Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Kosmetik berasal dari kata kosmein (Yunani) yang berarti berhias. Bahan
yang dipakai dalam usaha untuk mempercantik diri ini, dahulu diramu dari bahanbahan alami yang terdapat disekitarnya. Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan
yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan seperti epidermis, rambut, kuku,
bibir, gigi, dan rongga mulut antara lain untuk membersihkan, menambah daya tarik,
mengubah penampilan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki
bau badan tetapi tidak untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit
(Tranggono dan Latifah, 2007; Wasitaatmadja, 1997).
Sediaan kosmetik pemerah pipi memiliki warna khas merah, dan di sebagian
produk kosmetik eye shadow terdapat warna merah, sehingga diduga masih ada
penyalahgunaan dalam penambahan rhodamin B pada kosmetik pemerah pipi dan eye
shadow terutama kosmetik yang tidak didaftarkan ke BPOM. Karena rhodamin B
merupakan zat warna sintetik yang digunakan pada industri cat, tekstil dan kertas,
maka zat warna ini dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan, dapat
menyebabkan kerusakan hati dan merupakan zat karsinogenik (Chiang, 2011). Oleh
karena itu perlu dilakukan analisis zat warna yang digunakan pada sediaan kosmetik
pemerah pipi dan eye shadow yang beredar diperdagangan untuk memastikan
keamanannya agar masyarakat sebagai konsumen kosmetik dapat terhindar dari efek
berbahaya zat warna yang dilarang.

1.2

Tujuan Penelitian
Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui adanya senyawa rhodamin B dalam
sediaan perona pipi dengan menggunakan KLT.

1.3

Prinsip Penelitian
Prinsip pada penelitian ini adalah analisis rhodamin B dengan metode KLT
(Kromatografi Lapis Tipis) yang berdasarkan perbedaan kepolaran antara dua atau
lebih pelarut

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kosmetik
Kosmetik berasal dari kata kosmein (Yunani) yang berarti berhias, bahan yang
dipakai dalam usaha untuk mempercantik diri ini, dahulu diramu dari bahan-bahan
alami yang terdapat disekitarnya. Sekarang kosmetik dibuat manusia tidak hanya dari
bahan-bahan alami tetapi juga bahan buatan untuk maksud meningkatkan kecantikan.
(Wasitaatmadja 1997). Dewasa ini terdapat banyak kosmetik yang dijual dipasar
bebas, baik produk didalam maupun luar negeri. Jumlah yang demikian banyak
memerlukan usaha penyerdehanaan kosmetik baik untuk tujuan pengaturan maupun
pemakaian. Usaha tersebut berupa penggolongan kosmetika.
Kosmetika dapat dibagi atas beberapa golongan, antara lain :
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI, kosmetik dibagi menjadi 13 kelompok :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Preparat untuk bayi, misalnya bedak bayi, minyak bayi, dll


Preparat untuk mandi, misalnya sabun mandi, bath capsule, dll
Preparat untuk mata, misalnya mascara, eye shadow, dll
Preparat wangi-wangian, misalnya parfum, toilet water, dll
Preparat untuk rambut, misalnya cat rambut, hair spray, dll
Preparat pewarna rambut, misalnya cat rambut, dll
Preparat make-up (kecuali mata), misalnya bedak, lipstik, dll

2.2 Rhodamin B
Rhodamin B adalah salah satu zat pewarna sintetis yang biasa digunakan pada
industri tekstil dan kertas . Zat ini ditetapkan sebagai zat yang dilarang
penggunaannya pada makanan melalui Menteri Kesehatan (Permenkes)
No.239/Menkes/Per/V/85. Namun penggunaan Rhodamine dalam makanan masih
terdapat di lapangan. Contohnya, BPOM di Makassar berhasil menemukan zat
Rhodamine-B pada kerupuk, sambak botol, dan sirup melalui pemeriksaan pada
sejumlah sampel makanan dan minuman. Rhodamin B ini juga adalah bahan kimia
yang digunakan sebagai bahan pewarna dasar dalam tekstil dan kertas. Pada awalnya
zat ini digunakan untuk kegiatan histologi dan sekarang berkembang untuk berbagai
keperluan yang berhubungan dengan sifatnya dapat berfluorensi dalam sinar matahari
(Hamdani, 2013)
Rumus Molekul dari Rhodamin B adalah C 28H31N2O3Cl dengan berat molekul
sebesar 479.000.

Zat yang sangat dilarang


penggunaannya dalam makanan ini berbentuk kristal hijau atau serbuk ungu-kemerah
merahan, sangat larut dalam air yang akan menghasilkan warna merah kebiru-biruan
dan berfluorensi kuat. Rhodamin B juga merupakan zat yang larut dalam alkohol,
HCl, dan NaOH, selain dalam air. Di dalam laboratorium, zat tersebut digunakan
sebagai pereaksi untuk identifikasi Pb, Bi, Co, Au, Mg, dan Th dan titik leburnya pada
suhu 165?C (Hamdani, 2013).
2.3 Kromatografi Lapis Tipis
Absorbsi dan partisi berdasarkan pada jumlah dan cara penotolan cuplikan yang
berkesinambungan dengan hasil akhir membentuk pita. Kromatografi lapis tipis
preparative merupakan metode isolasi dari suatu simplisia untuk mendapatkan
senyawa tunggal (Agustina, 2009).
Lapisan preparatif normalnya adalah lapisan KLT yang lebih tebal dari 0,5.
Seperti aturan umumnya dimana ketebalan maksimumnya adalah 2 mm meskipun
beberapa pengerjaan melibatkan penggunaan lempeng yang tebalnya mencapai 10
mm. Pembuatan lempeng KLTP haruslah resisten terhadap abrasi. KLTP dibahas
dalam beberapa literatur dimana metode ini masih menjadi metode yang populer. Ada
perbedaan utama antara KLTP dan KLT konvensional : (15: 54)
1. Sampel ditotolkan berupa pita, biasanya bila memungkinkan ditotolkan selebar
lempeng.
2. Deteksi dari pemisahan senyawa biasanya dilakukan dengan absorbansi UV atau
flouresensi.
3. Biasanya multi elusi diperlukan untuk memperoleh resolusi pemisahan yang baik
dari komponen sampel (Gritter et al, 1991).
Karena besarnya volume yang diaplikasikan pada KLTP bila dibandingkan
dengan KLT, penggunaan alat penotolan seperti yang dibicarakan nanti diperlukan
untuk keakuratan. Larutan sampel dapat ditotolkan sepanjang lempeng KLTP. Ini
memungkinkan jumlah maksimum volume yang ditotolkan (volume hingga 500 ml
larutan dapat dicapai dengan penggunaan alat). Bagaimanapun juga sangat penting
untuk membiarkan sekitar 2 cm dari ujung pita dengan tepi lempeng. Ini dapat
menghindarkan efek tepi yang dapat terjadi selama pengembangan karena perbedaan
ketebalan sorben pada tepi lempeng (Sastrohamidjojo, 1985).

BAB III
METODOLOGI

3.1

Alat
Alat alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah erlenmeyer, pipet
volume, pipet ukur, push ball, batang pengaduk, beaker glass, plat KLT, chamber dan
tutupnya, lampu UV.

3.2

Bahan
Bahan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah baku Rhodamin B,
sampel perona pipi, methanol, etil asetat, amonia, N-propanol, N-butanol.

3.3

Prosedur
a)

b)
c)
d)

Pembuatan larutan uji (Larutan A)


Ditimbang sebanyak 100 mg sampel, kemudian ditambahkan 10 ml
methanol. Selanjutnya, disaring dengan kertas saring. Filtrat diambil dan
dimasukkan kedalam botol vial.
Pembuatan larutan baku (Larutan B)
Ditimbang sebanyak 5 mg pewarnaa rhodamin B baku pembanding.
Dilarutkan dalam 10 mL methanol, dikocok hingga larut.
Pembuatan larutan C
Dipipet sejumlah volume yang sama antara larutan A dan larutan B.
dicampur dan dihomogenkan.
Uji identifikasi sampel
Plat KLT disiapkan, kemudian ditotolkan larutan baku dan larutan
sampel secara terpisah. Didiamkan plat KLT hingga mengering. Kemudian plat
KLT dimasukkan kedalam masing masing chamber yang telah dijenuhkan
dengan propanol : ammonia (90 : 10), etil asetat : methanol : amonia (15 : 6 :
5), dan etil asetat : n-butanol : amonia (20 : 55 : 25) Dibiarkan fasa gerak nya
naik hingga batas pelat, dan dikeringkan. Selanjutnya diamati noda dibawah
sinar UV pada panjang gelombang 254 nm. Warna merah berfluoresensi
kuning menunjukkan adanya rhodamin B.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Hasil Pengamatan
a) Data Sampel
N
o
1
2

Data

Pengamatn

Kemasan / Etiket
Organoleptik

Kemasan cepuk
Bentuk kompak, tidak berabu, warna merah
muda dan mengkilap

Baku Pembanding

Baku rodhain B sesuai BPFI IV

Pembanding Kerja

5 mg baku pembanding merah k 10 dalam 10


ml methanol , larutan berwarna merah

b) Pembuatan baku standar


5 mg dalam 10 ml = 5 mg / 10 ml = 0,5 ppm
c) Hasil Percobaan
Fase gerak
Etil asetat : methanol :
amonia (15 : 6 : 5)
Etil asetat : n-butanol :
amonia (20 : 55 : 25)
N propanol : amonia
(90 : 10)
4.2

Rf sampel

Rf baku

0, 79

0,79

Tidak naik

0,8

Tidak naik

0,82

Pembahasan
Praktikum kali ini bertujuan untuk menganalisis Rhodamin b yang diduga
terkandung dalam sampel perona pipi. Analisis yang dilakukan yaitu analisis kualitatif
dengan uji kromatografi lapis tipis. Sampel perona pipi yang digunakan adalah pixy
dan wardah. Analisis ini dilakukan karena rhodamin b dalam kosmetik terutama
perona pipi perlu diawasi keberadaanya sebab rhodamin b merupakan pewarna
sintesis yang biasa digunakan pada tekstil. Pengunaan rhodamin b dalam suatu
sediaan dilarang karena dapat menimbulkan dampak yang tidak diharapkan seperti
gangguan kesehatan.
Analisis kualitatif ini berfungsi untuk mengidentifikasi keberadaan rhodamin b
dalam sampel perona pipi, yaitu menggunakan Kromatografi Lapis Tipis yang
merupakan salah satu teknik pemisahan senyawa dengan prinsip adsorpsi dan
koefisien partisi. KLT dilakukan karena pengujian menggunakan metode ini mudah
dilakukan dan murah. Prinsip kromatografi lapis tipis yaitu perbedaan kepolaran like
dissolve like dimana pelarut yang bersifat polar akan berikatan dengan senyawa yang

bersifat polar juga dan sebaliknya. Semakin dekat kepolaran antara senyawa dengan
eluent maka senyawa akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut.
Tahap pertama yang dilakukan adalah preparasi larutan sampel. Preparasi
sampel dilakukan untuk memperoleh larutan sampel sehingga bisa dianalisis karena
dalam KLT, sampel yang diuji harus berbentuk larutan. Sampel 100 mg ditambahkan
10 ml methanol. Fungsi methanol ini yaitu sebagai pelarut karena rhodamin b bersifat
sangat mudah larut dalam alkohol.
Setelah ditambahkan pelarut, sampel dipindahkan ke beaker glass kecil dan
ditutup dengan kaca arloji yang berfungsi untuk meminimalisir penguapan karena
methanol bersifat mudah menguap, terlebih lagi jika dipanaskan. Beaker glass
tersebut kemudian dipanaskan di atas penangas air. Tujuannya yaitu untuk
mempercepat proses pelarutan lipstick yang berwujud padat hingga diperoleh larutan
berwarna merah. Setelah diperoleh larutan berwarna merah, maka larutan kemudian
difiltrasi dengan cara disaring dengan menggunakan kertas saring dan bantuan corong
penyaring. Namun sebelumnya, larutan sampel ditambahkan dengan Natrium sulfat
anhidrat. Fungsinya yaitu untuk menyerap air. Penyaringan ini dilakukan untuk
memisahkan senyawa Rhodamin b yang akan dianalisis dari senyawa-senyawa
pengotor yang dapat mengganggu absorbansi, misalnya basis lipstik. Filtrat yang
diperolah ditampung dalam beaker glass bersih. Filtrat hasil penyaringan berupa
larutan bening berwarna merah yang diduga berasal dari pewarna merah Rhodamin b.
Setelah dibuat larutan sampel, maka dibuat larutan rhodamin-B BPFI dengan pelarut
yang sama yaitu methanol. Larutan baku ini digunakan sebagai pembanding nilai Rf
dalam KLT.
Selanjutnya dilakukan penyiapan fasa diam dan fasa gerak dari sistem
kromatografi lais tipis ini. Fasa diam yang digunakan adalah silica gel. Dalam fase
diam terdapat plat tipis aluminium yang berfungsinya untuk tempat berjalannya
adsorbens sehingga proses migrasi analit oleh solventnya bisa berjalan. Dalam KLT
adsorbens yang digunakan berupa silika gel (SiO2) yang tidak mengikat molekul air,
sehingga noda yang tercipta lebih terfokus dan tajam. Fase diam ini bersifat polar.
Sedangkan fase gerak yang digunakan adalah campuran propanol : amoniak (90:10) ),
etil asetat : methanol : amonia (15 : 6 : 5), dan etil asetat : n-butanol : amonia (20 :
55 : 25) dengan total volume eluent yaitu 10 ml. Eluent yang digunakan bersifat lebih
polar dari fase diamnya agar sampel yang polar tidak terikat kuat pada fase
diamnya. Penggunaan eluent ini disesuaikan dengan sifar polar Rhodamin b karena
memiliki gugus karboksil dengan pasangan elektron bebas dan gugus amina pada
struktur molekulnya. Gugus karboksil dan amina ini akan membentuk ikatan hidrogen
intermolekular dengan pelarut polar sehingga mudah larut dalam pelarut polar seperti
alkohol Oleh karena itu, digunakan campuran eluen polar agar dapat mengeluasi
Rhodamin b dengan baik.
Setelah dibuat eluent, maka larutan eluent tersebut dijenuhkan terlebih dahulu.
Tujuan penjenuhan adalah untuk memastikan partikel fasa gerak terdistribusi merata
pada seluruh bagian chamber sehingga proses pergerakan spot di atas fasa diam oleh
fasa gerak berlangsung optimal, dengan kata lain penjenuhan digunakan untuk
mengotimalkan naiknya eluent. Selain itu juga berfungsi untuk menghindari hasil
tailing pada pelat KLT. Untuk mengetahui kejenuhan tersebut maka digunakan kertas
saring yang disimpan diatas bagian dalam chamber. Kejenuhan ditandai dengan suhu
di dalam chamber hangat serta lebabnya kertas saring.
Selama proses penjenuhan, dilakukan persiapan fase diam. Pelat aluminium
yang digunakan berukuran 20 x 20 cm. Pelat tersebut diberi batas atas dan bawah
masing-masing 1 cm. Fungsinya sebagai penanda jarak tempuh eluent. Batas bawah

plat dibuat sedemikian rupa sehingga tidak terendam oleh eluent. Setelah itu,
dilakukan penotolan larutan baku dan sampel menggunakan pipa kapiler. Tujuannya
yaitu supaya penotolan kecil karena dalam KLT, penotolan yang baik diusahakan
sekecil mungkin untuk menghindari pelebaran spot dan jika sampel yang digunakan
terlalu banyak akan menurunkan resolusi.. Pelebaran spot dapat mengganggu nilai Rf
karena memungkinkan terjadinya himpitan puncak. Penotolan dilakukan pada garis
bawah yang telah dibuat. Kemudian dibiarkan beberapa saat hingga mengering.
Penotolan plat juga tidak boleh terlalu berdekatan untuk menghindari bergabungnya
spot masing-masing larutan dan tidak boleh terlalu pekat untuk menghindari adanya
tailing saat spot naik bersama fasa gerak.
Selanjutnya, plat dimasukkan dengan hati-hati ke dalam chamber tertutup yang
berisi fasa gerak dengan posisi fasa gerak berada di bawah garis. KLT ini
menggunakan metode ascending (naik). Kemudian fase gerak dibairkan naik sampai
hampir mendekati batas atas plat. Fase gerak perlahan-lahan bergerak naik. Meskipun
melawan gravitasi, namun eluent bisa naik karena adanya afinitas. Dalam proses
naiknya fase gerak, komponen-komponen yang berbeda dari campuran berjalanan
pada tingkat yang berbeda sesuai dengan kepolarannya. Setelah kira-kira mencapai
jarak tempuh 6 cm, plat KLT diangkat dan dibiarkan kering diudara. Tujuannya untuk
menguapkan sisa pelarut yang masih terdapat pada plat untuk menjamin penguapan
telah sempurna dan agar spot jelas terlihat.
Kemudian diamati dibawah sinar UV pada panjang gelomang 254 nm.
UV254 tersebut merupakan deteksi universal yang bisa digunakan untuk senyawa yang
berfluorsensi seperti rhodamin b. Hasilnya yaitu terbentuk 2 spot berfluoresensi
berwarna merah muda kebiruan dengan jarak tempuh spot yang berdekatan pada merk
natural. Namun, spot yang dianalisis adalah spot yang mirip dengan spot larutan baku
Rhodamin b. Berdasarkan hasil pengukuran, diperoleh jarak spot dengan batas bawah
yaitu 3,9 cm sedangkan jarak tempuh pelarut yaitu 5,2 cm. kemudian dilakukan
perhitungan Rf dengan menggunakan rumus.
Ternyata meskipun sampel yang digunakan sama akan tetapi hasil yang berbeda
pada sama sampel perona pipi merk natural dengan menggunakan eluen etil asetat : nbutanol : amonia tidak didapatkan rf sampel yang sejajar dengan baku , tapi dengan
menggunakan eluen etil asetat : methanol : amonia didapatkan rf sampel merk natural
yang sejajar dengan baku, hal tersebut bisa dipengaruhi oleh tingkat kepolaran masing
masing campuran eluen. Rf sampel dari merk natural yang positif didapat 0,79 dan
sejajar dengan baku. Untuk sampel pixy larutan uji tidak dapat naik atau terelusi dan
dinyatakan tidak teridentifikasi rhodamin B setalah diamati dengan lampu uv 254 nm.
Dalam KLT, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pemisahan komponen
adalah struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan, sifat dari penyerap dan derajat
aktifitasnya, tebal dan kerataan zat penyerap, kemurnian pelarut, derajat kejenuhan,
teknik percobaan, jumlah cuplikan, temperatur, dan kesetimbangan.

BAB V
PENUTUP

5.1

KESIMPULAN
Hasil Kromatografi lapis tipis menyatakan bahwa sampel perona pipi merk
natural mengandung rhodamin B dengan rf = 0.79 dan sejajar dengan baku ,
sedangkan untuk Pixy tidak mengandung rhodamin B

DAFTAR PUSTAKA
Agustina, Tina. 2009. Available Online at http://www.scribd.com/doc/23648388/15/II3-4Kromatografi-Lapis-Tipis-Preparatif [Diakses tanggal 15-05-13].
Gritter J.R, dkk. 1991. Pengantar Kromatografi. Bandung. Penerbit ITB
Hamdani. 2013. Available online at http://catatankimia.com/catatan/rhodamin-b.html
[Diakses tanggal 15-05-13].
Roth, H.J., Blaaschke, G. 1988. Analisis Farmasi. Penerjemah Sarjono Kisman.
Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada Press
Sastrohamidjojo. 1985. Kromatografi. Yogyakarta. Penerbit Liberty
Wiryawan,
Adam .
2011. Available
Online
at http://www.chem-istry.org/materi_kimia/instrumen_analisis/spektrofotometri-serapan-atom/metodeadisi-standar/ [Diakses tanggal 15-05-13].
Read more: http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/2013/06/laporan-praktikumidentifikasi-dan.html#ixzz4GErO5wyc

Anda mungkin juga menyukai