesi otosklerotik ke telinga dalam. Semuanya
itu menyebabkan perubahan konsentrasi elektrolit dan mekanisme dari membran
basal.
Kebanyakan kasus dari otosklerosis menyebabkan tuli konduktif
atau campur. Untuk kasus dari sensorineural murni dari otosklerosis itu sendiri
masih kontoversial. Kasus sensorineural murni karena otosklerosis dikemukakan
oleh Shambaugh Sr. tahun 1903. Tahun 1967, Shambaugh Jr. menyatakan 7
kriteria untuk mengidentifikasi pasien yang menderita tuli sensorineural akibat
koklear otosklerosis :
a. Tanda Schwartze yang positif pada salah satu/ kedua telinga
b. Adanya keluarga yang mempunyai riwayat otosklerosis

c. Tuli sensorineural progressive pendengaran secara simetris, dengan fiksasi


stapes pada salah satu telinga
d. Secara tidak biasaadanya diskriminasi terhadap ambang dengar untuk tuli
sensorineural murni
e. Onset kehilangan pendengaran pada usia yang sama terjadinya fiksasi
stapes dan berjalan tanpa etiologi lain yang diketahui
f. CT-scan pada pasien dengan satu atau lebih kriteria yang menunjukan
demineralisasi dari kapsul koklear
g. Pada timpanometri ada fenomena on-off.

Gambar 3. Fiksasi stapes pada otosklerosis. Tulang yang mengalami


ankillosis telinga tengah ke stapes mengakibatkan transmisi suara normal
dari telinga tengah ke telinga bagian dalam.
2.2.5 Penegakkan Diagnosis
2.2.5.1 Anamnesis
Kehilangan pendengaran dan tinitus adalah gejala yang utama. Penurunan
pendengaran berlangsung secara progresif dengan angka kejadian bervariasi,
tanpa adanya penyebab trauma atau infeksi. Tinnitus merupakan variasi tersering
sebanyak 75% dan biasanya berlangsung menjadi lebih parah seiring dengan
derajat tingkat penurunan pendengaran. Umumnya dizziness dapat terjadi. Pasien

mungkin mendeskripsikan seperti vertigo, pusing yang berputar, mual dan


muntah. Dizziness yang hanya diasosiasikan dengan otosklerosis terkadang
menunjukan proses otosklerosis pada telinga dalam. Adanya dizziness ini sulit
untuk dibedakan dengan kausa lain seperti sindrom Menieres. Pada 60% kasus,
riwayat keluarga pasien yang terkena otosklerosis dapat ditemukan. 1,11
2.2.5.2 Pemeriksaan Fisik
Membran timpani biasanya normal pada sebagian besar kasus. Hanya
sekitar 105 yang menunjukan Schwartze Sign. Pemeriksaan garputala
menunjukan kesan tuli konduktif. (Rinne negatif) Pada fase awal dari penyakit tuli
konduktif didapat pada frekuensi 256 Hz. Adanya proses fiksasi stapes akan
memberikan kesan pada frekuensi 512 Hz. Akhirnya pada frekuensi 1024 Hz akan
memberi gambaran hantaran tulang lebih kuat daripada hantaran udara. Tes Weber
menunjukan lateralisasi ke arah telinga yang memiliki derajat conduting hearing
loss lebih besar. Pasien juga akan merasa lebih baik dalam ruangan yang bising
(Paracusis Willis). 6,7
2.2.5.3 Pemeriksaan Penunjang
1. Audiogram
Kunci penelusuran secara objektif dari otosklerosis didapat dari
audiogram. Gambaran biasanya konduktif, tetapi dapat juga mixed atau
sensorineural. Tanda khas dari otosklerosis adalah pelebaran air-bone gap secara
perlahan yang biasanya dimulai dari frekuensi rendah. Adanya Carharts Notch
adalah diagnosis secara abstrak dari otosklerosis, meskipun dapat juga terlihat
pada gangguan konduktif lainnya. Carharts notch adalah penurunan dari konduksi
tulang sebanyak 10-30 db pada frekuensi 2000 Hz, diinduksi oleh adanya fiksasi

stapes. Carharts notch akan menghilang setelah stapedektomy. Maksimal


conductive hearing loss adalah 50 db untuk otosklerosis, kecuali adanya
kombinasi dengan diskontinuitas dari tulang pendengaran. Speech discrimination
biasanya tetap normal. 5,6
2. Tympanometri
Pada masa pre klinik dari otosklerosis, tympanometri mungkin
menunjukan on-off effect, dimana ada penurunan abnormal dari impedance
pada awal dan akhir eliciting signal. Ketika penyakit berlanjut, adanya on-off ini
memberi gambaran dari absennya reflek stapedial. Gambaran timpanogram
biasanya adalah tipe A dengan compliance yang rendah. Walaupun jarang,
gambaran tersebut dapat juga berbentuk kurva yang memendek yang dirujuk ke
pola tipe As.7,8
3. CT Scan
Dapat mengidentifikasi pasien dengan vestibular atau koklear otosklerosis,
walaupun keakuratannya masih dipertanyakan. CT dapat memperlihatkan
gambaran tulang- tulang pendengaran, koklea dan vestibular organ. Adanya area
radiolusen didalam dan sekitar koklea dapat ditemukan pada awal panyakit ini,
dan gambaran diffuse sclerosis pada kasus yang lebih lanjut. Hasil yang negative
bukan berarti non diagnostik karena beberapa pasien yang menderita penyakit ini
mempunyai kemampuan dibawah dari metode CT paling canggih. 11
2.2.6

Penatalaksanaan

90% pasien hanya dengan bukti histologis dari otosklerosis adalah


simptomatik karena lesi berlangsung tanpa fiksasi stapes atau gangguan koklear.

Pada pasien yang asimptomatik ini, penurunan pendengaran progressif secara


konduktif dan sensorineural biasanya dimulai pada usia 20. Terdapat beberapa
pilihan terapi pada otoskelrosis. 10,11
1. Amplifikasi/ Alat bantu dengar
Alat bantu dengar baik secara unilateral atau bilateral dapat merupakan
terapi yang efektif. Beberapa pasien yang bukan merupakan kandidat yang cocock
untuk operasi dapat menggunakan alat bantu dengar ini. 10, 11
2.

Terapi Medikamentosa

Tahun 1923 Escot adalah orang pertama yang menemukan kalsium


florida untuk pengobatan otosklerosis. Hal ini diperkuat oleh shambough yang
memprediksi stabilasi dari lesi otosklerotik dengan penggunaan sodium florida.
Ion florida membuat komplek flourapatit. Dosis dari sodium florida adalah 20-120
mg/hari. Brooks menyarankan penggunaan florida yang di kombinasi dengan 400
U vitamin D dan 10 mg Calcium Carbonate berdasar teori bahwa vit D dan
CaCO3 akan memperlambat lesi dari otosklerosis. Efek samping dapat
menimbulkan mual dan muntah tetapi dapat diatasi dengan mengurangi dosis atau
menggunakan entericcoated tablets. Dengan menggunakan regimen ini, sekitar
50% menunjukan symptom yang tidak memburuk, sekitar 30%

menunjukan

perbaikan. 10,11
3. Terapi Bedah
Pembedahan akan membutuhkan penggantian seluruh atau sebagian
dari fiksasi stapes (stapedektomi). Seleksi pasien kandidat utama stapedectomy
adalah yang mempunyai kehilangan pendengaran dan menganggu secara sosial,
yang dikonfirmasi dengan garputala dan audiometrik menunjukan tuli konduktif
atau campur. Speech diskrimination harus baik. Secara umum, pasien dengan
penurunan pendengaran lebih dari 40 db dan Bone conduction lebih baik dari Air

Conduction pada pemeriksaan garputala akan memperoleh keuntungan paling


maksimal dari operasi. Pasien harus mempunyai risiko anastesi yang minimal dan
tidak memiliki kontraindikasi.Indikasi Bedah :
a. Tipe otosklerosis oval window dengan berbagai variasi derajat fiksasi
stapes
b. Otosklerosis atau fiksasi ligamen anularis oval window pada otitis media
kronis (sebagai tahapan prosedur)
c. Osteogenesis imperfekta
d. Beberapa keadaan anomali kongenital
e. Timpanosklerosis dimana pengangkatan stapes diindikasikan (sebagai
tahapan operasi) 10,11
2.2.7

Komplikasi

Komplikasi otosklerosis dapat berupa komplikasi perioperasi seperti


perforasi membran timpani, akan tetapi tidak berpengaruh pada kelangsungan
operasi dan dapat diatasi dengan myringoplasty. Selain itu selama operasi dapat
terjadi dislokasi tulang karena manipulasi. Jika inkus yang mengalami dislokasi,
maka posisi anatomi perlu diperbaiki sebelum menyelesaikan operasi. Beberapa
dokter lebih memilih untuk menunggu beberapa bulan untuk memungkinkan
sendi incudomalleal untuk melekat kembali sebelum prostesis disisipkan. Fistula
perilimfe juga merupakan komplikasi perioperasi, dimana terjadi kebocoran cairan
dari telinga tengah sehingga fungsi vestibular dan koklear menjadi terganggu.
Selain itu terdapat juga komplikasi lain yakni:

a) granuloma reparative, b)

vertigo, c) gangguan pengecapan, d) parese fasialis, e) labirintis supuratif dan


meningitis, dan f) perdarahan intralabirintin. 10,11

DAFTAR PUSTAKA
1. Thys, M. Camp, G.V. Genetics of Otosclerosis. 2009. Vol : 30, pp 10211026. Diakses pada 9 desember 2016, diunduh dari Otology and
Neurology Journal, Department of Medical Genetics.
2. Guyton and Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. EGC, Jakarta.
2008
3. Mooler. A. Hearing Anatomy, Physiology, and Disorder of The Auditory
System Second Edition. USA : Elsevier. 2006
4. FKUI. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, and Tenggorokan Edisi
5.
6.
7.
8.
9.

6. Jakarta. EGC. 2008


Water, T, Staecker, H,. Otolaryngology. New York : Thieme. 2006
Lalwani. A.K. Current Diagnosis and Treatment. New York: Lange. 2009
Pasha. R. Otolaryngology Head and Neck Surgery. USA: Singular. 2011
Ludman, H. ABC of Ear , Nose, and Throat. USA : Blackwell. 2007
Byron.B.Head and Neck Surgery Otolaryngology. New york : Lippincot

William and Wilkins. 2006


10. Shohet. J. Otosclerosis Treatment and Management. Diakses 9 Desember
2016, dalam medscape Reference http://.medscape.com
11. Husban. H.A. Outcome of Management of Otosclerosis by Stapedotomy

Compared of Stapedectomy in a Jordanian Population. 2013. Vol. 28. (1),

pp 36-37, diakses pada 9 dsember 2016, diunduh dari Oman Medical


Journal.

Anda mungkin juga menyukai