Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengeluaran urin atau diuresis dapat diartikan sebagai penambahan
produksi volume urin yang dikeluarkan dan pengeluaran jumlah zat zat
terlarut

dalam

air. Obat-obatan

yang

menyebabkan

suatu

keadaan

meningkatnya aliran urine disebut Diuretik. Obat-obat ini merupakan


penghambat transpor ion yang menurunkan reabsorbsi Na+ dan ion lain seperti
Cl+ memasuki urine dalam jumlah lebih banyak dibandingkan dalam keadaan
normal

bersama-sama

air,

yang

mengangkut

secara

pasif

untuk

mempertahankan keseimbangan osmotic. Perubahan Osmotik dimana dalam


tubulus menjadi meningkat karena Natrium lebih banyak dalam urine, dan
mengikat air lebih banyak didalam tubulus ginjal. Dan produksi urine menjadi
lebih banyak. Dengan demikian diuretic meningkatkan volume urine dan
sering mengubah PH-nya serta komposisi ion didalam urine dan darah.
Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi
tubuh tetap sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh adalah
merupakan salah satu bagian dari fisiologi homeostatis. Cairan tubuh adalah
larutan yang terdiri dari air (pelarut) dan zat tertentu (zat terlarut). Elektrolit
adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik yang
disebut ion jika berada dalam larutan. Keseimbangan cairan dan elektrolit
berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total dan elektrolit ke
dalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit saling
bergantung satu dengan yang lainnya. Jika salah satu terganggu maka akan
berpengaruh pada lainnya.
Obat dengan zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran urin (air)
melalui kerja langsung terhadap ginjal disebut obat diuretika. Diuretik adalah
obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Istilah diuresis

mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya penambahan


volume urin yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah
pengeluaran zat-zat terlarut dalam air.
Urin yang terbentuk merupakan hasil dari penyaringan yang dilakukan di
dalam ginjal, dimana proses ini terdiri dari 3 proses, yaitu filtrasi atau
penyaringan, reabsorbsi (penyerapan kembali) dan augmentasi.1
Diuretik adalah suatu obat yang dapat meningkatkan
jumlah urin (diuresis) dengan jalan menghambat reabsorpsi
air dan natrium serta mineral lain pada tubulus ginjal. Fungsi
utama obat diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem, yang berarti
mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan
ekstra sel kembali menjadi normal. Dengan demikian bermanfaat
untuk antihipertensi dan gagal jantung.
hipertensi,

digunakan

untuk

mengurangi

Pada
volume

darah

seluruhnya sehingga tekanan darah menurun. Pada gagal


jantung,

diuretik

akan

mengurangi

atau

bahkan

menghilangkan cairan yang terakumulasi di jaringan dan paru


paru. Di samping itu berkurangnya volume darah akan
mengurangi kerja jantung. Berdasarkan efek dan mekanisme kerja obat
terhadap ginjal, obat diuretik dibagi menjadi lima golongan yaitu Diuretik
lengkungan, Diretik devirat thiazida, Diuretik penghemat kalium, Diuresis
osmotis dan Diuretik perintang karbonanhidrase.22
Pada praktikum ini dilakukan uji coba terhadap tikus putih dengan
memberikan obat golongan diuretik lengkungan yang berkhasiat kuat,
namun efeknya singkat yaitu Furosemid, obat diuretik devirat thiazida
efeknya lemah tetapi bertahan lebih lama yaitu Hidroklorthiazid, dan obat
1 Tjay, T. H dan Rahardja, K. 2008. Obat-Obat Penting, Kasiat, Penggunaan dan Efek-Efek
Sampingnya. Edisi Ke 6 . Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

22 Tjay, T. H dan Rahardja, K. 2008. Obat-Obat Penting, Kasiat, Penggunaan dan Efek-Efek
Sampingnya. Edisi Ke 6 . Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

penghemat kalium yang digunakan untuk menghambat eskresi kalium,


namun efeknya lemah yaitu Spironolakton, sehingga dapat diketahui cepat
atau lambatnya efek diuretik dari ketiga golongan obat tersebut.
1.2 Tujuan Percobaan
1) Mengetahui cara pengujian dan efek farmakologi obat diuretik pada
hewan coba tikus putih.
2) Membandingkan kemampuan obat diuretik dalam memberikan efek
diuresis pada hewan coba tikus putih.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ginjal
Ginjal adalah organ tubuh yang memelihara kemurnian darah dengan
jalan mengeluarkan dari dalam darah semua zat asing dan sisa pertukaran
zat. Darah mengalami filtrasi, dimana semua komponen darah melintasi
saringan ginjal, kecuali putih telur dan sel-sel darah. Organ ginjal yang
menyaring darah adalah glomelurus, setiap ginjal memiliki sekitar satu juta
filter ini dan setiap 50 menit seluruh darah dalam tubuh dimurnikan. Setelah
dimurnikan zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh itu akan dikeluarkan
(diuresis).23
2.2 Pembentukan kemih
Proses diuresis dimulai dengan mengalirnya darah ke dalam
glomeruli yang terletak dibagian luar ginjal, hasil saringan ini disebut
ultrafiltrat. Ultrafiltrat yang diperoleh dari filtrasi mengandung banyak air
serta elektrolit, ultrafiltrat ini akan ditampung pada Kapsula Bowman dan
disalurkan ke tubuli baik itu tubuli proksimal yang dekat dengan glomelurus
maupun tubuli distal yang jauh dari glomelurus.2
Pada tubuli ini terjadi penarikan sacara aktif dari air dan komponenkomponen yang sangat penting bagi tubuh seperti glukosa dan garam-garam
antara lain ion Na+. Zat-zat ini akan dikembalikan pada darah melalui
kapiler yang mengelilingi tubuli. Sedangkan sisanya yang tak berguna akan
tidak diserap. Filtrat dari semua tubuli akan ditampung pada saluran
pengumpul dimana terjadi penyerapan air kembali. Filtrat-filtrat ini
disalurkan ke kandung kemih dan ditimbun sebagai urin.2

32 Tjay, T. H dan Rahardja, K. 2008. Obat-Obat Penting, Kasiat, Penggunaan dan Efek-Efek
Sampingnya. Edisi Ke 6 . Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

2.3 Mekanisme kerja diuretika


Obat diuretika adalah obat dengan zat-zat yang dapat memperbanyak
pengeluaran urin melalui kerja langsung terhadap ginjal. Diuretik dapat
memperbanyak pengeluaran urin dengan beberapa cara yaitu4 :
1. Bekerja pada Tubuli Proksimal
Pada tubuli ini, ultrafiltrat akan direabsorbsi secara aktif sehingga
kurang dari 70% antara lain ion Na+ dan air, begitupula glukosa dan
ureum. Obat-obat diuretik osmosis akan bekerja disini dengan cara
merintangi reabsorbsi air dan Natrium.

Contoh obat : Manitol dan

Sorbitol
2. Bekerja pada Lengkungan Henle
Setelah melalui tubuli proksimal, filtrat akan masuk ke
lengkungan henle, dibagian menaik dari lengkungan henle sekitar 25%
dari semua ion Cl yang difiltrasi akan direabsorbsi secara aktif, dan
disusul dengan reabsorbsi pasif Na+ dan K+ tetapi tanpa air hingga filtrat
hipotonis.
Obat-obat diuretik lengkungan akan merintangi transport Cl dan
Na+, sehingga pengeluaran air dan K+ diperbanyak. Obat golongan
42 Tjay, T. H dan Rahardja, K. 2008. Obat-Obat Penting, Kasiat, Penggunaan dan Efek-Efek
Sampingnya. Edisi Ke 6 . Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

diuretik lengkungan ini berkhasiat kuat namun efeknya singkat. Contoh


obatnya adalah : Furosemida, Bumetanida dan Etakrinat.
3. Bekerja pada Tubuli Distal
Ketika ultrafiltrat akan masuk ke tubuli distal, pada bagian ini
akan terjadi dua reaksi yaitu :
a. Na+ akan direabsorbsi secara aktif tanpa air sehingga ultrafiltrat
menjadi cair dan lebih hipototis. Senyawa thiazida dan kortalidon
bekerja pada tempat ini dengan cara memperbanyak sekresi Na+ dan
Cl+ sebesar 5-10%
b. Ion Na+ ditukarkan dengan ion K+ atau NH4+, proses ini
dikendalikan oleh hormon anak ginjal aldosteron (ADH). Antagonis
aldosteron dan zat-zat penghambat kalium akan bekerja disini
sehingga eksresi Na+ dan retensi K+.
4. Saluran pengumpul
Hormon Antidiuretik ADH (vasopresin) dari hipofisis bertitik kerja
disini dengan jalan mempengaruhi permeabilitas bagi air dari sel-sel
saluran ini.

2.4 Penggolongan
Berdasarkan efek dan mekanisme kerjanya, obat diuretik digolongan
menjadi35 :
1. Diuretik Lengkungan ( Diuretik Kuat )
53 https://www.academia.edu/8731523/Percobaan_IV_Diuretik

Diuretik kuat ini bekerja pada Lengkungan Henle bagian


asenden pada bagian dengan epitel tebal dengan cara menghambat
transport elektrolit natrium, kalium, dan klorida. Obat-obat ini
berkhasiat

kuat

dan

pesat

tetapi

agak

singkat

(4-6

jam).

Banyak digunakan dalam keadaan akut, misalnya pada udema otak dan
paru-paru. Memiliki kurva dosis-efek curam, yaitu bila dosis dinaikkan
efeknya senantiasa bertambah. Contoh obatnya adalah Furosemida yang
merupakan turunan sulfonamid dan dapat digunakan untuk obat
hipertensi.
Mekanisme kerjanya dengan menghambat reabsorpsi Na dan Cl
di bagian ascending dari loop Henle (lengkungan Henle) dan tubulus
distal,

mempengaruhi

sistem

kontrasport

Cl-binding,

yang

menyebabkan naiknya eksresi air, Na, Mg, dan Ca. Contoh obat paten :
Frusemide, Lasix, impugan. Yang termasuk diuretik kuat adalah : Asam
etakrinat, Furosemid dan Bumetamid.
2. Diuretik hemat kalium
Diuretik hemat kalium ini bekerja pada hilir tubuli distal dan
duktus koligentes daerah korteks dengan cara menghambat reabsorpsi
natrium dan sekresi kalium dengan jalan antagonisme kompetitif
aldosteron (sipironolakton) atau secara langsung (triamteren dan
amilorida). Efek obat-obat ini lemah dan khusus digunakan terkominasi
dengan diuretika lainnya untuk menghemat kalium.
Aldosteron menstimulasi reabsorpsi Na dan ekskresi K,
Proses ini dihambat secara kompetitif oleh antagonis aldosteron.
Contoh obatnya adalah Spironolakton yang merupakan pengambat
aldosteron mempunyai struktur mirip dengan hormon alamiah.
Kerjanya mulai setelah 2-3 hari dan bertahan sampai beberapa
hari setelah pengobatan dihentikan. Daya diuretisnya agak lemah
sehingga dikombinasikan dengan diuretika lainnya. Efek dari
kombinasi ini adalah adisi. Pada gagal jantung berat, spironolakton
dapat mengurangi resiko kematian sampai 30%. Resorpsinya di usus

tidak lengkap dan diperbesar oleh makanan. Dalam hati, zat ini diubah
menjadi metabolit aktifnya, kanrenon, yang diekskresikan melalui
kemih dan tinja, dalam metabolit aktif waktu paruhnya menjadi lebih
panjang yaitu 20 jam. Efek sampingnya pada penggunaan lama dan
dosis tinggi akan mengakibatkan gangguan potensi dan libido pada pria
dan gangguan haid pada wanita. Contoh obat paten: Aldacton, Letonal.
3. Diuretik golongan tiazid
Diuretik golongan tiazid ini bekerja pada hulu tubuli distal
dengan cara menghambat reabsorpsi natrium klorida. Efeknya lebih
lemah dan lambat, juga lebih lama, terutama digunakan pada terapi
pemeliharaan hipertensi dan kelemahan jantung. Memiliki kurva dosisefek datar yaitu jika dosis optimal dinaikkan, efeknya (diuresis dan
penurunan tekanan darah) tidak bertambah. Obat-obat diuretik yang
termsuk

golongan

ini

adalah

Klorotiazid,

Hidroklorotiazid,

Hidroflumetiazid, Bendroflumetiazid, Politiazid, Benztiazid, Siklotiazid,


Metiklotiazid, Klortalidon, Kuinetazon, dan Indapamid.
Hidroklorthiazida adalah senyawa sulfamoyl dari turunan
klorthiazida yang dikembangkan dari sulfonamid. Bekerja pada tubulus
distal, efek diuretiknya lebih ringan daripada diuretika lengkungan tetapi
lebih lama yaitu 6-12 jam. Banyak digunakan sebagai pilihan pertama
untuk hipertensi ringan sampai sedang karena daya hipotensifnya lebih
kuat pada jangka panjang. Resorpsi di usus sampai 80% dengan waktu
paruh 6-15 jam dan diekskresi lewat urin secara utuh. Contoh obat
patennya adalah Lorinid, Moduretik, Dytenzide.
4. Diuretik penghambat enzim karbonianhidrase
Diuretik ini bekerja pada tubuli proksimal dengan cara
menghambat

reabsorpsi

bikarbonat. Zat

ini

merintangi

enzim

karbonanhidrase di tubuli proksimal, sehingga disamping karbonat, juga


Na

dan

diekskresikan

lebih

banyak,

bersamaan

dengan

air. Khasiat diuretiknya lemah, setelah beberapa hari terjadi tachyfylaxie

maka digunakan secara berselang-seling. Asetozolamid diturunkan


sulfanilamide.
Akibat pengambatan di tubuli proksimal, maka tidak ada cukup
ion H+ lagi untuk ditukarkan dengan Na sehingga terjadi peningkatan
ekskresi Na, K, bikarbonat, dan air. Obat ini dapat digunakan sebagai
obat antiepilepsi. Resorpsinya baik dan mulai bekerja dl 1-3 jam dan
bertahan selama 10 jam. Waktu paruhnya dalam plasma adalah 3-6 jam
dan diekskresikan lewat urin secara utuh. Obat patennya adalah
Miamox. Yang termasuk golongan diuretik ini adalah Asetazolamid,
Diklorofenamid dan Metazolamid.

5. Diuretik osmotik
Istilah diuretik osmotik biasanya dipakai untuk zat bukan
elektrolit yang mudah dan cepat diskskresi oleh ginjal. Suatu zat dapat
bertindak sebagai diuretik osmotik apabila memenuhi 4 syarat:
a. Difiltrasi secara bebas oleh glomerulus.
b. Tidak atau hanya sedikit direabsorpsi sel tubulus ginjal.
c. Secara farmakologis merupakan zat yang inert.
d. Umumnya resisten terhadap perubahan-perubahan metabolik.
Diuretik osmotik mempunyai tempat kerja :
1) Tubuli proksimal
Diuretik osmotik ini bekerja pada tubuli proksimal dengan cara
menghambat reabsorpsi natrium dan air melalui daya osmotiknya.
2) Lengkungan Henle
Diuretik osmotik ini bekerja pada ansa henle dengan cara menghambat
reabsorpsi natrium dan air oleh karena hipertonisitas daerah medula
menurun.
3) Tubulus pengumpul
Diuretik osmotik ini bekerja dengan cara menghambat reabsorpsi
natrium dan air, kecepatan aliran filtrat yang tinggi, atau adanya faktor
lain.
Contoh dari diuretik osmotik adalah : Manitol, Sorbitol.

2.5 Indikasi Obat Diuretik


Indikasi penggunaan diuretik :
1. Edema yang disebabkan oleh gagal jantung, penyakit hati, dan gangguan
ginjal.
2. Non Edema seperti hipertensi, glukoma, mountain sickness, forced
diuresis pada keracunan, gangguan asam basa, dan nefrolitiasis rekuren
Penggunaan klinik diuretik :
1) Hipertensi
Digunakan untuk mengurangi volume darah seluruhnya hingga
tekanan darah menurun. Khususnya derivate-thiazida digunakan untuk
indikasi ini. Diuretik lengkungan pada jangka panjang ternyata lebih
ringan efek anti hipertensinya, maka hanya digunakan bila ada kontra
indikasi pada thiazida, seperti pada insufiensi ginjal.
Mekanisme kerjanya diperkirakan berdasarkan penurunan daya
tahan pembuluh perifer. Dosis yang diperlukan untuk efek antihipertensi
adalah jauh lebih rendah daripada dosis diuretik. Thiazida memperkuat
efek-efek obat hipertensi betablockers dan ACE-inhibitor sehingga
sering dikombinasi dengan thiazida. Penghetian pemberian obat thiazida
pada lansia tidak boleh mendadak karena dapat menyebabkan resiko
timbulnya gejala kelemahan jantung dan peningkatan tensi.Diuretik
golongan Tiazid, merupakan pilihan utama step 1, pada sebagian besar
penderita. Diuretik hemat kalium, digunakan bersama tiazid atau
diuretik kuat, bila ada bahaya hipokalemia.
2) Payah jantung kronik kongestif
Diuretik golongan tiazid dengan kerja menghambat reabsorpsi
natrium klorida pada hulu tubuli distal, digunakan bila fungsi ginjal
normal. Diuretik kuat biasanya furosemid, terutama bermanfaat pada
penderita dengan gangguan fungsi ginjal dengan mekanisme kerja
menghambat transport elektrolit natrium, kalium, dan klorida pada
lengkungan henle bagian asenden.

10

Diuretik hemat kalium dengan kerja menghambat reabsorpsi


natrium dan sekresi kalium dengan jalan antagonisme kompetitif
aldosteron atau secara langsung pada hilir tubuli distal, digunakan
bersama tiazid atau diuretik kuat bila ada bahaya hipokalemia.
3) Udem paru akut
Biasanya menggunakan diuretik kuat (furosemid) dengan
mekanisme kerja menghambat transport elektrolit natrium, kalium, dan
klorida pada lengkungan henle bagian asenden.

4) Sindrom nefrotik
Biasanya digunakan

tiazid

(dengan

kerja

menghambat

reabsorpsi natrium klorida pada hulu tubuli distal) atau diuretik kuat
(dengan mekanisme kerja menghambat transport elektrolit natrium,
kalium, dan klorida, bersama dengan spironolakton (diuretik hemat
kalium dengan kerja menghambat reabsorpsi natrium dan sekresi
kalium dengan jalan antagonisme kompetitif aldosteron atau secara
langsung pada hilir tubuli distal dan duktus kolektivus daerah korteks).
5) Payah ginjal akut
Menggunakan Manitol (diuretik osmotik ini bekerja dengan cara
menghambat reabsorpsi natrium dan air) atau furosemid (diuretik kuat
dengan mekanisme kerja menghambat transport elektrolit natrium,
kalium pada lengkung henle asenden), bila diuresis berhasil volume
cairan tubuh yang hilang harus diganti dengan hati-hati.
6) Penyakit hati kronik
Menggunakan Spironolakton (diuretik hemat kalium dengan
kerja menghambat reabsorpsi natrium dan sekresi kalium dengan jalan
antagonisme kompetitif aldosteron atau secara langsung pada hilir tubuli
distal dan duktus kolektivus daerah korteks) atau bersama diuretik tiazid
(dengan kerja menghambat reabsorpsi natrium klorida pada hulu tubuli

11

distal) atau diuretik kuat (dengan mekanisme kerja menghambat


transport elektrolit natrium, kalium).
7) Udem otak
Digunakan diuretik osmotik (manitol dan sorbitol) dengan kerja
menghambat reabsorpsi natrium dan air.
8) Hiperklasemia
Digunakan diuretik furosemid (diuretik kuat dengan mekanisme kerja
menghambat transport elektrolit natrium, kalium pada lengkungan henle
bagian asenden).
9) Batu ginjal
Digunakan diuretik tiazid dengan kerja menghambat reabsorpsi natrium
klorida pada hulu tubuli distal.
10) Diabetes insipidus
Digunakan diuretik golongan tiazid (dengan kerja menghambat
reabsorpsi natrium klorida pada hulu tubuli distal) disertai dengan diet
rendah garam.
11) Open angle glaucoma
Diuretik asetazolamid digunakan untuk jangka panjang.
(diuretik penghambat enzim karbonianhidrase, bekerja dengan cara
merintangi enzim karbonanhidrase di tubuli proksimal, sehingga
disamping karbonat, juga Na dan K diekskresikan lebih banyak,
bersamaan dengan air)
12) Acute angle closure glaucoma
Diuretik osmotik (dengan kerja menghambat reabsorpsi natrium
dan air) atau asetazolamid (dengan kerja merintangi enzim
karbonanhidrase di tubuli proksimal, sehingga disamping karbonat,
juga Na dan K diekskresikan lebih banyak, bersamaan dengan air)
digunakan prabedah.

12

2.6 Masalah yang timbul pada pemberian diuretik


1. Hipokalemia
Terjadinya hipokalemia pada pemberian diuretik adalah :
a. Peningkatan aliran urin dan natrium di tubulus

distal,

meningkatkan sekresi kalium di tubulus distal.


b. Peningkatan kadar bikarbonat (muatan negatip meningkat) dalam
tubulus distal akibat hambatan reabsorbsi di tubulus proksimal oleh
penghambat karbonik anhidrase akan me-ningkatkan sekresi
kalium di tubulus distal.
c. Diuretik osmotik akan menghambat reabsorbsi kalium di tubulus
proksimal.
d. Diuretik loop juga menghambat reabsorbsi kalium di thick
ascending limb
2. Hiperkalemia
Pemberian diuretik jenis potassium-sparing akan meningkatkan
kadar kalium darah. Ada 3 jenis diuretik ini yaitu Spiro-nolakton,
Amiloride, Triamterene. Kerja Spironolakton ber-gantung pada tinggi
rendahnya kadar Aldosteron. Amiloride dan Triamterene tidak
tergantung pada Aldosteron. Seluruhnya menghambat sekresi kalium di
tubulus distal.
3. Hiponatremia
Tanda-tanda hiponatremia akibat diuretika ialah kadar natrium
urin > 20 mq/L, kenaikan ringan ureum dan kreatinin, hipokalemia dan
terdapat alkalosis metabolik. Hiponatremia dapat memberikan gejalagejala bahkan kematian. Cepatnya penurunan kadar natrium (kurang dari
12 jam), kadar natrium < 110 meq/L, terdapat gejala susunan saraf pusat,
merupakan pertanda buruk akibat hponatremia. Keadaan ini harus di
tanggulangi secepatnya.
4. Deplesi cairan
Pengurangan cairan ekstraseluler merupakan tujuan utama
dalam pemakaian diuretik. Keadaan ini sangat menguntungkan pada
edema paru akibat payah jantung. Pada keadaan sindrom nefrotik,

13

terutama dengan hipoal-buminemi yang berat, pemberian diuretik dapat


menimbulkan syok atau gangguan fungsi ginjal.
5. Gangguan keseimbangan asam basa
Diuretik penghambat karbonik anhidrase dapat menyebabkan
asidosis metabolik akibat dua proses di atas. Diuretik potassium sparing
menghambat sekresi ion H sehingga dapat menyebabkan asidosis
metabolik.
6. Gangguan metabolik
a. Hiperglikemia
Diuretik

dapat

menyebabkan

gangguan

toleransi

glukosa

(hiperglikemia). Hipokalemia akibat pemberian diuretik dibuktikan


sebagai penyebab gangguan toleransi ini (respon insulin terhadap
glukosa pada fase I dan fase II terganggu).
b. Hiperlipidemia
Trigliserida, kolesterol, Chol-HDL, Chol-VLDL akan meningkat
dan Chol-HDL akan berkurang pada pemberian diuretik jangka
lama
c. Antagonis Aldosteron akan menghambat ACTH, mengganggu
hormon androgen (anti androgen). Mengakibatkan terjadinya
ginekomastia atau gangguan menstruasi.
d. Hiperurikemia
Penggunaan diuretik dapat menyebabkan peningkatan kadar asam
urat. Karena terjadi pengurangan volume plasma maka filtrasi
melalui

glomerulus

berkurang

dan

absorbsi

oleh

tubulus

meningkat. Dipengaruhi juga oleh ada atau tidaknya hipo-natremi.


e. Hiperkalsemia
Pemberian diuretik tiasid akan meninggikan kadar kalsium darah.
Ekskresi kalsium melalui urin akan berkurang. Peninggian kalsium
darah ini disebutkan juga mempunyai hubungan dengan keadaan
hiperparatiroid.
f. Hipokalsemia
Diuretik loop menyebabkan hipokalsemi akibat peningkatan
ekskresi kalsium melalui urin.

14

BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


1) Alat
a. Sondelambung
b. Dispo 10 cc
c. Rang Kawat
d. Sarung tangan
e. Kandang Tikus
f. Mortir
g. Timbangan Analitik

i.

15

Gelas ukur
j. Spidol
k. Masker
l. Kain flanel atau tisu
m. Batang pengaduk
n. Stamper
o. Gelas kimia

h. Timbangan Dacing
2) Bahan
a. Aquadest
b. 12 ekor Tikus
c. PGA
d. Obat : Hidroklorthiazid (HCT), Furosemid, Spironolakton
3.2 Cara Kerja
1) Pembuatan suspensi PGA
a. Dibuat suspensi PGA 1 %.
b. PGA ditimbang sebanyak 1 gram.
c. Aquadest diambil sebanyak 100 ml.
d. Lalu PGA digerus dalam mortir dengan ditambahkan aquadest
sebanyak 100 ml.
e. Pada kelompok yang menggunakan obat HCT, dibuat suspensi
PGA yang kedua sebagai pembanding.
2) Pembuatan sediaan obat
I.
Furosemid
a. Tablet obat ditimbang untuk melihat berat total obat.
b. Selanjutnya dilakukan perhitungan dosis obat,

untuk

menentukan berapa jumlah obat yang harus diambil


(ditimbang).
c. Setelah obat ditimbang, masukkan obat dalam mortir lalu
digerus hingga halus dan tambahkan suspensi PGA lalu
digerus hingga homogen.
d. Setelah homogen, sediaan obat siap digunakan.
II.

Spironolakton
a. Tablet obat ditimbang untuk melihat berat total obat.
b. Selanjutnya dilakukan perhitungan dosis obat,

untuk

menentukan berapa jumlah obat yang harus diambil


(ditimbang).
c. Setelah obat ditimbang, masukkan obat dalam mortir lalu
digerus hingga halus dan tambahkan suspensi PGA lalu
digerus hingga homogen.
d. Setelah homogen, sediaan obat siap digunakan.
III.

Hidroklorthiazid
a. Tablet obat ditimbang untuk melihat berat total obat.

16

b. Selanjutnya

dilakukan

perhitungan

dosis

obat,

untuk

menentukan berapa jumlah obat yang harus diambil


(ditimbang).
c. Setelah obat ditimbang, masukkan obat dalam mortir lalu
digerus hingga halus dan tambahkan suspensi PGA lalu
digerus hingga homogen.
d. Setelah homogen, sediaan obat siap digunakan.
3) Cara pemberian obat
a. Hewan uji yang digunakan yaitu 12 tikus putih yang dibagi
dalam 4 kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari 3 tikus.
1. Kelompok I
: Diberikan obat Furosemid
2. Kelompok II : Diberikan obat Spironolakton
3. Kelompok III : Diberikan obat Hidroklorothiazid
4. Kelompok IV : Diberikan suspensi PGA
b. Sebelumnya hewan uji telah dipuasakan selama 8 jam.
c. Tikus ditimbang dan diberikan tanda garis pada ekor sesuai
dengan jumlah hewan uji, dengan menggunakan spidol
permanen.
d. Setelah semua tikus ditimbang, dihitung volume pemberian
masing-masing obat, ke hewan uji yang telah disiapkan.
e. Selanjutnya tikus diambil dari kandangnya, dengan cara diangkat
ujung ekor tikus dengan satu tangan, lalu diletakkan pada tempat
permukaan yang kasar, leher tikus diapit pada jari telunjuk dan
jari tengah, sedangkan kaki kanan tikus diapit oleh ibu jari dan
jari kelingking, kaki kiri diapit ibu jari dan jari manis.
f. Sondelambung diambil, lalu diisi dengan obat sesuai jumlah
volume obat (furosemid, spironolakton, hidroklorthiazid dan
suspensi PGA) untuk masing-masing tikus.
g. Sondelambung dimasukkan kedalam mulut tikus, lewat mulut
bagian kanan, hingga seluruh bagian sondelambung masuk, lalu
obat dalam sondelambung diinjeksi.
h. Setelah obat diberikan, beberapa hal yang harus diamati dari
hewan uji yaitu frekuensi diuresis dan volume diuresis tikus,
pada menit ke 5, 10, 15, 30, 45 dan 60.

17

i. Hasil pengamatan frekuensi dan volume diuresis yang dilakukan


untuk setiap obat, dimasukkan ke dalam tabel pengamatan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Data hasil pengamatan terhadap masing-masing obat
tercantum dalam tabel sebagai berikut :
1) Tikus yang diberikan Obat Furosemid
a. Tikus I
Waktu
Volume Urin
Frekuensi

5 menit

10 menit

15 menit

30 menit

45 menit

60 menit

5 menit

10 menit

15 menit

30 menit

45 menit

60 menit

0,9 ml
2

5 menit

10 menit

15 menit

30 menit

45 menit

60 menit

2 ml
1

b. Tikus II
Waktu
Volume Urin
Frekuensi

c. Tikus III
Waktu
Volume Urin
Frekuensi

2) Tikus yang diberikan obat Spironolakton


a. Tikus I
Waktu
Volume Urin
Frekuensi

5 menit

10 menit

15 menit

30 menit

45 menit

60 menit

18

b. Tikus II
Waktu
Volume Urin
Frekuensi

5 menit

10 menit

15 menit

30 menit

45 menit

60 menit

1,2 ml
1

5 menit

10 menit

15 menit

30 menit

45 menit

60 menit

c. Tikus III
Waktu
Volume Urin
Frekuensi

3) Tikus yang diberikan obat Hidroklorthiazida


a. Tikus II
Waktu
Volume Urin
Frekuensi

5 menit

10 menit

15 menit

30 menit

45 menit

60 menit

2 ml
1

b. Tikus III
Waktu
Volume Urin
Frekuensi

5 menit

10 menit

15 menit

30 menit

45 menit

60 menit

2 ml
1

5 menit

10 menit

15 menit

30 menit

45 menit

60 menit

1,3 ml
1

c. Tikus IV
Waktu
Volume Urin
Frekuensi

4) Tikus yang diberikan suspensi PGA


a. Tikus I
Waktu
Volume Urin

5 menit

10 menit

15 menit

30 menit

45 menit

60 menit

19

Frekuensi

5 menit

10 menit

15 menit

30 menit

45 menit

60 menit

5 menit

10 menit

15 menit

30 menit

45 menit

60 menit

b. Tikus V
Waktu
Volume Urin
Frekuensi

c. Tikus VI
Waktu
Volume Urin
Frekuensi

Keterangan :
-

= Tidak ada

4.1 Pembahasan
Diuretik adalah suatu obat yang dapat meningkatkan
jumlah urin (diuresis) dengan jalan menghambat reabsorpsi
air dan natrium serta mineral lain pada tubulus ginjal.
Dengan demikian bermanfaat untuk antihipertensi dan gagal
jantung. Pada hipertensi, digunakan untuk mengurangi
volume darah seluruhnya sehingga tekanan darah menurun.
Pada gagal jantung, diuretik akan mengurangi atau bahkan
menghilangkan cairan yang terakumulasi di jaringan dan
paru paru. Di samping itu berkurangnya volume darah akan
mengurangi kerja jantung.
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan terhadap 12
ekor tikus putih, yang dibagi menjadi 4 kelompok.
kelompok terdiri dari 3 ekor tikus.

Tiap

Kelompok I diberikan obat

Furosemid, kelompok II diberikan obat Spironolakton, kelompok III

20

diberikan obat Hidroklorthiazid, kelompok IV diberikan suspensi PGA


sebagai pembanding.

1) Furosemida : Frusemide, Lasix, Impugan


Furosemida merupakan turunan sulfonamida yang

berdaya

diuretik kuat dan bertitik kerja pada lengkung henle bagian atas.
Mulai kerjanya pesat, oral dalam 0,5-1 jam dan bertahan 4-6 jam,
intravena

dalam

beberapa

menit

dan

2,5

jam

lamanya.

Mekanisme kerjanya dengan cara menghambat transport elektrolit


natrium, kalium, dan klorida, sehingga menyebabkan diuresis yang lebih
hebat dibanding diuretik lain. Sangat efektif pada keadaan udema otak
dan paru-paru yang akut.26
Resorpsinya di usus hanya k.l 50%, PP-nya k.l 97%. T 30-60
menit. Ekskresinya melalui kemih. Pada dosis tinggi juga melalui
empedu. Efek samping berupa umum, pada injeksi i.v terlalu cepat, ada
kalanya tetapi jarang terjadi ketulian dan hipotensi. Hipokaliemia dapat
terjadi pula. Dosis : pada udema oral 40-80 mg pagi p.c., jika perlu atau
pada insufisiensi ginjal sampai 250-2000 mg sehari dalam 2-3 dosis.
Injeksi i.v. (perlahan) pada kemelut hipertensi sampai 500 mg.2
Namun dalam percobaan, didapati efek farmakologi
yang berbeda. Dalam percobaan didapati bahwa, pada
tikus I, II dan III

tidak mengalami diuresis hebat seperti

yang telah dijelaskan di atas. Pada tikus I tidak mengalami


diuresis, sedangkan pada tikus II dan tikus III menunjukkan
adanya diuresis namun dengan volume urin yang sedikit,
sehingga data percobaan yang diperoleh berbeda dengan
teori.
62 Tjay, T. H dan Rahardja, K. 2008. Obat-Obat Penting, Kasiat, Penggunaan dan EfekEfek Sampingnya. Edisi Ke 6 . Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

21

Pada tikus II menunjukkan efek diuresis pada menit


ke 5, setelah pemberian obat. Hal ini mungkin disebabkan
proses pembentukan kemih secara alami dalam tubuh
tikus. Pada penjelasan di atas, disebutkan bahwa, mulai
kerja obat furosemid pesat, oral dalam 0,5-1 jam dan bertahan 4-6 jam,
sehingga ketika tikus II menunjukkan diuresis

pada menit ke 5,

bukan dikarenakan efek kerja obat furosemid.


Sedangkan pada tikus III menunjukkan efek diuresis pada
menit ke 60. Hal ini disebabkan efek kerja obat furosemid.
Namun pada tikus I, sama sekali tidak mengalami diuresis, hal ini
mungkin disebabkan kurangnya air yang tikus minum, sehingga proses
pembentukan kemih dalam tubuh tikus berjalan lambat.
2) Spironolakton : Aldactone, Letona, Aldazide.
Spironolakton merupakan penghambat aldosteron, sehingga
menghambat pembentukan dan reabsorpsi Na+ dan menurunkan sekresi
K+. Mulai kerjanya setelah 2-3 hari dan bertahan sampai beberapa hari
pula setelah pengobatan dihentikan. Daya diuresisnya agak lemah, maka
khusus digunakan terkombinasi dengan diuretika umum lainnya. Efek
dari kombinasi ini adalah adisi, disamping mencegah kehilangan kalium.27
Resorpsinya di usus tidak lengkap dan diperbesar oleh makanan.
PP-nya 98%. Dalam hati, dirombak menjadi metabolit aktif antara lain
kankeron. Waktu untuk mencapai puncak dalam serum 1-3 jam.
T sampai 2 jam. Diekskresikan melalui kemih dan tinja. Efek samping :
pada penggunaan lama dan dosis tinggi, gangguan potensi dan libido pada
pria, sedangkan pada wanita nyeri buah dada dan gangguan haid. Dosis :
oral 1-2 kali sehari 25-100 mg pada waktu makan.2
Dalam percobaan, didapati adanya kesamaan efek
farmakologi antara data percobaan dengan teori diatas,
dimana pada tikus I, II dan III

menunjukkan data yang

hampir sama seperti yang telah dijelaskan pada teori di


72 Tjay, T. H dan Rahardja, K. 2008. Obat-Obat Penting, Kasiat, Penggunaan dan EfekEfek Sampingnya. Edisi Ke 6 . Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

22

atas. Pada tikus I dan tikus III tidak mengalami diuresis,


sedangkan pada tikus II menunjukkan adanya diuresis
namun dengan volume urin yang sedikit, sehingga data
percobaan yang diperoleh sama dengan teori.
Pada tikus I dan tikus III, tidak menunjukkan efek
diuresis setelah pemberian obat selam 60 menit. Hal ini
disebabkan efek kerja obat

yang lambat yaitu mulai

kerjanya setelah 2-3 hari dan bertahan sampai beberapa hari pula setelah
pengobatan dihentikan dengan waktu untuk mencapai puncak dalam
serum 1-3 jam. Sedangkan pada tikus II menunjukkan efek diuresis
pada menit ke 60.

Hal ini mungkin disebabkan terjadinya

proses pembentukan kemih secara alami

dalam tubuh

tikus.
3) Hidroklorthiazida : HCT, Esidrx
Hidroklorthiazida adalah senyawa sulfamoyl dari turunan
klorthiazida yang dikembangkan dari sulfanilamida. Hidroklorthiazid
bekerja dibagian muka tubuli distal dengan menghambat reabsorpsi
natrium klorida dengan onset kerja 1-2 jam. Efek diuretiknya lebih ringan
daripada diuretika lengkungan tetapi lebih lama yaitu 12-24 jam.68
Banyak digunakan sebagai pilihan pertama untuk hipertensi
ringan sampai sedang karena daya hipotensifnya lebih kuat pada jangka
panjang. Pada kasus yang lebih berat, sering dikombinasikan dengan betablokers. Resorpsinya di usus 80%, PP k.l 70% dengan waktu paruh (t )
6-15 jam. Ekskresinya lewat kemih secara utuh. Dosis hipertensi : 12,5
mg pagi p.c, udema 1-2 kali sehari 25-100 mg, pemeliharaan 25-100 mg
2-3 kali sehari.2
Dalam percobaan, didapati adanya perbedaan efek
farmakologi antara data percobaan dengan teori diatas,
dimana pada tikus II, III dan IV

menunjukkan adanya

86 Shargel, Leon & Andrew B.C.Yu. 2005. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapi Edisi
Kedua. Surabaya. Airlangga University Press

23

diuresis yang cepat pada menit 30 dan

menit

45 setelah pemberian obat, dengan volume urin yang


hampir sama,

sehingga data percobaan yang diperoleh

berbeda dengan teori.


Pada tikus II, tikus III dan tikus IV, menunjukkan efek
diuresis pada menit ke 30 dan ke 45, setelah pemberian
obat. Hal ini mungkin disebabkan proses pembentukan
kemih secara alami dalam tubuh tikus. Pada penjelasan di
atas, disebutkan bahwa obat HCT mempunyai onset kerja 1-2
jam dan lebih tahan lama yaitu hingga 12-24 jam, sehingga

tikus II,

tikus III dan tikus IV yang menunjukkan diuresis, merupakan akibat dari
proses pembentukan kemih secara alami dalam tubuh tikus.
4) Suspensi PGA
Suspensi PGA yang diberikan pada tikus, sebagai
pembanding, tidak menunjukkan adanya efek farmakologi
(diuresis).

Hal

ini

disebabkan,

suspensi

PGA

bukan

merupakan senyawa obat yang dapat merangsang cepat


atau lambatnya terjadi efek diuresis. Pada tikus I, tikus V
dan tikus VI yang diberikan suspensi PGA, setelah 1 jam
tidak menunjukkan adanya diuresis.
Dalam penggunaannya, HCT mempunyai efek yang tahan lama
sehingga lebih baik, dibandingkan dengan Furosemid dan Spironolakton.
Hal ini dikarenakan, Hidroklorthiazida merupakan obat dengan dengan onset
kerja 1-2 jam dimana efek diuretiknya lebih ringan daripada diuretika
lengkungan tetapi lebih lama yaitu 12-24 jam. Banyak digunakan sebagai
pilihan pertama untuk hipertensi ringan sampai sedang, karena daya
hipotensifnya lebih kuat pada jangka panjang. Pada kasus yang lebih berat,
sering dikombinasikan dengan beta-blokers.
Furosemida merupakan obat yang berdaya diuretik kuat dan kerjanya
pesat, dalam 0,5-1 jam dan bertahan 4-6 jam, sehingga dapat digunakan jika

24

dibutuhkan efek yang cepat. Sangat efektif pada keadaan udema otak dan
paru-paru yang akut.
Spironolakton merupakan obat yang mulai kerjanya setelah 2-3 hari dan
bertahan sampai beberapa hari pula setelah pengobatan dihentikan.
Daya diuretisnya agak lemah, maka khusus digunakan terkombinasi dengan
diuretika umum lainnya.
Kesalahan yang terjadi dapat disebabkan juga oleh tidak masuknya
seluruh obat ke hewan percobaan yang digunakan, pada saat pemberian obat
secara oral, sehingga tidak dapat memberikan efek farmakodinamik
yang diinginkan.

BAB V
PENUTUP

25

5.1 Kesimpulan
Dari hasil percobaan, dapat disimpulkan bahwa :
1) Cara pengujian obat diuretik adalah dengan mengamati frekuensi urin
dan mengukur volume urin hewan coba yang diberi obat diuretik.
2) Kekuatan diuresis dari obat diuretik berturut-turut, adalah HCT >
Furosemid > Spironolakton.
5.2 Saran
1) Untuk Dosen
Saran saya untuk dosen, agar mempertahankan cara pengarahan dalam
praktikum karena sudah bagus dan efektif.
2) Untuk Kepala Laboratorium
Saran saya kepada Kepala Laboratorium, untuk melengkapi alat dan
bahan di laboratorium agar praktikum dapat berjalan dengan lancar.
3) Untuk Laboran
Saran saya kepada Laboran, agar selalu berada di laboratorium dan
mengawasi praktikan dalam melakukan praktikum.

26

DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan


Tjay, T. H dan Rahardja, K. 2008. Obat-Obat Penting, Kasiat, Penggunaan dan
Efek-Efek Sampingnya. Edisi Ke 6 . Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
https://www.academia.edu/8731523/Percobaan_IV_Diuretik
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Depkes RI : Jakarta.
https://repository.usu.ac.id/bitstream/12345678/22622/4/Chapter%2520II.pdf
Shargel, Leon & Andrew B.C.Yu. 2005. Biofarmasetika dan Farmakokinetika
Terapi Edisi Kedua. Surabaya. Airlangga University Press

27

LAMPIRAN
I.

Perhitungan Dosis :
1) Furosemid
a. Nama Obat : Furosemid
b. Dosis satu kali minum untuk manusia
: 40 mg
c. Untuk tikus dengan berat 200 gram diberikan obat 4 ml
Berat obat total
Berat rata-rata

= 1,75 gram
1,75
10

= 0,175 gram
= 175 mg
Dosis untuk Tikus

= FK Dosis Manusia
= 0,018 40 mg
= 0,72 mg

Berat obat yang harus diambil =

0,72
40

175

= 3,15 mg
(ditambah air hingga 4 ml, karena penimbangan menggunakan
timbangan gram, sehingga tidak dapat ditimbang, maka diencerkan
hinggah 100 ml).

Pengenceran =

3,15
4 ml 100 ml

= 78,75 mg
Sehingga, timbang 78,75 mg obat furosemid, lalu dimasukkan ke
dalam mortir bersama dengan suspensi PGA dan digerus hingga
homogen.

28

Jumlah volume obat yang diberikan :


1. Untuk Tikus I :
Berat Tikus I : 175 gram
Karena 175 gram = x dan 200 gram = 4 ml, maka :
x=

175
4 ml
200

x=3,5 ml

2. Untuk Tikus II :
Berat Tikus II : 125 gram
Karena 125 gram = x dan 200 gram = 4 ml, maka :
x=

125
4 ml
200

x=2,5 ml

3. Untuk Tikus III


Berat Tikus III : 150 g
Karena 150 gram = x dan 200 gram = 4 ml, maka :
150
x=
4 ml
200
x=3 ml
2) Spironolakton
a. Nama Obat : Spironolakton
b. Dosis untuk manusia
: 25 mg
c. Untuk tikus dengan berat 200 gram diberikan obat 4 ml.
Berat obat total

= 2,82 gram

Berat rata-rata

2,82
10

= 0,282 gram
= 282 mg
Dosis untuk Tikus

= FKDosis Manusia
29

= 0,018 25 mg
= 0,45

Berat obat yang harus diambil

0,45
25

5,076 mg

282

(ditambah air hingga 4 ml, karena penimbangan menggunakan


timbangan gram, sehingga tidak dapat ditimbang, maka diencerkan
hinggah 100 ml).

Pengenceran =

5,076
4 ml

100 ml

= 126,9 mg
Sehingga timbang 126,9 mg obat spironolakton, lalu dimasukkan
ke dalam mortir bersama dengan suspensi PGA dan digerus hingga
homogen.
Jumlah volume obat yang diberikan :
1. Untuk Tikus I :
Berat Tikus I : 181 gram
Karena 181 gram = x dan 200 gram = 4 ml, maka :
181
x=
4 ml
200
x=3,62 ml
2. Untuk Tikus II :
Berat Tikus II =175 gram
Karena 175 gram = x dan 200 gram = 4 ml, maka :
175
x=
4 ml
200
x=3,5 ml

3. Untuk Tikus III


30

Berat Tikus III : 187 g


Karena 187 gram = x dan 200 gram = 4 ml, maka :
187
x=
4 ml
200
x=3,74 ml

3) Hidroklorthiazid
a. Nama Obat : Hidroklorthiazid
b. Dosis untuk manusia
: 25 mg
c. Untuk tikus dengan berat 200 gram diberikan 4 ml
Berat total tablet

= 1,51 gram

Berat rata-rata

1,51
10

= 0,151 gram
= 151 mg
Dosis untuk Tikus

= FK Dosis Manusia
= 0,018 25 mg
= 0,45

Berat obat yang harus diambil

0,45
25

151

= 2,718 mg
(ditambah air hingga 4 ml, karena penimbangan menggunakan
timbangan gram, sehingga tidak dapat ditimbang, maka diencerkan
hinggah 100 ml).

Pengenceran

2,718
4 ml

67,95 mg

31

100 ml

Sehingga timbang 67,95 mg obat hidroklorthiazid, lalu dimasukkan


ke dalam mortir bersama dengan suspensi PGA dan digerus hingga
homogen.
Jumlah volume obat yang diberikan :
1. Untuk Tikus II
Berat Tikus II : 150 g
Karena 150 gram = x dan 200 gram = 4 ml, maka :
150
x=
4 ml
200
x=3 ml
2. Untuk Tikus III
Berat Tikus III : 150 g
Karena 150 gram = x dan 200 gram = 4 ml, maka :
150
x=
4 ml
200
x=3 ml

3. Untuk Tikus IV
Berat Tikus IV : 150 g
Karena 150 gram = x dan 200 gram = 4 ml, maka :
150
x=
4 ml
200
x=3 ml

4) PGA
a. Nama :
PGA
b. Konsentrasi yang digunakan 1% (100 mg dalam 100 ml air)
(sebagai pembanding)
Jumlah volume obat yang diberikan :
1. Untuk Tikus I
Berat Tikus I : 100 g
Karena 100 gram = x dan 200 gram = 4 ml, maka :

32

x=

100
4 ml
200

x=2 ml
2. Untuk Tikus V
Berat Tikus V : 200 g
Karena 200 gram = x dan 200 gram = 4 ml, maka :
200
x=
4 ml
200
x=4 ml

3. Untuk Tikus VI
Berat Tikus VI : 100 g
Karena 100 gram = x dan 200 gram = 4 ml, maka :
100
x=
4 ml
200
x=2 ml

II.

Uraian Obat
:
1) Furosemid
a. Berdaya diuretik kuat dan bertitik kerja pada lengkung henle
bagian atas.
b. Bekerja dengan cara menghambat reabsropsi NaCl sehingga
menyebabkan diuresis yang lebih hebat dibanding diuretik lain.
c. Resorpsinya di usus hanya k.l 50%, PPnya k.l 97%. T 30-60
menit. Ekskresinya melalui kemih. Pada dosis tinggi juga melalui
empedu.
d. Efek samping : Hipokaliemia (jarang).
e. Dosis : Hipertensi : injeksi IV 20-40 mg sampai 500 mg.
2) Spironolakton
a. Bentuk sediaan : Tablet 100 mg dan 25 mg
b. Indikasi
: Pengobatan hipertensi atau edema yang refrakter,
edema yang disebabkan.
c. Merupakan penghambat aldosteron. Kerjanya setelah 2-3 hari dan
bertahan sampai beberapa hari pula setelah pengobatan dihentikan.
Daya

diuretisnya

agak

lemah,

maka

terkombinasi dengan diuretika umum lainnya.


33

khusus

digunakan

d. Resorpsinya di usus tidak lengkap dan diperbesar oleh makanan.


PP nya 98%. Dalam hati, dirombak menjadi metabbolit aktif
antara lain kankeron. T sampai 2 jam, kankeron 20 jam.
Diekskresikan melalui kemih dan tinja.
e. Efek samping : pada penggunaan lama dan dosis tinggi, gangguan
potensi dan libido pada pria, sedangkan pada wanita nyeri buah
dada dan gangguan haid.
f. Dosis : oral 1-2 kali sehari 25-100 mg pada waktu makan.

3) HCT (hidroklorothiazida)
a. Bekerja dibagian muka tubuli distal, efek diuresisnya lebih ringan
dan bertaham lama. Daya hipotensifnya lebih kuat, sehingga
digunakan sebagai pilihan pertama untuk HT ringan samapai
sedang. Pada kasus yang lebih berat, sering dikombinasikan
dengan beta-blokers.
b. Resorpsinya di usus 80%, PP k.l 70% dengan t 6-15 jam.
Ekskresinya lewat kemih secara utuh.
c. Dosis hipertensi : 12,5 mg pagi p.c, udema 1-2 kali sehari 25-100
mg, pemeliharaan 25-100 mg 2-3 kali sehari.
4) Aquadest49
a. Nama resmi : Aqua destilata
b. Nama lain
: Air suling, air murni
c. Rumus umum : H2O
d. Pemerian
: Cairan jernih,tidak berwarna , tidak berbau,tidak
mempunyai rasa.
e. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
5) PGA410
a. Pemerian

: Hampir tidak berbau, rasa tawar seperti lendir.

94 Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Depkes RI : Jakarta.


10

34

b. Kelarutan

: Mudah larut dalam air, menghasilkan larutan yang

kental dan tembus cahaya.


c. Kegunaan
: Suspending agent.
d. OTT
: Akasia inkompatibilitas dengan beberapa zat
termasuk amydopyrine, apomorphin, cresol, ethanol, garam-garam
ferri, morphin, phenol, physostigmatine, tannin, thymol, vanili.
e. Stabilitas
: Dipanaskan terlebih dahulu dalam waktu yang
singkat untuk mencegah degradasi karena bakteri atau reaksi
enzimatik.
f. Wadah

III.

: Simpan di tempat yang sejuk dan kering.

Uraian Hewan Coba : Tikus


1) Taksonomi Tikus :
Kingdom: Animalia
Filum

: Chordata

Sub Filum

: Vertebrata

Kelas

: Mamalia

Ordo

: Rodentia

Sub ordo

: Odontoceti

Familia

: Muridae

Genus

: Rattus

Spesies

: Rattus norvegicus

2) Perilaku Tikus :
a. Relatif resisten terhadap infeksi, sangat cerdas, tenang dan
mudah ditangani.

35

b. Tikus tidak begitu fotofobik seperti halnya mencit.


c. Kecenderungan untuk berkumpul sesamanya juga tidak begitu
besar.
d. Aktivitas tidak demikian terganggu dengan adanya manusia
disekitarnya.
e. Suhu tubuh normal 37,5oC.
f. Laju respirasi normal 210 tiap menit.
g. Bila diperlakukan kasar atau bila makanannya kurang, tikus
menjadi galak dan sering menyerang si pemegang.
h. Tikus jika menggigit sangat dalam dan gigitannya sulit
dilepaskan.

3) Karakteristik Tikus :
a. Lama hidup
: 2-3 tahun
b. Lama produksi
: 1 tahun
c. Lama hamil
: 20-22 hari
d. Umur dewasa
: 40-60 hari
e. Umur kawin
: 2 minggu
f. Siklus ekterus
: 9-10 gram

IV. Foto Percobaan


1. Hewan coba yang digunakan ( 6 ekor tikus )

2. Sondelambung yang digunakan

36

3. Foto alat :

Timbangan dacing

Sudip/ sendok kecil

Mortir dan stamper

Beaker glass

Tabung ukur

Tisu

4. Obat yang digunakan

37

Timbangan analitik

Dispo

Spidol

Furosemid

Spironolakton

Hidroklorthiazid

PGA

5. Pembuatan suspensi PGA


PGA ditimbang sebanyak 1 g, lalu dimasukkan dalam mortir bersama 100
ml aquadest, digerus hingga homogen. Pindahkan ke gelas kimia.

6. Pembuatan sediaan obat Hidroklorthiazid


Obat ditimbang untuk menghitung berat total, setelah itu
dilakukan perhitungan dosis, lalu ditimbang lagi jumlah obat yang akan
dipakai. Setelah itu digerus hingga halus + suspensi PGA, lalu digerus lagi
hingga homogen, pindahkan ke gelas kimia. Sediaan obat siap digunakan

+
38

Untuk obat Furosemid dan Spironolakton, pembuatan sediaan


obatnya sama dengan pembuatan obat Scopamin.

7. Pemberian obat (Furosemid, Spironolakton, Hidroklorthiazid dan


suspensi PGA) pada tikus
a. Tikus ditimbang terlebih dahulu

b. Tikus diberi tanda dengan spidol pada ekornya

c. Pemberian sedian obat pada tikus menggunakan sondelambung


Sondelambung diambil, lalu diisi dengan obat sesuai jumlah
volume obat untuk masing-masing tikus. Sondelambung dimasukan
kedalam mulut tikus, lewat mulut bagian kanan, hingga seluruh bagian
sondelambung masuk, lalu obat dalam sondelambung diinjeksi.

39

8. Tikus dimasukkan dalam toples


a. HCT

Tikus II

Tikus III

Tikus IV

b. Furosemid

Tikus I

Tikus II

Tikus III

c. Spironolakton

Tikus I

Tikus II

d. PGA

40

Tikus III

PGA

Tikus I

Tikus V

Tikus VI

9. Hasil urin Tikus setelah diberikan obat


a. HCT

Tikus II (2 ml)

Tikus III (2ml)

b. Furosemid

Tikus II (0,9 ml)

Tikus III (2ml)

c. Spironolakton

41

Tikus IV (1,3 ml)

Tikus II (1,2 ml)

42

Anda mungkin juga menyukai