Anda di halaman 1dari 10

A. Lingkungan Hidup Menurut UU No.

32 Tahun 2009
Menurut Undang-Undang Lingkungan Hidup No. 23 Tahun 1997 Pasal 1 yang kemudian
disempurnakan oleh Undang-Undang No. 32 Tahun 2009, keduanya mendefinisikan
pengertian lingkungan hidup sebagai berikut:
"Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,
dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi
perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain."
B. Lingkungan Hidup Menurut UU No. 32 Tahun 2009,
Pengertian lingkungan hidup diperjelas lagi dengan pasal tentang pengendalian
lingkungan hidup sebagai berikut:
"Pengedalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dilaksanakan
dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup. Pengedalian pecemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup ini terdiri dari 3 hal yaitu : pencegahan,penanggulangan
dan pemulihan lingkungan hidup dengan menerapkan berbagai instrumentinstrument yaitu : Kajian lingkungan hidup straegis (KLHS); Tata ruang; Baku mutu
lingkungan hidup; Kreteria baku mutu kerusakan lingkungan hidup; Amdal; UKL-UPL;
perizinan; instrument ekonomi lingkungan hidup; peraturan perundang-undangan
berbasis lingkungan hidup; anggaran berbasis lingkungan hidup; Analisis resiko
lingkungan hidup; audit lingkungan hidup, dan instrument lain sesuai dnagan
kebutuhan dan/atau perkembangan ilmu pengetahuan."
C. Lingkungan Hidup Menurut UU Rl No.4 Tahun 1982
Lingkungan Hidup Menurut UU Rl Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, UndangUndang Nomor 23 Tahun 1997tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, menyatakan
bahwa lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi
kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.
D. PERSETUJUAN INTERNASIONAL TENTANG LINGKUNGAN HIDUP
Indonesia termasuk dalam perjanjian: Biodiversitas, Perubahan Iklim, Desertifikasi,
Spesies yang Terancam, Sampah Berbahaya, Hukum Laut, Larangan Ujicoba Nuklir,
Perlindungan Lapisan Ozon, Polusi Kapal, Perkayuan Tropis 83, Perkayuan Tropis 94,
Dataran basah, Perubahan Iklim - Protokol Kyoto (UU 17/2004), Perlindungan
Kehidupan Laut (1958) dengan UU 19/1961.
Pengertian dalam UU 32 Tahun 2009 ttg Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup :
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan
makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri,
kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan
terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah
terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi
perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan
hukum.
Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan
aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk
menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan,
dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.
Rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang selanjutnya
disingkat RPPLH adalah perencanaan tertulis yang memuat potensi, masalah

lingkungan hidup, serta upaya perlindungan dan pengelolaannya dalam kurun waktu
tertentu.
Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan
utuhmenyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas,
dan produktivitas lingkungan hidup.
Pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk memelihara
kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk
mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antar
keduanya.
Daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk
menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke
dalamnya.
Sumber daya alam adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya hayati
dan nonhayati yang secara keseluruhan membentuk kesatuan ekosistem.
Kajian lingkungan hidup strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah
rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan
bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam
pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.
Analisis mengenai dampak lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut Amdal,
adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup,
yang selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap
usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang
diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha
dan/atau kegiatan.
Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat,
energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang
ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan
hidup.
Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat,
energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia
sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup adalah ukuran batas perubahan sifat fisik,
kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang dapat ditenggang oleh lingkungan hidup
untuk dapat tetap melestarikan fungsinya.
Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan orang yang menimbulkan perubahan
langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup
sehingga melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
Kerusakan lingkungan hidup adalah perubahan langsung dan/atau tidak langsung
terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria
baku kerusakan lingkungan hidup.
Konservasi sumber daya alam adalah pengelolaan sumber daya alam untuk menjamin
pemanfaatannya secara bijaksana serta kesinambungan ketersediaannya dengan tetap
memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya.
Perubahan iklim adalah berubahnya iklim yang diakibatkan langsung atau tidak
langsung oleh aktivitas manusia sehingga menyebabkan perubahan komposisi atmosfir
secara global dan selain itu juga berupa perubahan variabilitas iklim alamiah yang
teramati pada kurun waktu yang dapat dibandingkan.
Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan.

Bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah zat, energi,
dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara
langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan
hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup
manusia dan makhluk hidup lain.
Limbah bahan berbahaya dan beracun, yang selanjutnya disebut Limbah B3,
adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3.
Pengelolaan limbah B3 adalah kegiatan yang meliputi pengurangan, penyimpanan,
pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan.
Dumping (pembuangan) adalah kegiatan membuang, menempatkan, dan/atau
memasukkan limbah dan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi
tertentu dengan persyaratan tertentu ke media lingkungan hidup tertentu.
Sengketa lingkungan hidup adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih yang
timbul dari kegiatan yang berpotensi dan/atau telah berdampak pada lingkungan hidup.
Dampak lingkungan hidup adalah pengaruh perubahan pada lingkungan hidup yang
diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan.
Organisasi lingkungan hidup adalah kelompok orang yang terorganisasi dan terbentuk
atas kehendak sendiri yang tujuan dan kegiatannya berkaitan dengan lingkungan hidup.
Audit lingkungan hidup adalah evaluasi yang dilakukan untuk menilai ketaatan
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap persyaratan hukum dan kebijakan
yang ditetapkan oleh pemerintah.
Ekoregion adalah wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, air, flora,
dan fauna asli, serta pola interaksi manusia dengan alam yang menggambarkan
integritas sistem alam dan lingkungan hidup.
Kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat
untuk antara lain melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari.
Masyarakat hukum adat adalah kelompok masyarakat yang secara turun temurun
bermukim di wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan pada asal usul leluhur,
adanya hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup, serta adanya sistem nilai yang
menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, dan hukum.
Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbadan
hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
Instrumen ekonomi lingkungan hidup adalah seperangkat kebijakan ekonomi untuk
mendorong Pemerintah, pemerintah daerah, atau setiap orang ke arah pelestarian fungsi
lingkungan hidup.
Ancaman serius adalah ancaman yang berdampak luas terhadap lingkungan hidup dan
menimbulkan keresahan masyarakat.
Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha
dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau
kegiatan.
Izin usaha dan/atau kegiatan adalah izin yang diterbitkan oleh instansi teknis untuk
melakukan usaha dan/atau kegiatan.
Pemerintah pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP DAN KERANGKA HUKUM


PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP
Sengketa lingkungan hidup dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu (Bedner 2007):
1. sengketa yang berkaitan dengan perlindungan lingkungan; Sengketa yang berkaitan
dengan upaya perlindungan lingkungan pada umumnya terjadi antara pihak yang ingin
memanfaatkan sumber daya alam untuk memenuhi kepentingan ekonomi di satu sisi dan
pihak yang berkepentingan atau berkewajiban untuk melindungi lingkungan dan suber
daya alam di sisi lain
2. sengketa yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya alam; Sengketa yang
berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya alam pada umumnya terjadi karena ada
pihak yang merasa akses mereka terhadap sumber daya tersebut terhalangi.
3. sengketa yang muncul akibat pencemaran atau perusakan lingkungan; sedangkan
sengketa akibat pencemaran atau perusakan lingungan pada umumnya terjadi antara
pihak pencemar/perusak dengan pihak yang menjadi korban pencemaran/perusakan.
Penyelesaian sengketa lingkungan dapat dilakukan di dalam dan di luar pengadilan. Hal ini
telah dijamin dalam undang-undang yang mengatur tentang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup di Indonesia, yakni UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH 2009). Hal yang sama juga diatur dalam undangundang yang berlaku sebelumnya, yakni UU No. 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup (UUPLH 1997) dan UU No. 4/1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UUKPPLH 1982).
Khusus terhadap penyelesaian sengketa yang dapat dilakukan diluar pengadilan tidak
berlaku terhadap tindak pidana lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam Undang-undang
ini.
PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 membawa perkembangan berarti bagi penegakan
hukum lingkungan di Indonesia dengan diakuinya hak-hak prosedural penyelesaian
sengketa lingkungan dilakukan di dalam maupun di luar pengadilan, berikut ini akan
disajikan model-model penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang meliputi :
1)

Penyelesaian Di Dalam Pengadilan (Litigasi)

Suyud Margono berpendapat bahwa litigasi adalah gugatan atas suatu konflik yang
diritulisasikan untuk menggantikan konflik sesungguhnya, dimana para pihak memberikan
kepada seorang pengambilan keputusan dua pilihan yang bertentangan (Suyud Margono,
2004:23).
Litigasi sangat formal terkait pada hukum acara, para pihak berhadap-hadapan untuk saling
beragumentasi, mengajukan alat bukti, pihak ketiga (hakim) tidak ditentukan oleh para pihak
dan keahliannya bersifat umum, prosesnya bersifat terbuka atau transaparan, hasil akhir
berupa putusan yang didukung pandangan atau pertimbangan hakim. Kelebihan dari litigasi
adalah proses beracara jelas dan pasti sudah ada pakem yang harus diikuti sebagai protap.
Adapun kelemahan litigasi adalah proses lama, berlarut-larut untuk mendapatkan putusan
yang final dan mengikat menimbulkan ketegangan antara pihak permusuhan; kemampuan
pengetahuan hukum bersifat umum; tidak bersifat rahasia; kurang mengakomodasi
kepentingan yang tidak secara langsung berkaitan dengan sengketa.

Dalam Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 2008 pasal 19 menjelaskan tentang


keterpisahan mediasi dari litigasi adalah sebagai berikut :
a) Jika para pihak gagal mencapai kespakatan, pernyataan dan pengakuan para pihak
dalam proses mediasi tidak dapat digunakan sebagai alat dalam suatu proses
persidangan perkara yang bersangkutan atau perkara lain.
b) Catatan mediator wajib dimusnahkan
c) Mediator tidak boleh diminta menjadi saksi dalam proses perkara yang bersangkutan.
d) Mediator tidak dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana maupun perdata atas isi
kesepakatan perdamaian hasil proses mediasi.
2)

Penyelesaian Di Luar Pengadilan (Non Litigasi)

Tujuan diaturnya penyelesaian sengketa di luar pengadilan adalah untuk melindungi hak
keperdataan para pihak yang bersengketa dengan cepat dan efisien. Hal mana mengingat
penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi cenderung membutuhkan waktu lama dan biaya
yang relatif tidak sedikit. Hal ini disebabkan proses penyelesaian sengketa lambat, biaya
beracara di pengadilan mahal, pengadilan dianggap kurang responsif dalam penyelesaian
perkara, sehingga putusan sering tidak mampu menyelesaikan masalah dan penumpukan
perkara ditingkat Mahkamah Agung yang tidak terselesaikan.
Sementara itu, dalam persidangan perdata di Indonesia, kapan perkara dapat terselesaikan
secara normatif tidak ada aturan hukum yang jelas, sehingga bagi yang beritikad buruk akan
semakin lama menikmati sesuatu kebendaan yang bukan miliknya, sebaliknya yang
beritikad baik akan semakin menderita kerugian oleh karena suatu sistem yang tidak
berjalan sebagaimana mestinya.
Selain itu terkait dengan beban pembuktian dalam proses penyelesaian melalui litigasi
merupakan kewajiban penggugat sebagaimana dijelaskan diatas, padahal dalam kasus
pencemaran lingkungan, korban pada umumnya awam soal hukum dan seringkali berada
pada posisi ekonomi lemah.
Khusus terhadap sengketa lingkungan hidup, pilihan penyelesaian sengketa lingkungan
hidup di luar pengadilan dapat dilakukan melalui sebuah lembaga baik yang dibentuk oleh
pemerintah dan masyarakat sebagaimana diatur dalam pasal 8 Peraturan Pemerintah
Nomor 54 Tahun 2000 yang dinyatakan bahwa, lembaga jasa dapat dibentuk oleh
pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah. Lembaga penyedia jasa yang dibentuk oleh
pemerintah pusat ditetapkan oleh menteri dan berkedudukan di instansi yang
bertanggungjawab di bidang pengendalian dampak lingkungan. Sementara itu, lembaga
penyedia
jasa
yang
dibentuk
oleh
pemerintah
daerah
ditetapkan
oleh
gubernur/bupati/walikota dan berkedudukan di instansi yang betanggungjawab di bidang
pengendalian dampak lingkungan daerah yang bersangkutan (pasal 8 ayat 1,2, dan 3).
Adapun bentuk penanganan penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan
dapat melalui Arbitrase, mediasi, negosiasi, konsiliasi dan fact finding. Berikut akan
dijelaskan masing-masing bentuk penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar
pengadilan.
a) Arbitrase
Arbitrase berasal dari kata arbitrare (bahasa latin) yang berarti kekuasaan untuk
menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan. Menurut Frank Elkoury
arbitrase adalah suatu proses yang mudah yang dipilih oleh para pihak secara sukarela
karena ingin agar perkaranya diputus oleh juru pisah yang netral sesuai pilihan dimana
keputusan mereka berdasarkan dalil-dalil dalam perkara tersebut. Para pihak setuju
sejak semula untuk menerima putusan tersebut secara final dan mengikat. Sedangkan
menurut Prof. Gary Goodpaster arbitration is theprivete adjuducaticn of dispute parties,

anticipating possible dispute or experience an actual dispute, agree to submit their


dispute to a decision maker they in some fashion selec.
Ciri- ciri arbitrase antara lain :

Adanya pihak ketiga netral yang terdiri dari seorang atau panel dari arbiter.
Argumentasi dalam arbitrase dapat disampaikan baik lisan maupun tertulis dengan
dokumen tertentu sebagai bukti.
Keputusan arbutrase bersifat mengikat
Dalam arbitrase terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan provisional relief,
initiating arbitrations, dan law applied by the arbitrator (Nolan-Haley,1991:128,149155)[7]

b) Mediasi
Mediasi dalam bahasa Inggris disebut mediation adalah penyelesaian sengketa dengan
menengahi. Orang yang menjadi penengah disebut mediator. Mediation is private ,
informal dispute resolution process in which a neutral third person, the mediator, helps
disputing parties to reach an agreement. The mediator has no power to impose a
decission on the parties (Hendry Campbell Black). Dalam penyelesaian sengketa
lingkungan hidup, apabila antara kedua pihak tidak dapat menyelesaikan sendiri
sengketa yang mereka hadapi, mereka dapat menggunakan pihak ketiga yang netral
untuk membantu mereka mencapai persetujuan atau kesepakatan. Mediasi sendiri diatur
dalam Pasal 6 ayat (3), (4) dan (5) UU No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa Umum. Di dalam mediasi, seorang mediator
mempunyai 2 macam peran yang dilakukan, yaitu pertama, mediator berperan pasif. Hal
ini berarti para pihak sendiri yang lebih aktif untuk menyelesaikan permasalahan yang
mereka hadapi sehingga peran mediator hanya sebagai penengah, mengarahkan
penyelesaian sengketa, dan sebagainya. Kedua, mediator berperan aktif. Hal ini berarti
mediator dapat melakukan berbagai tindakan seperti merumuskan dan mengartikulasi
titik temu untuk mendapatkan kesamaan pandangan dan memberikan pengertian
kepada kedua belah pihak tentang penyelesaian sengketa. Dengan demikian seorang
mediator diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan tersebut karena kedua pihak
yang bersengketa bersifat menunggu.
ciri-ciri dan syarat penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui mediasi adalah :

Perundingan dengan bantuan pihak ketiga yang netral.


Pihak ketiga netral tersebut dapat diterima oleh para pihak yang bersengketa.
Tugas mediator adalah memberikan bantuan substansial dan prosedural, dan terikat
pada kode etik sebagai mediator.
Mediator tidak berwenang mengambil keputusan. Keputusan diambil oleh pihak yang
bersengketa itu sendiri.

Syarat :

Adanya kekuatan tawar menawar yang seimbang antara para pihak


Para pihak menaruh harapan terhadap hubungan dimasa depan
Terdapat banyak persoalan yang memungkinkan terjadinya pertukaran
Adanya urgensi untuk menyelesaikan secara cepat
Tidak adanya rasa pemusuhan yang mendalam atau yang telah berlangsung lama di
antara para pihak
Apabila para pihak mempunyai pendukung atau pengikut, mereka tidak memiliki
pengharapan yang banyak dan dapat dikendalikan

Membuat suatu preseden atau mempertahankan hak tidak lebih penting


dibandingkan dengan penyelesaian sengketa yang cepat
Jika para pihak berada dalam proses litigasi, maka kepentingan-kepentingan pelaku
lainnya, seperti pengecara atau penjamin tidak diberlakukan lebih baik dibandingkan
dengan mediasi.

c) Negosiasi
Negosiasi secara umum dapat diartikan sebagai satu upaya penyelesaian sengketa oleh
para pihak tanpa melalui proses peradilan. Dengan tujuan mencapai kesepakatan
bersama atas dasar kerja sama yang lebih harmonis dan kreatif. Dengan demikian
negosiasi adalah proses tawar menawar yang bersifat konsensus yang di dalamnya para
pihak berusaha memperoleh atau mencapai persetujuan tentang hal-hal yang
disengketakan atau yang berpotensi menimbulkan sengketa. Para pihak yang
bersengketa berhadapan langsung secara seksama dalam mendiskusikan
permasalahan yang mereka hadapi secara korporatif dan saling terbuka. Meskipun
sederhana, negosiasi adalah suatu keterampilan yang bersifat mendasar yang
dibutuhkan oleh para negosiator. Negosiasi baik yang bersifat tranksional (transactional
negotiation) maupun dalam konteks penyelesaian sengketa (dispute negotiation), tidak
hanya sekedar sebuah proses yang bersifat intuitive, melainkan proses yang harus
dipelajari, perlu pengetahuan, strategi dan keterampilan tertentu. Menurut Suparto
Wijoyo, bahwa negosiasi ini bersifat informal, tidak terstruktur, dan waktunya tidak
terbatas.
d) Konsiliasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, konsiliasi diartikan sebagai usaha
mempertemukan keinginan pihak yang bersengketa untuk mencapai persetujuan dan
menyelesaikan perselisihan atau bisa diartikan sebagai upaya untuk membawa pihak
yang bersengketa untuk menyelesaikan permasalahan antara kedua pihak secara
negosiasi. Konsiliasi juga dapat dipakai apabila mediasi gagal. Mediator dalam konsiliasi
bisa berubah fungsi menjadi konsiliator, dan jika tercapai kesepakatan, maka konsiliator
berubah menjadi arbiter yang keputusannya dapat mengikat kedua pihak yang
bersengketa.

Penggolongan Limbah Rumah Sakit


Berdasarkan Depkes RI 1992, sampah dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan
limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Secara
umum sampah dan limbah rumah sakit dibagi dalam dua kelompok besar yaitu sampah atau
limbah klinis dan non klinis baik padat maupun cair.
Bentuk limbah atau sampah klinis bermacam-macam dan berdasarkan potensi bahaya yang
ditimbulkannya dapat dikelompokkan sebagai berikut: (Anshar, 2013)
1.
Limbah Benda Tajam
Limbah benda tajam adalah objek atau alat yangmemiliki sudut tajam, sisi, ujung atau
bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum hipodermik,
perlengkapan intravena, pipet Pasteur, pecahan gelas, pisau bedah.Semua benda tajam
ini memiliki bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui sobekan
atau tusukan.Benda-benda tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh darah,
cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau radio aktif.
2.
Limbah Infeksius
Limbah infeksius meliputi limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi
penyakit menular (perawatan intensif).Limbah laboratorium yang berkaitan dengan

pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik dan ruang perawatan/ isolasi penyakit


menular.Limbah jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan tubuh,
sampah mikrobiologis, limbah pembedahan, limbah unit dialysis dan peralatan
terkontaminasi (medical waste).
3.
Limbah Jaringan Tubuh
Limbah jaringan tubuh meliputi jaringan tubuh, organ, anggota badan, placenta, darah dan
cairan tubuh lain yang dibuang saat pembedahan dan autopsy. Limbah jaringan tubuh
tidak memerlukan pengesahan penguburan dan hendaknya dikemas khusus, diberi label
dan dibuang ke incinerator.
4.
Limbah Citotoksik
Limbah citotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan
obat citotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi citotoksik.Limbah
yang terdapat limbah citotoksik harus dibakar dalam incinerator dengan suhu diatas
1000C.
5.
Limbah Farmasi
Limbah farmasi berasal dari obat-obatan kadaluwarsa, obat-obatan yang terbuang karena
batch tidak memenuhi spesifikasi atau telah terkontaminasi, obat-obatan yang terbuang
atau dikembalikan oleh pasien, obat-obatan yang sudah tidak dipakai lagi karena tidak
diperlukan dan limbah hasil produksi oabt-obatan.
6.
Limbah Kimia
Limbah kimia dihasilkan dari penggunaan kimia dalam tindakan medis, vetenary,
laboratorium, proses sterilisasi dan riset. Limbah kimia juga meliputi limbah farmasi dan
limbah citotoksik.
7.
Limbah Radio Aktif
Limbah radio aktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotope yang berasal
dari penggunaan medis dan riset radionucleida. Asal limbah ini antara lain dari tindakan
kedokteran nuklir, radioimmunoassay dan bakteriologis yang dapat berupa padat, cair
atau gas.
8.
Limbah Plastik
Limbah plastic adalah bahan plastic yang dibuang oleh klinik, rumah sakit dan sarana
kesehatan lain seperti barang-barang dissposable yang terbuat dari plastic dan juga
pelapis peralatan dan perlengkapan medis.

Pengolahan Limbah Rumah Sakit


Pengolahan limbah rumah sakit dapat dilakukan dengan berbagai cara. Yang diutamakan
adalah sterilisasi, yakni berupa pengurangan (reduce) dalam volume, penggunaan kembali
(reuse) dengan sterilisasi lebih dulu, daur ulang (recycle) dan pengolahan (treatment).
(Slamet Riyadi, 2000)
1.
Limbah Padat
Untuk memudahkan mengenal jenis limbah yang akan dimusnahkan, perlu dilakukan
penggolongan limbah. Dalam kaitan dengan pengolahan, limbah medis dikategorikan
menjadi 5 golongan sebagai berikut:
Golongan A:

Dressing bedah, swab dan semua limbah terkontaminasi dari kamar bedah,
Bahan-bahan kimia dari kasus penyakit infeksi,
Seluruh jaringan tubuh manusia (terinfeksi maupun tidak), bangkai/ jaringan hewan
dari laboratorium dan hal-hal lain yang berkaitan dengan swab dan dressing.
Golongan B:

Syringe bekas, jarum, cartridge, pecahan gelas dan benda-benda tajam lainnya.

Golongan C:

Limbah dari ruang laboratorium dan postpartum kecuali yang termasuk dalam
golongan A.
Golongan D:

Limbah bahan kimia dan bahan farmasi tertentu.

Golongan E:

Pelapis bed-pan disposable, urinoir, incontinence-pad dan stomach.

Dalam pelaksanaan pengelolaan limbah medis perlu dilakukan pemisahan penampungan,


pengangkutan dan pengolahan limbah pendahuluan.
a. Pemisahan
Golongan A
Dressing bedah yang kotor, swab dan limbah lain yang terkontaminasi dari ruang
pengobatan hendaknya ditampung dalam bak penampungan limbah medis yang
mudah dijangkau, bak sampah yang dilengkapi dengan pelapis pada tempat produksi
sampah. Kantong plastic tersebut hendaknya diambil paling sedikit satu hari sekali
atau bila sudah mencapai tiga perempat penuh.Kemudian diikat kuat sebelum
diangkut dan ditampung sementara di bak sampah klinis.Bak sampah tersebut juga
hendaknya diikat dengan kuat bila mencapai tiga perempat penuh atau sebelum
jadwal pengumpulan sampah. Sampah kemudian dibuang dengan cara sebagai
berikut:
1)
Sampah dari haemodialisis
Sampah hendaknya dimusnahkan dengan incinerator. Bisa juga digunakan
autoclaving, tetapi kantung harus dibuka dan dibuat sedemikian rupa sehingga
uap panas bisa menembus secara efektif.
2)
Limbah dari unit lain
Limbah hendaknya dimusnahkan dengan incinerator. Bila tidak mungkin bisa
menggunakan cara lain, misalnya dengan membuat sumur dalam yang aman.
Semua jaringan tubuh, plasenta dan lain-lain hendaknya ditampung pada bak
limbah medis atau kantong lain yang tepat kemudian di musnahkan dengan
incinerator. Perkakas laboratorium yang terinfeksi hendaknya dimusnahkan
dengan incinerator.Incinerator harus dioperasikan dibawah pengawasan bagian
sanitasi atau bagian laboratorium.

Golongan B
Syringe, jarum dan cartridges hendaknya dibuang dengan keadaan tertutup.Sampah
ini hendaknya ditampung dalam bak tahan benda tajam yang bilamana penuh
(dengan interval maksimal tidak lebih dari satu minggu) hendaknya diikat dan
ditampung didalam bak sampah klinis sebelum diangkut dan dimasukkan kedalam
incinerator.

b. Penampungan
Sampah klinis hendaknya diangkut sesering mungkin sesuai dengan kebutuhan.
Sementara menunggu pengangkutan untuk dibawa ke incinerator atau pengangkutan
oleh dinas kebersihan (ketentuan yang ditunjuk). Sampah yang tidak berbahaya dengan
penanganan pendahuluan, dapat ditampung bersama sampah lain sambil menunggu
pengangkutan.
c. Pengangkutan

Pengangkutan dibedakan menjadi dua yaitu pengangkutan internal dan pengangkutan


eksternal.Pengangkutan internal berawal dari titik penampungan awal ke tempat
pembuangan atau incinerator (pengolahan on-site). Dalam pengangkutan internal
biasanya digunakankereta dorong, kereta atau troli yang digunakan untuk pengangkutan
sampah klinis harus didesain sedemikian rupa sehingga tidak akan menjadi sarang
serangga, permukaan harus licin, rata dan tidak tembus, mudah dibersihkan dan
dikeringkan, sampah tidak menempel pada alat angkut, sampah mudah diisikan, diikat
dan dituang kembali. Bila tidak tersedia sarana setempat dan sampah klinis harus
diangkut ketempat lain, harus disediakan bak terpisah dari sampah biasa dalam alat truk
pengangkut dan harus dilakukan upaya pencegahan kontaminasi sampah lain yang
dibawa, harus dapat dijamin bahwa sampah dalam keadaan aman dantidak terjadi
kebocoran atau tumpah.
2.
Limbah Cair
Limbah rumah sakit mengandung bermacam-macam mikroorganisme, bahan-bahan organic
dan anorganik. Beberapa contoh fasilitas atau Unit Pengolahan Limbah (UPL) dirumah sakit
antara lain:
a. Kolam Stabilisasi Air Limbah (Waste Stabilization Pond System)
b. Kolam Oksidasi Air Limbah (Waste Oxidation Ditch Treatment System)
c. Anaerobic Filter Treatment System

Anda mungkin juga menyukai