Anda di halaman 1dari 21

REFLEKSI KASUS

PASIEN DENGAN ABORTUS IMMINENS


Untuk memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu
Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Obstertri dan Ginekologi
Di Rumah Sakit RAA Soewondo Pati

Disusun oleh :
AFRINA LUSIA
01.210.6070
Dokter Pembimbing Klinis
dr. H. Irawan Sanjoto Putro, Sp. OG

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RAA SOEWONDO PATI


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2015

LEMBAR PENGESAHAN

Nama

: Afrina Lusia

NIM

: 01.210.6070

Universitas

: Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Bagian

: Obstetri Ginekologi

RS

: RSUD RAA Soewondo Pati

Periode

: Agustus - Oktober 2015

Judul Lapkas : Pasien dengan Abortus Imminens


Pembimbing : dr. H. Irawan Sanjoto Putro, Sp.OG

Mengetahui,
Pembimbing Akademik

Pati, Oktober 2015


Koass Obsgyn

dr. H. Irawan Sanjoto Putro, Sp.OG

Afrina Lusia

LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN
a. Nama penderita
b. Umur
c. Jeniskelamin
d. Agama
e. Pendidikan
f. Pekerjaan
g. Status
h. Alamat
i. Tanggal Masuk
j. Masuk Jam
k. Ruang
l. Kelas

: Ny. S
: 36 tahun
: Perempuan
: Islam
: SMA
: Wiraswasta
: Menikah
: Pagendisan 3/2 Winong, Pati, Jawa Tengah
: 28-09-2015
: 11.51
: Anggrek
: BPJS non PBI

2. ANAMNESIS
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien wanita usia 36 tahun G2P0A1 datang dari poli kandungan dengan
keluhan keluar darah segar dari kemaluan sejak hari sabtu (26/9/2015) setelah
melakukan aktivitas mencuci piring pukul 10.00 WIB. Pasien mengatakan darah yang
keluar sedikit dan masih keluar hingga sekarang. Pasien merasakan sedikit nyeri perut
dan pusing. Keluhan mual, muntah dan demam disangkal.

b. Status Obstetri
i. Riwayat Menstruasi
- Haid
- Lama Haid
- Usia menarche
- Hari Pertama Haid Terakhit
- Hari Perkiraan Kelahiran
- Umur Kehamilan

: teratur,
: 5 hari,
:14 tahun
: 10 Juli 2015
: 17 Maret 2016
: 11 minggu + 6 hari

ii. Riwayat Obstetri


- G2P1A0
- Abortus, UK: 6 minggu, post kuretase di RSUD PATI tahun
2011
- Hamil ini
iii. Riwayat Perkawinan
- 1x menikah, lama perkawinan 4 tahun
iv. Riwayat ANC
- Teratur di Bidan 2 x
3

v. Riwayat KB
- Pasien belum pernah memakai kontrasepsi
vi. Riwayat Operasi
- Post kuretase atas indikasi abortus tahun 2011
vii. Riwayat Pijat
- Disangkal
viii. Riwayat Minum jamu dan alkohol
- Disangkal
c. Riwayat Penyakit Dahulu
i. Riwayat Hipertensi : disangkal
ii. Riwayat DM
: disangkal
iii. Riwayat asma
: disangkal
iv. Riwayat alergi
: disangkal
v. Trauma
: disangkal
3. PEMERIKSAAN FISIK
Status Gizi :

TB : 152 cm
BB : 52 kg

Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 30 September 2015, pukul 11.00 WIB di ruang
Anggrek
Kesan umum :
Komposmentis, tampak sakit sedang.
Tanda-tanda vital

Tekanan Darah

: 100/60 mmHg

Nadi

: 82 x / menit, isi dan tegangan cukup

Pernapasan

: 20x / menit

Suhu

: 36,30C (axilla)

Status Internus

Kepala
Mata

: Normocephale.
: konjungtiva anemis (-/-), oedem palpebra (-/-), sklera ikterik

(-/-)
Hidung
Telinga
Mulut
Leher
Thorax

: Epistaksis (-/-), nafas cuping hidung (-/-)


: Discharge (-/-)
: Bibir pucat (-), mukosa pucat (-), , bibir kering (-).
: Simetris, pembesaran kelenjar limfe (-)

Jantung
4

Inspeksi

: Tidak terlihat pulsasi ictus cordis

Palpasi

: Pulsasi ictus cordis tidak melebar,

teraba di ICS V 2

cm medial linea midclavicularis

sinistra.

Perkusi

: Redup
Batas atas

: ICS II linea parasternalis sinistra

Batas pinggang

: ICS III linea parasternal sinistra

Batas kanan bawah: ICS V linea sternalis dextra


Batas kiri bawah : ICS V 2 cm medial linea mid clavicula sinistra
Kesan

: Konfigurasi jantung dalam batas normal

Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler,murmur(-), gallop(-)


Kesan

: Tidak ada kelainan jantung

Paru-paru

Inspeksi

: Pergerakan hemithorax dextra = hemithorax sinistra,


Retraksi (-)

Palpasi

: Stem fremitus dextra = sinistra.

Perkusi

: Sonor seluruh lapangan paru

Auskultasi

: - Suara Dasar : vesikuler di basal paru kanan


-

Suara Tambahan : rhonki (-/-), wheezing (-/-), hantaran (-/)

Kesan : Tidak ada kelainan paru

Abdomen
Inspeksi

: simetris(+), massa (-), sikatriks (-), hiperpigmentasi

linea alba (+), striae (-), caput medusa (-), gerakan janin (-)
Auskultasi

: peristaltik (+) 12x/ menit (normal)

Perkusi

: Timpani (+), pekak alih (-), pekak sisi(-)

Palpasi

: Supel, nyeri tekan abdomen regio suprapubik (+),

defance muskular (-)


Djj

:-

His

:-

TFU

: sulit ditentukan

Status Ginekologi (pemeriksaan dalam/ Vaginal Toucher)


Fluxus/ flour (+/-)
Vagina,uretra,vulva
: tidak ada kelainan
Portio
: sebesar jempol tangan, konsistensi
kenyal (+), permukaan licin (+), nyeri goyang portio (-) , tidak
mudah berdarah, pembukaan 0 cm
ostium uteri eksternum : tertutup
corpus uteri
: sebesar telur bebek
Adneksa parametrium :tak ada pembesaran pada adneksa dextra
dan sinistra
Cavum douglasi

:nyeri (-) dan penonjolan kavum douglasi

(-)

Kulit

:kulit berwarna pucat, ekskoriasi (+)

seluruh ekstremitas superior dan inferior, ikterik (-).

Ekstremitas

Ekstremitas
Akral dingin
Akral sianosis
Oedem
CRT

Superior
-/-/-/<2

Inferior
-/-/-/<2

4. Pemeriksaan Penunjang (Tanggal 28-9-2015)


Pemeriksaan laboratorium darah
No

Jenis

Hasil

Angka Rujukan

Gol. darah

Hemoglobin

12,5

12-16

Hematokrit

34.8%

40-50

Leukosit

7420

4800-10.800

Trombosit

243.000

150.000-450.000

GDS

117

70-200

HbSAg

5. Diagnosis masuk
6

Perempuan, 36 tahun, G2P0A1, UK 11 minggu + 4 hari dengan Abortus Imminens


6. Rencana penatalaksanaan
Cek USG
Cek darah rutin
Observasi perdarahan pervaginam
Tirah baring total sampai perdarahan berhenti
Pemberian obat spasmolitik, obat antinyeri atau progesterone bila perlu
Beri antibiotic jika ada tanda-tanda infeksi

TINJAUAN PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
Abortus menjadi salah satu penyebab utama terjadinya kematian ibu di Provinsi DKI
Jakarta tahun 2012 sebesar 2% disamping penyebab lainnya seperti Eklampsia (39 %),
Perdarahan (31 %) disebabkan oleh faktor anemia ibu hamil, Infeksi (6 %), Partus lama (1 %)
dan

penyebab

lainnya.(4)

Penderita

abortus

meninggal

akibat

komplikasi

yang

ditimbulkannya, yaitu: perdarahan, perforasi, infeksi, dan syok (Prawirohardjo, 2008).


Dalam laporan Riset Dasar Kesehatan (Riskesdas) 2010 disebutkan bahwa presentase
abortus dalam periode lima tahun terakhir adalah sebesar 4% pada perempuan pernah
menikah usia 10-59 tahun. Dilihat per provinsi, angka ini bervariasi mulai terendah 2,4%
yang terdapat di Bengkulu sampai dengan yang tertinggi sebesar 6,9% di Papua Barat.
Terdapat 4 provinsi yang memiliki angka kejadian lebih dari 6% dengan urutan teratas yaitu
Papua Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan masing-masing 6,3%, serta
Sulawesi Selatan sebesar 6,1%. Di DKI Jakarta angka kejadiannya sebesar 5,5%.

LANDASAN TEORI
BAB II
ABORTUS

1. DEFINISI
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan dengan umur kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat
janin kurang dari 500 gram. WHO merekomendasikan viabilitas apabila masa gestasi
telah mencapai 22 minggu atau lebih dan berat janin 500 gram atau lebih. Menurut
Dorland (2012) abortus adalah janin yang dikeluarkan dengan berat kurang dari 500
gram atau memiliki usia gestasional kurang dari 20 minggu pada waktu dikeluarkan
dari uterus sehingga tidak memiliki angka harapan untuk hidup.
2. ETIOLOGI
Penyebab abortus merupakan gabungan dari beberapa faktor. Umumnya

abortus

didahului oleh kematian janin. Menurut Sastrawinata, dkk (2005) penyebab abortus
antara lain:
8

1.Faktor Janin
Kelainan yang paling sering dijumpai pada abortus adalah gangguan pertumbuhan
zigot, embrio, janin atau plasenta. Kelainan tersebut biasanya menyebabkan abortus
pada trimester pertama, yakni:
a.Kelainan telur, telur kosong (blighted ovum), kerusakan embrio, atau kelainan
kromosom (monosomi, trisomi, atau poliploidi).
b.Embrio dengan kelainan lokal.
c.Abnormalitas pembentukan plasenta (hipoplasi trofoblas). (Sastrawinata, 2008)
2.Faktor maternal
a.Infeksi
Infeksi maternal dapat membawa risiko bagi janin yang sedang berkembang, terutama
pada akhir trimester pertama atau awal trimester kedua. Tidak diketahui penyebab
kematian janin secara pasti, apakah janin yang terinfeksi ataukah toksin yang
dihasilkan oleh mikroorganisme penyebabnya. Penyakit-penyakit yang dapat
menyebabkan abortus:
Virus, misalnya rubella, sitomegalovirus, virus herpes simpleks, varicella
zoster, vaccinia, campak, hepatitis, polio, dan ensefalomielitis.
Bakteri, misalnya Salmonella typhi, listeria monositogenes, Klamidia
trachomatis ureaplasma hominis, mikoplasma hominis, bacterial vaginosis.
.

Parasit, misalnya Toxoplasma gondii, Plasmodium falciparum.


Spirokaeta misalnya triponema pallidum
b.Penyakit vaskular, misalnya hipertensi vaskular.
c.Kelainan endokrin
Abortus spontan dapat terjadi bila produksi progesterone tidak mencukupi atau pada
penyakit disfungsi tiroid; defisiensi insulin pada diabetes mellitus, kadar progesterone
yang rendah, defek fase luteal, perubahan hormonal terhadap imunitas desidua
(Prawirohardjo, 2008)
d.Faktor imunologis
Ketidakcocokan (inkompatibilias) system HLA (Human Leukocyte Antigen).
e.Trauma
Kasusnya jarang terjadi, umumnya abortus terjadi segera setelah trauma tersebut,
misalnya akibat trauma pembedahan. Pengangkatan ovarium yang mengandung
9

korpus luteum gravidarum sebelum minggu ke-8. Pembedahan intraabdominal dan


operasi pada uterus pada saat hamil.
f. Kelainan uterus
Hipoplasia uterus, mioma (terutama mioma submukosa), serviks inkompeten atau
retroflexio uteri gravidi incarcerata.
g.Faktor psikosomatik. (Sastrawinata, 2005)
3.Faktor Eksternal
a.Radiasi
Dosis 1-10 rad bagi janin pada kehamilan 9 minggu pertama dapat merusak janin dan
dosis yang lebih tinggi dapat menyebabkan keguguran.
b.Obat-obatan
Antagonis asam folat, antikoagulan, dan lain-lain. Sebaiknya tidak menggunakan obat
-obatan sebelum kehamilan 16 minggu, kecuali telah dibuktikan bahwa obat tersebut
tidak membahayakan janin, atau untuk pengobatan penyakit ibu yang parah.
c.Bahan-bahan kimia lainnya, seperti bahan yang mengandung arsen dan benzene
(Sastrawinata, 2005)
3. FAKTOR RESIKO
1.Usia.
Berdasarkan teori S. Prawirahardjo (2002) pada kehamilan usia muda keadaan ibu
masih labil dan belum siap mental untuk menerima kehamilannya. Akibatnya, selain
tidak ada persiapan, kehamilanya tidak dipelihara dengan baik. Kondisi ini
menyebabkan ibu menjadi stress. Dan akan meningkatkan resiko terjadinya abortus.
Kejadian abortus berdasarkan usia 42,9 % terjadi pada kelompok usia di atas 35
tahun, kemudian diikuti kelompok usia 30 sampai dengan 34 tahun dan antara 25
sampai dengan 29 tahun. Hal ini disebabkan usia diatas 35 tahun secara medik
merupakan usia yang rawan untuk kehamilan. Selain itu, ibu cenderung member
perhatian yang kurangterhadap kehamilannya dikarenakan sudah mengalami
kehamilan lebih dari sekali dan tidak bermasalah pada kehamilan sebelumnya.
Menurut Kenneth J. Leveno et al (2009) pada usia35 tahun atau lebih, kesehatan ibu
sudah menurun. Akibatnya, ibu hamil pada usia itu mempunyai kemungkinan lebih
besar untuk mempunyai anak premature, persalinan lama, perdarahan, dan abortus.
10

Abortus spontan

yang secara klinis terdeteksi meningkat dari 12% pada wanita

berusia kurang dari 20 tahun dan menjadi 26% pada wanita berusia lebih dari 40
tahun (Leveno, 2009).
2. Paritas
Pada kehamilan rahim ibu teregang oleh adanya janin. Bila terlalu sering melahirkan,
rahim akan semakin lemah. Bila ibu telah melahirkan 4 anak atau lebih, maka perlu
diwaspadai adanya gangguan pada waktu kehamilan, persalinan dan nifas. Risiko
abortus spontan meningkat seiring dengan paritas ibu (Leveno, 2009)
3. Riwayat abortus sebelumnya
Menurut Prawirohardjo (2009) riwayat abortus pada penderita abortus merupakan
predisposisi terjadinya abortus berulang. Kejadiannya sekitar 3-5%. Data dari
beberapa studi menunjukkan bahwa setelah 1 kali abortus pasangan punya risiko 15%
untuk mengalami keguguran

lagi, sedangkan bila pernah 2 kali, risikonya akan

meningkat 25%. Beberapa studi meramalkan bahwa risiko abortus setelah 3 kali
abortus berurutan adalah 30 -45%.
4.Jarak Kehamilan
Bila jarak kelahiran dengan anak sebelumnya kurang dari 2 tahun, rahim dan
kesehatan ibu belum pulih dengan baik. Kehamilan dalam

keadaan ini perlu

diwaspadai karena ada kemungkinan pertumbuhan janin kurang baik, mengalami


persalinan yang lama, atau perdarahan (abortus). Insidensi abortus meningkat pada
wanita yang hamil dalam 3 bulan setelah melahirkan aterm (Leveno,2009)
5.Sosial ekonomi (pendapatan)
Sosial ekonomi masyarakat yang sering dinyatakan dengan pendapatan keluarga,
mencerminkan kemampuan masyarakat dari segi ekonomi

dalam memenuhi

kebutuhan hidupnya termasuk kebutuhan kesehatan dan pemenuhan zat gizi. Hal ini
pada akhirnya berpengaruh pada kondisi saat kehamilan yang berisiko pada kejadian
abortus. Selain itu pendapatan juga mempengaruhi kemampuan dalam mengakses
pelayanan kesehatan, sehingga adanya kemungkinan risiko terjadinya abortus dapat
terdeteksi.

11

6. Pendidikan
Martadisoebrata dalam Wahyuni (2012) menyatakan

bahwa

pendidikan sangat

dibutuhkan manusia untuk pengembangan diri dan

meningkatkan kematangan

intelektual seseorang. Kematangan intelektual akan berpengaruh pada wawasan dan


cara berfikir baik dalam tindakan dan pengambilan keputusan maupun dalam
membuat kebijaksanaan dalam menggunakan pelayanan kesehatan. Pendidikan yang
rendah membuat seseorang acuh tak acuh terhadap program kesehatan sehingga
mereka tidak mengenal bahaya yang mungkin terjadi, meskipun sarana kesehatan
telah tersedia namun belum tentu mereka mau menggunakannya (Wahyuni, 2012).

7.Penyakit Infeksi
Riwayat penyakit ibu seperti pneumoni, typhus abdominalis, pielonefritis, malaria dan
lain-lain dapat menyebabkan abortus.. Selain itu kemungkinan penyebab terjadinya
abortus adalah infeksi pada alat genitalia. Sebanyak 2% peristiwa abortus disebabkan
oleh adanya penyakit sistemik maternal (systemic lupus erythematosus) dan sistemik
maternal tertentu lainnya (Yudha, 2009)
Berbagai teori diajukan untuk mencoba menerangkan peran infeksi terhadap resiko
abortus, diantaranya : adanya metabolic toksik, endotoksin dan eksotoksin atau sitokin
yang berdampak langsung pada janin atau unit fetoplasenta.,infeksi janin, infeksi
plasenta, infeksi kronis endometrium dan penyebaran kuman genital bawah,
amnionitis, dan hal hal yang memacu perubahan genetic dan antomik embrio
8.Alkohol
Alkohol dinyatakan meningkatkan risiko abortus spontan, meskipun hanya digunakan
dalam jumlah sedang.
9.Merokok
Baba et al (2010) menyatakan bahwa kebiasaan gaya hidup termasuk status
merokok pada ibu dan suaminya berpengaruh terhadap kejadian abortus. Merokok 119 batang perhari dan 20 batang perhari memiliki efek pada ibu mengalami abortus
spontan yang lebih awal.22. Rokok diketahui mengandung ratusan unsure toksik,
antara lain nikotin yang telah diketahui mempunyai efek vasoaktif sehingga
menghambat sirkulasi uteroplasenta. Karbonmonoksida juga menurunkan pasokan
12

oksigen ibu dan janin serta memacu neurotoksin. Dengan adanya gangguan pada
system sirkulasi fetoplasenta dapat terjadi gangguan pertumbuhan janin yang
berakibat terjadinya abortus (Prawirohardjo, 2008).

4. PATOFISIOLOGI
Pada permulaan abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis diikuti oleh
nekrosis jaringan di sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas
sebagian atau seluruhnya, sehingga merupakan bagian benda asing dalam uterus.
Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya. Pada
kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi itu biasanya dikeluarkan seluruhnya
karena villi koriales belum menembus desidua secara mendalam (Prawirohardjo,
2008).
Pada kehamilan antara 8-14 minggu villi koriales menembus desidua lebih
dalam, sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat
menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu ke atas umumnya yang
mula-mula dikeluarkan setelah ketuban pecah janin, disusul beberapa waktu
kemudian oleh plasenta yang telah lengkap terbentu. Perdarahan tidak banyak jika
plasenta segera terlepas dengan lengkap. Peristiwa abortus ini menyerupai persalinan
dalam bentuk miniature (Prawirohardjo, 2008)
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada
kalanya kantong amnion kosong atau tampak di dalamnya benda kecil tanpa bentuk
yang jelas (blighted ovum); mungkin pula janin lahir - mati atau dilahirkan hidup.
Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu singkat, maka ia dapat
diliputi oleh lapisan bekuan darah. Isi uterus dinamakan mola kruenta. Bentuk ini
menjadi mola karnosa apabila pigmen darah telah diserap dalam sisanya terjadi
organisasi, sehingga semuanya tampak seperti daging. Bentuk lain adalah molaa
tuberose; dalam hal ini amnion tampak berbenjol-benjol karena terjadi hematoma
antara amnion dan korion. Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan
dapat terjadi proses mumifikasi: janin mengering dan karena cairan amnion menjadi
kurang oleh sebab diserap, ia menjadi agak gepeng (fetus kompressus). Dalam tingkat
lebih lanjut Ia menjadi tipis seperti kertas perkamen (fetus papiraseus). Kemungkinan
lain pada janin-mati yang tidak lekas dikeluarkan ialah terjadinya maserasi: kulit

13

terkelupas, tengkorak menjadi lembek, perut membesar karena terisi cairan, dan
seluruh janin berwarna kemerah-merahan (Prawirohardjo, 2008)

5. MACAM-MACAM ABORTUS
Menurut terjadinya, Prawirohardjo (2008) membagi abortus menjadi dua jenis yaitu:
a.Abortus provokatus
Didefinisikan sebagai prosedur untuk mengakhiri kehamilan yang tidak diinginkan
baik oleh orang- orang yang tidak memiliki ketrampilan yang diperlukan atau dalam
lingkungan yang tidak memenuhi standar medis minimal atau keduanya atau abortus
yang terjadi dengan sengaja dilakukan tindakan. Abortus provokatus dibagi menjadi 2
kelompok yaitu abortus provokatus medisinalis dan abortus provokatus kriminalis.
Disebut medisinalis jika didasarkan pada pertimbangan dilakukan minimal 3 dokter
spesialis yaitu spesialis Kebidanan dan Kandungan, spesialis penyakit Dalam dan
spesialis Jiwa.
b. Abortus Spontan
adalah abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa adanya tindakan apa
pun.Berdasarkan gambaran kliniknya, dibagi menjadi berikut :
1.Abortus Iminens
Abortus iminens biasanya diawali dengan keluhan perdarahan pervaginam pada usia
kehamilan kurang dari 20 minggu. Penderita mengeluh mulas sedikit atau tidak ada
keluhan sama sekali kecuali perdarahan pervaginam. Ostium uteri masih tertutup
besarnya uterus masih sesuai dengan usia kehamilan dan tes kehamilan urin masih
positif. Pemeriksaan USG diperlukan untuk mengetahui pertumbuhan janin yang ada
dan mengetahui keadaan plasenta apakah sudah terjadi pelepasan atau belum
(Prawirohardjo, 2008)
Meskipun banyak penelitian menyatakan tidak ada terapi yang efektif untuk abortus
imminens, penatalaksanaan aktif pada umumnya terdiri dari (Kalbe, 2013)
- Tirah baring. Hampir 96% dokter umum meresepkan, meskipun tidak ada bukti pasti
tentang efektivitasnya, namun membantu wanita merasa lebih aman, sehingga
memberikan pengaruh emosional. karena cara ini menyebabkan bertambahnya aliran
14

darah ke uterus dan berkurangnya rangsang mekanik. Dosisnya 24-48 jam diikuti
dengan tidak melakukan aktivitas berat, namun tidak perlu membatasi aktivitas ringan
sehari-hari
- Abstinensia, diduga koitus dapat menstimulasi sekresi oksitoksin dan dapat
mempercepat pematangan serviks oleh prostaglandin E dalam semen dan
meningkatkan kolonisasi mikroorganisme di vagina.
- Meskipun tidak ada bukti manfaat yang kuat, progestogen disebutkan dapat
menurunkan kontraksi uterus lebih cepat daripada tirah baring, selain itu
penggunaannya tidak memicu timbulnya hipertensi kehamilan atau perdarahan
antepartum yang merupakan efek yang dapat membahayakan ibu. Selain itu,
penggunaan progestogen dan hCG tidak menimbulkan kelainan kongenital.
- Antibiotik diberikan hanya jika ada tanda-tanda infeksi.
- Relaksan otot uterus tidak ada cukup bukti efektivitas dan keamanan
penggunaannya.
- Profilaksis Rh - konsensus menyarankan pemberian imunoglobulin anti-D pada
kasus-kasus dengan perdarahan setelah 12 minggu kehamilan atau kasus dengan
perdarahan gejala berat mendekati 12 minggu
2.Abortus Insipiens
Penderita akan merasa mulas karena kontraksi yang sering dan kuat, perdarahannya
bertambah sesuai dengan pembukaan serviks uterus dan usia kehamilan. Besar uterus
masih sesuai dengan usia kehamilan dengan tes urin kehamilan masih positif.
Pada pemeriksaan USG akan didapati pembesaran uterus yang masih sesuai dengan
usia kehamilan, gerak janin dan gerak jantung masih jelas walau mungkin sudah
mulai tidak normal, biasanya terlihat penipisan serviks uterus atau pembukaannya.
Perhatikan pula ada tidaknya pelepasan plasenta dari dinding uterus.Pengelolaan ini
harus memperhatikan keadaan umum dan perubahan keadaan hemodinamik yang
terjadi dan segera lakukan tindakan evakuasi atau tindakan pengeluaran hasil konsepsi
disusul dengan tindakan kuretase. Pasca tindakan kuretase perlu perbaikam keadaan
umum pemberian uterotonika, dan antibiotic profilaksis. (Prawirohardjo, 2008).
3.Abortus Kompletus
Semua hasil konsepsi telah dikeluarkan, osteum uteri telah menutup, uterus sudah
mengecil sehingga perdarahan sedikit. Besar uterus tidak sesuai dengan

usia
15

kehamilan. Pemeriksaan USG tidak perlu dilakukan bila pemeriksaan secara klinis
sudah memadai. Pada pemeriksaan tes urin biasanya masih positif sampai 7-10 hari
setelah abortus. Pengelolaan penderita tidak memerlukan tindakan khusus ataupun
pengobatan. Biasanya hanya diberi roboransia atau hematenik bila keadaan pasien
memerlukan. Uterotonika tidak perlu diberikan (Prawirohardjo, 2008).
4.Abortus Inkompletus
Sebagian jaringan hasil konsepsi masih tertinggal di dalam uterus di mana pada
pemeriksaan vagina, kanalis servikalis masih terbuka dan teraba jaringan dalam
kavum uteri atau menonjol pada ostium uteri eksternum. Perdarahan biasanya masih
terjadi jumlahnya pun bisa banyak atau sedikit bergantung pada jaringan yang tersisa,
yang menyebabkan sebagian placental site masih

terbuka sehingga perdarahan

berjalan terus. Pasien dapat jatuh dalam keadaan

anemia atau syok hemoragik

sebelum sisa jaringan konsepsi dikeluarkan (Prawirohardjo, 2008).


5.Missed Abortion
Penderita missed abortion biasanya tidak merasakan keluhan apa pun kecuali
merasakan pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang diharapkan. Bila kehamilan
di atas 14 minggu sampai 20 minggu penderita justru merasakan rahimnya semakin
mengecil dengan tanda-tanda kehamilan sekunder pada payudara mulai menghilang.
Kadangkala missed abortion juga diawali dengan abortus iminens yang kemudian
merasa sembuh, tetapi pertumbuhan janin terhenti. Pada pemeriksaan tes urin
kehamilan biasanya negatif setelah satu minggu dari terhentinya pertumbuhan
kehamilan. Pada pemeriksaan USG akan didapatkan uterus yang mengecil, kantong
gestasi yang mengecil, dan bentuknya tidak beraturan disertai gambaran fetus yang
tidak ada tanda-tanda kehidupan. Bila missed abortion berlangsung lebih dari 4
minggu harus diperhatikan kemungkinan terjadinya gangguan penjedalan darah oleh
karena hipofibrinogenemia sehingga perlu diperiksa koagulasi sebelum tindakan
evakuasi dan kuretase (Prawirohardjo, 2008).
Pengelolaan pasien harus diawali dengan perhatian terhadap keadaan umum dan
mengatasi gangguan hemodinamik yang terjadi untuk kemudian disiapkan tindakan
kuretase. Pemeriksaan USG hanya dilakukan bila kita ragu dengan diagnosis secara
klinis. Besar uterus sudah lebih kecil dari umur kehamilan dan kantong gestasi
sudah sulit dikenali, di karum uteri tampak massa hiperekoik yang bentuknya tidak
16

beraturan. Bila

terjadi perdarahan

yang hebat,

dianjurkan

segera melakukan

pengeluaran sisa hasil konsepsi secara manual agar jaringan yang mengganjal
terjadinya kontraksi uterus segera dikeluarkan, kontraksi uterus dapat berlangsung
baik dan perdarahan

bisa berhenti. Selanjutnya dilakukan tindakan

kuretase.

(Prawirohardjo, 2008)
6.Abortus Infeksiosus, Abortus Septik
gejala dan tanda panas tinggi, tampak sakit dan lelah, takikardia, perdarahan
pervaginam yang berbau, uterus yang membesar dan lembut, serta nyeri tekan. Pada
laboratorium didapatkan tanda infeksi dengan leukositosis. Bila sampai terjadi sepsis
dan syok, penderita akan tampak lelah, panas tinggi, menggigil, dan tekanan darah
turun.
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis yang cermat tentang upaya tindakan
abortus yang tidak menggunakan peralatan yang asepsis dengan didapat gejala dan
tanda panas tinggi, tampak sakit dan lelah, takikardia, perdarahan pervaginam yang
berbau, uterus yang membesar dan lembut, serta nyeri tekan. Pada laboratorium
didapatkan tanda infeksi dengan leukositosis. Biia sampai terjadi sepsis dan syok,
penderita akan tampak lelah, panas tinggi, menggigil, dan tekanan darah turun.
Untuk tahap pertama dapat diberikan Penisiiin 4 x 1.,2 juta unit atau Ampisilin 4 x 1
gram ditambah Gentamisin 2 x 80 mg dan Metronidazol 2 x I gram. Selanjutnya
antibiotic disesuaikan
keadaan

dengan hasil kultur. Tindakan kuretase dilaksanakan bila

tubuh sudah membaik minimal

5 jam setelah

antibiotika

adekuat

diberikan. Jangan lupa pada saat tindakan uterus dilindungi dengan uterotonika.
Antibiotik dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam dan bila dalam waktu 2 hari
pemberian tidak memberikan respons harus diganti dengan antibiotik yang lebih
sesuai. Apabila ditakutkan terjadi tetanus, perlu ditambah dengan injeksi ATS dan
irigasi kanalis vaginaluterus dengan larutan

peroksida (HzOz) kalau perlu

histerektomi total secepatnya (Prawirohardjo, 2008)

17

Gambar 2.1 Abortus insipiens, abortus imminens, dan missed abortion

Gambar 2.2 Abortus komplet dan abortus inkomplet

6. DIAGNOSIS
Gejala / tanda

serviks

uterus

Pemeriksaan

Diagnosis

USG
18

Bercak hinga

menutup

sedang, nyeri
perut bawah
Perdarahan

menutup

sedikit, nyeri

Sesuai dengan

GS+, FP +,

Abortus

usia kehamilan

FM+,FHM+

imminens

Lebih kecil usia

GS-

Abortus

kehamilan

komplet

tidak ada
Perdarahan

Membuka

Lebih kecil usia

Uterus

Abortus

banyak, nyeri

teraba jaringan

kehamilan

membesar, GS-,

Inkomplet

perut bawah

gambaran massa
echoic intra

Perdarahan

tertutup

sedikit, tidak

Lebih kecil usia

uterine
GS+, FP+, FM-,

Missed

kehamilan

FHM+

Abortion

disertai nyeri
Perdarahan

Terbuka, teraba

Sesuai usia

GS+, FP+, FM+,

Abortus

sedikit, nyeri

kulit ketuban

kehamilan

FHM+

insipien

sekali
Sumber : Pramana, 2014
Keterangan : GS (gestasional sacc), FP (Fetal movement),FHM (Fetal Heart
Movement)
7. DIAGNOSIS BANDING
Gejala/Tanda

serviks

Uterus

Pemeriksaan

Diagnosis

Perdarahan

tertutup

Sesuai usia

USG
GS +,FP- (usia

Blighted ovum

kehamilan

kehamilan >8

sedikit, tidak ada


nyeri
Perdarahan

Tertutup atau

Lebih besar

minggu)
GS-, tampak

Mola

sedikit sampai

terbuka

dari usia

gambaran badai

hidatidosa

kehamilan

salju (snowstorm
Kehamilan

sedang
Perdarahan

Tertutup, nyeri

Lebih kecil dari

appearance)
Uterus

sedikit, nyeri

goyang

usia kehamilan

membesar, tak

ektopik

perut bawah,

serviks/portio

didapatkan GS

terganggu

defance

(slinger pain)

intrauterine,

(KET)

muscular, kadang

tampak

19

ada tanda pre

gambaran massa

syok

irregular di
retrouterina arau
di kornu uteri

Sumber : Pramana, 2014

DAFTAR PUSTAKA
1. Baba S, Noda H, Nakayama M, et al. Risk Factor of EarlySpontaneous Abortion
Among Japanese: a Matched Case-Control Study. Human Reproduction. 2010
December 14; Vol.26, No.2 pp. 466-472.
2. Dorland WA. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 28. Mahode AA, translator.
Jakarta: EGC; 2012

20

3. http://www.kalbemed.com/Portals/6/06_206Abortus%20ImminensUpaya
%20Pencegahan%20Pemeriksaan%20dan%20Penatalaksanaan.pdf
4. Leveno KJ, Cunningham FG, Gant NF, et al. Obstetri Williams:Panduan Ringkas.
5. Mochtar R. Sinopsis Obstetri Jilid II. Edisi II. Jakarta: EGC; 1998.
6. Pramana, Cipta, 2014 . Seri Praktis Ilmu Kandungan (Ginekologi). Hal 12.
7. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi IV. Jakarta: Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2008.
8. Profil Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia; 2012.131p.
9. Riset Dasar Kesehatan 2010. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
kementrian Kesehatan RI Tahun 2010; 2010 Dec. 431 p.
10. Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah FF. Ilmu Kesehatan Reproduksi:
Obstetri Patologi. Edisi 2. Handini S, Sari LA, editor. Jakarta: EGC; 2005
11. Setia Pranata, FX Sri Sadewo.Kejadian Keguguran, Kehamilan Tidak Direncanakan
dan Pengguguran di Indonesia.Bulletin of Health System Research. 2012 Apr;
15(2):3
12. Trends in Maternal Mortality: 1990 to 2013. Switzerland: World Health Organization;
2014.
13. Wahyuni H. Faktor-Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Abortus di
Wilayah Puskesmas Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya Kalimantan Barat Tahun
2011. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 2012.
14. Yudha EK, Subekti NB, translator. Jakarta: EGC; 2009.

21

Anda mungkin juga menyukai