Anda di halaman 1dari 9

TEKNOLOGI KULTUR JARINGAN

PERBANYAKAN TANAMAN SELAIN BENIH


Oleh :
Nur Fatimah, S.TP
PBT Pertama BBP2TP Surabaya

Dengan semakin berkembangnya teknologi pertanian penyediaan benih tidak hanya dapat
diperoleh dari sumber benih, akan tetapi dapat dikembangkan dengan teknologi kultur jaringan.
Kultur jaringan adalah teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman
seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian tersebut dalam media buatan secara aseptis
yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup dan tembus cahaya sehingga
bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap.
Teknologi kultur jaringan ini mempunyai beberapa kelebihan bila dibandingkan dengan
perbanyakan tanaman dari benih, antara lain :
1.

tanaman yang dihasilkan mempunyai keseragaman genetik yang lebih tinggi bila dibandingkan
dengan tanaman yang berasal benih

2.

mempunyai sifat yang sama dengan induknya

3.

mempunyai kecepatan multiplikasi yang tinggi

4.

tidak terlalu membutuhkan tempat yang luas

5.

pada beberapa jenis tanaman tertentu tanaman yang dihasilkan dari kultur jaringan ini
mempunyai kelebihan tahan terhadap penyakit, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin

6.

kecepatan pertumbuhan bibit lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional


(Anonim, 2011)

7.

pengadaan bibit tidak tergantung musim

8.

biaya pengangkutan bibit relatif lebih murah dan mudah


(Anonim, 2011a).

Dalam proses perbanyakan kultur jaringan ini, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
yaitu :
1.

Genotip tanaman
Respon eksplan tanaman tergantung dari spesies, varietas, atau tanaman asal
eksplan tersebut. Pengaruh genotip ini berhubungan erat dengan faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan eksplan, seperti kebutuhan nutrisi, zat pengatur tumbuh, dan
lingkungan kultur. Oleh karena itu, komposisi media, zat pengatur tumbuh dan lingkungan
pertumbuhan yang dibutuhkan oleh masing-masing tanaman bervariasi meskipun teknik kultur
jaringan yang digunakan sama.

2.

Media kultur yang meliputi :


a. Komposisi media
Perbedaan komposisi media sangat mempengaruhi respon eksplan saat dikulturkan.
Perbedaan komposisi media biasanya sangat mempengaruhi arah pertumbuhan dan
regenerasi eksplan. Meskipun demikian, media yang telah diformulasikan tidak hanya
berlaku untuk satu jenis eksplan dan tanaman saja. Beberapa jenis formulasi media bahkan
digunakan secara umum untuk berbagai jenis eksplan dan varietas tanaman, seperti media
MS. Namun ada juga beberapa jenis media yang diformulasikan untuk tanaman-tanaman
tertentu misalnya WPM, VW dll. Media-media tersebut dapat digunakan untuk berbagai
tujuan seperti perkecambahan biji, kultur pucuk, kultur kalus, regenerasi kalus melalui
organogenesis dan embriogenesis.
b. Komposisi zat pengatur tumbuh
Konsentrasi hormon pertumbuhan optimal yang ditambahkan ke dalam media
tergantung pula dari eksplan yang dikulturkan serta kandungan hormon pertumbuhan
endogen yang terdapat pada eksplan tersebut. Hormon pertumbuhan yang digunakan
untuk perbanyakan secara invitro adalah golongan auksin, sitokinin, giberelin, dan growth
retardant. Auksin yang umum dipakai adalah IAA (Indole Acetic Acid), IBA (Indole Butyric
Acid), NAA (Naphtalena Acetic Acid), dan 2,4-D (2,4-dichlorophenoxy Acetic Acid). Selain itu
beberapa peneliti pada beberapa tanaman menggunakan juga CPA (Chlorophenoxy Acetic
Acid). Sitokinin yang banyak dipakai adalah Kinetin (Furfuryl Amino Purine), BAP/BA (Benzyl
AminoKPurine/Benzyl Adenine), 2 i-P (2-isopentenyl Adenin). Beberapa sitokinin lainnya
yang juga digunakan adalah zeatin, thidiazuron dan PBA (6(benzylamino)-9-(2tetrahydropyranyl)-9H-purine). Hormon pertumbuhan golongan giberellin yang paling
umum digunakan adalah GA3, selain itu ada beberapa peneliti yang menggunakan GA4 dan

GA7, sedangkan growth retardant yang sering digunakan adalah Ancymidol, Paraclobutrazol
dan TIBA, AbA dan CCC.
c. Jenis media yang digunakan
Media yang umum digunakan dalam kultur jaringan adalah medium padat, medium
semi padat dan medium cair. Keadaan fisik media akan mempengaruhi pertumbuhan
kultur, kecepatan pertumbuhan dan diferensiasinya. Keadaan fisik media ini mempengaruhi
pertumbuhan antara lain karena efeknya terhadap osmolaritas larutan dalam media serta
ketersediaan oksigen bagi pertumbuhan eksplan yang dikulturkan.
3.

Lingkungan tumbuh yang meliputi :


a. Suhu
Kebutuhan suhu untuk masing-masing jenis tanaman umumnya berbeda-beda.
Tanaman dapat tumbuh dengan baik pada suhu optimumnya. Pada suhu ruang kultur
dibawah optimum, pertumbuhan eksplan lebih lambat, namun pada suhu diatas optimum
pertumbuhan tanaman juga terhambat akibat tingginya laju respirasi eksplan. Suhu yang
digunakan adalah konstan, yaitu 25C (kisaran suhu 17-32C). Tanaman tropis umumnya
dikulturkan pada suhu yang sedikit lebih tinggi dari tanaman empat musim, yaitu 27C
(kisaran suhu 24-32C). Bila suhu siang dan malam diatur berbeda, maka perbedaan
umumnya adalah 4-8C, variasi yang biasa dilakukan adalah 25C siang dan 20C malam,
atau 28C siang dan 24C malam.
b. Kelembaban relatif
Kelembaban relatif dalam botol kultur dengan mulut botol yang ditutup umumnya
cukup tinggi, yaitu berkisar antara 80-99%. Jika mulut botol ditutup agak longgar maka
kelembaban relatif dalam botol kultur dapat lebih rendah dari 80%. Sedangkan kelembaban
relatif di ruang kultur umumnya adalah sekitar 70%. Jika kelembaban relatif ruang kultur
berada dibawah 70% maka akan mengakibatkan media dalam botol kultur (yang tidak
tertutup rapat) akan cepat menguap dan kering sehingga eksplan dan plantlet yang
dikulturkan akan cepat kehabisan media. Namun kelembaban udara dalam botol kultur yang
terlalu tinggi menyebabkan tanaman tumbuh abnormal yaitu daun lemah, mudah patah,
tanaman kecil-kecil namun terlampau sukulen. Kondisi tanaman demikian disebut vitrifikasi
atau hiperhidrocity. Sub-kultur ke media lain atau menempatkan planlet kecil ini dalam botol
dengan tutup yang agak longgar, tutup dengan filter, atau menempatkan silica gel dalam
botol kultur dapat membantu mengatasi masalah ini.

c. Cahaya
Pertumbuhan eksplan dalam kultur in vitro dipengaruhi oleh : kuantitas dan kualitas
cahaya (intensitas), lama penyinaran dan panjang gelombang cahaya. Pertumbuhan Pada
perbanyakan tanaman secara invitro, kultur umumnya diinkubasikan pada ruang
penyimpanan dengan penyinaran. Tunas-tunas umumnya dirangsang pertumbuhannya
dengan penyinaran, kecuali pada teknik perbanyakan yang diawali dengan pertumbuhan
kalus. Sumber cahaya pada ruang kultur ini umumnya adalah lampu flourescent (TL). Hal ini
disebabkan karena lampu TL menghasilkan cahaya warna putih, selain itu sinar lampu TL
tidak meningkatkan suhu ruang kultur secara drastis (hanya meningkat sedikit). Intensitas
cahaya yang digunakan pada ruang kultur umumnya jauh lebih rendah (1/10) dari intensitas
cahaya yang dibutuhkan tanaman dalam keadaan normal. Intensitas cahaya dalam ruang
kultur untuk pertumbuhan tunas umumnya berkisar antara 600-1000 lux. Perkecambahan
dan inisiasi akar umumnya dilakukan pada intensitas cahaya lebih rendah. Selain intensitas
cahaya, lama penyinaran atau photoperiodisitas juga mempengaruhi pertumbuhan eksplan
yang dikulturkan. Lama penyinaran umumnya diatur sesuai dengan kebutuhan tanaman
sesuai dengan kondisi alamiahnya. Periode terang dan gelap umumnya diatur pada kisaran
8-16 jam terang dan 16-8 jam gelap tergantung varietas tanaman dan eksplan yang
dikulturkan. Periode siang/malam (terang/gelap) ini diatur secara otomatis menggunakan
timer yang ditempatkan pada saklar lampu pada ruang kultur. Dengan teknik ini penyinaran
dapat diatur konstan sesuai kebutuhan tanaman.
4.

Kondisi eksplan
Pertumbuhan dan morfogenesis dalam mikropropagasi sangat dipengaruhi oleh
keadaan jaringan tanaman yang digunakan sebagai eksplan. Selain faktor genetis eksplan yang
telah disebutkan di atas, kondisi eksplan yang mempengaruhi keberhasilan teknik
mikropropagasi adalah jenis eksplan, ukuran, umur dan fase fisiologis jaringan yang digunakan
sebagai eksplan. Meskipun masing-masing sel tanaman memiliki kemampuan totipotensi,
namun masing-masing jaringan memiliki kemampuan yang berbeda-beda untuk tumbuh dan
beregenerasi dalam kultur jaringan. Oleh karena itu, jenis eksplan yang digunakan untuk
masing-masing kultur berbeda-beda tergantung tujuan pengkulturannya. Umur eksplan sangat
berpengaruh terhadap kemampuan eksplan tersebut untuk tumbuh dan beregenerasi.
Umumnya eksplan yang berasal dari jaringan tanaman yang masih muda (juvenil) lebih mudah
tumbuh dan beregenerasi dibandingkan dengan jaringan yang telah terdiferensiasi lanjut.
Jaringan muda umumnya memiliki sel-sel yang aktif membelah dengan dinding sel yang belum
kompleks sehingga lebih mudah dimodifikasi dalam kultur dibandingkan jaringan tua. Oleh

karena itu, inisiasi kultur biasanya dilakukan dengan menggunakan pucuk-pucuk muda, kuncupkuncup muda, hipokotil, inflorescence yang belum dewasa, dll. Jika eksplan diambil dari
tanaman dewasa, rejuvenilisasi tanaman induk melalui pemangkasan atau pemupukan dapat
membantu untuk memperoleh eksplan muda agar kultur lebih berhasil. Ukuran eksplan juga
mempengaruhi keberhasilan kultur. Eksplan dengan ukuran kecil lebih mudah disterilisasi dan
tidak membutuhkan ruang serta media yang banyak, namun kemampuannya untuk
beregenerasi juga lebih kecil sehingga dibutuhkan media yang lebih kompleks untuk
pertumbuhan dan regenerasinya. Sebaliknya semakin besar eksplan, maka semakin besar
kemungkinannya untuk membawa penyakit dan makin sulit untuk disterilkan, membutuhkan
ruang dan media kultur yang lebih banyak. Ukuran eskplan yang sesuai sangat tergantung dari
jenis tanaman yang dikulturkan, teknik dan tujuan pengkulturannya.
5.

Kondisi aseptis selama proses perbanyakan

6.

Lingkungan pertumbuhan harus terkontrol


(Luri, S. 2009a).

Perbanyakan Bibit Teknologi Kultur Jaringan


Pemilihan dan Penyiapan
Tanaman Induk

Inisiasi Kultur

Multiplikasi
(Perbanyakan Propagul)

Pemanjangan Tunas (Elongasi ),


Induksi, dan Perkembangan
Akar

Aklimatisasi

Gb. Alur Tahapan Perbanyakan Bibit Secara Kultur Jaringan

Perbanyakan bibit secara kultur jaringan melalui beberapa tahapan proses yaitu :
1.

Pemilihan dan penyiapan tanaman induk sumber eksplan.


Tanaman yang akan dilakukan perbanyakan kultur jaringan harus jelas jenis, spesies, varietas,
sehat dan bebas dari hama dan penyakit.

2.

Inisiasi kultur.
Inisiasi adalah pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang akan dikulturkan. Bagian
tanaman yang sering digunakan untuk kegiatan kultur jaringan adalah tunas. Eksplan yang
dikulturkan diharapkan dapat menginisiasi pertumbuhan baru sehingga akan memungkinkan
dilakukan pemilihan tanaman yang tumbuhnya paling kuat untuk perbanyakan (multiplikasi
tahap selanjutnya).

3.

Multiplikasi atau perbanyakan propagul


Multiplikasi adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan menanam eksplan pada
media. Pada tahapan ini, eksplan yang sudah diinisiasi akan menggandakan propagul atau
bahan tanaman yang diperbanyak seperti tunas atau embrio, serta memeliharanya dalam
keadaan tertentu sehingga sewaktu-waktu bisa dilanjutkan untuk tahap berikutnya (Yusnita,
2004).

4.

Pemanjangan tunas, induksi, dan perkembangan akar


Pengakaran adalah fase dimana eksplan akan menunjukkan adanya pertumbuhan akar yang
menandai bahwa proses kultur jaringan yang dilakukan mulai berjalan dengan baik. Tahapan ini
bertujuan untuk membentuk akar dan pucuk tanaman yang kuat untuk dapat bertahan hidup
sampai dipindahkan ke lingkungan . Tunas-tunas yang dihasilkan pada tahap multiplikasi di
pindahkan ke media lain untuk pemanjangan tunas. Pengakaran tunas in-vitro dapat dilakukan
dengan memindahkan tunas ke media pengakaran yang umumnya memerlukan auksin seperti
NAA atau IBA. Menurut Pierek, auksin secara umum menyebabkan perpanjangan sel,
pembesaran sel, pembentukan kalus dan pembentukan akar; dan menurut Wattimena,
mendorong pertumbuhan pucuk. Keberhasilan tahap ini tergantung pada tingginya mutu tunas
yang dihasilkan pada tahap sebelumnya.

5.

Aklimatisasi
Tahapan ini merupakan tahap kritis dalam perbanyakan kultur jaringan untuk produksi massal.
Aklimatisasi adalah proses pengkondisian planlet atau tunas mikro (jika pengakaran dilakukan
secara ex-vitro) di lingkungan baru yang aseptik di luar botol, dengan media tanah, atau pakis
sehingga planlet dapat bertahan dan terus menjadi bibit yang siap ditanam di lapangan.
Prosedur pembiakan dengan kultur jaringan baru bisa dikatakan berhasil jika planlet dapat
diaklimatisasi ke kondisi eksternal dengan keberhasilan yang tinggi (Luri, S. 2010b).

Tebu (Saccharum officinarum)

Bagal mikro (G2)

Pemotongan

Lahan pendederan

Budset terdiri dari 1 mata


tunas

Digemburkan dan Diberi


Pupuk Kompos

Pendederan

Perawatan Dederan

Transplatting ke kebun benih


(6 8 minggu setelah tanam)
Gb. Alur Penyiapan Bibit Tebu G2 Hasil Kultur Jaringan
Sumber : (Anonim, 2010b)

Bibit tebu hasil kultur jaringan ini memiliki keunggulan seperti :


a. bebas penyakit RSD (Ratoon Stunting Disease)
b. potensi produksi yang maksimal pada keprasan/ratoon
c. bobot benih sekitar 60 % dari bobot budset sehingga mempermudah pengiriman (Anonim,
2010c).

Kakao Hasil Somatic Embriogenesis (SE)


Sertifikasi

Aklimatisasi

Domain Pengguna

Bahan Tanam Unggul


Pembentukan sel
Embriogenik

Eksplant = Pistil /
Bunga Kakao

Planlet Pasca
Aklimatisasi
Tanaman Kakao Asal
SE

Embrio Tanaman

Pembibitan

Planlet
Pra Aklimatisasi

Bibit Kakao Siap

Gb. Alur Proses Penyiapan Bibit Kakao Somatic Embryogenesis (SE)

Tanaman yang berasal dari bibit kakao SE ini memiliki keunggulan antara lain :
a. 4 bulan lebih cepat berubah daripada tanaman yang dikembangkan melalui benih
b. tidak terbentuk Kotiledon
c. produksi tinggi yaitu pada 3 tahun mencapai 500 kg/ha/th, 4 tahun mencapai 1.137 kg/ha/th
dan pada 5 tahun mencapai 1.680 kg/ha/th
d. pertumbuhan tanaman lebih vigor
e. tahan kekeringan
(Ditjenbun, 2009)
f. tahan terhadap hama PBK (Penggerek Buah Kakao), penyakit busuk buah dan VSD ( Vascular
Streak Dieback) (Anonim, 2010d).

Dengan mengetahui keunggulan yang dapat diperoleh dari perbanyakan secara kultur
jaringan ini, maka berbagai macam kendala yang disebabkan oleh perbanyakan dengan
menggunakan benih dapat diatasi.

Sumber :
Anonim, 2010a. Kultur Jaringan Alternatif Bibit Unggul. http://blogs.unpad.ac.id. Diakses tanggal 9
Februari 2011.
b

. Teknik Kultur Jaringan, Upaya Percepatan


http://ditjenbun.deptan.go.id. Diakses tanggal 31 Januari 2011.

Pembenihan

Tebu.

.
Teknologi
Kultur
Jaringan
Untuk
Penyediaan
http://ditjenbun.deptan.go.id. Diakses tanggal 31 Januari 2011.

Benih

Tebu.

. Dinas Pertanian Menanam Bibit Kakao SE. http://www.luwutimurkab.go.id.


Diakses tanggal 9 Februari 2011.
, 2011. Kultur Jaringan. http://www.dephut.go.id. Diakses tanggal 9 Februari 2011.
Ditjenbun,
2009.
Mengenal
Teknologi
Somatic
Embriogenesis
http://ditjenbun.deptan.go.id. Diakses tanggal 9 Februari 2011.
Luri,

S.
2009a.
Faktor-Faktor
Penentu
Keberhasilan
http://kulturjaringan.blogspot.comDiakses tanggal 7 Februari 2011.

(SE)

Kultur

Kakao.

Jaringan.

. Tahapan-Tahapan Kultur Jaringan. http://kulturjaringan.blogspot.comDiakses


tanggal 7 Februari 2011.
Pierek, R. L. M. 1987. In Vitro Culture of Higher Plants dalam Perbanyakan Tebu (Saccharum
officinarum L.) Secara In Vitro Pada Berbagai Konsentrasi IBA dan BAP. Jurnal Sains &
Teknologi. Desember 2003. Vol.3 No.3:103-109.
Wattimena, G. A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh dalam Perbanyakan Tebu (Saccharum officinarum L.)
Secara In Vitro Pada Berbagai Konsentrasi IBA dan BAP. Jurnal Sains & Teknologi. Desember
2003. Vol.3 No.3:103-109.

Anda mungkin juga menyukai