Anda di halaman 1dari 13

TUGAS MATA KULIAH

ANALISIS KEBIJAKAN PENDIDIKAN

Oleh
Edi Purnomo
NIM. 137996013

PROGRAM PASCA SARJANA TEKNOLOGI PENDIDIKAN


UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2014
0

ANALISIS KEBIJAKAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

A. Pendahuluan
Dalam meng hadapi tantangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, sangat
penting melakukan upaya yang serius dalam bidang pendidikan. Oleh karena pentingnya
masalah pendidikan, perlu diatur regulasi dengan menggunakan aturan baku mengenai
pendidikan tersebut yang dipayungi oleh sistem pendidikan nasional. Sistem pendidikan
nasional adalah satu keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan kegiatan
pendidikan yang berkaitan satu dengan lainnya untuk mengusahakan tercapainya tujuan
pendidikan nasional.
Upaya pemerintah untuk menghadapi tantangan tersebut adalah dengan
peningkatan mutu masyarakat Indonesia melalui perbaikan pendidikan. Jalur pendidikan
yang ditempuh dapat berupa pendidikan formal (sekolah) maupun pendidikan non formal
(pendidikan luar sekolah). Pendidikan non formal merupakan jalur pendidikan luar
sekolah yang dalam sisdiknas disebut dengan pendidikan yang bersifat kemasyarakatan
yang diselenggarakan di luar sekolah yang dapat memberikan kemungkinan pada
perkembangan sosial, kultural, bahasa dan kesenian, keagamaan, dan keterampilan yang
dapat dimanfaatkan oleh anggota masyarakat untuk mengembangkan diri dan
membangun masyarakat.
Pendidikan luar sekolah ( PLS) sebenarnya bukanlah barang baru dalam khasanah
budaya dan peradaban manusia. Pendidikan luar sekolah telah hidup dan menyatu di
dalam kehidupan setiap masyarakat jauh sebelum muncul dan memasyarakatnya sistem
persekolahan. PLS mempunyai bentuk dan pelaksanaan yang berbeda dengan sistem
yang sudah ada di pendidikan persekolahan. PLS timbul dari konsep pendidikan seumur
hidup, dimana kebutuhan akan pendidikan tidak hanya pada pendidikan persekolahan
/pendidikan formal saja. PLS pelaksanaannya lebih ditekankan kepada pemberian
keahlian dan keterampilan dalam suatu bidang tertentu.
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) secara ringkas dapat diartikan sebagai segala kegiatan
pendidikan yang berlangsung di luar sistem persekolahan. Pendidikan tidak hanya
berlangsung di sekolah, melainkan juga di dalam keluarga dan di tengah kehidupan
masyarakat luas seperti di lembaga pendidikan, di tempat kerja, di tengah pergaulan, dan
di tempat-tempat lain yang tidak disengaja untuk pendidikan. Pendidikan di sekolah
cenderung disebut sebagai pendidikan formal, pendidikan di keluarga sering disebut
1

pendidikan informal, dan pendidikan di tengah masyarakat sering disebut sebagai


pendidikan nonformal. Penyebutan ini sebetulnya lebih menunjuk ke segi wilayah atau
lokasi, sedangkan dari segi proses di dalam lingkungan sekolahpun sebetulnya juga
terdapat pendidikan non formal dan pendidikan informal.
Pendapat para pakar pendidikan luar sekolah mengenai definisi PLS cukup
bervariasi. Philip H.Coombs berpendapat bahwa pendidikan luar sekolah adalah semua
kegiatan pendidikan yang terorganisasi, sistematis dan dilaksanakan di luar sistem
pendidikan formal, yang menghasilkan tipe-tipe belajar yang dikehendaki oleh kelompok
orang dewasa maupun anak-anak.
Russel Kleis, dalam bukunya Non-formal Education mengemukakan bahwa
pendidikan luar sekolah adalah usaha pendidikan yang dilakukan secara sengaja dan
sistematis. Biasanya pendidikan ini berbeda dengan pendidikan tradisional terutama yang
menyangkut waktu, materi, isi dan media. Pendidikan luar sekolah dilaksanakan dengan
sukarela dan selektif sesuai dengan keinginan serta kebutuhan peserta didik yang ingin
belajar dengan sungguh-sungguh.
Axinn mengemukakan bahwa pendidikan luar sekolah merupakan kegiatan yang
ditandai dengan kesengajaan dari kedua belah pihak, yaitu pendidik yang sengaja
membelajarkan peserta didik, dan peserta didik yang sengaja untuk belajar.
Suzanna Kindervatter mengemukakan definisi pendidikan luar sekolah sebagai
berikut: pendidikan luar sekolah sebagai suatu metoda penerapan kebutuhan, minat orang
dewasa dan pemuda putus sekolah di negara berkembang, membantu dan memotivasi
mereka untuk mendapatkan keterampilan guna menyesuaikan pola tingkah laku dan
aktivitas yang akan meningkatkan produktivitas dan meningkatkan standar hidup.
Suzanna Kindervatter mengusulkan pendidikan pendidikan luar sekolah sebagai
"empowering process. Empowering process adalah pendekatan yang bertujuan untuk
memberikan pengertian dan kesadaran kepada seseorang atau kelompok guna memahami
dan mengontrol kekuatan sosial ekonomi dan politik sehingga dapat memperbaiki
kedudukannya dalam masyarakat. Program pembelajaran dalam empowering process
dirancang untuk memberi kesempatan kepada para anak putus sekolah, dengan
menganalisis keadaan kehidupan mereka guna, mengembangkan keterampilan yang
dikehendaki agar dapat merubah keadaan kehidupan mereka.

Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 73 tahun 1991, pendidikan luar sekolah


adalah pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah baik dilembagakan maupun
tidak.
Pendidikan luar sekolah bertujuan untuk:
1. Melayani warga belajar supaya dapat tumbuh dan berkembang sedini mungkin dan
sepanjang hayatnya guna meningkatkan martabat dan mutu kehidupannya;
2. Membina warga belajar agar memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental
yang diperlukan untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah, atau
melanjutkan ke tingkat dan/atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
3. Memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dapat dipenuhi dalam jalur
pendidikan sekolah.
Pembinaan dan pengembangan PLS dipandang relevan untuk bisa saling isimengisi atau topang menopang dengan sistem persekolahan, agar setiap insan bisa
menyesuaikan hidupnya sesuai dengan perkembangan zaman. Pendidikan luar sekolah
kita kenal dengan pendidikan informal atau nonformal.
Dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional
disebutkan jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal
yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.
Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan
berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Hasil pendidikan informal diakui sama
dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan
standar nasional pendidikan.
Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan
penekanan

pada

penguasaan

pengetahuan

dan

keterampilan

fungsional

serta

pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Pendidikan nonformal meliputi


pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan,
pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan
dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik.
Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan,
kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM), dan majelis taklim, serta
satuan pendidikan yang sejenis. Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat
yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk
mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Hasil pendidikan nonformal dapat
3

dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian
penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah atau pemerintah daerah dengan
mengacu pada standar nasional pendidikan.
Pendidikan

kesetaraan

adalah

program

pendidikan

nonformal

yang

menyelenggarakan pendidikan umum setara SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA yang


mencakup program kejar paket A, kejar paket B, dan kejar paket C. Kejar atau kelompok
belajar adalah pendidikan masyarakat formal yang difasilitasi pemerintah yang
belajarnya tidak melalui jalur sekolah. Program ini ditujukan bagi peserta didik yang
berasal dari masyarakat yang kurang beruntung, tidak sekolah, putus sekolah, serta usia
produktif yang ingin meningkatkan pengetahuan dan kecakapan hidup, dan warga
masyarakat yang memerlukan layanan khusus dalam memenuhi kebutuhan belajarnya
sebagai dampak perubahan peningkatan taraf hidup, ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pendidikan kesetaraan sebagai salah satu bentuk layanan pendidikan nonformal
diharapkan dapat berkontribusi lebih banyak terutama dalam mendukung suksesnya
program wajar Dikdas 9 tahun yang dicanangkan pemerintah sejak tahun 1994 yakni
melalui penyelenggaraan program pendidikan kejar paket A, kejar paket B, da kejar
paket C.
Pendidikan kesetaraan pada hakekatnya bertujuan memberikan kesempatan
kepada warga masyarakat untuk mengikuti pendidikan dasar dan menengah yang
bermutu dan relevan dengan kebutuhan peserta didik yang tidak memiliki kesempatan
belajar pada pendidikan formal.
Program Paket A adalah program pendidikan pada jalur nonformal setara dengan
SD/MI bagi siapapun yang terkendala ke pendidikan formal atau memilih pendidikan
kesetaraan untuk ketuntasan pendidikan. Pemegang ijazah program paket A memiliki hak
eligibiltas (hak memperoleh hasil dan kesempatan belajar) yang sama dengan
pemegang ijazah SD/MI.
Program peket B adalah program pendidikan pada jalur nonformal setara dengan
SMP/MTs bagi siapapun yang terkendala ke pendidikan formal atau memilih pendidikan
kesetaraan untuk ketuntasan pendidikan. Pemegang ijazah program paket B mempunyai
hak eligibilitas yang sama dengan pemegang ijazah SMP/MTs.
Program paket C adalah program pendidikan pada jalur nonformal setara dengan
SMA/MA bagi siapapun yang terkendala ke pendidikan atau memilih pendidikan

kesetaraan untuk ketuntasan pendidikan. Pemegang ijazah program paket C memiliki hal
eligibilitas yang sama dengan pemegang ijazah SMA/MA.
B. Dasar Kebijakan
Dasar-dasar kebijakan untuk pendidikan pendidikan luar sekolah (nonformal)
program kesetaraan Kejar paket A, B, dan C tertuang pada:
1. Undang-Undang Dasar 1945
Dasar pijakan pertama kejar paket adalah Undang-Undang Dasar 1945, yaitu pada
pasal 28B ayat 1 Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan
kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan mendapatkan manfaat dari
ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas
hidupnya demi kesejahteraan umat manusia.
2. Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003
Undang-Undang RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, pasal 5 ayat 1 dan 5. Ayati 1 bahwa setiap warga negara mempunyai hak
yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Sedangkan pada ayat 5
Setiap warga negara berhak mendapatkan kesempatan meningkatkan pendidikan
sepanjang hayat, Dalam UU nomor 20 tahun 2003 dijelaskan dengan pasal 13 ayat
(1) jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal nonformal, dan informal yang
dapat saling melengkapi dan memperkaya. Diperkuat lagi dengan pasal 17, ayat 2
pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau
bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah
Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat. Namun pada pasal di atas masih
menjelaskan mengenai sekola dasar dan sekolah menengah pertama, belum
menjelaskan pendidikan sekolah menengah atas. Sedangkan mengenai pendidikan
menengah atas dan penggantinya dijelaskan dengan pasal 18 ayat 3 Pendidikan
menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA),
sekolah menengah kejuruan (SMK) dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau
bentuk lain yang sederajat. Kemudian pada pasal 17 dan 18 tersebut dijelaskan dalam
penjelasan pasal 17 dan pasal 18 menyatakan bahwa pendidikan yang sederajat
dengan SD/MI adalah program paket A dan yang sederajat dengan SMP/MTs adalah
program paket B, sedangkan pendidikan yang sederajat dengan SMA/MA adalah
program paket C.
Kalau pasal di atas menjelaskan tentang pendidikan formal pasal yang
menjelaskan pendidikan non formal adalah pasal 26 ayat 1,2, dan 6.1) Pendidikan
nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan
5

pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan atau pelengkap


pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.2)
pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan
penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta
pengembangan sikap dan kepribadian profesional. 6) Hasil pendidikan nonformal
dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses
penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah atau pemerintah
daerah dengan mengacu pada standar nasional penilaian. Setiap peserta didik yang
lulus ujian paket A, paket B, paket C mempunyai hak eligibilitas yang sama dengan
pemegang ijasah SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA untuk mendaftar pada satuan
pendidikan yang lebih tinggi.
Berdasar keterangan pada pasal tersebut, pada dasarnya pendidikan
nonformal dan pendidikan formal disamakan statusnya dengan pendidikan formal.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar

Nasional

Pendidikan pada pasal 1 ayat3 menjelaskan, pendidikan non formal adalah jalur
pendidikan luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan
berjenjang.

Kemudian dijabarkan dengan pasal 5 s.d. 16 tentang standar isi

pendidikan dasar dan menengah, dan implementasinya dijabarkan pada pasal 25 s.d.
27 tentang standar kompeteensi lulusan.
4. Peraturan menteri Pendidikan Nasional RI nomor 14 tahun 2007
Peraturan menteri Pendidikan Nasional RI nomor 14 tahun 2007 tentang
standar isi untuk program paket A, program paket B, dan program paket C yang
mencakup; beban belajar dan struktur kurikulum, kurikulum tingkat satuan
pendidikan dan kalender pendidikan.
5. Peraturan menteri Pendidikan Nasional RI nomor 23 tahun 2006
Tentang standar kompetensi lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan
menengah menegaskan beberapa poin penting sebagai berikut: Standar Kompetensi
Lulusan Satuan Pendidikan (SKL-SP) dikembangkan berdasarkan tujuan setiap
satuan pendidikan, yakni a) pendidikan dasar yang meliputi SD/MI/SDLB/Paket A
dan

SMP/MTs/SMPLB/Paket

bertujuan:

meletakkan

dasar

kecerdasan,

pengetahuan, kepribadian, akhak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan
mengikuti program lebih lanjut. b) Pendidikan Menegah yang terdiri atas
SMA/MA/SMALB/Paket C bertujuan meningkatkan kecerdasan, pengetahuan,
6

kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikiti
pendidikan lebih lanjut.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 2000
Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 2000 tentang tenaga kependidikan
pada pasal 20 ayat 2 menjelaskan bahwa tenaga kependidikan yang ditugaskan untuk
bekerja sebagai pengelola satuan pendidikan dan pemilik dijalur pendidikan luar
sekolah pada dasarnya dipilih dari kalangan tenaga pendidik. Jadi yang namanya
tenaga kependidikan yang bertugas di sistem kejar paket juga dipilih dari kalangan
pendidik.
C. Permasalahan Pendidikan Kesetaraan
Pendidikan nonformal berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap
pendidikan formal dalam mendukung pendidikan sepanjang hayat (long live education),
Maka pelaksanaan jalur pendidikan nonformal dapat menggantikan pendidikan formal
dalam perluasan akses pendidikan dasar dan menengah. Selain itu pendidikan nonformal
juga berfungsi untuk mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada
penguasaaan pengetahuan, keterampilan fungsional, dan pengembangan sikap serta
kepribadian profesional. Sehingga pendidikan kesetaraan dihargai setara dengan
pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan. Namun kesan yang
muncul dari persepsi di masyarakat tetap memandang rendah lulusan pendidikan
kesetaraan.
Standar isi untuk pendidikan kesetaraan terdiri dari sejumlah mata pelajaran
yang sama dengan standar isi untuk pendidikan formal untuk kepentingan ujian
penyetaraan tingkat nasional dan sejumlah mata pelajaran yang menekankan pada
penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional, dan pengembangan sikap serta
kepribadian profesional maka pertanyaan yang muncul adalah bagaimana mungkin
pendidikan kesetaraan dapat memenuhi tuntutan PP No. 19 tahun 2005 jika proses dan
sarana pembelajaran pada paket A dan paket B tidak sama dengan SD dan SMP pada
umumnya? Hal ini menunjukkan aturan yang dibuat tidak sesuai dengan kondisi riil di
lapangan.
Kondisi sarana dan prasarana belajar kejar paket kurang memadahi. Pelaksanaan
pembelajaran kejar paket biasanya dilaksanakan di balai desa, panti belajar, pinjam
gedung sekolah, atau di rumah tutor dengan kondisi seadanya. Belum lagi sarana belajar
lain semisal perpustakaan, media pendidikan IT, apalagi laboraturium sangat mungkin
tidak ada. Hal ini karena keterbatasan pengelola (masyarakat) dalam penyelenggaraan
kejar paket.
7

Mengingat hal tersebut, masih relevankan kebijakan tentang pelaksanaan


pendidikan luar sekolah kesetaraan diterapkan pada saat ini? Sebab jika kebijakan
tentang pendidikan kesetaraan dipaksakan diterapkan dengan kondisi dilapangan yang
kurang optimal hasilnya tidak sesuai harapan.
D. Analisa
Meskipun masih banyak problematika pelaksanaan kejar paket, namun program
kejar paket merupakan salah satu program yang sangat strategis untuk dapat membantu
permasalahan pendidikan saat ini. Sampai saat ini program kejar paket juga masih
banyak diminati masyarakat untuk mendapatkan ijazah kesetaraan.
Program Pendidikan Kesetaraan menempati posisi strategis untuk mengatasi
paling tidak tiga tantangan. Pertama, membantu penuntasan program Wajar 9 Tahun,
dengan menarik kembali anak-anak putus sekolah di pendidikan dasar dan mengajak
anak-anak yang tidak/ belum bersekolah karena miskin, untuk mengikuti program
kesetaraan Paket A dan Paket B. Kedua, memberikan dorongan dan bantuan kepada
anak-anak lulusan pendidikan dasar kembali anak-anak yang putus sekolah di pendidikan
menengah, untuk mengikuti program kesetaraan Paket C. Ketiga, memberikan muatan
pendidikan kecakapan hidup dan keterampilan praktis yang relevan dan dibutuhkan oleh
dunia kerja, dan kemampuan merintis dan mengembangkan.
Jika ditinjau lebih jauh ada beberapa kekuatan, kelemahan, peluang, dan
ancaman dalam pelaksanaan program kejar paket saat ini.
1. Kekuatan (Strenght)
a. Kejar paket merupakan salah satu usaha untuk menyukseskan sitem pendidikan
nasional (wajib belajar 9 tahun)
b. Banyak warga yang berminat megikuti kejar paket, terutama yang belum lulus
pendidikan dasar.
c. Terdapat banyak instansi yang menyelenggarakan program kejar paket.
d. Dana yang digunakan untuk pelaksanaan program kejar paket cukup besar.
e. Pemegang ijazah program paket memiliki hal eligibilitas yang sama dengan
pemegang ijazah pendidikan formal.
2. Kelemahan (Weaknesses)
a. Berlakunya ijazah program kejar paket dengan program sekolah reguler yang
tidak sama, dalam arti lulusan program kejar paket selalu menjadi yang nomor
dua.
b. Sistem managemen dan birokrasi program kejar paket masih kurang tertata
dengan baik.

c. Tidak ada seleksi ketat bagi calon peserta program paket sehingga input yang
masuk hanya seadanya.
d. Standart sarana dan prasarana untuk penunjang progran kejar paket yang ada
dilapangan masih kurang.
3. Peluang (Opportunities)
a. Penyamaan standar keberlakuan ijazah program kejar paket dengan ijazah
program pendidikan reguler.
b. Lulusan kejar paket ada yang sudah masuk ke perguruan tinggi dan sukses dalam
berkarir.
c. Adanya lulusan program kejar paket yang sudah siap kerja sehingga peluang
untuk mencari peserta baru cukup besar.
4. Ancaman (Threats)
a. Program kejar paket rata-rata terancam ditutup karena hasil pembelajarannya
kurang signifikan.
b. Program kejar paket banyak mendapat sorotan dari lembaga pendidikan formal
karena sistem pendidikannya yang cukup mudah dan tidak memberatkan siswa.
c. Lulusan pendidikan program kejar paket tidak mampu untuk menguasai teknologi
bahkan materi yang disampaikan tidak dikuasai dengan sempurna.

E. Rekomendasi
Dari hasil analisis tersebut ada beberapa rekomendasi yang dapat diterapkan
untuk peningkatan program kejar paket sebagai bentuk akses pendidikan yang bermutu
seperti yang amanatkan renstra kementerian pendidikan dan kebudayaan, antara lain:
1. Perlu dikaji lebih lanjut standar pendidikan kesetaraan berbeda dengan pendidikan
formal.
Berbagai problematika dalam pendidikan tentunya harus diselesaikan dengan
segera dan secara mendasar dan menyeluruh. Jika tetap mengacu pengertian
kesetaraan yang tercantum pada UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 pasal 26 ayat (6)
maka akan sangat sulit dan hampir tidak mungkin dicapai oleh program kesetaraan.
Oleh sebab itu perlu ditinjau kembali tentang pengertian kesetaraan ini. Ukuran
setara harusnya berbeda-beda tidak sama dengan pendidikan formal.
2. Memadukan pendidikan kesetaraan dengan sekolah formal.
Sistem sekolah induk (foster system) sebuah strategi yang sama yang
digunakan untuk pendidikan terbuka (SMP terbuka) hendaknya dijadikan sebagai
9

syarat sebelum dana pendidikan didistribusikan ke masing-masing PKBM. PKBM


tidak perlu berfungsi secara terpisah, tetapi menjadi bagian dari sistem tatakelola
berbasis sekolah yang di dorong oleh kementerian. Pengintegrasian kembali anak
yang berada diluar sekolah (PLS) ke dalam sistem pendidikan formal juga hendaknya
diarusutamakan di dalam kerangka kerja penjaminan mutu dari kementerian dan
memotifasi kepala sekolah agar menerima kembali anak-anak yang sebelumnya
putus sekolah.
3. Memperbaiki sistem pendidikan kesetaraan seperti pendidikan formal.
Pendidikan kesetaraan baik itu progran kejar paket A, paket B, dan Paket C
merupakan pendidikan formalnya pendidikan luar sekolah (PLS). Pada dasarnya
pendidikan kesetaraan mempunyai standar yang sama dengan pendidikan formal,
yang meliputi: Standar Isi,

Standar Proses Pembelajaran, Standar Kompetensi

Lulusan, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar Sarana dan Prasarana,
Standar Pengelolaan, Standar Pembiayaan, Standar Penilaian pendidikan ( PP No.19
TH.2005 ).
Pendidikan kesetaranan mempunyai fungsi Subtitute dari pendidikan sekolah.
Artinya, bahwa pendidikan luar sekolah dapat menggantikan pendidikan jalur
sekolah yang karena beberapa hal masyarakat tidak dapat mengikuti pendidikan di
jalur persekolahan (formal). Yang membedakan pendidikan kesetaraan yang berada di
bawah bendera pendidikan luar sekolah adalah fleksibilitas penyelenggaraan
pendidikan menyesuaikan dengan peserta didik.
Kebijakan tentang ini sebenarnya telah dilaksanakan pada jenjang pendidikan
PAUD. Berdasarkan Permendiknas no. 58 tahun 2009 bahwa PAUD terdapat dua jalur
yaitu PAUD formal dan PAUD nonformal. Kebijakan ini dapat diterapkan pada
pendidikan kesetaraan agar problematikan dari pendidikan kesetaraan dapat lebih
diminimalisir. Sebenarnya ini sejalan dengan
F. Kesimpulan
Pendidikan kesetaraan dirancang untuk memberikan alternatif pendidikan
bagi anak dan pemuda putus sekolah dan mempersiapkan mereka untuk jenjang
pendidikan lebih lanjut atau untuk memasuki pasar kerja. Seperti halnya dinyataka pada
Rencana Strategis Pendidikan 2010 -1014, pemerintah indonesia memiliki tangung jawab
dan tantangan yang cukup sulit untuk meningkatkan model berbasis kemasyarakatan
untuk pendidikan kesetaraan.
10

Meningkatkan pendidikan kesetaraan dengan mengaitkan pada sistem


pendidikan

pendidikan

formal

dan

kemampuan

untuk

memberikan

peyanan

pembelajaran yang bermutu sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja akan sangat
membatu dalam mencapai tujuan dari pendidikan kesetaraan Hal ini tentunya juga dapat
berkontribusi untuk meningkatkan pendidikan yang setara dan berkualitas bagi seluruh
rakyat Indonesia.

Daftar Pustaka
1. Baedhowi, 2009. Kebijakan Otonomi Daerah Bidang Pendidikan, Konsep Dasar dan
Implementasi, Semarang: Penerbit Pelita Insani.
2.

Darmaningtyas. 2004. Pendidikan Yang Memiskinkan. Yogyakarta: Galang Press

3. Dunn, W. D. 1998. Pengantar analisis kebijakan publik. Edisi Kedua. Penerjemah: Drs.
Samodra Wibawa, MA, dkk. Penyunting: Dr. Muhadjir Darwin, MPSA, Yogyakarta:
Gajah Mada University Press
4. Grindle, M.S. 1980. Politics and Policy Implementation in The Third World, New Jersey :
Princetown University Press.
5. Illich, Ivan 1999 . Desscoling Society. Cuernavaca, Mexico: CIDOC
6. Paulo Freire .1984. Pendidikan sebagai Praktek Pembebasan, Jakata: Gramedia.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
8. Peraturan menteri Pendidikan Nasional RI nomor 14 tahun 2007 tentang standar isi untuk
program paket A, program paket B, dan program paket C.
9. Peraturan menteri Pendidikan Nasional RI nomor 23 tahun 2006 Tentang standar
kompetensi lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah
10. Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 2000 tentang tenaga kependidikan
11. Peraturan Pemerintah RI nomor 73 tahun 1991, pendidikan luar sekolah
12. Tilaar, HAR, 2006. Standarisasi Pendidikan Nasional Suatu Ti njauan Kritis, Jakarta:
Rineka Cipta.
13. Undang-Undang RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

11

14. Walter Feinberg dan Jonas F.Soltis.1985. School and Society, New York: Teacher
College Press Columbia University.

12

Anda mungkin juga menyukai