Anda di halaman 1dari 7

Universa Medicina

Januari-Maret 2006, Vol.25 No.1

Tinggi lutut sebagai prediktor dari tinggi badan


pada lanjut usia
Oktavianus Ch. Salim, Rina K. Kusumaratna, Novia I. Sudharma dan Adi Hidayata
Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

ABSTRAK
Pada tahun 2025, Indonesia termasuk negara kelima yang akan memiliki populasi lanjut usia (lansia/berusia
60 tahun ke atas) yang tinggi setelah Cina, India, Amerika Serikat, dan Meksiko. Tinggi dan berat badan digunakan
untuk menentukan status gizi seseorang. Namun, tinggi badan pada lansia seringkali bias akibat kompresi tulang
belakang. Para peneliti telah berusaha mencari parameter lain yang dapat menggantikan tinggi badan. Tinggi lutut
direkomendasi oleh World Health Organization untuk digunakan sebagai prediktor dari tinggi badan pada lansia.
Chumlea et al telah merumuskan sebuah persamaan untuk estimasi tinggi badan pada subjek lansia Kaukasoid
dengan menggunakan tinggi lutut. Namun kemampuan persamaan tersebut untuk memprediksi tinggi badan lansia
pada etnik lain masih perlu dipertanyakan. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan validasi model persamaan
untuk memprediksi tinggi badan menggunakan tinggi lutut yang dirumuskan berdasarkan ras Kaukasoid pada
lansia. Di samping itu penelitian juga bertujuan merumuskan suatu model persamaan untuk memprediksi tinggi
badan lansia berdasarkan tinggi lutut. Untuk lansia di Indonesia Studi potong silang dilakukan dengan mengikut
sertakan 116 lansia perempuan dan 34 laki-laki untuk validasi penggunaan model berdasarkan ras Kaukasoid.
Seratus sembilanpuluhdua lansia perempuan dan 84 laki-laki diikut sertakan untuk merumuskan persamaan baru
untuk lansia di satu kecamatan di Jakarta Selatan. Hasil penelitian menunjukkan tinggi badan lansia perempuan
yang diukur langsung berbeda dengan prediksi tinggi badan berdasarkan ras Kaukasoid, tetapi pada lansia lakilaki tidak berbeda. Model regresi baru telah dirumuskan untuk prediksi tinggi badan lansia menggunakan tinggi
lutut.
Kata kunci : Tinggi badan, tinggi lutut, jenis kelamin, validasi, lanjut usia

Knee height as a predictor for stature in the elderly


ABSTRACT
In the year of 2025, Indonesia will be the one of the five countries with the highest number of the elderly
people in the world after China, India, USA and Mexico. Height and body weight are two anthropometric measures
frequently used to determine nutritional status. Height of an elderly person is not always obtained; it may be
systematically biased due to skeletal compression. Knee height has been recommended by the World Health of
Organization to estimate the stature in the elderly. Chumlea et al had developed equations to estimate the stature
of elderly Caucasian subjects using knee height. However, the ability of such equations to successfully predict
stature in other ethnic groups seems questionable. The purpose of this study was to validate the use of the Caucasian
equations in predicting stature and to develop ethnic-specific regression models for stature in Indonesian elderly.
A cross sectional study was conducted with 116 elderly women and 34 men to validate the use of Caucasian model
equations. One hundred ninety two elderly women and 84 men were included to formulate ethnicity specific equations
in one sub-district in South Jakarta. This study showed that the measured of stature predicted by the Caucasianbased equation were significantly different in elderly women but not in men. New regression models are being
developed to predict the stature of elderly using knee height.
Keywords: Stature, knee height, gender, validation, elderly
Korespondensi : aAdi Hidayat
Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas
Fakultas Kedokteran, Universitas Trisakti
Jl. Kyai Tapa No.260, Grogol Jakarta 11440
Tel. 021-5672731 eks. 2504, Fax. 021-5660706
E-Mail : swear@centrin.net.id

15

Salim, Kusumaratna, Sudharma, dkk

PENDAHULUAN
Di seluruh dunia, populasi penduduk lanjut
usia (lansia) yang berusia 60 tahun ke atas
meningkat lebih cepat dibandingkan kelompok
usia lainnya. Pada tahun 2002, populasi lansia
jumlahnya sekitar 600 juta dan pada tahun 2025
akan meningkat dua kali lipat. (1) Pada tahun
2025, sekitar 80% dari populasi lansia
bertempat tingal di negara berkembang termasuk
Indonesia. (2) Indonesia termasuk negara kelima
yang akan memiliki populasi lansia yang tinggi
setelah Cina, India, Amerika Serikat, dan
Meksiko. Proses ini merupakan tantangan bagi
para perencana program kesehatan, karena pola
penyakit akan bergeser dari penyakit infeksi ke
penyakit degeneratif dan nutrisi.
Tinggi dan berat badan digunakan untuk
mengukur indeks massa tubuh (IMT) yang
diukur berdasarkan rasio berat badan (dalam
kilogram) dan kuadrat tinggi badan (dalam
meter). IMT merupakan ukuran antropometri
yang seringkali digunakan untuk menentukan
status gizi seseorang. Namun, tinggi badan pada
lansia seringkali bias akibat kompresi tulang
belakang. Para peneliti telah berusaha mencari
parameter lain yang dapat menggantikan tinggi
badan. Parameter tersebut harus mudah
dikumpulkan dan tidak banyak menyimpang dari
tinggi badan. (3) Metode yang digunakan untuk
memprediksi tinggi badan harus mencakup
ukuran tubuh yang secara aktual merupakan
bagian dari tinggi badan. Beberapa metode yang
dikenal untuk memprediksi tinggi badan antara
lain mengunakan rentang lengan (arm span), dan
tinggi lutut. (4) Rentang lengan seringkali tidak
menghasilkan prediksi tinggi badan yang akurat
akibat sendi di daerah lengan yang kaku pada
lansia. Tinggi lutut direkomendasi oleh World
Health Organization untuk digunakan sebagai
prediktor dari tinggi badan pada seseorang yang
berusia 60 tahun (lansia). (5) Proses
bertambahnya usia tidak berpengaruh terhadap
16

Tinggi lutut sebagai prediktor tinggi badan lansia

tulang yang panjang seperti lengan dan tungkai,


tetapi sangat berpengaruh terhadap tulang
belakang. (6) Prediksi tinggi badan menggunakan
tinggi lutut pertama kali dilakukan pada sampel
kecil lansia non-Hispanic kulit putih di Ohio,
Amerika Serikat. (7) Kemudian Chumlea et al
melakukan penelitian yang lebih baru dengan
menggunakan sampel yang lebih besar dari
National Health and Nutrition Examination
Survey (NHANES III). Model persamaan yang
dirumuskan hanya spesifik untuk kelompok kulit
putih non-Hispanic, kulit hitam non-Hispanic
dan Meksiko Amerika. (3) Kemampuan model
tersebut untuk memprediksi tinggi badan lansia
pada etnik lain masih dipertanyakan. Meyer et
al(8) menunjukkan bahwa model persamaan yang
dirumuskan oleh Chumlea et al (7) menghasilkan
kesalahan pengukuran tinggi badan bila
diaplikasikan pada lansia Jepang Amerika. The
World Health Organization Expert Committee
on Physical Status menekankan perlunya model
referensi lokal di setiap negara untuk
memprediksi tinggi badan lansia berdasarkan
gender dan usia. (9) Di Indonesia, sampai saat ini
belum diperoleh informasi adanya model
persamaan untuk memprediksi tinggi badan
lansia berdasarkan tinggi lutut.
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan
validasi model persamaan untuk memprediksi
tinggi badan menggunakan tinggi lutut yang
dirumuskan oleh Chumlea et al berdasarkan ras
Kaukasoid pada lansia di Jakarta, Indonesia. Di
samping itu penelitian juga bertujuan
merumuskan suatu model persamaan untuk
memprediksi tinggi badan berdasarkan tinggi
lutut pada lansia di Indonesia.
METODE
Rancangan penelitian
Untuk menjawab masalah dan mencapai
tujuan penelitian digunakan rancangan potong
silang (cross sectional).

Universa Medicina

Sampel penelitian
Subjek peneltian adalah lansia yang
berusia 60 tahun yang memenuhi kriteria
inklusi sebagai berikut: i) tidak menderita
kifosis; ii) mampu berjalan (mobil); dan iii)
bersedia ikut serta dalam penelitian. Lansia
yang mengalami gangguan fisik dan tidak dapat
berdiri tegak tidak diikut sertakan dalam
penelitian. Penelitian dilakukan di satu Pusat
Kesehatan Masyarakat di Jakarta Selatan.
Sebanyak 116 lansia wanita dan 34 lansia lakilaki direkrut untuk validasi model persamaan
yang diperoleh dari ras Kaukasiod. Sedangkan
192 lansia wanita dan 84 lansia laki-laki dipilih
untuk menyusun model persamaan regresi
prediksi tinggi badan berdasarkan usia dan
tinggi lutut. Sebelum pemeriksaan kepada
subyek dijelaskan mengenai tujuan penelitian
dan dimintakan persetujuannya dengan
menanda-tangani formulir persetujuan (inform
consent).

Gambar 1. Alat pengukur tinggi lutut

Vol.25 No.1

Pengumpulan data
Pengukuran antropometrik yang
digunakan adalah tinggi badan dan tinggi lutut.
Tinggi badan diukur menggunakan microtois
dalam cm dengan ketelitian sebesar 0,1 cm dan
subjek berdiri tegak tidak menggunakan alas
kaki. Sedangkan tinggi lutut diukur pada saat
lansia dalam posisi duduk menggunakan alat
terbuat dari kayu berdasarkan pedoman WHO(8)
(Gambar 1). Batang kayu diletakkan paralel
dari tibia sebelah kiri, dan lempeng kayu
sebelah atas diletakkan di atas patela (Gambar
2). Pengukuran dicatat dalam cm dengan
ketelitian 0,1 cm. Pengukuran antropometri
dilakukan sebanyak dua kali dan hasilnya
merupakan rata-rata dari kedua pengukuran
tersebut. Pengumpulan data dilakukan pada
bulan Maret dan April 2005.

Gambar 2. Cara mengukur tinggi lutut pada


lansia
17

Salim, Kusumaratna, Sudharma, dkk

Tinggi lutut sebagai prediktor tinggi badan lansia

Tabel 1. Karakteristik umur, tinggi badan dan tinggi lutut lansia

Analisis data
Data disajikan dalam mean dan standar
deviasi. Tinggi badan lansia yang diprediksi
berdasarkan model persamaan regesi dari
Chumlea et al (7) dibandingkan dengan hasil
pengukuran tinggi badan menggunakan uji-t
pasangan. Model regresi untuk prediksi tinggi
badan berdasarkan tinggi lutut dan usia pada
setiap jenis kelamin adalah: (7)
Laki-laki :
Tinggi badan (cm) =
lutut (cm)} {0,04 x
Perempuan :
Tinggi badan (cm) =
lutut (cm)} {0,24 x

64,19 + 2,03 x {Tinggi


Umur (th)}

badan berdasarkan usia dan tinggi lutut


sebagai variabel bebas. Model persaman
regresi untuk lansia di Jakarta adalah sebagai
berikut :
Tinggi badan (cm) = a + b 1 (Usia ) + b 2 (Tinggi
lutut)
a = intercept, b 1 dan b 2 = koefisien regresi
Semua analisis statistik dilakukan
menggunakan program SPSS versi 12,0 pada
tingkat kemaknaaan sebesar 0,05.
HASIL

84,88 + 1,83 x {Tinggi


Umur (th)}

Analisis regresi ganda digunakan untuk


menyusun model persamaan prediksi tinggi

Subjek penelitian berumur antara 60-80


tahun dan karateristik subjek penelitian baik
untuk validasi maupun pembuatan model
regresi disajikan pada Tabel 1.

Tabel 2. Korelasi Pearson (r) antara tinggi badan, tinggi lutut dan usia
pada lansia laki-laki serta perempuan

*p < 0,01

18

Universa Medicina

Vol.25 No.1

Tabel 3. Estimasi tinggi badan lansia laki-laki dan perempuan


berdasarkan model Chumlea et al (7)

* Bermakna p = 0,002

Ti n g g i b a d a n d a n d a n t i n g g i l u t u t
menunjukkan hubungan yang positif dan baik
secara bermakna pada lansia laki-laki dan
perempuan (masing-masing r = 0,71 dan r =
0,66). Usia berhubungan secara negatif dengan
tinggi badan dan tinggi lutut pada lansia lakilaki yang tidak bermakna. Pada lansia
perempuan usia berhubungan secara positif
dengan tinggi lutut dan negatif dengan tinggi
badan, tetapi hubungan ini tidak bermakna
secara statistik.
Penggunaan model regresi dari Chumlea
et al (1985) untuk prediksi tinggi badan pada
kelompok validasi baik pada lansia laki-laki
maupun perempuan menunjukkan adanya
estimasi yang lebih tinggi. Pada lansia
perempuan menunjukkan perbedaan tinggi
badan yang bermakna sebesar 0,9 cm
(p=0,002). Sedangkan pada lansia laki-laki
perbedaan tinggi badan besarnya 0,3 cm yang
tidak bermakna secara statistik (p = 0,302).
(Tabel 3).

Hasil Tabel 3 di atas menunjukkan model


regresi berdasarkan ras Kaukasoid tidak dapat
diaplikasikan pada lansia di Jakarta, maka
diperlukan membentuk model prediksi tinggi
badan yang baru untuk lansia tersebut. Seratus
sembilanpuluh dua lansia perempuan dan 84
lansia pria digunakan untuk merumuskan model
prediksi tinggi badan. Analisis regresi ganda
dilakukan dengan variabel tinggi badan (cm)
sebagai variabel tergantung dan tinggi lutut
(cm) serta usia (th) sebagai variabel bebas.
(Tabel 4)
Ti n g g i l u t u t d a n u s i a p a d a l a n s i a
perempuan menunjukkan model yang bermakna
untuk menjelaskan variasi tinggi badan sebesar
45% (R 2 = 0,45). Tinggi lutut berpengaruh
lebih besar terhadap prediksi tinggi badan
lansia perempuan dibandingkan usia.
Sedangkan pada lansia laki-laki hanya tinggi
lutut mampu menjelaskan variasi tinggi badan
sebesar 51% (R 2 = 0,51). Usia lansia laki-laki
tidak berpengaruh secara bermakna terhadap
tinggi badan (p = 0,323).

Tabel 4. Model regresi estimasi tinggi badan lansia

* B = koefisien regresi; ** P = tingkat kemaknaan

19

Salim, Kusumaratna, Sudharma, dkk

PEMBAHASAN
Studi ini menunjukan pada sampel untuk
validasi, model regresi untuk prediksi tinggi
badan berdasarkan tinggi lutut dan usia pada
ras Kaukasoid tidak dapat diaplikasikan pada
lansia di Jakarta. Model dari ras Kaukasoid
memprediksi tinggi badan lansia perempuan 0,9
cm lebih tinggi secara bermakna. (Tabel 3)
Hasil penelitian ini tidak berbeda dengan
penelitian yang dilakukan pada lansia
perempuan Cina di Hong Kong, yang
menunjukkan model prediksi dari ras
Kaukasoid memprediksi tinggi badan 1,7 cm
lebih tinggi secara bermakna. (10) Meyer et al (9)
mendapatkan hasil yang sama, model regresi
dari ras Kaukasoid memprediksi tinggi badan
perempuan Jepang-Amerika dewasa lebih tinggi
sebesar 1,7 cm. Model regresi dari ras
Kakasoid juga tidak dapat diaplikasikan pada
lansia Meksiko, karena prediksi tinggi badan
menjadi lebih tinggi. (11) Namun studi pada
lansia yang dirawat di rumah sakit di Perancis
menunjukkan hasil yang berbeda, ternyata
model regresi dari Chumlea berdasarkan ras
Kaukasoid dapat digunakan untuk prediksi
tinggi badan lansia. (12) Pada studi di Perancis
ini lansia merupakan penderita yang dirawat
di rumah sakit, berbeda dengan studistudi
lainnya yang menggunakan sampel lansia yang
tidak memerlukan perawatan di rumah sakit.
Hasil penelitian ini tidak berbeda dengan
studi sebelumnya yang menunjukkan tinggi
lutut merupakan faktor prediktor tinggi badan
terbaik pada lansia laki-laki dan perempuan.
Sedangkan usia juga merupakan faktor
prediktor tinggi badan pada lansia
perempuan. (12-14) Koefisien regresi faktor
prediktor usia yang negatif pada lansia
perempuan konsisten dengan studi sebelumnya.
Hal ini menunjukkan semakin bertambahnya
usia lansia perempuan menyebabkan tinggi
20

Tinggi lutut sebagai prediktor tinggi badan lansia

badan semakin berkurang. Menurunnya tinggi


badan berkaitan dengan bertambahnya usia
lansia telah diteliti menggunakan rancangan
studi longitudinal. Hasil studi ini secara
konsisten menunjukkan penurunan tinggi badan
pada lansia perempuan lebih besar
dibandingkan lansia laki-laki. (15-18) Korelasi
positif yang bermakna antara tinggi lutut dan
tinggi badan pada lansia laki-laki dan
perempuan juga telah dilaporkan oleh beberapa
peneliti lainnya. (8,11,13) Tinggi lutut merupakan
ukuran yang reliabel karena mudah diukur baik
pada posisi tidur maupun duduk, dan tidak
tergantung pada mobilitas seseorang. Tinggi
lutut tidak berkorelasi secara bermakna dengan
usia, hasil penelitian ini konsisten dengan
penelitan yang dilakukan pada lansia di Itali.(19)
Model regresi yang dihasilkan studi ini
menunjukkan pada lansia laki-laki hanya tinggi
lutut yang merupakan faktor prediktor tinggi
badan. Sedangkan pada lansia perempuan
model regresi untuk prediksi tinggi badan
menunjukkan tinggi lutut dan usia merupakan
faktor prediktor tinggi badan. Perbedaan model
regresi antarta lansia laki-laki dan perempuan
konsisten dengan model-model regresi yag
ditemukan pada lansia di Cina, (10) lansia
Hispanic di Timur Laut Amerika Serikat, (13) dan
lansia di Meksiko. (14)
Model regresi yang didapatkan Chumlea
et al (3) menunjukkan tinggi lutut dan usia
sebagai faktor prediktor tinggi badan lansia
laki-laki dan perempuan pada penduduk di
Amerika Serikat kelompok non-Hispanic kulit
putih, non-Hipanic kulit hitam dan MexicanAmerican. Prediktor yang paling penting
adalah jenis kelamin. Perbedaan yang kontras
antara model regresi untuk lansia laki-laki dan
perempuan sangat seragam pada semua
penelitian. Jadi setiap model regresi yang
dibangun harus membedakan prediksi untuk
tinggi badan lansia laki-laki dan perempuan.

Universa Medicina

Vol.25 No.1

KESIMPULAN
Model regresi untuk prediksi tinggi badan
lansia laki-laki dan perempuan yang diperoleh
dari ras Kaukasoid menunjukkan tinggi lutut
berhubungan dengan tinggi badan lansia lakilaki dan perempuan. Usia juga merupakan
faktor prediktor tinggi badan lansia perempuan
tetapi tidak untuk lansia laki-laki. Lansia lakilaki dan perempuan yang mobil di Jakarta harus
menggunakan model regresi yang baru
dirumuskan untuk prediksi tinggi badan. Model
regresi untuk prediksi tinggi badan lansia yang
dirumuskan studi ini perlu diuji lebih lanjut
pada lansia di berbagai wilayah di Indonesia
dengan sampel yang berbeda untuk menentukan
model regresi ini dapat diaplikasikan pada
semua lansia di Indonesia.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

Daftar Pustaka
1.

2.
3.

4.

5.

6.

7.

United Nations Population Division. World


population prospects: the 2002 revision. United
Nations: New York; 2003.
World Health Organization. Active aging: a policy
framework. WHO: Geneva; 2002.
Chumlea WMC, Guo SS, Wholihan K, Cockram
D, Kuczmarski RJ, Johnson CL. Stature prediction
equations for elderly non-Hispanic white, nonHispanic black, and Mexican-American persons
developed from NHANES III data. J Am Diet
Assoc 1998; 98: 137-42.
Reeves SL, Varakim C, Henry CJ. The relationship
between arm-span measurement and height with
special reference to gender and ethnicity. Eur J Clin
Nutri 1997; 50; 398-400.
World Health Organization. Physical status: the
use and interpretation of anthropometri. Report
of WHO Expert Committee. Geneva: World
Health Organization, 1995; 854. World Health
Organization Technical Report Series No 854.
Hurley RS, Bartlett BJ, Witt DD, Thomas A, Taylor
EZ. Comparative evaluation of body composition
in medically stable elderly. J Am Diet Assoc 1997;
97: 1105-9.
Chumlea WC, Roche AF, Steinbaugh MI.
Estimation of stature from knee height for persons

14.

15.

16.

17.

18.

19.

60 to 90 years of age. J Am Geriatr Soc 1985; 33:


116-20.
Meyers SA, Takiguchi S, Yu M. Stature estimated
from knee height in elderly Japanese Americans.
J Am Geriatr Soc 1994; 42: 157-60.
De Onis M, Habicht JP. Anthropometric reference
data for international use: recommendation from
the World Health Organization Expert Committee.
Am J Clin Nutr 1996; 64: 650-8.
Li ETS, Yang EKY, Wong CYM, Lui SSH, Chan
VYN, Dai DLK. Predicting stature from knee
height in Chinese elderly subjects. Asia Pacific J
Clin Nutr 2000; 9: 252-5.
Nunez VMM, Rodriguez MAZ, Sandoval AC,
Munoz EC, Guadarama LAV. Equations for
predicting height for elderly Mexican Americans
are not applicable for elderly Mexicans. Am J Hum
Biol 2002; 14: 351-5.
Ritz P. Validity of measuring knee-height as an
estimate of height in diseased French elderly
persons. J Nutr Health Aging 2004; 8: 386-8.
Bermidez OI, Becker EK, Tucker KL.
Development of sex-specific equations for
estimating stature of frail elderly Hispanic living
in the northeaster United States. Am J Clin Nutr
1999; 69: 992-8.
Palloni A, Guend A. Stature prediction equations
for elderly Hispanics in Latin American countries
by sex and ethnic background. J Gerontol 2005;
60A: 804-11.
SENECA Investigators. Longitudinal changes in
anthropometric characteristics of elderly
Europeans. Eur J Clin Nutr 1996; 50 (Suppl): S915.
Pini R, Tonon E, Cavallini MC, Bencini F, Di Bari
M, Giuli M, et al. Accuracy of equations for
predicting stature from knee height, and
assessment of statural loss in older Italian
population. J Gerontol 2001; 56: B3-B7
Dey DK, Rothenberg E, Sundh V, Busacus I, Steen
B. Height and body weight in the elderly: a 25year longitudinal study of population aged 70 to
95 years. Eur J Clin Nutr 1999; 53: 905-14.
Meadows JL, Jantz RL. Secular change in long
bone length and proportion in the United States,
1800 -1970. Am J Physic Anthropol 1999; 110:
57-67.
Perissinotto E, Pisent C, Sergi G, Grigoletto F, Enzi
G for the ILSA Working Group. Anthropometric
measurements in the elderly: age and gender
differences. Br J Nutr 2002; 87: 177-86.

21

Anda mungkin juga menyukai