Anda di halaman 1dari 28

1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Komunikasi
1. Pengertian
Istilah komunikasi berasal dari bahasa latin comunication yang
berarti sama dalam hal ini berarti sama makna. Komunikasi juga diartikan
sebagai upaya seseorang untuk merubah pikiran, perasaan atau perilaku
orang lain (Effendi, 1998).
Komunikasi juga merupakan elemen dasar dari hubungan
interpersonal untuk membuat, memelihara dan menampilkan kontak
dengan orang lain (Mary Ann, 1998).
Komunikasi adalah proses pengoperasian rangsangan (stimulus)
dalam bentuk lambang atau simbol bahasa atau gerak (non verbal), untuk
mempengaruhi perilaku orang lain (Notoatmodjo, 2003).
Komunikasi adalah peristiwa sosial, peristiwa yang terjadi ketika
manusia berinteraksi dengan manusia lain (Rakhmat, 2007).
Komunikasi merupakan alat yang efektif untuk mempengaruhi
tingkah laku manusia, sehingga komunikasi dikembangkan dan dipelihara
terus-menerus. Ada empat alasan yang mengharuskan orang untuk
berkomunikasi yaitu :

a. Mengurangi ketidakpastian
Ketidakpastian dapat terletak pada seluruh kehidupan, segala rencana
dan perkiraan yang kadang begitu saja mudah berubah. Dalam hal ini
alat yang ampuh untuk mengatasi ketidakpastian adalah dengan
komunikasi.
b. Memperoleh informasi
Informasi sebagai salah satu pendukung berhasil tidaknya kebutuhan
manusia dan mutlak diperlukan agar dapat bergaul dalam lingkungan
masyarakat.
c. Menguatkan keyakinan
Dengan diperolehnya informasi sebaai hasil dari komunikasi akan
menguatkan keyakinan untuk melangkah mencapai tjuan yang
diharapkan.
d. Pengungkapan perasaan
Melalui komunikasi dapat diungkapkan perasaan senang atau tidak
terhadap orang lain atau sekelompok orang sehingga terdapat koreksi
bagi orang lain dan diharapkan terjadi hubungan harmonis terhadap
manusia.
2. Unsur-Unsur Komunikasi
Secara tehnis unsur-unsur komunikasi terdiri dari (Purwanto Heri, 1994) :
a. Komunikator adalah orang yang memprakarsai adanya komunikasi,
prakarsa timbul karena jabatan, tugas, wewenang dan tanggung jawab.
b. Pesan yang akan disampaikan berupa ide, pendapat, fikiran dan saran.

c. Saluran komunikasi adalah segala sarana yang dipergunakan oleh


komunikator untuk menyampaikan pesan yang ingin disampaikan oleh
pihak lain. Dengan demikian saluran komunikasi itu berbentuk panca
indera manusia maupun alat tehnologi yang dibuat oleh manusia.
d. Metode komunikasi adalah segala cara yang dipergunakan dalam
mengadakan hubungan dengan orang lain.
e. Komunikan adalah orang yang menjadi objek dari komunikasi, pihak
yang menerima berita atau pesan dari komunikator.
f. Lingkungan komunikasi adalah suasana dimana proses komunikasi
berlangsung.
g. Umpan balik dari komunikan atau komunikator.
3. Berbagai Macam Komunikasi
Ada 3 (tiga) macam komunikasi (Kariyoso, 1994) :
a. Komunikasi searah
Komunikator mengirim pesannya melalui saluran atau media dan
diterima oleh komunikan. Sedangkan komunikan tersebut tidak
memberikan umpan balik (feedback).
b. Komunikasi dua arah
Komunikator mengirim pesan (berita) diterima oleh komunikan,
setelah disimpulkan kemudian komunikan mengirimkan umpan balik
kepada sumber berita atau komunikator.
c. Komunikasi berantai

Komunikan menerima pesan atau berita dari komunikator kemudian


disalurkan kepada

komunikan

kedua, dari

komunikan

kedua

disampaikan kepada komunikan ketiga dan seterusnya.


4. Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi (Potter & Perry, 2005)
a. Perkembangan
Agar dapat berkomunikasi efektif seorang perawat harus mengerti
pengaruh perkembangan usia baik dari sisi bahasa, maupun proses
berpikir orang tersebut. Sangat berbeda cara berkomunikasi anak usia
remaja dengan usia balita.
b. Persepsi
Persepsi adalah pandangan pribadi seorang terhadap suatu kejadian
atau peristiwa. Peristiwa dibentuk oleh harapan atau pengalaman.
Perbedaan persepsi dapat mengakibatkan terhambatnya komunikasi.
c. Nilai
Nilai adalah standar yang mempengaruhi prilaku sehingga penting bagi
perawat untuk menyadari nilai seseorang. Perawat perlu berusaha
mengklarifikasi nilai sehingga dapat membuat keputusan dan interaksi
yang tepat dengan klien. Dalam hubungan profesionalnya diharapkan
perawat tidak terpengaruh oleh nilai pribadinya.
d. Latar belakang sosial budaya
Bahasa dan gaya komunikasi
budaya,

budaya

berkomunikasi.

juga

akan

akan sangat dipengaruhi oleh faktor


membatasi

cara

bertindak

dan

e. Emosi
Emosi merupakan perasaan subyektif seseorang mengenai peristiwa
tertentu. Emosi seperti marah, sedih, sedang akan mempengaruhi
perawat dalam berkomunikasi dengan orang lain. Perawat perlu
mengkaji emosi klien dan sehingga mampu memberikan asuhan
kaperawatan dengan tepat. Selain itu perawat perlu mengevaluasi
emosi yang ada pada dirinya agar dalam melakukan asuhan
keperawatan tidak terpengaruh oleh emosi bawah sadarnya.
f. Pengetahuan
Tingkat pengetahuan akan mempengaruhi komunikasi yang diakukan.
Seseorang dengan tingkat pengetahuan rendah akan sulit merespon
pertanyaan

yang

mengandung

bahasa

verbal

dengan

tingkat

pengetahuan yang lebih tinggi. Perawat perlu mengetahui tingkat


pengetahuan klien sehingga perawat dapat berinteraksi dengan baik
dan akhirnya dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat
kepada klien.
g. Peran dan Hubungan
Gaya komunikasi sesuai dengan peran dan hubungan antar orang yang
berkomunikasi.
h. Lingkungan
Lingkungan interaksi akan mempengaruhi komunikasi yang efektif.
Suasana yang bising, tidak ada privacy yang tepat akan menimbulkan
kerancuan, ketegangan dan ketidaknyamanan. Untuk itu perawat perlu

menyiapkan lingkungan yang tepat dan nyaman sebelum memulai


interaksi dengan pasien bersama keluarganya.
i. Jarak
Jarak dapat mempengaruhi komunikasi. Jarak tertentu menyediakan
rasa aman dan kontrol. Untuk itu perawat perlu memperhitungkan
jarak yang tepat pada saat melakukan interaksi.
5. Komunikasi Terapeutik
a. Pengertian
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan
secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan
pasien (Purwanto,1994). Komunikasi terapeutik merupakan cara untuk
membina hubungan yang terapeutik dimana terjadi penyampaian
informasi dan pertukaran perasaan dan pikiran dengan maksud untuk
mempengaruhi orang lain (Stuart & Sundeen, 1998).
b. Tujuan dari Komunikasi Terapeutik (Purwanto, 1994).
1) Membantu klien untuk memperjelas dan mengurangi beban
perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk
mengubah situasi yang ada bila klien percaya pada hal yang
diperlukan.
2) Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan
yang efektif dan mmpertahankan kekuatan egonya.
3) Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.

c. Sikap Perawat Dalam Komunikasi Terapeutik


Menurut Egan (1990) dalam Keliat (2003) cara perawat
menghadirkan

diri

secara

fisik

sehingga

dapat

memfasilitasi

komunikasi yang terapeutik adalah :


1) Berhadapan
Berhadapan langsung dengan orang yang diajak komunikasi
mempunyai arti bahwa komunikator siap untuk komunikasi.
2) Mempertahankan kontak mata
Kontak

mata

merupakan

kegiatan

menghargai

klien

dan

mengatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.


3) Membungkuk ke arah klien
Sikap ini merupakan posisi yang menunjukkan keinginan untuk
mengatakan atau mendengarkan sesuatu.
4) Mempertahankan sikap terbuka
Sikap ini merupakan posisi tidak melipat kaki atau tangan yang
menunjukkan keterbatasan untuk berkomunikasi.
5) Tetap rileks
Merupakan sikap yang menunjukkan adanya keseimbangan antara
ketegangan dengan relaksasi dalam memberi respon pada klien.
d. Tehnik komunikasi terapeutik
Menurut Keliat (2003), tehnik komunikasi terdiri dari :
1) Mendengarkan (listening)
Mendengarkan merupakan dasar dalam komunikasi yang akan
mengetahui perasaan klien. Tehnik mendengarkan dengan cara

memberi kesempatan klien untuk bicara banyak dan perawat


sebagai pendengar aktif.
2) Pertanyaan terbuka (broad opening)
Tehnik dengan memberi kesempatan untuk memilih keinginan atau
tindakan.
3) Mengulang (restarting)
Merupakan tehnik yang dilaksanakan dengan cara mengulang
pokok pikiran yang diungkapkan klien, yang berguna untuk
mengatakan klien dan memberi indikasi perawat mengikuti
pembicaraan.
4) Klarifikasi
Klarifikasi merupakan tehnik yang digunakan bila perawat ragu,
tidak jelas, tidak mendengar, atau klien mau mengemukakan
informasi.
5) Refleksi
Refleksi ini dapat berupa refleksi isi dengan cara memvalidasi apa
yang didengar, refleksi perasaan dengan cara memberi respon pada
perasaan klien terhadap isi pembicaraan agar klien mengetahui dan
menerima perasaannya.
6) Memfokuskan
Cara ini dengan memilih topik yang penting atau yang telah dipilih
dengan menjaga pembicaraan tetap menuju tujuan yang lebih
spesifik, lebih jelas dan berfokus pada realitas.

7) Membagi persepsi
Merupakan tehnik komunikasi dengan cara meminta pendapat
klien tentang hal-hal yang dirasakan dan dipikirkan.
8) Identifikasi Tema
Merupakan tehnik dengan mencari latar belakang masalah klien
yang muncul dan berguna untuk meningkatkan pengertian dan
eksplorasi masalah yang penting.
9) Diam
Tehnik ini bertujuan memberikan kesan berfikir dan memotivasi
klien untuk bicara.
10) Informing
Merupakan tehnik dengan cara memberi informasi dan fikiran
untuk pendidikan kesehatan.
11) Saran
Tehnik yang bertujuan memberi alternatif ide untuk pemecahan
masalah. Tehnik ini tidak tepat dipakai pada fase kerja dan tidak
tepat pada fase awal hubungan.
e. Tahapan Dalam Komunikasi Terapeutik
Dalam komunikasi terapeutik ada empat tahapan,dimana pada
setiap tahap mempunyai tugas yang harus diselesaikan oleh perawat
(Stuart & Sundeen, 1998) :
1) Fase Preinteraksi
Preinteraksi dimulai sebelum kontrak pertama dengan klien.
Perawat mengumpulkan data tentang klien, mengeksplorasi

10

perasaan, fantasi dan ketakutan diri dan membuat rencana


pertemuan dengan klien.
2) Fase Orientasi
Fase ini dimulai dengan pertemuan dengan klien. Hal utama yang
perlu dikaji adalah alasan klien meminta pertolongan yang akan
mempengaruhi terbinanya hubungan perawat dan klien. Dalam
memulai hubungan tugas pertama adalah membina rasa percaya,
penerimaan dan pengertian, komunikasi yang terbuka dan
perumusan kontrak dengan klien. Pada tahap ini perawat
melakukan kegiatan sebagai berikut : memberi salam dan senyum
pada klien, melakukan validasi (kognitif, psikomotor, afektif),
memperkenalkan nama perawat, menanyakan nama kesukaan
klien, menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, menjelaskan
waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan, menjelaskan
kerahasiaan.
3) Fase kerja
Pada tahap kerja dalam komunikasi terapeutik, kegiatan yang
dilakukan adalah memberi kesempatan pada klien untuk bertanya,
menanyakan keluhan utama, memulai kegiatan dengan cara yang
baik, melakukan kegiatan sesuai rencana.
4) Fase terminasi
Pada tahap terminasi dalam komunikasi terapeutik kegiatan yang
dilakukan oleh perawat adalah menyimpulkan hasil wawancara,

11

tindak lanjut dengan klien, melakukan kontrak (waktu, tempat dan


topik). Mengakhiri wawancara dengan cara yang baik.
6. Komunikasi verbal
a. Pengertian
Komunikasi yang dilakukan melalui kata-kata, bicara atau
tertulis

(Intansari

Nurjannah,

2001).

Meskipun

yang

paling

mempengaruhi komunikasi adalah bahasa non verbal, kata adalah alat


yang sangat penting dalam komunikasi. Validasi tentang pengertian
komunikasi verbal antara perawat dan pasien adalah penting. Menurut
Leddy (1998), beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh perawat
dalam berkomunikasi secara verbal adalah : Masalah teknik yaitu
seberapa akurat komunikasi tersebut dapat mengirimkan simbol dari
komunikasi tersebut. Masalah semantik yaitu seberapa tepat simbol
dalam mengirimkan pesan yang dimaksud. Masalah pengaruh yaitu
seberapa efektif arti yang diterima mempengaruhi tingkah laku.
b. Faktor-faktor penting dalam komunikasi verbal
Ellis dan Nowlis (1994) mengatakan beberapa hal penting
dalam

komunikasi

verbal

penggunaan

bahasa,

perlu

mempertimbangkan pendidikan klien, tingkat pengalaman dan


kemahiran dalam berbahasa (bahasa Inggris, Indonesia, dll). Dalam
penggunaan bahasa memerlukan kejelasan yaitu memilih kata yang
jelas dan tidak mempunyai arti yang salah. Keringkasan yaitu pesan
singkat dan tanpa penyimpangan untuk menghindari kebingungan
tentang apa yang penting dan apa yang kurang penting. Kecepatan

12

yaitu kecepatan bicara mempengaruhi komunikasi verbal. Seseorang


yang dalam keadaan cemas atau sibuk biasanya akan lupa untuk
berhenti berbicara dan pembicaraan dilakukan sangat cepat sehingga
hal ini menyebabkan pendengar tidak dapat memproses pesan dan
menyusun respon yang akan diberikan. Komunikasi verbal dengan
kecepatan yang sesuai akan memberikan kesempatan bagi pembicara
sendiri untuk berpikir jernih tentang apa yang diucapkan dan juga akan
menyebabkan seseorang dapat menjadi pendengar yang efektif. Voice
tone menunjukan gaya dari ekspresi yang digunakan dalam bicara dan
dapat merubah arti dari kata.Pengaruh dari bicara dengan suara yang
keras akan berbeda dengan suara yang lembut atau lemah. Suara yang
keras menunjukan berbicara yang terburu-buru, tidak sabar, sindiran
tajam dan marah.
7. Komunikasi non verbal
a. Pengertian
Komunikasi non verbal adalah setiap bentuk perilaku manusia
yang langsung dapat diamati oleh orang lain dan yang mengandung
informasi tertentu tentang pengirim atau pelakunya. Komunikasi non
verbal merupakan komunikasi yang tidak melibatkan bicara dan tulisan
(Intansari Nurjannah, 2001). Sebesar 90% dari arti komunikasi berasal
dari komunikasi non verbal. Hal ini menunjukan pentingnya
mempelajari komunikasi non verbal.

13

b. Fungsi komunikasi non verbal


Adapun fungsi komunikasi non verbal adalah (1) Repetisimengulang kembali gagasan yang sudah disajikan secara verbal.
Misalnya,

setelah

menggelengkan

saya

kepala

menjelaskan
berkali-kali,

(2)

penolakan

saya,

saya

Subtitusi-menggantikan

lambang-lambang verbal. Misalnya, tanpa sekata pun anda berkata.


Anda dapat menunjukan persetujuan dengan mengangguk-angguk, (3)
Kontradiksimenolak pesan verbal atau memberikan makna yang lain
terhadap pesan verbal. Misalnya, anda memuji prestasi kawan anda
dengan mencibirkan bibir anda, (4) Komplemen-melengkapi dan
memperkaya makna pesan non verbal. Misalnya, air muka anda
menunjukan tingkat penderitaan yang tidak terungkap dengan katakata, (5) Aksentuasimenegaskan pesan verbal atau menggaris
bawahinya. Misalnya, anda mengungkapkan betapa jengkelnya anda
dengan memukul mimbar.
c. Arti Penting Komunikasi Non Verbal
Menurut Dale G. Leathers (1976) yang dikutip oleh Jalaludin
Rakhmat (2007), menyebutkan enam alasan mengapa pesan nonverbal
sangat penting :
Pertama, faktor-faktor nonverbal sangat menentukan makna
dalam komunikasi interpersonal. Ketika kita mengobrol atau
berkomunikasi tatap muka, kita banyak menyampaikan gagasan dan
pikiran kita lewat pesan-pesan nonverbal. Pada gilirannya orang lain
pun lebih banyak membaca pikiran kita lewat petunjuk-petunjuk

14

nonverbal. Menurut Birdwhistell, barangkali tidak lebih dari 30%


sampai 35% makna sosial percakapan atau interaksi dilakukan dengan
kata-kata. Sisanya dilakukan dengan pesan nonverbal. Mehrabian,
penulis The Silent Message, bahkan memperkirakan 93% dampak
pesan diakibatkan oleh pesan nonverbal. Dalam konteks ini juga kita
dapat memahami mengapa kalimat-kalimat yang tidak lengkap dalam
percakapan masih dapat diberi arti. Anda maklum apa yang dimaksud
oleh rekan anda ketika ia melukiskan kecantikan seorang wanita
dengan kalimat yang tidak selesai, Pokoknya., ketika anda
melihat gerak kepala, tubuh dan tangannya.
Kedua, perasaan dan emosi lebih cermat disampaikan lewat
pesan nonverbal ketimbang pesan verbal. Anda boleh menulis surat
kepada pacar anda dan mengungkapkan gelora kerinduan anda. Anda
akan tertegun, Anda tidak menemukan kata-kata yang tepat untuk
menyatakan sesuatu yang begitu mudah diungkapkan melalui pesan
nonverbal. Bagaimana harus anda tuliskan dalam surat anda, getaran
suara, tarikan napas, kesayuan mata, dan detak jantung? Menurut
Mahrabian, hanya 7% perasaan kasih sayang dapat dikomunikasikan
dengan kata-kata. Selebihnya, 38% dikomunikasikan lewat suara, dan
55% dikomunikasikan melalui ungkapan wajah (senyum, kontak mata,
dan sebagainya).
Ketiga, pesan nonverbal menyampaikan makna dan maksud
yang relatif bebas dari penipuan, distorsi dan kerancuan. Pesan
nonverbal jarang dapat diatur oleh komunikator secara sadar. Sejak

15

Zaman Prasejarah, wanita selalu mengatakan tidak dengan lambang


verbal, tetapi pria jarang tertipu. Mereka tahu ketika tidak
diucapkan, seluruh anggota tubuhnya mengatakan ya. Dalam situasi
yang double binding ketika pesan nonverbal bertentangan dengan
pesan verbal orang bersandar pada pesan nonverbal.
Keempat, pesan nonverbal mempunyai fungsi metakomunikatif
yang sangat diperlukan untuk mencapai komunikasi yang berkualitas
tinggi. Fungsi metakomunikatif artinya memberikan informasi
tambahan yang memperjelas maksud dan makna pesan. Diatas telah
disebutkan bahwa pesan nonverbal mempunyai fungsi repetisi,
substitusi, kontradiksi, komplemen dan aksentuasi. Semua ini
menambah kadar informasi dalam penyampaian pesan.
Kelima, pesan nonverbal merupakan cara berkomunikasi yang
lebih efisien dibandingkan dengan pesan verbal. Dari segi waktu,
pesan verbal sangat tidak efisien. Diperlukan lebih banyak waktu
untuk mengunkapkan pikiran kita secara verbal daripada secara
nonverbal.
Keenam, pesan nonverbal merupakan sarana sugesti yang
paling tepat. Ada situasi komunikasi yang menuntut kita untuk
mengungkapkan gagasan atau emosi secara tidak langsung. Sugesti
disini dimaksudkan menyarankan sesuatu kepada orang lain secara
implisit (tersirat). Sugesti paling efektif disampaikan melalui pesan
nonverbal.

16

B. Konsep Kecemasan
Pasien yang dirawat di rumah sakit umumnya dengan masalah fisik
juga mengalami masalah psikososial seperti berdiam diri, tidak ingin bertemu
dengan orang lain, merasa kecewa/putus asa, malu dan tidak berguna disertai
keragu-raguan dan percaya diri yang kurang. Keluarga juga sering merasakan
kekhwatiran dan ketidakpastian keadaan pasien ditambah dengan kurangnya
waktu petugas (perawat dan dokter) untuk membicarakan keadaan pasien.
Pasien dan keluarganya sering tidak diajak berkomunikasi, kurang diberikan
informasi yag dapat mengakibatkan perasaan sedih, ansietas/cemas, takut,
marah, frustasi, tidak berdaya karena informasi yang tidak jelas disertai
ketidakpastian. Mereka tidak menyatakan proses yang terjadi. Sewaktu-waktu
mereka dipanggil untuk membeli obat atau alat mereka tidak berani bertanya,
atau jika bertanya akan mendapat jawaban yang tidak memuaskan (Kelliat,
1998).
Kecemasan yang dirasakan oleh klien dan keluarganya disaat klien
harus dirawat mendadak dan tidak terencana merupakan reaksi pertama yang
muncul begitu mulai masuk rumah sakit dan akan terus menyertai klien dan
keluarganya dalam setiap upaya perawatan terhadap penyakit yang diderita
klien.
1. Pengertian
Kecemasan adalah emosi yang tidak menyenangkan, yang ditandai
dengan istilah-istilah kekhawatiran, keprihatinan dan rasa takut
yang kadang-kadang kita alami dalam tingkat yang berbeda-beda
(Atkinson, 2000).

17

Ansietas/kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti


dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini dialami secara objektif dan
dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal. Ansietas berbeda dengan
rasa takut. Takut merupakan penilaian intelektual terhadap stimulus yang
mengancam dan objeknya jelas, sedangkan ansietas adalah respon
emosional terhadap penilaian. Ansietas merupakan istilah yang akrab
dengan kehidupan sehari-hari yang menggambarkan keadaan khawatir,
gelisah, takut, tidak tentram disertai keluhan fisik. Keadaan tersebut dapat
terjadi atau menyertai berbagai kondisi situasi kehidupan dan berbagai
gangguan kesehatan (Herawati, 1997)
Cemas atau ansietas merupakan reaksi emosional yang timbul oleh
penyebab yang tidak pasti dan tidak spesifik yang dapat menimbulkan
perasaan tidak nyaman dan merasa terancam. Sedangkan kemampuan
individu dalam berespon terhadap kecemasan tersebut ditentukan oleh
faktor-faktor antara lain : umur, jenis kelamin dan tingkat pendidikan
(Stuart & Sundeen, 1998).
Kecemasan

muncul

bila

ada

ancaman

ketidakberdayaan,

kehilangan kendali, perasaan kehilangan fungsi-fungsi dan harga diri,


kegagalan pertahanan, perasaan terisolasi (Hudak dan Gallo, 1999).
2. Penyebab Kecemasan
a. Faktor Predisposisi
Menurut

Stuart

&

Sundeen

(1998),

beberapa

teori

yang

mengemukakan faktor predisposisi (pendukung) terjadinya kecemasan


antara lain :

18

1) Teori psikoanalitik
Kecemasan merupakan konflik emosional yang terjadi antara 2
elemen kepribadian yaitu Id dan super ego. Id melambangkan
dorongan insting dan impuls primitif, super ego mencerminkan
hati nurani seseorang, sedangkan ego atau aku digambarkan
sebagai mediator dari tuntutan Id dan super ego. Kecemasan
berfungsi untuk memperingatkan ego tentang suatu bahaya yang
perlu diatasi.
2) Teori interpersonal
Kecemasan terjadi dari ketakutan dan penolakan interpersonal, hal
ini digabungkan dengan trauma pada masa pertumbuhan seperti
kehilangan atau perpisahan yang menyebabkan seseorang tidak
berdaya. Individu yang mempunyai harga diri rendah biasanya
sangat mudah untuk mengalami kecemasan berat.
3) Teori behavior (perilaku)
Kecemasan merupakan hasil frustasi segala sesuatu yang
mengganggu kemampuan untuk mencapai tujuan yang diingikan.
Para ahli prilaku menganggap kecemasan merupakan suatu
dorongan

yang

mempelajari

berdasarkan

keinginan

untuk

menghindari rasa sakit. Pakar teori meyakini bahwa bila pada awal
kehidupan dihadapkan pada rasa takut yang berlebihan maka akan
menunjukkan kecemasan yang berat pada masa dewasanya.

19

4) Kajian keluarga
Gangguan kecemasan dapat terjadi dan timbul secara nyata dalam
keluarga, biasanya tumpang tindih antara gangguan cemas dan
depresi.
5) Kajian biologis
Kajian biologi menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor
spesifik untuk benzodiasepin. Reseptor ini mungkin mempengaruhi
kecemasan.
b. Faktor Presipitasi
1) Faktor internal
Menurut Soewardi (1997), kemampuan individu dalam
merespon terhadap penyebab kecemasan ditentukan oleh :
a) Potensi stresor
Stresor psikososial merupakan setiap keadaan atau peristiwa
yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang
sehingga orang itu terpaksa mengadakan adaptasi.
b) Maturitas
Individu yang memiliki kematangan kepribadian lebih sukar
mengalami gangguan cemas. Karena individu yang matur
mempunyai
kecemasan.

daya

adaptasi

yang

lebih

besar

terhadap

20

c) Keadaan fisik
Seseorang yang mengalami gangguan fisik seperti cedera akan
mudah mengalami kelelahan fisik sehingga lebih mudah
mengalami kecemasan.
d) Lingkungan dan situasi
Seseorang yang berada pada suatu lingkungan yang asing
ternyata lebih mudah mengalami kecemasan dibanding berada
pada lingkungan yang biasa ia tempati.
e) Pendidikan dan status ekonomi
Tingkat pendidikan dan status ekonomi yang rendah pada
seseorang akan memudahkan orang tersebut mengalami
kecemasan. Tingkat pendidikan dan pengetahuan individu akan
berpengaruh terhadap kemampuan berfikir, semakin tinggi
tingkat pendidikan akan semakin mudah berfikir secara
rasional

dan

menangkap

informasi,

termasuk

dalam

menguraikan masalah yang baru.


f) Tipe kepribadian
Orang yang bertipe kepribadian A akan lebih mudah
mengalami

kecemasan

dari

pada

orang

yang

bertipe

kepribadian B. Adapun ciri-ciri orang yang bertipe kepribadian


A adalah ambisius, tidak sabar, ingin serba sempurna,
kompetitif, mudah gelisah, tidak dapat tenang, mudah
tersinggung, otot-otot mudah tegang, merasa diburu waktu.

21

Sedangkan orang yang bertipe kepribadian B mempunyai ciri


yang berkebalikan dengan tipe A.
g) Umur
Orang yang berumur lebih muda ternyata lebih mudah
mengalami kecemasan dari pada seseorang yang lebih tua.
Tetapi ada juga yang berpendapat sebaliknya.
h) Jenis kelamin
Kecemasan sering dialami wanita dari pada pria.
i) Sosial budaya
Seseorang yang mempunyai keyakinan agama yang kuat dan
falsafah hidup yang jelas lebih sukar mengalami kecemasan.
Individu dengan keyakinan agama yang kuat akan lebih sukar
mengalami kecemasan dari pada individu yang keyakinan
agamanya rendah. Individu yang cara hidupnya teratur dan
jelas pada umumnya lebih sukar menderita kecemasan.
2) Faktor eksternal
a) Ancaman integritas diri, meliputi ketidakmampuan fisiologis
atau gangguan terhadap kebutuhan dasar (penyakit, trauma
fisik, pembedahan yang akan dilakukan).
b) Ancaman konsep diri antara lain : ancaman terhadap identitas
diri, harga diri, dan hubungan interpersonal, kehilangan serta
perubahan status atau peran (Stuart & Sundeen, 1998).

22

3. Manifestasi Cemas
Manifestasi cemas dapat meliputi aspek fisik, emosi, kognitif, dan
tingkah laku (Ann, 1996).
a. Respon Fisiologis :
1) Kardiovaskuler : Palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah
meningkat/menurun, nadi meningkat/menurun, shock, dan lainlain.
2) Saluran Pernafasan : Nafas cepat dangkal, rasa tertekan di dada,
rasa seperti tercekik.
3) Gastrointestinal : Hilang nafsu makan, mual, rasa tak enak pada
epigastrium, diare.
4) Neuromuskuler : Peningkatan refleks, wajah tegang, insomnia,
gelisah, kelelahan secara umum, ketakutan, tremor.
5) Saluran Kemih : Tak dapat menahan buang air kecil.
6) Sistem Kulit : Muka pucat, perasaan panas/dingin pada kulit, rasa
terbakar pada muka, berkeringat setempat atau seluruh tubuh dan
gatal-gatal.
b. Respon Kognitif : konsentrasi menurun, pelupa, ruang persepsi
berkurang atau menyempit, takut kehilangan kontrol, obyektifitas
hilang.
c. Respon Emosional : kewaspadaan meningkat, tidak sadar, takut,
gelisah, pelupa, cepat marah, kecewa, menangis dan rasa tidak
berdaya.

23

d. Perilaku/tingkah laku : gelisah, tremor, gugup, bicara cepat, tidak ada


koordinsi, menarik diri, menghindar dan lain-lain.
Menurut Kaplan dan Soddock (1998), tanda dan gejala pada orang
yang mengalami kecemasan adalah :
a. Tanda Fisik
Tanda fisik yang dapat muncul pada orang yang mengalami
kecemasan diantaranya gemetar, ketegangan otot, nafas pendek, mudah
lelah, sering kaget, hiperaktifitas autonomik, paraestesia dan sulit
menelan.
b. Tanda psikologis
Tanda psikologis yang dapat muncul pada orang yang
mengalami kecemasan diantaranya rasa takut, sulit konsentrasi, siaga
berlebihan, libido turun, insomnia.
Menurut Hawari (2002) secara klinis gejala cemas yang biasa,
disertai dengan kecemasan yang menyeluruh dan menetap (paling sedikit
berlangsung selama satu bulan) meliputi sebagai berikut :
a. Ketegangan motorik atau alat gerak, meliputi : gemetar, tegang, nyeri
otot, letih, tidak dapat santai, kelopak mata bergetar, kening berkerut,
muka tegang, gelisah, tidak dapat diam dan mudah kaget.
b. Hiperaktif saraf otonom (simpatis/parasimpatis), meliputi : berkeringat
berlebihan, jantung berdebar-debar, rasa dingin, telapak tangan dan
kaki basah, mulut kering, pusing, kepala terasa ringan, kesemutan, rasa
mual, rasa aliran panas atau dingin, sering buang air kecil (BAK),

24

diare, rasa tidak enak di uluhati, kerongkongan tersumbat, muka merah


atau pucat, denyut nadi dan nafas yang cepat waktu istirahat.
c. Rasa khawatir yang berlebihan tentang hal-hal yang akan datang
(apprehensive expetation), meliputi : cemas, khawatir, takut, berpikir
berulang, dan membayangkan akan datangnya kemalangan terhadap
dirinya dan orang lain.
d. Kewaspadaan berlebihan, meliputi : mengamati lingkungan secara
berlebihan sehingga mengakibatkan perhatian mudah teralih, sukar
konsentrasi, sukar tidur, dan merasa ngeri.
Menurut Blackburn and Davidson (1990), ada beberapa gejalagejala psikologis adanya kecemasan, antara lain :
a. Suasana hati
Keadaan yang menunjukkan ketidaktenangan psikis, seperti : mudah
marah dan perasaan sangat tegang.
b. Pikiran
Keadaan pikiran yang tidak menentu, seperti : khawatir, sukar
konsentrasi,

pikiran

kosong,

membesar-besarkan

ancaman,

memandang diri sebagi sangat sensitif, dan merasa tidak berdaya.


c. Motivasi
Dorongan untuk mencapai sesuatu, seperti : menghindari situasi,
ketergantungan yang tinggi, ingin melarikan diri dan lari dari
kenyataan.

25

d. Perilaku gelisah
Keadaan diri yang tidak terkendali seperti : gugup, kewaspadaan yang
berlebihan, sangat sensitif, dan agitasi.
4. Rentang Respon dan Proses Adaptasi Terhadap Cemas
Stuart dan Sundeen (1995) mengatakan rentan respon individu
berfluktuasi antara respon adaptif dan maladaptive seperti :
Adaptif

Antisipasi

Maladaptif

Ringan

Sedang

Berat

Panik

(Gambar : Rentang respon adaptif dan maladaptif)

Gambar 2.1 : Dikutip dari Stuart dan Sundeen (1998) : Buku Saku
Keperawatan Jiwa (Edisi 3).
a. Kecemasan Ringan
Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan
menyebabkan menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya.
Ansietas ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan
dan kreatifitas. Ansietas ringan diperlukan seseorang agar berfungsi
dan berespon secara efektif terhadap lingkungan dan kejadian.
Seseorang dengan ansietas ringan dapat dijumpai hal-hal sebagai
berikut :
1) Persepsi dan perhatian meningkat, waspada.
2) Mampu mengatasi situasi bermasalah.
3) Dapat mengintegrasikan pengalaman masa lalu, saat ini dan masa
mendatang, menggunakan belajar, dapat memvalidasi secara
konseptual, merumuskan makna.

26

4) Ingin tahu, mengulang pertanyaan.


5) Kecenderungan untuk tidur.
b. Kecemasan Sedang
Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal-hal yang
penting dan mengesampingkan yang lain. Sehingga seseorang
mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu
yang

lebih terarah,

orang dengan ansietas

sedang biasanya

menunjukkan keadaan seperti :


1) Persepsi agak menyempit, secara selektif tidak perhatian tetapi
dapat mengarah perhatian.
2) Sedikit lebih sulit untuk berkonsentrasi, belajar menuntut upaya
lebih.
3) Memandang pengalaman ini dengan rasa malu.
4) Dapat gagal untuk mengenali apa yang sedang terjadi pada situasi,
akan mengalami beberapa kesulitan dalam beradaptasi dan
menganalisa.
5) Perubahan suasana/ketinggian suara.
6) Peningkatan frekwensi pernafasan dan jantung.
7) Tremor, gemetar.
c. Kecemasan Berat
Kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang.
Seseorang cenderung untuk memusatkan sesuatu yang terinci dan
spesifik serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Orang tersebut
memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu

27

area lain. Hal-hal dibawah ini sering dijumpai pada seseorang dengan
kecemasan berat, yaitu :
1) Persepsi sangat berkurang, berfokus pada hal-hal detail, tidak dapat
berkonsentrasi

lebih

bahkan

ketika

diinstruksikan

untuk

melakukannya.
2) Belajar sangat terganggu, sangat mudah mengalihkan perhatian,
tidak mampu berkonsentrasi.
3) Memandang pengalaman saat ini dengan arti masa lalu, hampir
tidak mampu untuk memahami situasi saat ini.
4) Berfungsi secara buruk, komunikasi sulit untuk dipahami.
5) Hiperventilasi, tachicardi, sakit kepala, pusing, mual.
d. Panik
Tingkat panik dari ansietas berhubungan dengan terperangah,
ketakutan dan teror. Rincian terpecah dari proporsinya. Karena
mengalami kehilangan kendali, orang yang mengalami panik tidak
mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panik
melibatkan

disorganisasi

kepribadian.

Dengan

panik

terjadi

peningkatan aktivitas motorik menurunnya kemampuan untuk


berhubungan dengan orang lain, persepsi menyimpang dan kehilangan
peikiran yang rasional. Tingkat ansietas ini tidak sejalan dengan
kehidupan dan jika berlangsung terus dalam waktu yang lama dapat
terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian. Seseorang dengan
panik akan dijumpai adanya :

28

1) Persepsi yang menyimpang, fokus pada hal yang tidak jelas,


penyebab dapat meningkat.
2) Belajar tidak dapat terjadi.
3) Tidak mampu untuk mengintegrasikan pengalaman, dapat berfokus
hanya pada hal saat ini, tidak mampu melihat atau memahami
situasi, hilang kemampuan mengingat.
4) Tidak mampu berfungsi, biasanya aktivitas motorik meningkat atau
respon yang tidak dapat diperkirakan bahkan pada stimuli minor,
komunikasi tidak dapat dipahami.
5) Muntah, perasaan mau pingsan.
5. Pengukuran Cemas
Test-test kecemasan dengan pertanyaan langsung, mendengarkan
kriteria penderita, serta mengobservasinya terutama perilaku non
verbalnya. Ini sangat berguna dalam menentukan adanya kecemasan dan
untuk menetapkan tingkatnya. Penting adalah tanda-tanda kedutan, tremor
atau meraba-raba diri sendiri, tatapan mata kurang atau menerawang,
kurang senyum, dan kecenderungan menegakkan tubuh. Otot-otot muka
lebih mudah dikontrol oleh karena itu penderita dapat saja berpura-pura
tidak cemas, tetapi gerakan lain seperti tersebut diatas kurang dapat
dikontrol. Adalah penting bagi tim kesehatan untuk peka terhadap isyaratisyarat non verbal tersebut. Untuk menentukan tingkat kecemasan dipakai
skor HARS yang telah dianggap baku.
Pengukuran / penilaian derajat kecemasan dilakukan dengan
memakai skala HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale) (Nursalam, 2003).

Anda mungkin juga menyukai