Refleksi Kasus Abortus Afrina
Refleksi Kasus Abortus Afrina
Disusun oleh :
AFRINA LUSIA
01.210.6070
Dokter Pembimbing Klinis
dr. H. Irawan Sanjoto Putro, Sp. OG
LEMBAR PENGESAHAN
Nama
: Afrina Lusia
NIM
: 01.210.6070
Universitas
Bagian
: Obstetri Ginekologi
RS
Periode
Mengetahui,
Pembimbing Akademik
Afrina Lusia
LAPORAN KASUS
1. IDENTITAS PASIEN
a. Nama penderita
b. Umur
c. Jeniskelamin
d. Agama
e. Pendidikan
f. Pekerjaan
g. Status
h. Alamat
i. Tanggal Masuk
j. Masuk Jam
k. Ruang
l. Kelas
: Ny. S
: 36 tahun
: Perempuan
: Islam
: SMA
: Wiraswasta
: Menikah
: Pagendisan 3/2 Winong, Pati, Jawa Tengah
: 28-09-2015
: 11.51
: Anggrek
: BPJS non PBI
2. ANAMNESIS
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien wanita usia 36 tahun G2P0A1 datang dari poli kandungan dengan
keluhan keluar darah segar dari kemaluan sejak hari sabtu (26/9/2015) setelah
melakukan aktivitas mencuci piring pukul 10.00 WIB. Pasien mengatakan darah yang
keluar sedikit dan masih keluar hingga sekarang. Pasien merasakan sedikit nyeri perut
dan pusing. Keluhan mual, muntah dan demam disangkal.
b. Status Obstetri
i. Riwayat Menstruasi
- Haid
- Lama Haid
- Usia menarche
- Hari Pertama Haid Terakhit
- Hari Perkiraan Kelahiran
- Umur Kehamilan
: teratur,
: 5 hari,
:14 tahun
: 10 Juli 2015
: 17 Maret 2016
: 11 minggu + 6 hari
v. Riwayat KB
- Pasien belum pernah memakai kontrasepsi
vi. Riwayat Operasi
- Post kuretase atas indikasi abortus tahun 2011
vii. Riwayat Pijat
- Disangkal
viii. Riwayat Minum jamu dan alkohol
- Disangkal
c. Riwayat Penyakit Dahulu
i. Riwayat Hipertensi : disangkal
ii. Riwayat DM
: disangkal
iii. Riwayat asma
: disangkal
iv. Riwayat alergi
: disangkal
v. Trauma
: disangkal
3. PEMERIKSAAN FISIK
Status Gizi :
TB : 152 cm
BB : 52 kg
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 30 September 2015, pukul 11.00 WIB di ruang
Anggrek
Kesan umum :
Komposmentis, tampak sakit sedang.
Tanda-tanda vital
Tekanan Darah
: 100/60 mmHg
Nadi
Pernapasan
: 20x / menit
Suhu
: 36,30C (axilla)
Status Internus
Kepala
Mata
: Normocephale.
: konjungtiva anemis (-/-), oedem palpebra (-/-), sklera ikterik
(-/-)
Hidung
Telinga
Mulut
Leher
Thorax
Jantung
4
Inspeksi
Palpasi
teraba di ICS V 2
sinistra.
Perkusi
: Redup
Batas atas
Batas pinggang
Paru-paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
linea alba (+), striae (-), caput medusa (-), gerakan janin (-)
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
:-
His
:-
TFU
: sulit ditentukan
(-)
Kulit
Ekstremitas
Ekstremitas
Akral dingin
Akral sianosis
Oedem
CRT
Superior
-/-/-/<2
Inferior
-/-/-/<2
Jenis
Hasil
Angka Rujukan
Gol. darah
Hemoglobin
12,5
12-16
Hematokrit
34.8%
40-50
Leukosit
7420
4800-10.800
Trombosit
243.000
150.000-450.000
GDS
117
70-200
HbSAg
5. Diagnosis masuk
6
TINJAUAN PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
Abortus menjadi salah satu penyebab utama terjadinya kematian ibu di Provinsi DKI
Jakarta tahun 2012 sebesar 2% disamping penyebab lainnya seperti Eklampsia (39 %),
Perdarahan (31 %) disebabkan oleh faktor anemia ibu hamil, Infeksi (6 %), Partus lama (1 %)
dan
penyebab
lainnya.(4)
Penderita
abortus
meninggal
akibat
komplikasi
yang
LANDASAN TEORI
BAB II
ABORTUS
1. DEFINISI
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan dengan umur kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat
janin kurang dari 500 gram. WHO merekomendasikan viabilitas apabila masa gestasi
telah mencapai 22 minggu atau lebih dan berat janin 500 gram atau lebih. Menurut
Dorland (2012) abortus adalah janin yang dikeluarkan dengan berat kurang dari 500
gram atau memiliki usia gestasional kurang dari 20 minggu pada waktu dikeluarkan
dari uterus sehingga tidak memiliki angka harapan untuk hidup.
2. ETIOLOGI
Penyebab abortus merupakan gabungan dari beberapa faktor. Umumnya
abortus
didahului oleh kematian janin. Menurut Sastrawinata, dkk (2005) penyebab abortus
antara lain:
8
1.Faktor Janin
Kelainan yang paling sering dijumpai pada abortus adalah gangguan pertumbuhan
zigot, embrio, janin atau plasenta. Kelainan tersebut biasanya menyebabkan abortus
pada trimester pertama, yakni:
a.Kelainan telur, telur kosong (blighted ovum), kerusakan embrio, atau kelainan
kromosom (monosomi, trisomi, atau poliploidi).
b.Embrio dengan kelainan lokal.
c.Abnormalitas pembentukan plasenta (hipoplasi trofoblas). (Sastrawinata, 2008)
2.Faktor maternal
a.Infeksi
Infeksi maternal dapat membawa risiko bagi janin yang sedang berkembang, terutama
pada akhir trimester pertama atau awal trimester kedua. Tidak diketahui penyebab
kematian janin secara pasti, apakah janin yang terinfeksi ataukah toksin yang
dihasilkan oleh mikroorganisme penyebabnya. Penyakit-penyakit yang dapat
menyebabkan abortus:
Virus, misalnya rubella, sitomegalovirus, virus herpes simpleks, varicella
zoster, vaccinia, campak, hepatitis, polio, dan ensefalomielitis.
Bakteri, misalnya Salmonella typhi, listeria monositogenes, Klamidia
trachomatis ureaplasma hominis, mikoplasma hominis, bacterial vaginosis.
.
Abortus spontan
berusia kurang dari 20 tahun dan menjadi 26% pada wanita berusia lebih dari 40
tahun (Leveno, 2009).
2. Paritas
Pada kehamilan rahim ibu teregang oleh adanya janin. Bila terlalu sering melahirkan,
rahim akan semakin lemah. Bila ibu telah melahirkan 4 anak atau lebih, maka perlu
diwaspadai adanya gangguan pada waktu kehamilan, persalinan dan nifas. Risiko
abortus spontan meningkat seiring dengan paritas ibu (Leveno, 2009)
3. Riwayat abortus sebelumnya
Menurut Prawirohardjo (2009) riwayat abortus pada penderita abortus merupakan
predisposisi terjadinya abortus berulang. Kejadiannya sekitar 3-5%. Data dari
beberapa studi menunjukkan bahwa setelah 1 kali abortus pasangan punya risiko 15%
untuk mengalami keguguran
meningkat 25%. Beberapa studi meramalkan bahwa risiko abortus setelah 3 kali
abortus berurutan adalah 30 -45%.
4.Jarak Kehamilan
Bila jarak kelahiran dengan anak sebelumnya kurang dari 2 tahun, rahim dan
kesehatan ibu belum pulih dengan baik. Kehamilan dalam
dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya termasuk kebutuhan kesehatan dan pemenuhan zat gizi. Hal ini
pada akhirnya berpengaruh pada kondisi saat kehamilan yang berisiko pada kejadian
abortus. Selain itu pendapatan juga mempengaruhi kemampuan dalam mengakses
pelayanan kesehatan, sehingga adanya kemungkinan risiko terjadinya abortus dapat
terdeteksi.
11
6. Pendidikan
Martadisoebrata dalam Wahyuni (2012) menyatakan
bahwa
pendidikan sangat
meningkatkan kematangan
7.Penyakit Infeksi
Riwayat penyakit ibu seperti pneumoni, typhus abdominalis, pielonefritis, malaria dan
lain-lain dapat menyebabkan abortus.. Selain itu kemungkinan penyebab terjadinya
abortus adalah infeksi pada alat genitalia. Sebanyak 2% peristiwa abortus disebabkan
oleh adanya penyakit sistemik maternal (systemic lupus erythematosus) dan sistemik
maternal tertentu lainnya (Yudha, 2009)
Berbagai teori diajukan untuk mencoba menerangkan peran infeksi terhadap resiko
abortus, diantaranya : adanya metabolic toksik, endotoksin dan eksotoksin atau sitokin
yang berdampak langsung pada janin atau unit fetoplasenta.,infeksi janin, infeksi
plasenta, infeksi kronis endometrium dan penyebaran kuman genital bawah,
amnionitis, dan hal hal yang memacu perubahan genetic dan antomik embrio
8.Alkohol
Alkohol dinyatakan meningkatkan risiko abortus spontan, meskipun hanya digunakan
dalam jumlah sedang.
9.Merokok
Baba et al (2010) menyatakan bahwa kebiasaan gaya hidup termasuk status
merokok pada ibu dan suaminya berpengaruh terhadap kejadian abortus. Merokok 119 batang perhari dan 20 batang perhari memiliki efek pada ibu mengalami abortus
spontan yang lebih awal.22. Rokok diketahui mengandung ratusan unsure toksik,
antara lain nikotin yang telah diketahui mempunyai efek vasoaktif sehingga
menghambat sirkulasi uteroplasenta. Karbonmonoksida juga menurunkan pasokan
12
oksigen ibu dan janin serta memacu neurotoksin. Dengan adanya gangguan pada
system sirkulasi fetoplasenta dapat terjadi gangguan pertumbuhan janin yang
berakibat terjadinya abortus (Prawirohardjo, 2008).
4. PATOFISIOLOGI
Pada permulaan abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis diikuti oleh
nekrosis jaringan di sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas
sebagian atau seluruhnya, sehingga merupakan bagian benda asing dalam uterus.
Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya. Pada
kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi itu biasanya dikeluarkan seluruhnya
karena villi koriales belum menembus desidua secara mendalam (Prawirohardjo,
2008).
Pada kehamilan antara 8-14 minggu villi koriales menembus desidua lebih
dalam, sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna yang dapat
menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu ke atas umumnya yang
mula-mula dikeluarkan setelah ketuban pecah janin, disusul beberapa waktu
kemudian oleh plasenta yang telah lengkap terbentu. Perdarahan tidak banyak jika
plasenta segera terlepas dengan lengkap. Peristiwa abortus ini menyerupai persalinan
dalam bentuk miniature (Prawirohardjo, 2008)
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada
kalanya kantong amnion kosong atau tampak di dalamnya benda kecil tanpa bentuk
yang jelas (blighted ovum); mungkin pula janin lahir - mati atau dilahirkan hidup.
Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu singkat, maka ia dapat
diliputi oleh lapisan bekuan darah. Isi uterus dinamakan mola kruenta. Bentuk ini
menjadi mola karnosa apabila pigmen darah telah diserap dalam sisanya terjadi
organisasi, sehingga semuanya tampak seperti daging. Bentuk lain adalah molaa
tuberose; dalam hal ini amnion tampak berbenjol-benjol karena terjadi hematoma
antara amnion dan korion. Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan
dapat terjadi proses mumifikasi: janin mengering dan karena cairan amnion menjadi
kurang oleh sebab diserap, ia menjadi agak gepeng (fetus kompressus). Dalam tingkat
lebih lanjut Ia menjadi tipis seperti kertas perkamen (fetus papiraseus). Kemungkinan
lain pada janin-mati yang tidak lekas dikeluarkan ialah terjadinya maserasi: kulit
13
terkelupas, tengkorak menjadi lembek, perut membesar karena terisi cairan, dan
seluruh janin berwarna kemerah-merahan (Prawirohardjo, 2008)
5. MACAM-MACAM ABORTUS
Menurut terjadinya, Prawirohardjo (2008) membagi abortus menjadi dua jenis yaitu:
a.Abortus provokatus
Didefinisikan sebagai prosedur untuk mengakhiri kehamilan yang tidak diinginkan
baik oleh orang- orang yang tidak memiliki ketrampilan yang diperlukan atau dalam
lingkungan yang tidak memenuhi standar medis minimal atau keduanya atau abortus
yang terjadi dengan sengaja dilakukan tindakan. Abortus provokatus dibagi menjadi 2
kelompok yaitu abortus provokatus medisinalis dan abortus provokatus kriminalis.
Disebut medisinalis jika didasarkan pada pertimbangan dilakukan minimal 3 dokter
spesialis yaitu spesialis Kebidanan dan Kandungan, spesialis penyakit Dalam dan
spesialis Jiwa.
b. Abortus Spontan
adalah abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa adanya tindakan apa
pun.Berdasarkan gambaran kliniknya, dibagi menjadi berikut :
1.Abortus Iminens
Abortus iminens biasanya diawali dengan keluhan perdarahan pervaginam pada usia
kehamilan kurang dari 20 minggu. Penderita mengeluh mulas sedikit atau tidak ada
keluhan sama sekali kecuali perdarahan pervaginam. Ostium uteri masih tertutup
besarnya uterus masih sesuai dengan usia kehamilan dan tes kehamilan urin masih
positif. Pemeriksaan USG diperlukan untuk mengetahui pertumbuhan janin yang ada
dan mengetahui keadaan plasenta apakah sudah terjadi pelepasan atau belum
(Prawirohardjo, 2008)
Meskipun banyak penelitian menyatakan tidak ada terapi yang efektif untuk abortus
imminens, penatalaksanaan aktif pada umumnya terdiri dari (Kalbe, 2013)
- Tirah baring. Hampir 96% dokter umum meresepkan, meskipun tidak ada bukti pasti
tentang efektivitasnya, namun membantu wanita merasa lebih aman, sehingga
memberikan pengaruh emosional. karena cara ini menyebabkan bertambahnya aliran
14
darah ke uterus dan berkurangnya rangsang mekanik. Dosisnya 24-48 jam diikuti
dengan tidak melakukan aktivitas berat, namun tidak perlu membatasi aktivitas ringan
sehari-hari
- Abstinensia, diduga koitus dapat menstimulasi sekresi oksitoksin dan dapat
mempercepat pematangan serviks oleh prostaglandin E dalam semen dan
meningkatkan kolonisasi mikroorganisme di vagina.
- Meskipun tidak ada bukti manfaat yang kuat, progestogen disebutkan dapat
menurunkan kontraksi uterus lebih cepat daripada tirah baring, selain itu
penggunaannya tidak memicu timbulnya hipertensi kehamilan atau perdarahan
antepartum yang merupakan efek yang dapat membahayakan ibu. Selain itu,
penggunaan progestogen dan hCG tidak menimbulkan kelainan kongenital.
- Antibiotik diberikan hanya jika ada tanda-tanda infeksi.
- Relaksan otot uterus tidak ada cukup bukti efektivitas dan keamanan
penggunaannya.
- Profilaksis Rh - konsensus menyarankan pemberian imunoglobulin anti-D pada
kasus-kasus dengan perdarahan setelah 12 minggu kehamilan atau kasus dengan
perdarahan gejala berat mendekati 12 minggu
2.Abortus Insipiens
Penderita akan merasa mulas karena kontraksi yang sering dan kuat, perdarahannya
bertambah sesuai dengan pembukaan serviks uterus dan usia kehamilan. Besar uterus
masih sesuai dengan usia kehamilan dengan tes urin kehamilan masih positif.
Pada pemeriksaan USG akan didapati pembesaran uterus yang masih sesuai dengan
usia kehamilan, gerak janin dan gerak jantung masih jelas walau mungkin sudah
mulai tidak normal, biasanya terlihat penipisan serviks uterus atau pembukaannya.
Perhatikan pula ada tidaknya pelepasan plasenta dari dinding uterus.Pengelolaan ini
harus memperhatikan keadaan umum dan perubahan keadaan hemodinamik yang
terjadi dan segera lakukan tindakan evakuasi atau tindakan pengeluaran hasil konsepsi
disusul dengan tindakan kuretase. Pasca tindakan kuretase perlu perbaikam keadaan
umum pemberian uterotonika, dan antibiotic profilaksis. (Prawirohardjo, 2008).
3.Abortus Kompletus
Semua hasil konsepsi telah dikeluarkan, osteum uteri telah menutup, uterus sudah
mengecil sehingga perdarahan sedikit. Besar uterus tidak sesuai dengan
usia
15
kehamilan. Pemeriksaan USG tidak perlu dilakukan bila pemeriksaan secara klinis
sudah memadai. Pada pemeriksaan tes urin biasanya masih positif sampai 7-10 hari
setelah abortus. Pengelolaan penderita tidak memerlukan tindakan khusus ataupun
pengobatan. Biasanya hanya diberi roboransia atau hematenik bila keadaan pasien
memerlukan. Uterotonika tidak perlu diberikan (Prawirohardjo, 2008).
4.Abortus Inkompletus
Sebagian jaringan hasil konsepsi masih tertinggal di dalam uterus di mana pada
pemeriksaan vagina, kanalis servikalis masih terbuka dan teraba jaringan dalam
kavum uteri atau menonjol pada ostium uteri eksternum. Perdarahan biasanya masih
terjadi jumlahnya pun bisa banyak atau sedikit bergantung pada jaringan yang tersisa,
yang menyebabkan sebagian placental site masih
beraturan. Bila
terjadi perdarahan
yang hebat,
dianjurkan
segera melakukan
pengeluaran sisa hasil konsepsi secara manual agar jaringan yang mengganjal
terjadinya kontraksi uterus segera dikeluarkan, kontraksi uterus dapat berlangsung
baik dan perdarahan
kuretase.
(Prawirohardjo, 2008)
6.Abortus Infeksiosus, Abortus Septik
gejala dan tanda panas tinggi, tampak sakit dan lelah, takikardia, perdarahan
pervaginam yang berbau, uterus yang membesar dan lembut, serta nyeri tekan. Pada
laboratorium didapatkan tanda infeksi dengan leukositosis. Bila sampai terjadi sepsis
dan syok, penderita akan tampak lelah, panas tinggi, menggigil, dan tekanan darah
turun.
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis yang cermat tentang upaya tindakan
abortus yang tidak menggunakan peralatan yang asepsis dengan didapat gejala dan
tanda panas tinggi, tampak sakit dan lelah, takikardia, perdarahan pervaginam yang
berbau, uterus yang membesar dan lembut, serta nyeri tekan. Pada laboratorium
didapatkan tanda infeksi dengan leukositosis. Biia sampai terjadi sepsis dan syok,
penderita akan tampak lelah, panas tinggi, menggigil, dan tekanan darah turun.
Untuk tahap pertama dapat diberikan Penisiiin 4 x 1.,2 juta unit atau Ampisilin 4 x 1
gram ditambah Gentamisin 2 x 80 mg dan Metronidazol 2 x I gram. Selanjutnya
antibiotic disesuaikan
keadaan
5 jam setelah
antibiotika
adekuat
diberikan. Jangan lupa pada saat tindakan uterus dilindungi dengan uterotonika.
Antibiotik dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam dan bila dalam waktu 2 hari
pemberian tidak memberikan respons harus diganti dengan antibiotik yang lebih
sesuai. Apabila ditakutkan terjadi tetanus, perlu ditambah dengan injeksi ATS dan
irigasi kanalis vaginaluterus dengan larutan
17
6. DIAGNOSIS
Gejala / tanda
serviks
uterus
Pemeriksaan
Diagnosis
USG
18
Bercak hinga
menutup
sedang, nyeri
perut bawah
Perdarahan
menutup
sedikit, nyeri
Sesuai dengan
GS+, FP +,
Abortus
usia kehamilan
FM+,FHM+
imminens
GS-
Abortus
kehamilan
komplet
tidak ada
Perdarahan
Membuka
Uterus
Abortus
banyak, nyeri
teraba jaringan
kehamilan
membesar, GS-,
Inkomplet
perut bawah
gambaran massa
echoic intra
Perdarahan
tertutup
sedikit, tidak
uterine
GS+, FP+, FM-,
Missed
kehamilan
FHM+
Abortion
disertai nyeri
Perdarahan
Terbuka, teraba
Sesuai usia
Abortus
sedikit, nyeri
kulit ketuban
kehamilan
FHM+
insipien
sekali
Sumber : Pramana, 2014
Keterangan : GS (gestasional sacc), FP (Fetal movement),FHM (Fetal Heart
Movement)
7. DIAGNOSIS BANDING
Gejala/Tanda
serviks
Uterus
Pemeriksaan
Diagnosis
Perdarahan
tertutup
Sesuai usia
USG
GS +,FP- (usia
Blighted ovum
kehamilan
kehamilan >8
Tertutup atau
Lebih besar
minggu)
GS-, tampak
Mola
sedikit sampai
terbuka
dari usia
gambaran badai
hidatidosa
kehamilan
salju (snowstorm
Kehamilan
sedang
Perdarahan
Tertutup, nyeri
appearance)
Uterus
sedikit, nyeri
goyang
usia kehamilan
membesar, tak
ektopik
perut bawah,
serviks/portio
didapatkan GS
terganggu
defance
(slinger pain)
intrauterine,
(KET)
muscular, kadang
tampak
19
gambaran massa
syok
irregular di
retrouterina arau
di kornu uteri
DAFTAR PUSTAKA
1. Baba S, Noda H, Nakayama M, et al. Risk Factor of EarlySpontaneous Abortion
Among Japanese: a Matched Case-Control Study. Human Reproduction. 2010
December 14; Vol.26, No.2 pp. 466-472.
2. Dorland WA. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 28. Mahode AA, translator.
Jakarta: EGC; 2012
20
3. http://www.kalbemed.com/Portals/6/06_206Abortus%20ImminensUpaya
%20Pencegahan%20Pemeriksaan%20dan%20Penatalaksanaan.pdf
4. Leveno KJ, Cunningham FG, Gant NF, et al. Obstetri Williams:Panduan Ringkas.
5. Mochtar R. Sinopsis Obstetri Jilid II. Edisi II. Jakarta: EGC; 1998.
6. Pramana, Cipta, 2014 . Seri Praktis Ilmu Kandungan (Ginekologi). Hal 12.
7. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi IV. Jakarta: Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2008.
8. Profil Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia; 2012.131p.
9. Riset Dasar Kesehatan 2010. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
kementrian Kesehatan RI Tahun 2010; 2010 Dec. 431 p.
10. Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah FF. Ilmu Kesehatan Reproduksi:
Obstetri Patologi. Edisi 2. Handini S, Sari LA, editor. Jakarta: EGC; 2005
11. Setia Pranata, FX Sri Sadewo.Kejadian Keguguran, Kehamilan Tidak Direncanakan
dan Pengguguran di Indonesia.Bulletin of Health System Research. 2012 Apr;
15(2):3
12. Trends in Maternal Mortality: 1990 to 2013. Switzerland: World Health Organization;
2014.
13. Wahyuni H. Faktor-Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Abortus di
Wilayah Puskesmas Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya Kalimantan Barat Tahun
2011. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 2012.
14. Yudha EK, Subekti NB, translator. Jakarta: EGC; 2009.
21