Oleh
Edi Purnomo
NIM. 137996013
A. Pendahuluan
Dalam meng hadapi tantangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, sangat
penting melakukan upaya yang serius dalam bidang pendidikan. Oleh karena pentingnya
masalah pendidikan, perlu diatur regulasi dengan menggunakan aturan baku mengenai
pendidikan tersebut yang dipayungi oleh sistem pendidikan nasional. Sistem pendidikan
nasional adalah satu keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan kegiatan
pendidikan yang berkaitan satu dengan lainnya untuk mengusahakan tercapainya tujuan
pendidikan nasional.
Upaya pemerintah untuk menghadapi tantangan tersebut adalah dengan
peningkatan mutu masyarakat Indonesia melalui perbaikan pendidikan. Jalur pendidikan
yang ditempuh dapat berupa pendidikan formal (sekolah) maupun pendidikan non formal
(pendidikan luar sekolah). Pendidikan non formal merupakan jalur pendidikan luar
sekolah yang dalam sisdiknas disebut dengan pendidikan yang bersifat kemasyarakatan
yang diselenggarakan di luar sekolah yang dapat memberikan kemungkinan pada
perkembangan sosial, kultural, bahasa dan kesenian, keagamaan, dan keterampilan yang
dapat dimanfaatkan oleh anggota masyarakat untuk mengembangkan diri dan
membangun masyarakat.
Pendidikan luar sekolah ( PLS) sebenarnya bukanlah barang baru dalam khasanah
budaya dan peradaban manusia. Pendidikan luar sekolah telah hidup dan menyatu di
dalam kehidupan setiap masyarakat jauh sebelum muncul dan memasyarakatnya sistem
persekolahan. PLS mempunyai bentuk dan pelaksanaan yang berbeda dengan sistem
yang sudah ada di pendidikan persekolahan. PLS timbul dari konsep pendidikan seumur
hidup, dimana kebutuhan akan pendidikan tidak hanya pada pendidikan persekolahan
/pendidikan formal saja. PLS pelaksanaannya lebih ditekankan kepada pemberian
keahlian dan keterampilan dalam suatu bidang tertentu.
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) secara ringkas dapat diartikan sebagai segala kegiatan
pendidikan yang berlangsung di luar sistem persekolahan. Pendidikan tidak hanya
berlangsung di sekolah, melainkan juga di dalam keluarga dan di tengah kehidupan
masyarakat luas seperti di lembaga pendidikan, di tempat kerja, di tengah pergaulan, dan
di tempat-tempat lain yang tidak disengaja untuk pendidikan. Pendidikan di sekolah
cenderung disebut sebagai pendidikan formal, pendidikan di keluarga sering disebut
1
pada
penguasaan
pengetahuan
dan
keterampilan
fungsional
serta
dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian
penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah atau pemerintah daerah dengan
mengacu pada standar nasional pendidikan.
Pendidikan
kesetaraan
adalah
program
pendidikan
nonformal
yang
kesetaraan untuk ketuntasan pendidikan. Pemegang ijazah program paket C memiliki hal
eligibilitas yang sama dengan pemegang ijazah SMA/MA.
B. Dasar Kebijakan
Dasar-dasar kebijakan untuk pendidikan pendidikan luar sekolah (nonformal)
program kesetaraan Kejar paket A, B, dan C tertuang pada:
1. Undang-Undang Dasar 1945
Dasar pijakan pertama kejar paket adalah Undang-Undang Dasar 1945, yaitu pada
pasal 28B ayat 1 Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan
kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan mendapatkan manfaat dari
ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas
hidupnya demi kesejahteraan umat manusia.
2. Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003
Undang-Undang RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, pasal 5 ayat 1 dan 5. Ayati 1 bahwa setiap warga negara mempunyai hak
yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Sedangkan pada ayat 5
Setiap warga negara berhak mendapatkan kesempatan meningkatkan pendidikan
sepanjang hayat, Dalam UU nomor 20 tahun 2003 dijelaskan dengan pasal 13 ayat
(1) jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal nonformal, dan informal yang
dapat saling melengkapi dan memperkaya. Diperkuat lagi dengan pasal 17, ayat 2
pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau
bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah
Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat. Namun pada pasal di atas masih
menjelaskan mengenai sekola dasar dan sekolah menengah pertama, belum
menjelaskan pendidikan sekolah menengah atas. Sedangkan mengenai pendidikan
menengah atas dan penggantinya dijelaskan dengan pasal 18 ayat 3 Pendidikan
menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA),
sekolah menengah kejuruan (SMK) dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau
bentuk lain yang sederajat. Kemudian pada pasal 17 dan 18 tersebut dijelaskan dalam
penjelasan pasal 17 dan pasal 18 menyatakan bahwa pendidikan yang sederajat
dengan SD/MI adalah program paket A dan yang sederajat dengan SMP/MTs adalah
program paket B, sedangkan pendidikan yang sederajat dengan SMA/MA adalah
program paket C.
Kalau pasal di atas menjelaskan tentang pendidikan formal pasal yang
menjelaskan pendidikan non formal adalah pasal 26 ayat 1,2, dan 6.1) Pendidikan
nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan
5
Nasional
Pendidikan pada pasal 1 ayat3 menjelaskan, pendidikan non formal adalah jalur
pendidikan luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan
berjenjang.
pendidikan dasar dan menengah, dan implementasinya dijabarkan pada pasal 25 s.d.
27 tentang standar kompeteensi lulusan.
4. Peraturan menteri Pendidikan Nasional RI nomor 14 tahun 2007
Peraturan menteri Pendidikan Nasional RI nomor 14 tahun 2007 tentang
standar isi untuk program paket A, program paket B, dan program paket C yang
mencakup; beban belajar dan struktur kurikulum, kurikulum tingkat satuan
pendidikan dan kalender pendidikan.
5. Peraturan menteri Pendidikan Nasional RI nomor 23 tahun 2006
Tentang standar kompetensi lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan
menengah menegaskan beberapa poin penting sebagai berikut: Standar Kompetensi
Lulusan Satuan Pendidikan (SKL-SP) dikembangkan berdasarkan tujuan setiap
satuan pendidikan, yakni a) pendidikan dasar yang meliputi SD/MI/SDLB/Paket A
dan
SMP/MTs/SMPLB/Paket
bertujuan:
meletakkan
dasar
kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan
mengikuti program lebih lanjut. b) Pendidikan Menegah yang terdiri atas
SMA/MA/SMALB/Paket C bertujuan meningkatkan kecerdasan, pengetahuan,
6
kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikiti
pendidikan lebih lanjut.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 2000
Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 2000 tentang tenaga kependidikan
pada pasal 20 ayat 2 menjelaskan bahwa tenaga kependidikan yang ditugaskan untuk
bekerja sebagai pengelola satuan pendidikan dan pemilik dijalur pendidikan luar
sekolah pada dasarnya dipilih dari kalangan tenaga pendidik. Jadi yang namanya
tenaga kependidikan yang bertugas di sistem kejar paket juga dipilih dari kalangan
pendidik.
C. Permasalahan Pendidikan Kesetaraan
Pendidikan nonformal berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap
pendidikan formal dalam mendukung pendidikan sepanjang hayat (long live education),
Maka pelaksanaan jalur pendidikan nonformal dapat menggantikan pendidikan formal
dalam perluasan akses pendidikan dasar dan menengah. Selain itu pendidikan nonformal
juga berfungsi untuk mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada
penguasaaan pengetahuan, keterampilan fungsional, dan pengembangan sikap serta
kepribadian profesional. Sehingga pendidikan kesetaraan dihargai setara dengan
pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan. Namun kesan yang
muncul dari persepsi di masyarakat tetap memandang rendah lulusan pendidikan
kesetaraan.
Standar isi untuk pendidikan kesetaraan terdiri dari sejumlah mata pelajaran
yang sama dengan standar isi untuk pendidikan formal untuk kepentingan ujian
penyetaraan tingkat nasional dan sejumlah mata pelajaran yang menekankan pada
penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional, dan pengembangan sikap serta
kepribadian profesional maka pertanyaan yang muncul adalah bagaimana mungkin
pendidikan kesetaraan dapat memenuhi tuntutan PP No. 19 tahun 2005 jika proses dan
sarana pembelajaran pada paket A dan paket B tidak sama dengan SD dan SMP pada
umumnya? Hal ini menunjukkan aturan yang dibuat tidak sesuai dengan kondisi riil di
lapangan.
Kondisi sarana dan prasarana belajar kejar paket kurang memadahi. Pelaksanaan
pembelajaran kejar paket biasanya dilaksanakan di balai desa, panti belajar, pinjam
gedung sekolah, atau di rumah tutor dengan kondisi seadanya. Belum lagi sarana belajar
lain semisal perpustakaan, media pendidikan IT, apalagi laboraturium sangat mungkin
tidak ada. Hal ini karena keterbatasan pengelola (masyarakat) dalam penyelenggaraan
kejar paket.
7
c. Tidak ada seleksi ketat bagi calon peserta program paket sehingga input yang
masuk hanya seadanya.
d. Standart sarana dan prasarana untuk penunjang progran kejar paket yang ada
dilapangan masih kurang.
3. Peluang (Opportunities)
a. Penyamaan standar keberlakuan ijazah program kejar paket dengan ijazah
program pendidikan reguler.
b. Lulusan kejar paket ada yang sudah masuk ke perguruan tinggi dan sukses dalam
berkarir.
c. Adanya lulusan program kejar paket yang sudah siap kerja sehingga peluang
untuk mencari peserta baru cukup besar.
4. Ancaman (Threats)
a. Program kejar paket rata-rata terancam ditutup karena hasil pembelajarannya
kurang signifikan.
b. Program kejar paket banyak mendapat sorotan dari lembaga pendidikan formal
karena sistem pendidikannya yang cukup mudah dan tidak memberatkan siswa.
c. Lulusan pendidikan program kejar paket tidak mampu untuk menguasai teknologi
bahkan materi yang disampaikan tidak dikuasai dengan sempurna.
E. Rekomendasi
Dari hasil analisis tersebut ada beberapa rekomendasi yang dapat diterapkan
untuk peningkatan program kejar paket sebagai bentuk akses pendidikan yang bermutu
seperti yang amanatkan renstra kementerian pendidikan dan kebudayaan, antara lain:
1. Perlu dikaji lebih lanjut standar pendidikan kesetaraan berbeda dengan pendidikan
formal.
Berbagai problematika dalam pendidikan tentunya harus diselesaikan dengan
segera dan secara mendasar dan menyeluruh. Jika tetap mengacu pengertian
kesetaraan yang tercantum pada UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 pasal 26 ayat (6)
maka akan sangat sulit dan hampir tidak mungkin dicapai oleh program kesetaraan.
Oleh sebab itu perlu ditinjau kembali tentang pengertian kesetaraan ini. Ukuran
setara harusnya berbeda-beda tidak sama dengan pendidikan formal.
2. Memadukan pendidikan kesetaraan dengan sekolah formal.
Sistem sekolah induk (foster system) sebuah strategi yang sama yang
digunakan untuk pendidikan terbuka (SMP terbuka) hendaknya dijadikan sebagai
9
Lulusan, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar Sarana dan Prasarana,
Standar Pengelolaan, Standar Pembiayaan, Standar Penilaian pendidikan ( PP No.19
TH.2005 ).
Pendidikan kesetaranan mempunyai fungsi Subtitute dari pendidikan sekolah.
Artinya, bahwa pendidikan luar sekolah dapat menggantikan pendidikan jalur
sekolah yang karena beberapa hal masyarakat tidak dapat mengikuti pendidikan di
jalur persekolahan (formal). Yang membedakan pendidikan kesetaraan yang berada di
bawah bendera pendidikan luar sekolah adalah fleksibilitas penyelenggaraan
pendidikan menyesuaikan dengan peserta didik.
Kebijakan tentang ini sebenarnya telah dilaksanakan pada jenjang pendidikan
PAUD. Berdasarkan Permendiknas no. 58 tahun 2009 bahwa PAUD terdapat dua jalur
yaitu PAUD formal dan PAUD nonformal. Kebijakan ini dapat diterapkan pada
pendidikan kesetaraan agar problematikan dari pendidikan kesetaraan dapat lebih
diminimalisir. Sebenarnya ini sejalan dengan
F. Kesimpulan
Pendidikan kesetaraan dirancang untuk memberikan alternatif pendidikan
bagi anak dan pemuda putus sekolah dan mempersiapkan mereka untuk jenjang
pendidikan lebih lanjut atau untuk memasuki pasar kerja. Seperti halnya dinyataka pada
Rencana Strategis Pendidikan 2010 -1014, pemerintah indonesia memiliki tangung jawab
dan tantangan yang cukup sulit untuk meningkatkan model berbasis kemasyarakatan
untuk pendidikan kesetaraan.
10
pendidikan
formal
dan
kemampuan
untuk
memberikan
peyanan
pembelajaran yang bermutu sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja akan sangat
membatu dalam mencapai tujuan dari pendidikan kesetaraan Hal ini tentunya juga dapat
berkontribusi untuk meningkatkan pendidikan yang setara dan berkualitas bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Daftar Pustaka
1. Baedhowi, 2009. Kebijakan Otonomi Daerah Bidang Pendidikan, Konsep Dasar dan
Implementasi, Semarang: Penerbit Pelita Insani.
2.
3. Dunn, W. D. 1998. Pengantar analisis kebijakan publik. Edisi Kedua. Penerjemah: Drs.
Samodra Wibawa, MA, dkk. Penyunting: Dr. Muhadjir Darwin, MPSA, Yogyakarta:
Gajah Mada University Press
4. Grindle, M.S. 1980. Politics and Policy Implementation in The Third World, New Jersey :
Princetown University Press.
5. Illich, Ivan 1999 . Desscoling Society. Cuernavaca, Mexico: CIDOC
6. Paulo Freire .1984. Pendidikan sebagai Praktek Pembebasan, Jakata: Gramedia.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
8. Peraturan menteri Pendidikan Nasional RI nomor 14 tahun 2007 tentang standar isi untuk
program paket A, program paket B, dan program paket C.
9. Peraturan menteri Pendidikan Nasional RI nomor 23 tahun 2006 Tentang standar
kompetensi lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah
10. Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 2000 tentang tenaga kependidikan
11. Peraturan Pemerintah RI nomor 73 tahun 1991, pendidikan luar sekolah
12. Tilaar, HAR, 2006. Standarisasi Pendidikan Nasional Suatu Ti njauan Kritis, Jakarta:
Rineka Cipta.
13. Undang-Undang RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
11
14. Walter Feinberg dan Jonas F.Soltis.1985. School and Society, New York: Teacher
College Press Columbia University.
12