Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
kehendak-Nya, saya dapat menyelesaikan tugas Kepaniteraan Klinik Senior (KKS)
Universitas Islam Sumatera Utara di Departemen Mata RSUD DR. Djasamen Saragih
Pematang Siantar, yang berjudul Hyphema.
Dan tidak lupa Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Dasril, Sp.M
sebagai pembimbing.
Sebagai mahasiswa/i yang masih mengikuti proses pembelajaran, tentunya makalah
ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mohon maaf atas kekurangan dalam
pembuatan makalah ini. Kritik dan saran yang dapat membangun penulis, sangat kami
harapankan dari para pembaca. Mudah-mudahan makalah ini dapat berguna dan bermanfaat
bagi kita semua.

Pematang Siantar,

Oktober 2014

Hormat Saya,

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................

DAFTAR ISI .............................................................................................................

ii

BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................

1.1.................................................................................................................Latar
Belakang ................................................................................................
1
1.2.................................................................................................................Tujuan
................................................................................................................
2
1.3.................................................................................................................Rumusan
Masalah .................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................................

2.1. Definisi Hifema ......................................................................................

2.2. Epidemiologi ..........................................................................................

2.3. Klasifikasi ..............................................................................................

2.4. Patofisiologi ...........................................................................................

2.5. Etiologi ...................................................................................................

2.6. Gejala Klinis ...........................................................................................

2.7. Diagnosis ................................................................................................

2.8 Pemeriksaan Penunjang ..........................................................................

2.9. Penatalaksanaan .....................................................................................

2.10 Pencegahan ............................................................................................

12

2.11 Komplikasi ............................................................................................

12

2.12. Prognosis ..............................................................................................

13

BAB III KESIMPULAN ...........................................................................................

14

DAFTAR PUSTAKA

......................................................15

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Salah satu di antara sekian banyak penyebab kebutaan, yang sering dijumpai adalah

persentuhan mata dengan benda tumpul, misalnya traumatic hyfema. Walaupun rudapaksa
yang mengenai mata tidak selalu merupakan penyebab utama dari kebutaan, namun
merupakan faktor yang cukup sering mengakibatkan hilangnya penglihatan unilateral. Maka
dari itu, masalah rudapaksa pada mata masih menjadi salah satu masalah yang perlu
mendapat perhatian menganggapnya sebagai salah satu ocular emergencies. Hal ini
disebabkan oleh karena masih seringnya timbul komplikasi-komplikasi yang tidak diinginkan
disamping cara perawatan yang terbaik masih diperdebatkan.
Walaupun mata mempunyai pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita, kelopak
mata dengan bulu matanya, dan jaringan lemak retrobulbar selain terdapatnya refleks
memejam dan mengedip, juga dengan telah dibuatnya macam-macam alat untuk melindungi
mata, tetapi mata masih sering mendapat trauma dari dunia luar,. Terlebih-lebih dengan
bertambah banyaknya kawasan industri, kecelakan akibat pekerjaan bertambah pula, juga
dengan bertambah ramainya lalu lintas, kecelakaan di jalan raya bertambah pula, serta
kecelakaan mata biasanya terjadi akibat mainan, seperti panahan, ketapel, senapan angin, atau
akibat lemparan, juga tusukan dari gagang mainan. Trauma dapat mengakibatkan kerusakan
pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat
mengakibatkan atau memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi penglihatan.
Trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan benda yang keras atau benda yang tidak
keras, dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan keras ataupun lambat. Bila mata
terkena benda keras,maka akan terjadi :

Benda keras yang kecil dan lembut seperti mimis senapan mainan yang tidak tajam
membentur daerah mata dan bila mata dalam keadaan terbuka akan mengenai kornea
yang menimbulkan erosi yaitu lecetnya sel epitel. Pasien akan merasa kesakitan yang
sangat pedih pada mata, penlihatan menurun dan bila lecet lebih dalam maka dalam
penyembuhannya akan terjadi jaringan parut yang mebekas keputihan di kornea, sehingga
penglihatan akan turun.

Lebih lanjut, benturan yang cukup kuat akan mengakibatkan pembuluh- pembuluh darah
dalam bola mata pecah dan timbul perdarahan dalam bilik mata, yang biasa tampak dari
1

luar disebut dengan hifema. Akan terasa sakit pada bola mata yang sertai penglihatan
yang menurun. Perlu diketahui pula bahwa hifema bisa saja terjadi tidak seketika setelah
benturan, tetapi akan muncul pada hari-hari berikutnya sampai hari ke 5.

Pada keadaan lain bisa saja benda tersebut secara keras membentur skera dan meskipun
hifema tidak terjadi, bisa menyebabkan perdarahan pada retina dengan segala akibatnya.

Penggumpalan pada perdarahan dibilik mata, bisa mengakibatkan hifema sekunder yang
juga disertai dengan rasa sakit pada bola mata dan bila tekanan pada bola mata meninggi
akan mengakibatkan rasa mual dan muntah-muntah.

Akibat dari benturan-benturan keras tadi tidak berhenti disitu saja, bisa juga terjadi pada
bagian iris yang terlepas dari dasarnya dan bila iridodiliasis ini cukup besar akan dapat
mengakibatkan pandangan monoklear yang ganda.

Sedangkan pada lensa bisa menyebabkan terjadinya katarak traumatika lensa bisa lepas
dari ikatannya dan terjadi luksasi sebagian ataupaun luksasi penuh. Akibat lanjut dari
benturan pada kornea adalah gangguan pada sudut bilik mata yang lebih dalam , dan pada
gilirannya nanti bila terjadi pembentukan jaringan ikat bisa timbul peninggian tekanan
bola mata yang bersangkutan.

Bisa pula terjadi uveitis yang disertai dengan peninggian tekanan bola mata yang
memerlukan pengobatan yan g serius.

Pada bagian belakang bola mata, gangguan bisa terjadi adalah edema pada makula yang
menyebabkan penglihatan menurun, robekan pada koroid yang mengakibatkan gangguan
atau penurunan penglihatan.

Bila terjadi robekan pada bagian-bagian mata, maka akibatnya akan lebih buruk lagi,
robekan bagian-bagia mata memerlukan tindakan koreksi bedah dengan berbagai akibat
sampingnya , mulai kornea di depan iris, lensa, badan kaca, koroid, retina, sklera dan
saraf optik.

Bila benda yang membentur bola mata berukuran besar, misalnya bola tenis, maka
struktur orbita ini terjadi didasar rongga orbita bisa menimbulkan celah dimana otot-otot
mata terjepit dan sehingga gerakan bola mata terhambat dan pada gilirannya pandangan
menjadi ganda karena aksis penglihatan tidak sejajar lagi. Selain itu juga tampak mata
yang cekung.

1.2

Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai kajian keilmuan dalam hal

penyakit mata yaitu neuritis optic, sehingga akhirnya dapat dihasilkan pemahaman materi
secara lebih mendalam dalam rangka menunjang kegiatan praktek di lapangan dengan pasien.
1.3

Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah definisi hifema,

klasifikasi hifema, gejala hifema, faktor resiko hifema, diagnosis hifema, penatalaksanaan
serta prognosis hifema.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Hifema
Hifema adalah suatu keadaan dimana adanya darah dalam bilik mata depan yang
bersal dari pembuluh darah iris dan badan siliar yang pecah yang dapat terjadi akibat trauma
ataupun secara spontan, sehinnga darah terkumpul di dalam bilik mata, yang hanya mengisi
sebagian ataupun seluruh isis bilik mata depan. Hifema atau darah di dalam bilik mata depan
dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar (Ilyas,
Sidarta. Hifema, dalam: Ilmu Penyakit Mata, edisi 3 , FKUI, Jakarta, 2003 )
Perdarahan bilik depan bola mata akibat rudapaksa ini merupakan akibat yang paling
sering dijumpai karena persentuhan mata dengan benda tumpul. Berat ringannya traumatik
hifema ini selain tergantung pada tingginya perdarahan juga tergantung pada ada tidaknya
komplikasi yang menyertainya. Darah yang terkumpul di bilik mata depan biasanya terlihat
dengan mata telanjang. Walaupun darah yang terdapat di bilik mata depan sedikit, tetap dapat
menurunkan penglihatan. Bila pasien duduk hifema akan terlihat terkumpul dibawah bilik
mata depan dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan.
Hifema dapat terjadi akibat suatu trauma tembus ataupun tumpul pada mata yang
merobek pembuluh darah iris atau badan siliar, dan dapat juga terjadi secara
spontan.Perdarahannya bisa juga bersal dari pembuluh darah kornea atau limbus dan badan
siliar. Pada pengamatan akan tampak darah dibalik kornea dan menutupi gambaran iris.
Hifema dapat disertai dengan atau tanpa perdarahan pada konjungtiva .
Hifema dapat sedikit, dapat pula banyak. Bila sedikit ketajaman penglihatan mungkin
masih baik dan TIO normal. Perdarahan yang mengisi setengah COA, dapat menyebabkan
gangguan visus dan TIO, sehingga mata terasa sakit oleh glaucomanya. Jika hifemanya
mengisi seluruh COA, rasa sakit bertambah dan visus lebih menurun lagi, karena TIO
bertambah pula.
2.2

Epidemiologi
Angka kejadian dari hifema traumatic diperkirakan 12 kejadian per 100.000 populasi,

dengan pria terkena tiga sampai lima kali lebih sering daripada wanita. Lebih dari 70 persen
dari hifema traumatic terdapat pada anak-anak dengan angka kejadian tertinggi antara umur
10 sampai 20 tahun.

2.3

Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi:

1. Hifema traumatika adalah perdarahan pada bilik mata depan yang disebabkan pecahnya
pembuluh darah iris dan badan silier akibat trauma pada segmen anterior bola mata.
2. Hifema akibat tindakan medis, misalnya kesalahan prosedur operasi mata.
3. Hifema akibat inflamasi yang parah pada iris dan badan silier, sehingga pembuluh darah
pecah.
4. Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah, contohnya juvenile
xanthogranuloma.
5. Hifema akibat neoplasma, contohnya retinoblastoma.
Berdasarkan waktu terjadinya, hifema dibagi atas 2 yaitu:
a. Hifema primer, timbul segera setelah trauma hingga hari ke 2.
b. Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma.
Hifema dibagi menjadi beberapa grade menurut Sheppard berdasarkan tampilan
klinisnya:
1. Grade I : Darah mengisi kurang dari sepertiga COA (58%)
2. Grade II : Darah mengisi sepertiga hingga setengah COA (20%)
3. Grade III : Darah mengisi hampir total COA (14%)
4. Grade IV : Darah memenuhi seluruh COA (8%)
2.4

Patofisiologi :
Trauma merupakan penyebab tersering dari hifema. Oleh karena itu hifema sering

terutama pada pasien yang berusia muda. Trauma tumpul pada kornea atau limbus dapat
menimbulkan tekanan yang sangat tinggi, dan dalam waktu yang singkat di dalam bola mata
terjadi penyebaran tekanan ke cairan badan kaca dan jaringan sklera yang tidak elastis
sehingga terjadi perenggangan-perenggangan dan robekan pada kornea, sklera sudut
iridokornea, badan siliar yang dapat menimbulkan perdarahan. Perdarahan sekunder dapat
terjadi oleh karena resorbsi dari pembekuan darah terjadi cepat, sehingga pembuluh darah
tidak mendapat waktu yang cukup untuk meregenerasi kembali, dan menimbulkan
perdarahan lagi.
Perdarahan dapat terjadi segera setelah trauma yang disebut perdarahan primer atau
perdarahan terjadi 5-7 hari setelah trauma yang disebut perdarahan sekunder. Hifema
sekunder biasanya terjadi akibat gangguan mekanisme pembekuan atau penyembuhan luka
sehingga mempunyai prognosis yang lebih buruk. Perdarahan spontan dapat terjadi pada mata
5

dengan rubeosis iridis, tumor pada iris, retinoblastoma, dan kelainan darah yang mungkin
diakibatkan karena terjadi suatu kelemahan dinding-dinding pembuluh darah. Pada proses
penyembuhan, hifema dikeluarkan dari bilik mata depan dalam bentuk sel darah merah
melalui sudut bilik mata depan atau kanal scelemn dan permukaan depan iris. Penyerapan
melalui dataran depan iris dipercepat oleh enzim proteolitik yang dapat berlebihan di dataran
depan iris.
Sebagian darah dikeluarkan dalam bentuk hemosiderin. Bila terdapat hemosiderin
berlebihan di dalam bilik mata depan, dapat terjadi penimbunan pigmen ini ke dalam lapis
kornea. Penimbunan ini menimbulkan kekeruhan kornea terutama di bagian sentral sehingga
terjadi perubahan warna kornea menjadi coklat yang disebut imbibisi kornea.
Sementara itu darah dalam bilik mata depan tidak sepenuhnya berbahaya, namun bila
jumlahnya memadai maka dapat menghambat aliran humor aquos ke dalam trabekula,
sehingga dapat menimbulkan glaukoma sekunder.

2.5

Etiologi
Penyebab tersering dari hifema adalah trauma, baik trauma tumpul maupun trauma

tembus. Hifema juga dapat disebabkan oleh perdarahan spontan. Perdarahan dapat terjadi
segera setelah trauma yang disebut perdarahan primer atau perdarahan terjadi 5-7 hari
sesudah trauma disebut perdarahan sekunder. Hifema sekunder biasanya terjadi akibat
gangguan mekanisme pembekuan atau penyembuhan luka sehingga mempunyai prognosis
yang lebih buruk. Perdarahan spontan dapat terjadi pada mata dengan rubeo iridis, tumor
pada iris, retinoblastoma dan kelainan darah. Hal ini mungkin akibat terjadinya kelemahan
pada dinding-dinding pembuluh darah.
2.6

Gejala Klinis
Biasanya pasien akan mengeluh sakit, disertai dengan epiforia dan blefaropasme.

Penglihatan pasien akan sangat menurun , bila pasien duduk hifema akan terlihat terkumpul
di bagian bawah bilik mata depan, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata
depan. Kadang-kadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis.2
2.7

Diagnosis
Untuk mengetahui kelainan yang ditimbulkan perlu diadakan pemeriksaan yang

cermat, terdiri atas anamnesis dan pemeriksaan.


Anamnesis
6

Pada saat anamnesis kasus trauma mata ditanyakan waktu kejadian, proses terjadi
trauma dan benda yang mengenai mata tersebut. Bagaimana arah datangnya benda yang
mengenai mata itu, apakah dari depan, samping atas, samping bawah, atau dari arah lain dan
bagaimana kecepatannya waktu mengenai mata dan bahan tersebut, apakah terbuat dari kayu,
besi, atau bahan lainnya. Jika kejadian kurang dari satu jam maka perlu ditanyakan ketajaman
penglihatan atau nyeri pada mata karena berhubungan dengan peningkatan tekanan intra
okuler akibat perdarahan sekunder. Apakah trauma tersebut disertai dengan keluarnya darah,
dan apakah pernah mendapatkan pertolongan sebelumnya. Perlu juga ditanyakan riwayat
kesehatan mata sebelum terjadi trauma, apabila terjadi pengurangan penglihatan ditanyakan
apakah pengurangan penglihatan ituterjadi sebelum atau sesudah kecelakaan tersebut,
ambliopia, penyakit kornea atau glaukoma, riwayat pembukaan darah atau penggunaan
antikoagulan sistemik seperti aspirin atau warfarin.
Pemeriksaan mata
Pemeriksaan mata harus dilakukan secara lengkap. Semua hal yang berhubungan
dengan cedera bola mata ditanyakan. Dilakukan pemeriksaa hifema dan menilai perdarahan
ulang. Bila ditemukan kasus hifema, sebaiknya dilakukan pemeriksaan secara teliti keadaan
mata luar, hal ini penting karena mungkin saja pada riwayat trauma tumpul akan ditemukan
kelainan berupa trauma tembus seperti

Ekmosis
laserasi kelopak mata
proptosis
enoftalmus
fraktur yang disertai dengan gangguan pada gerakan mata
kadang-kadang menemukan kelainan berupa defek epitel, edem kornea dan imbibisi

kornea bila hifema sudah terjadi lebih dari 5 hari.


Ditemukan darah di dalam bilik mata bila pasien duduk, hifema akan terlihat terkumpul
dibagian bawah bilik mata depan, perdarahan yang mengisi setengah bilik mata depan
dapat menyebabkan gangguan visus dan kenaikan tekanan intraokuler, sehingga mata
terasa sakit oleh karena glaukoma. Jika hifema mengisi seluruh bilik mata depan, rasa
sakit bertambah dan penglihatan lebih menurun lagi.
Pada iris dapat ditemukan robekan atau iridodialysis dan iridoplegia.
Pada hifema karena trauma, jika ditemukan penurunan tajam penglihatan segera maka
harus dipikirkan kerusakan seperti luksasi lensa, ablasi retina, udem macula.
Menentukan derajat keparahan hifema antara lain, menurut Edward Layden:
7

1. Hyphaema tingkat 1: bila perdarahan kurang dari 1/3 bilik depan mata.
2. Hyphaema tingkat II: bila perdarahan antara 1/3 sampai 1/2 bilik depan mata.
3. Hyphaema tingkat III bila perdarahan lebih dari bilik depan mata
Rakusin membaginya menurut:
1. Hyphaema tk I: perdarahan mengisi 1/4 bagian bilik depan mata.
2. Hyphaema tk II : perdarahan mengisi 1/2 bagian bilik depan mata.
3. Hyphaema tk III: perdarahan mengisi 3/4 bagian bilik depan mata.
4. Hyphaema tk IV : perdarahan mengisi penuh biIik depan mata.
Hifema paling banyak memenuhi kurang dari 1/3 bilik mata depan. Saat melakukan
pemeriksaan, hal terpenting adalah hati-hati dalam memeriksa kornea karena akan
meningkatkan resiko bloodstaining pada lapisan endotel kornea . Keadaan iris dan lensa juga
dicatat, kadang-kadang pada iris dapat terlihat iridodialisis atau robekan iris. Akibat trauma
yang merupakan penyebab hifema ini mungkin lensa tidak berada ditempatnya lagi atau telah
terjadi dislokasi lensa bahkan lensa.
Pada hifema sebaiknya dilakukan pemeriksaan tekanan bola mata untuk mengetahui
apakah sudah terjadi peningkatan tekanan bola mata.Penilaian fundus perlu dicoba tetapi
biasanya sangat sulit sehingga perlu ditunggu sampai hifema hilang. Pemeriksaan funduskopi
perlu dilakukan untuk mengetahui akiba trauma pada segmen posterior bola mata. Kadangkadang pemeriksaan ini tidak mungkin karena terdapat darah pada media penglihatan.
2.8. Pemeriksaan Penunjang

Tonometri, untuk memeriksa tekanan intra okuler

Funduskopi
Untuk mengetahui akibat trauma pada segmen belakang bola mata, kadang-kadang
pemeriksaan ini tidak mungkin karena terdapat darah pada media refraksi disegmen
belakang bola mata, yaitu pada badan kaca.

USG untk menyingkirkan adanya perdarahan vitreus atau ablasio retina

Skrining sickle cell

X-ray

CT-scan orbita

Gonioskopi

2.9. Penatalaksanaan
Walaupun perawatan penderita hifema ini masih banyak diperdebatkan, namun pada
dasarnya penatalaksanaan hifema ditujukan untuk :

Menghentikan perdarahan atau mencegah perdarahan ulang

Mengeluarkan darah dari bilik mata depan

Mengendalikan tekanan bola mata

Mencegah terjadinya imbibisi kornea

Mengobati uveitis bila terjadi akibat hifema ini

Menemukan sedini mungkin penyulit yang mungkin terjadi

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka cara pengobatan penderita dengan traumatic
hyphaema pada prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar yaitu (1) Perawatan dengan cara
konservatif / tanpa operasi, dan (2) Perawatan yang disertai dengan tindakan operasi.
Perawatan Konservatif / Tanpa Operasi
Tirah baring sempurna (bed rest total)
Pasien dengan hifema yang tampak mengisi lebih dari 5% bilik mata depan sebaiknya
diistirahatkan . Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepala di angkat
(diberi alas bantal) kurang dari 600, hal ini akan mengurangi tekanan darah pada pembuluh
darah iris serta memudahkan kita mengevaluasi jumlah perdarahannya. Ada persesuaian
pendapat dari banyak sarjana mengenai tirah baring sempurna ini sebagai tindakan pertama
yang harus dikerjakan bila mengenai kasus traumatic hyphaema. Bahkan Darr dan Rakusin
menunjukkan bahwa dengan tirah baring sempurna absorbsi dari hyphaema dipercepat dan
sangat mengurangi timbulnya komplikasi perdarahan sekunder. Hifema biasanya akan
membaik dengan istirahat , namun dapat terjadi kembali 5-6 hari pertama setelah cedera .
Anak anak biasanya harus dirawat di Rumah Sakit selama beberapa hari , sementara orang
dewasa dapat dirawat dirumah bila mereka dapat beristirahat dan tidak terjadi komplikasi .

Bebat mata
Mengenai pemakaian bebat mata, gunakan bebat mata pada mata yang terkena trauma
saja, untuk mengurangi pergerakan bola mata yang sakit. Bila mungkin kedua mata ditutup
untuk memberika istirahat pada mata. Selanjutnya dikatakan bahwa pemakaian bebat pada
kedua mata akan menyebabkan penderita gelisah, cemas dan merasa tidak enak, dengan
akibat penderita (matanya) tidak istirahat. Akhirnya Rakusin mengatakan dalam
pengamatannya tidak ditemukan adanya pengaruh yang menonjol dari pemakaian bebat atau
tidak terhadap absorbsi, timbulnya komplikasi maupun prognosis dari tajamnya
penglihatannya.
Pemakaian obat-obatan
Pemberian obat-obatan pada penderita dengan traumatic hyphaema tidaklah mutlak,
tapi cukup berguna untuk menghentikan perdarahan, mempercepat absorbsinya dan menekan
komplikasi yang timbul. Untuk maksud di atas digunakan obat-obatan seperti:
Koagulansia
Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral maupun parenteraI,
berguna untuk menekan/menghentikan perdarahan, Misalnya : Anaroxil, Adona AC,
Coagulen, Transamin, vit K, dan vit C:
Midriatika Miotika
Masih banyak perdebatan mengenai penggunaan obat-obat golongan midriatika atau
miotika, karena masing-masing obat mempunyai keuntungan dan kerugian sendiri-sendiri.
Miotika memang akan mempercepat absorbsi, tapi meningkatkan kongesti dan midriatika
akan mengistirahatkan perdarahan.
Kortikosteroid dan Antibiotika
Pemberian hidrokortison 0,5% secara topikal akan mengurangi komplikasi iritis dan
perdarahan sekunder dibanding dengan antibiotik. Tetes mata steroid diberikan jangka pendek
bersama dengan dilatasi pupil . Steroid berfungsi untuk mencegah terjadinya perdarahan
sekunder .

10

Obat-obat lain
Sedatif diberikan bilamana penderita gelisah. Bila ditemukan rasa sakit diberikan
analgetik aau asetozalamid bila sakit pada kepala akibat tekanan bola mata naik. Analgetik
diberikan untuk mengatasi nyeri seperti asetaminofen dengan atau tanpa kodein.
Perawatan Operasi
Dalam kasus ini , ada perbedaan pendapat antara Darr dan Rakusin . Darr
menentukan cara pengobatan traumatic hyphaema, sedang Rakusin menganjurkan tindakan
operasi setelah hari kedua bila ditemukan hyphaema dengan tinggi perdarahannya bilik
depan bola mata. Tindakan operasi yang dikerjakan adalah:

Paracentesa: merupakan tindakan pembedahan dengan mengeluarkan darah atau nanah


dari bilik mata depan, dengan teknik sebagai berikut: dibuat insisi kornea 2mm dari
limbus ke arah kornea yang sejajar dengan permukaan iris. Biasanya biladilakukan
penekanan pada bibir luka maka koagulum dari bilik mata depan keluar. Bila darah tidak
keluar seluruhnya maka bilik mata depan dibilas dengan garam fisiologik.

Iridosiklitis : Pada trauma tumpul dapat terjadi reaksi jaringan uvea sehingga
menimbulkaniridosiklitis atau radang uvea anterior.Pada mata akan terlihat mata merah,
akibatadanya darah dalam bilik mata depan akan terdapat suar dan pupil yang mengecil
dengan tajam penglihatan menurun. Pada uveitis anterior diberikan tetes midriatik
dansteroid topikal. Bila terlihat tanda radang berat maka dapat diberikan steroid
sistemik.Sebaiknya pada mata ini diukur tekanan bola mata untuk persiapan memeriksa
fundusdengan midriatika.

Cara lain untuk membersihkan Bilik Mata Depan adalah dengan Evakuasi Viskoelastik .
Dibuat sebuah insisi kecil di limbus untuk menyuntikkanbahan viskoelastik , dan sebuah
insisi yang lebih besar berjarak 180 derajat untuk memungkinkan hifema didorong keluar
Tindakan pembedahan parasentese dilakukan bila terlihat tanda-tanda imbibisi kornea,

glaukoma, hifema penuh dan berwarna hitam atau bila darah setelah 5 hari tidak
memperlihatka tanda-tanda berkurang.
Untuk mencegah atropi papil saraf optik dilakukan pembedahan bila :

Tekanan bola mata maksimal > 50 mmHg selama 5 hari

Tekanan bola mata maksimal > 35 mmHg selama 7 hari

Untuk mencegah imbibisi kornea,dilakukan pembedahan bila :

Tekanan bola mata rata-rata > 25 mmHg selama 6 hari


11

Bila terdapat tanda-tanda dini imbibisi kornea

Untuk mencegah sinekia posterior perifer dilakukan pembedahan bila :

2.10

Hifema total bertahan selama 5 hari

Hifema difus bertahan selama 9 hari

Pencegahan
Hifema dapat terjadi bila terdapat trauma pada mata. Gunakan kacamata pelindung

saat bekerja di tempat terbuka atau saat berolahraga.

2.11

Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan pada traumatic hifema adalah perdarahan

sekunder, glaukoma sekunder dan hemosiderosis, selain komplikasi dari traumanya sendiri
berupa dislokasi dari lensa, ablatio retina, katarak dan irido dialysis. Besarnya komplikasi
juga sangat tergantung pada tingginya hyphaema.
Perdarahan Sekunder
Komplikasi ini sering terjadi pada hari ketiga sampai keenam. Sedangkan
insidensinya sangat bervariasi, antara 10-40 persen. Perdarahan sekunder ini timbul karena
iritasi pada iris akibat traumanya, karena bekuan darah terlalu cepat diserap, sehingga
pembuluh darah tidak mendapat waktu cukup untuk regenerasi kembali, dan menimbulkan
perdarahan lagi
Glaukoma Sekunder
Adanya darah di dalam COA dapat menghambat aliran aquos humor ke dalam
trabekula , sehingga dapat menimbulkan glaucoma sekunder. Hifema dapat pula
menyebabkan uveitis. Darah dapat terurai dalam bentuk hemosiderin, yang dapat meresap
masuk kedalam kornea, menyebabkan kornea berwarna kuning dan disebut hemosiderosis
atau imbibisio kornea. Jadi penyulit yang harus diperhatikan adalah : glaucoma sekunder,
uveitis, dan imbibisio kornea
Hemosiderosis Kornea

12

Hemosiderosis ini akan timbul bila ada perdarahan/perdarahan sekunder disertai


kenaikan tekanan intraokuler. Gangguan visus karena hemosiderosis tidak selalu permanen,
tapi kadang-kadang dapat kembali jernih dalam waktu yang lama (dua tahun). Insidensinya 110 persen.
2.13

Prognosis
Dikatakan bahwa prognosis hifema bergantung pada jumlah darah di dalam bilik mata

depan. Bila darah sedikit di dalam bila mata depan, maka darah ini akan hilang dan jernih
dengan sempurna. Sedangkan bila darah lebih dari setengah tingginya bilik mata depan, maka
prognosis buruk yang akan disertai dengan beberapa penyulit. Hifema yang penuh di dalam
bilik mata depan akan memberikan prognosis lebih buruk di bandingkan dengan hifema
sebagian.
Pada hifema akibat trauma bila terjadi kemunduran tajam penglihatan dapat
dipikirkan kemungkinan adanya kerusakan langsung pada mata akibat trauma tersebut,
seperti luksasi lensa, ablasi retina dan edema makula. Hifema sekunder yang terjadi pada hari
ke 5-7 sesudah trauma, biasanya lebih masif dibanding dengan hifema primer dan dapat
memberikan rasa sakit sekali.
Dapat terjadi keadaan yang disebut hemoftalmitis atau peradangan intraokular akibat
adanya darah yang penuh didalam bola mata. Dapat juga terjadi siderosis akibat hemoglobin
atau siderin tersebar dan diikat oleh jaringan mata.
Prognosa dari hifema sangat bergantung pada:

Tingginya hifema

Ada/tidaknya komplikasi dari perdarahan/traumanya

Cara perawatan

Keadaan dari penderitanya sendiri

13

BAB III
KESIMPULAN

1. Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata depan,
yaitudaerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma tumpul (gayagayakontusif) yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur
denganhumor aqueus (cairan mata) yang jernih.
2. Angka kejadian dari hifema traumatic diperkirakan 12 kejadian per 100.000
populasi,dengan pria terkena tiga sampai lima kali lebih sering daripada wanita.
3. Klasifikasi hifema dapat dikelompokkan berdasarkan penyebab, waktu terjadinya.Juga
terdapat derajat (grade) berdasarkan tampilan klinis.
4. Hifema biasanya disebabkan oleh trauma tumpul, kesalahan prosedur operasi mata,tumor
mata (contohnya retinoblastoma), dan kelainan pembuluh darah (contohnya juvenile
xanthogranuloma).
5. Trauma tumpul yang mengenai mata dapat menyebabkan robekan pada pembuluhdarah
iris, akar iris dan badan silier sehingga mengakibatkan perdarahan dalam bilik mata depan
6. Pasien akan mengeluh nyeri pada mata disertai dengan epifora, penglihatan pasienkabur
dan akan sangat menurun.
7. Prinsip pengobatan : menghentikan pendarahan atau mencegah pendarahan
berulang,mengeluarkan darah dari bilik mata depan, mengendalikan tekanan bola
mata,mencegah imbibisi kornea, mengatasi uveitis, mendeteksi dini penyulit yang
mungkinterjadi setelah hifema.
8. Komplikasi dari hifema adalah uveitis, glaukoma sekunder, imhibisi, kebutaan
9. Prognosis tergantung pada banyaknya darah yang tertimbun pada kamera okulianterior

14

DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, Sidarta. Hifema, dalam: Ilmu Penyakit Mata, edisi 2, FKUI, Jakarta, 2003
2. Bag. SMF Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya ,
2006 , Pedoman Diagnosis dan Terapi Ed III , Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo
Surabaya
3. Bruce James , dkk . 2005 . Lecture Notes Oftalmologi . Ed 9 , Erlangga Medical
Series Surabaya
4. http://majiidsumardi.blogspot.com/2012/03/hifema.html
5. http://www.scribd.com/doc/39184834/refrat-mata-hifema
6. http://www.scribd.com/doc/85023456/Refrat-Hifema-Diana
7. http://asromedika.blogspot.com/2012/04/hifema.html
8. http://newandajm.wordpress.com/2009/09/03/14/
9. http://kampusdokter.blogspot.com/2012/12/hifema.html

15

Anda mungkin juga menyukai