Anda di halaman 1dari 11

Filsafat hukum Islam tentang aliran dalam

hukum islam
MAKALAH
FILSAFAT HUKUM ISLAM
(ALIRAN-ALIRAN DALAM HUKUM ISLAM)
PROGRAM IIIB AS
OLEH:
1. LATIFAH
:
152 102 044
2. AHMAD HARIANTO
:
152 102 048

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) MATARAM


2011

PENDAHULUAN
Alhamdulillah segala puji kami curahkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
kami kesehatan sehingga dapat meyelesaikan makalah kami.
Dalam makalah kami yang berjudul aliran-aliran dalam hukum islam akan membahas
bagaimana sejarah sehingga muncul aliran-aliran dalam islam dan dalam penetapan hukum
mengapa para fuqaha berbeda pendapat tentang suatu hukum, padahal agama islam itu
bersumber pada wahyu (baik al-Quran maupun al-Hadits), yang jadi permasalahan adalah
bagaimana cara menafsirkan al-Quran tersebut sehingga memiliki perbadaan pendapat dalam
menetapkan hukum. Inilah indahnya islam meskipun satu sumber tapi memiliki banyak
penafsiran yang berbeda-beda. Untuk lebih jelasnya akan disinggung dalam makalah kami.
Tidak luput juga dalam makalah ini, kami sangat menyadari begitu banyak akan
kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan kritikan dan saran dari semua pihak guna
untuk penyempurnaan makalah kami.
Mudah-mudahan makalah kami ini berguna bagi kita semua,,, aamiin,,,,

ALIRAN-ALIRAN DALAM ISLAM


A. SEJARAH TIMBULNYA MAZHAB HUKUM
Sebelum ditinjau sejarah kemunculan mazhab-mazhab fiqh Islam, ada baiknya jika
kita tinjau terlebih dahulu maksud perkataan Mazhab dan Imam itu sendiri.

Mazhab dari sudut bahasa bererti jalan atau the way of. Dalam Islam, istilah
mazhab secara umumnya digunakan untuk dua tujuan: dari sudut akidah dan dari sudut fiqh.
Mazhab akidah ialah apa yang bersangkut-paut dengan soal keimanan, tauhid, qadar
dan qada, hal ghaib, kerasulan dan sebagainya. Antara contoh mazhab-mazhab akidah Islam
ialah Mazhab Syiah, Mazhab Khawarij, Mazhab Mutazilah dan Mazhab Ahl al-Sunnah wa
al-Jamaah. Setiap dari pada kumpulan mazhab akidah ini mempunyai mazhab-mazhab
fiqhnya yang tersendiri. Mazhab fiqh ialah apa yang berkaitan dengan soal hukum-hakam,
halal-haram dan sebagainya. Contoh Mazhab fiqh bagi Ahl al-Sunnah wa al-Jamaah ialah
Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki, Mazhab al-Syafii dan Mazhab Hanbali.[1]
Mazhab fiqh pula, sebagaimana terang Huzaemah Tahido, bererti: Jalan fikiran,
fahaman dan pendapat yang ditempuh oleh seorang mujtahid dalam menetapkan suatu hukum
Islam dari sumber al-Quran dan al-Sunnah. Ia juga berarti sejumlah fatwa atau pendapatpendapat seorang alim besar yang bergelar Imam dalam urusan agama, baik dalam masalah
ibadah ataupun lainnya.[2]
Peristiwa politik yang berorientasi kepada semangat umat islam dan banyak
berpengaruh bagi perkembangan fiqih adalah jatuhnya dinasti Umayyah dan tampilnya
dinasti Abbasiyyah dipanggung kekuasaan. Pada masa kekhalifahan bani Umayyah, para
penguasa tidak mau terlalu banyak ambil pusing dan terlibat kedalam urusan keagamaan.
Berbeda dengan daulah Ummayyah, Dinasti Abbasiyyah terangkat ke atas
tahta khalifah bulkan semata-mata karena revolusi politik, perpindahan dinasti tersebut
mengandung arti transpormasi yang mendalam dalam masalah agama dan perubahan
teokrasi. Para Ulama merasa terobati rasa jenuhnya terdapat tingkah laku para kahlifah
dinasti Ummayyah.[3]
Masa daulah Abbasiyyah, agama bukan sekedar penting bagi Negara, tetapi justru
merupakan urusan utama dan pertama bagi Negara. Dengan keadaan yang sedemikian itu,
tidaklah mengherankan jika para teolog dan ahli bidang keagaaman tampil berkerumun di
istana dan pemerintahan, karena hukum dan administrasi peradilan harus disusun dan
dibangun sesuai dengan pemerintahan agama. Dengan demikian prefensi harus diberikan
kepada ahli agama dan orang-orang yang mempelajari dan mempraktikkan Sunnah. Dengan
dinasti baru ini tibalah saatnya perkembangan dan kesuburan hukum islam.
Pada masa Abbasiyyah, lembaga-lembaga kenegaraan, administrasi peradilan agama
dengan segala macam transaksi, sampai kepada ketentuan-ketentuan hukum sipil yang paling
sederhana, harus memenuhi tuntutan-tuntutan hukum agama. Abad ini merupakan abad fiqih,
abad ahli-ahli yurisprudensi, dan abad fuqaha. Qadhi merupakan tokoh yang terhormat yang
penting dalam hal ini. Dibawah kekhalifahan yang terorekrasi itu, studi tentang yurisprudensi
berkembang secara intensif dari pusat kekuasaan sampai daerah negeri yang paling terpencil.
Upaya dan usaha dalam pengembangan ilmu pengetahuan hukum tersebut didukung dengan
moril dan materil, sehingga masyaraskat maju dengan pesat.
Pada masa Abasiyyah ini, dalil-dalil dan peraturan-peraturan baru disimpulkan dari
bahan-bahan yang diterima. Ada kalanya hasilnya dipertentangkan oleh para ulama yang ada
ketika itu. Pertentangan itu disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya:
a. Perbedaan pendirian terhadap sumber-sumber hukum
Sumber-sumber hukum yang diperselisihkan itu adalah:
1. Hadits
Segi-segi yang diperselisihkan dalam hadits adalah sebagai berikut:

2.
b.

1.
2.
c.

1.

2.

d.

e.

B.

Tingkat origanilitas dan validitas sebuah hadits baik ditinjau dari segi sanad, rawi dan
matannya.
Tingkat orientasi dan kecenderungan ulama terhadap hadits sebagai dasar hukum.
Perbedaan pendapat tentang sumber hukum selain al-Quran dan al-Hadits, seperti Qiyas,
Istihsan, Mashlahah Mursalah dan lain-lain.
Perbedaan pendirian tentang aturan-aturan bahasa dalam pemahaman terhadap suatu Nash
(Quran dan Hadits)
Secara garis besar, pemahaman yang berbeda tentang sesuatu nash dapat dibagi menjadi
dua :
Pengertian kata-kata tunggal; kata-kata musytarak, suruhan dan larangan, hakikat dan majas,
serta mutlak dan muqayyad.
Susunan kata-kata; pengecualian dari kata-kata umum, mafhum mukhallafah, fahwa al
khitab, umum al muqtadha, dan istisna.
Lokasi atau lingkungan tempat tinggal ahli hukum
Perbedaan lokasi sangat berpengaruh bagi bentuk hukum yang ditetapkan. Kebiasaan dan
adat setempat telah lama berurat-berakar tidak bisa diabaikan begitu saja. Dari perbedaan
lokasi inilah dua kelompok yang berbeda dalam penetapan hukum yaitu:
Ahl al-Rayi
Aliran ini timbul karena sedikitnya hadits yang tersebar di wilayah tempat fuqaha
berada. Contohnya adalah irak. Sedikitnya jumlah hadist itu, menyebabankan fuqaha di
daerah tersebut memecahkan banyak persoalan yang muncul ke permukaan dengan akal
(rayu) mereka.
Ahl al-Hadits
Pemegang aliran ini berasal dari daerah yang banyak tersebar hadits di daerah
tesebut, seperti Madinah.
Namun perlu dicatat bahwa ahl al-Rayi tidak meninggalkan teks al-Quran atatu Hadits sama
sekali, begitu sebaliknya, ahl al-Hadits tidak berarti sama sekali mengesampingkan akal.
Situasi dan kondisi
Termasuk di dalamnya adalah persoalan politik. Perbedaan pendapat di kalangan muslim
awal tentang masalah politik, seperti pengangkatan khalifah, khalifah dari suku apa, ikut
memberikan saham bagi munculnya berbagai mazhab hukum dalam islam.
Pandangan dan metode
Persyaratan pemerintahan hadits bagi ahl al-Sunnah salah satunya adalah apabila
perawinya adalah adil dan cermat (dhabit), sampai ke akhir sanad sampai ada kelainan dan
cacat, baik perawinya dari ahl al-Baiyt atau bukan. Berbeda dengan mazhab ahl al-Sunnah.
Mazhab syiah selalu mengutamakan hadits yang diriwayatkan oleh ahl al-Baiyt.
Gradasi antara kecenderungan-kecenderungan inilah yang menyebabkan timbulnya
aliran-aliran pemikiran yang berbeda-beda, terutama di dalam detail-detail keputusan hukum
tertentu. Aliran-aliran pemikiran itu kemudian disebut dengan mazahib (tunggal; mazhab)
[4] yang berarti arah, tata cara, aliran pemikiran[5]
BEBERAPA MAZHAB HUKUM ISLAM DAN CIRI-CIRINYA
Dari mazhab-mazhab pemikiran hukum yang memiliki perbedaan-perbedaan kecil di
bidang ritus dan hukum. Beberapa di antaranya masih bertahan hingga sekarang dan yang
satu lebih menonjol dari yang lain di sebagian besar dunia islam. Awal dominasi aliran
hukum di suatu daerah sebagian besar ditentukan oleh tokoh-tokohnya, murid-murid yang

menyampaikan pandangan-pandangan khusus aliran yang mereka anut, dan karena


reputasinya.
Beberapa mazhab fiqh tersebut dapat dikategorikan kepada tiga kelompok besar,
yaitu: kelompok ahl al-sunnah, kelompok Syiah dan kelompok Khawarij.[6] Mazhabmazhab hukum ahl al-Sunnah banyak sekali, di antaranya telah leyap. Mazhab-mazhab
tersebut antara lain adalah mazhab Sufyan bin Uyainah di Makkah, mazhab Malik bin Anas
di Madinah, mazhab al-Hasan al-Bashri di Bashrah, mazhab Abu Hanifah dan Sufyan alTsauri di Kuffah, mazhab al- Auzai di Syam, mazhab al-SyafiI dan Laits bin Saad di Mesir,
mazhab ibn Jarir al-Thabari, mazhab Abu Tsaur dan Ahmad bin Hambal, dan mazhab Dawud
al-Asfahani/al-Zhahiri di Baghdad.
Mazhab-mazhab hukum dalam Syiah adalah mazhab Jafariyah atau mazhab
Imamiyah al-Itsna Asyriyah, mazhab Zaidiyah, mazhab al-Bahrah al-Ismailiyah. Sedangkan
mazhab hukum dalam Khawarij yang masih dalam mazhab Ibady.
Berikut ini dipaparkan secara singkat beberapa mazhab hukum tersebut dengan ciri-cirinya.
A) Mazhab-mazhab ahl al-Sunnah
1. Mazhab Hanafi
Mazhab ini didirikan oleh imam Hanifah yang bernama lengkap Abu Hanifah bin
Nu'man bin Tsabit Al-Taimi Al-Kufi, dan terkenal sebagai mazhab yang paling terbuka
kepada ide modern., beliau dilahirkan pada tahun 80 Hijriyah di Kufah.[7] Mazhab ini
diamalkan terutama sekali di kalangan orang Islam Sunni Mesir, Turki, anakbenuaIndia, Tiongkok dan sebagian Afrika Barat, walaupun pelajar Islam seluruh dunia
belajar dan melihat pendapatnya mengenai amalan Islam.Mazhab Hanafi merupakan mazhab
terbesar dengan 30% pengikut.
Imam Abu Hanifah mengajak kepada kebebasan berfikir dalam memecahkan
masalah-masalah yang baru yang belum terdapat dalam al-Quran dan Sunnah. Dan
menganjurkan pembahasan persolaan dengan bebas merdeka. Ia banyak mengandalkan Qiyas
(analogi) dalam menentukan hukum dan lebih mengutaman analogi yang rendah tetapi
menguntungkan daripada analogi (Qiyas) yang kuat tapi tidak menguntungkan. Dia banyak
menetapkan hukum berdasarkan istihsan dan istishab.
Tentang cara beliau menetapkan hukum dari suatu persoalan diungkapkan sendiri
sebagai berikut:
saya mengambil hukum dari al-Quran, jika saya tidak mendapatkan dari al-Quran, maka
saya bersandar kepada sabda-sabda Rasul yang shahih dan yang terdapat di kalangankalangan orang yang bisa dipercaya. Bila dalam al-Quran dan al-Hadits tidak saya
temukan sesuatupun, maka saya beralih kepada keterangan para sahabat. Saya mengambil
mana yang saya kehendaki dan meninggalkan mana yang saya kehendaki. Setelah berpijak
pada pendapat para sahabat, saya menengok kepada pendapat orang-orang lain. Jika telah
sampai kepada pendapat Ibrahim, al-Syubi, Hasan Basri, Ibnu Sirin, Musayyad-sambil
beliau mengemukakan beberapa nama ulama besar dari pada mujtahid,-maka aku pun
berhak melakukan ijtihad sebagaimana yang mereka lakukan.
Sahal bin Muzahib pernah mengatakan:
pendapat Abu Hanifah berpegang kepada apa yang dipercaya, menjauhkan diri dari
keburukan, suka memperhatikan adat-istiadat dari hal ihwal orang banyak, apa yang
dianggap baik dan buruk oleh mereka. Imam Hanafi memecahkan berbagai problematika
dengan jalan Qiyas, apabila jalan itu kurang terasa tepat, maka beliau menempuh jalan

a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)

1)
2)
3)
4)

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Istihsan selama jalan ini dapat ditempuh, maka beliau mengembalikan urusan itu kepada
apa yang telah dilakukan oleh kaum muslimin.
Dari keterangan di atas dapat diambil pemahaman bahwa dasar Imam Abu Hanifah
dalam menginstimbatkan hukum adalah:
Kitabullah (al-Quran)
Sunah Rasul dan atsar-atsar yang shahih serta telah masyhur (tersiar) di antara ulama ahli.
Fatwa para sahabat
Qiyas
Istihsan
Ijma para ulama.[8]
Adat yang berlaku dimasyarakat
Murid Iman Abu Hanifah yang terkenal dan yang meneruskan
pemikiranpemikirannya adalah:
Iman Abu Yusuf al-An Shary
Imam Muhammad bin al-Hasan al-Syaibani
Iman zafar bin Hudzail
al-Hasan bin Ziyad al-Kufy.
Begitu pun fuqaha'-fuqaha' (Ulama ahli Fiqh) yang mengikuti mazhab Imam Hanafi. Di
antara mereka adalah:
Yahya bin Akhtam bin Muhammad bin Qatn At-Tamimi Al-Marwazi
Hilal bin Yahya bin Muslim Al-Basri
Abu Abdullah Muhammad bin Shuja' Al-Tsalji
Ahmad bin Al-Hasan Abu Sa'id Al-Barda'i
Muhammad bin Musa bin Muhammad Abu Bakr Al-Khawarizmi
'Ala' Ad-Din Muhammad bin Ahmad bin Abi Ahmad As-Samarqandi
'Ala' Ad-Din Abu Bakr bin Mas'ud bin Ahmad Al-Kasani
Muhammad Amin bin Umar bin Abdul Aziz Ad-Dimasyqi (Ibn Abidin)

2. Mazhab Maliki
Mazhab ini didirikan oleh Imam Malik bin Anas atau bernama lengkap Malik bin
Anas bin Malik bin Abi Amirul Ashbani di (Madinah, 93 Hijriyah). Dianut oleh sekitar 15%
umat Muslim, kebanyakan diAfrika Utara dan Afrika Barat. Dasar imam maliki dalam
memutuskan suatu hukum adalah al-Quran, kemudian Sunnah Rasulullah SAW. Bila tidak
didapati dalam kedua sumber itu, maka maka beliau mengikuti ijmak ulama ahli Madinah dan
praktik penduduk Madinah. Jika Ijmak pun tidak didapatkan barulah beliau berpindah kepada
Qiyas. Bila Qiyas juga beliau tidak dapatkan, maka beliau memutuskan dengan jalan alMashalih al-Mursalah atau istislah,[9] yakni memelihara tujuan agama dengan jalan
menolak kebinasaan dan menuntut kabaikan, atau memelihara tujuan syarak dengan jalan
menolak sesuatu yang merusak makhluk. Ketentuan marsalih mursalah digunakan adalah
ketika semua dasar-dasar penetapan hukum di atas tidak ada yang menentangnya.
Tentang cara Iman Malik dalam mengambil hukum ini diungkapkan oleh Qadhi Iyadh
sebagai berikut:
Malik senantiasa mengutamakan ayat-ayat al-Quran dalam menyusun dalili-dalilnya yang
jelas, ia memulai dengan nashnya, kemudia zhahirnya kemudian mafhumnya. Setelah itu
barulah beralih kepada Hadits, dengan mengutamakan hadis Mutawatir, lalu yang masyhur

a)
b)
c)
d)
e)
3.

a)
b)
c)
d)

dan barulah yang ahad, dengan cara tertib seperti ketika beliau mengambil hukum dari alQuran, setalah al-Quran dan Hadits, barulah ia berpindah kepada Ijmak. Jika dalam
sumber-sumber pokok itu beliau tidak menjumpai pemecahan, barulah beliau menempuh
jalan Qiyas yang dijadikan sandaran dalam menyimpulkan suatu hukum.
Secara ringkas, dasar mazhab Maliki dalam menentukan suatu hukum adalah:
Al-Quran
Sunnah
Ijmak ahli Madinah
Qiyas
Istislah atau al-Mashalih al-Mursalah
Mazhab Syafii
Mazhab ini didirikan oleh Imam Syafii.[10] Mazhab fiqih SyafiI merupakan
perpaduan antara mazhab Hanafi dan mazhab Maliki.[11] Ia terdiri dari dua qaul (pendapat),
yaitu qaul qadim (pendapat lama) di Irak dan qaul jadid (pendapat baru) di Mesir.
[12] Mazhab SyafiI terkenal sebagai mazhab yang paling berhati-hati dalam menentukan
hukum. Karena kehati-hatiannya tersebut, kadangkala pendapatnya kurang terasa tegas.
Ciri mazhab SyafiI dalam menyimpulkan hukum adalah senantiasa bersandar pada
al-Quran menurut artinya yang zhahir, kecuali apabila ada petunjuk bahwa yang dimaksud
bukan yang terkandung dalam makna zhahir tersebut. Bila ada petunjuk seperti itu barulah
beliau mengambil sikap.
Sandaran kedua dari mazhab SyafiI adalah Sunnah. Menurutnya orang tidak
mungkin berpindah dari sunnah selama Sunnah masih ada. Mengenai Hadits Ahad, al-SyafiI
tidak mewajibkan syarat kemasyhuran sebagaimana yang berlaku pada mazhab Hanafi.
Tidak pula mewajibkan persyaratan yang ditetapkan oleh Imam Malik, yaitu harus ada
perbuatan yang memperkuatnya. Menurut al-SyafiI hadits itu sendiri tanpa yang lain sudah
dianggap cukup. Baginya hadits Ahad tidak jadi soal untuk dijadikan sandaran, selama yang
meriwayatkannya dapat dipercaya, teliti, dan selama hadits itu Muttasil (sanadnya
bersambung) kepada Rasulullah. Jadi beliau tidak mengharuskan hanya mengambil
Hadits Mutawatir saja.
Sandaran ketiga al-SyafiI adalah Ijmak. Jika dengan Ijmak belum juga mencukupi,
beliau menuju kepada fatwa sahabat yang diketahui tidak ada yang mempertentangkannya.
Apabila fatwa sahabat yang disepakati tersebut tidak didapatkan, maka beliau beralih kepada
fatwa sahabat yang masih diperselisihkan. Setelah itu barulah ia menempuh jalan Qiyas bila
telah keadaan memaksa. SyafiI tidak menyetujui cara Istihsan yang dijadikan sandaran
ulama Irak, begitu pula ia tidak menyetujui jalan Mashalih Mursalah yang ditempuh oleh
Imam Malik.[13]
Bila SyafiI tidak mendapatkan keputusan hukum dari dasar-dasar di atas, maka beliu
mengambil dengan jalan istidlal, mencari alasan, bersandar atas kaidah-kaidah agama, meski
itu dari ahli kitab yang terakhir ini disebut syaru man qablana. Beliau juga tidak sekalikali mengambil buah pikiran manusia dalam menentukan hukum.
Secara ringkas dasar Mazhab SyafiI dalam menentukan hukum adalah:
Al-Quran
Sunnah
Ijmak
Fatwa sahabat yang disepakati

e) Fatwa sahabat yang diperselisihkan


f) Qiyas
g) Istidlal
Mazhab Syafi'i diperkirakan diikuti oleh 28% umat Islam sedunia
4. Mazhab Hanbali
Mazhab ini didirikan oleh Imam Ahmad bin Hambal (lahir 164 H). ciri umum mazhab
Hanbali adalah lebih bayak berpijak pada dalil-dalil naqli dari pada ketentuan akal.[14] Ibn
Qayyin menulis bahwa Imam Ahmad bin Hanbal dalam menetapkan mazhabnya berdasarkan
pada lima pokok, yaitu:
a) Nash al-Quran dan Sunnah. Ia memberikan fatwa berdasarkan nash, tampa menghiraukan
siapa yang menentangnya, meskipun yang menentang itu sahabat yang penting.
Imam Ahmad menyakini Hadits yang melarang seorang muslim mewarisi orang kafir dan
sebaliknya. Dia tidak menghiraukan pendapat Muawiyyah yang memperbolehkan pewarisan
tersebut.
b) Fatwa sahabat. Bila tidak ditemukan nash, maka Imam Ahmad bertolak pada fatwa sahabat,
sebatas ia tidak mengetahui fatwa tersebut ada yang menentangnya atau masih dalam
perselisihan.
c) Fatwa yang paling dekat dengan nash. Memilih pendapat sahabat yang yang mendekati alQuran dan Sunnah bila ada beberapa pendapat yang berlainan dari para sahabat tentang
suatu hukum. Kadang ia tidak memberikan fatwa jika tidak ada yang menguatkan pendapat
sahabat itu, dan kadang pula mengambil salah satu pendapat yang masih diperselisihkan
tersebut.
d) Hadits Mursal dan Dhaif yang dianggapnya lebih kuat dari Qiyas. Penggunaan hadits mursal
dan dhaif tersebut dilakukan selama tidak ada dalil lain, pendapat sahabat, dan ijmak yang
menentangnya. Namun, hadits dhaif yang beliau ambil bukanlah Hadits yang batal, munkar,
dan yang tertuduh dusta perawinya. Hadis dhaif yang beliau ambil adalah hadits yang tidak
sampai kepada derajat hasan dan shahih.
e) Qiyas. Jika keempat pokok di atas tidak dapat dilakukan, barulah ia berpindah kepada qiyas.
Jadi qiyas dilakukan karena keterpaksaan.
5. Mazhab Zhahiri
Mazhab ini didirikan oleh Abu Sulaiman Dawud bin Ali bin Khalaf al-Asfahani alZhahiri. Beliau dilahirkan d Kufah tahun 202 H. Mazhab ini mempunyai ciri pengamalan teks
literal dari al-Quran dan Sunnah tanpa dibarengi penafsiran terhadapnya, kecuali ada dalil
yang memerintahkan penggunaan pengertian selain makna lahiriyah tersebut. Apabila tidak
didapatkan nash, mereka berpegang pada Ijmak. Mereka menolak jalan Qiyas secara tegas
dengan alasan bahwa dalam al-Quran dan hadits terdapat sandi-sandi dan sendi-sendi yang
mencukupi segala masalah.
Dalam menetapkan hukum, apabila tidak didapati nash al-Quran dan Sunnah, maka
mereka mengambil Ijmak seluruh umat manusia. Jelas syarak ini tidak mungkin terwujud.
Dengan demikian, maka sebenarnya mazhab ini menolak Ijmak. Sedangkan Qiyas mereka
tolak. Akan tetapi, dalam praktiknya, mazhab ini juga menerima analogi (qiyas). Dalam
mazhab ini qiyas dikenal dengan istilah al-dalil.
B) Mazhab-mazhab Fiqh Syiah

Syiah sebagai kelompok pendukung dan pembela Ali Ibn Abi Thalib ra. dan
keturunannya, selain mengembangkan keturunan dalam bidang teologi, mereka juga
mengembangkan pemikirannya dalam bidang hukum.
Semua pengikut mazhab Syiah bersepakat bahwa imam-imam mereka itu akan terus berganti
setelah wafatnya Ali ra. Namun demikian, mereka berpendapat mengenai siapa yang menjadi
imam. Perbedaan pendirian ini mengakibatkan munculnya mazhab-mazhab teologi dan
hukum. Mazhab hukum yang ada dalam Syiah adalah: mazhab al-Jafariyah atau alImamiyah al-Itsna Asyriyah, mazhab al-Zaidiyah, dan mazhab al-Bahrah al-Ismailiyah.
1. Mazhab al-Jafariyah
Mazhab Syiah Jafariyah adalah sebuah kelompok besar dari umat Islam pada masa
sekarang ini, dan jumlah mereka diperkirakan jumlah umat Islam. Banyak dari kelompok
ini yang tinggal di Iran, Irak, Palestina, Afganistan, India, dan tersebar secara luas ke negaranegara republik yang memisahkan diri dari Rusia, juga ke negara-negara Eropa, seperti
Inggris, Jerman, Perancis, Amerika, dan Benua Afrika serta Asia timur. Mereka memiliki
masjid-masjid, Islamic Center, pusat-pusat kegiatan budaya dan sosial.
Mazhab ini berpendapat bahwa imam setelah Jafar al-Shadiq adalah Musa al-Kazim.
Mazhab Syiah ini adalah menetapkan hukum mengambil sumber dari al-quran dan hadits,
serta ucapan para imam. Mereka beranggapan bahwa imam mereka adalah
mashum (Infallable). Menurut mereka Ali telah menerima pemahaman lahiriyah dan
bathiniyah maksud-maksud syariah dari Rasulullah saw. Pemahaman ini terus disambungkan
kepada kahlifah-khalifah penerusnya. Sehingga perkataan imam bagi mereka merupakan
nash. Mereka tidak menerima ijtihad dan rayu. Mereka hanya mengambil hukum-hukum itu
dari imam yang mashum. Sebagai konsekuensinya mereka menolak ijmak dan qiyas.[15]
Syiah Jafariyah meyakini bahwa 12 imam itu ialah :
1) Imam Ali bin Abi Thalib Al-Mujtaba a.s.
2) Imam Hasan Al-Mujtaba a.s.
3) Imam Husain Sayyid Asy-Syuhada a.s. (keduanya adalah putra Imam Ali dan Sayidah
Fatimah a.s. dan cucunda Nabi saw.
4) Imam Ali Zainal Abidin As-Sajjad a.s.
5) Imam Muhammad bin Ali Al-Bagir a.s.
6) Imam Jafar bin Muhammad Al-Shadiq a.s.
7) Imam Musa bin Jafar Al-Khadzim a.s.
8) Imam Ali bin Musa Ar-Ridha a.s.
9) Imam Muhammad bin Ali Al-Jawad-At-Taqi a.s.
10) Imam Ali bin Muhammad Al-Hadi- An-Naqi) a.s.
11) Imam Hasan bin Ali Al-Askari a.s.
12) Imam Muhammad bin Hasan Al-Mahdi Al-Muntazhar a.s. yang dijanjikan dan dinantikan.
Imamah bagi mereka merupakan tiang dan rukun agama. Imamiyah selalu menentang
pendapat pribadi yang berdasarkan pikiran. Mereka berkata bahwa agama tidak mungkin
ditetapkan menurut pendapat akal. Mereka tidak menyetujui qiyas dan mengecam orang yang
menempuh jalan ini. Imam mazhab ini yang terkenal adalah Abu Abdullah Jafar al-Shadiq,
dan Abu Jafar Muhammad al-Baqir.
2. Mazhab al-Zaidiyah
Syiah al-Zaidiyah menasbahkan dirinya kepada Zaid bin Ali bin al-Husein bin Ali bin
Abi Thalib. Imam-imam mereka yang terkenal adalah al-Hasan bin Ali bin al-Hasan bin Zaid

bin Umar bin Ali bin al-Husein, dan al-Hasan bin Zaid bin Muhammad bin Ismail bin alHusein bin al-Hadi Yahya bin al-Hasan.
Berbeda dengan mazhab-mazhab Syiah lainnya, mazhab ini mengaku kekhalifahan
Umar dan Abu Bakar, akan tetapi mereka menganggap bahwa yang lebih utama untuk
menjadikan khalifah adalah Ali ra. Seperti juga mazhab-mazhab imamiyah, mereka hanya
bersandar pada hadits yang diriwayatkan oleh golongan Syiah.
3. Mazhab al-Ismailiyah
Mazhab Ismailiyah adalah mazhab penganut terbesarr kedua dari mazhab Syiah
setelah mazhab dua belas. Mazhab ini mengaku Ismail bin Jafar al-Shadiq sebagai imam
dan tidak mengakui Musa bin Jafar (Musa al-Kazim) sebagai imam.
Syiah Ismailiyah membagi al-Quran menjadi dua arti, yakni arti lahir dan arti
bathin. Golongan ini oleh sebagian ulama Sunni telah dianggap keluar dari Islam.
Sebagaimana golongan ahl al-Sunnah, pengikut Syiah pun dapat digolongkan
menjadi dua kelompok besar, yakni kelompok yang banyak berorientasi pada teks atau nash
dan kelompok yang paling banyak menggunakan nalar. Kelompok yang pertama dikenal
sebagai kelompokakhbari (Ahl al-Hadits dalam istilah Sunni) dan kelompok kedua
disebutUshuli (Ahl al-Rayi dalam istilah Sunni).
Kaum
penganut
Ismailiyah
umumnya
dapat
ditemukan
di India,Pakistan, Suriah, Lebanon, Israel, Arab
Saudi, Yaman, Tiongkok,Yordania, Uzbekistan, Tajikistan, Afganistan, Afrika
Timur,
dan Afrika Selatan. Pada beberapa tahun terakhir, sebagian di antara mereka juga beremigrasi
ke Eropa, Australia, Selandia Baru, dan Amerika Utara.

DAFTAR PUSTAKA

Djamil, Fahrurrahman. 1999. Filsafat Hukum Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Al-Khudary, Muhammad. 1981. Tarikh Al-Tasyri Al-Islamy, Indonesia:Darul al-kutub al-Arabiyah.
http://id.wikipedia.org/wiki/Mazhab_Hanafi
http://id.wikipedia.org/wiki/Mazhab_Maliki
Abu Zahrah, Muhammad, Imam Syafi'i: Biografi dan Pemikirannya dalam Masalah Akidah, Politik
& Fiqih, Penerjamah: Abdul Syukur dan Ahmad Rivai Uthman, Penyunting: Ahmad Hamid
Alatas, Cet.2 (Jakarta: Lentera, 2005).
http://id.wikipedia.org/wiki/Mazhab_Syafi%27i
http://www.al-shia.org/html/id/shia/moarrefi/004/01.htm
http://id.wikipedia.org/wiki/Ismailiyah

[1] Ensiklopidi Islam (ed: Hafidz Dasuki; PT Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta, 1994) Mazhab.
[2] Huzaemah Tahido Penghantar Perbandingan Mazhab (Logos Wacana Ilmu; Jakarta, 1997), hlm. 71-72.
[3] Fahrurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, h. 106.
[4] Mazhab itu bukanlah sekte karena miski berbeda pendapat, tokoh-tokoh mazhab itu mempunyai
keyakinan yang kuat bahwa mereka sama-sama berpijak di atas satu pijakan, mengabdi pada citacita yang sama, dan dengan hak yang sama pula.
[5] Fahrurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, h. 108-110.
[6] Sebagian pendapat mengatakan bahwa Khawarij merupakan kelompok sempalan dari dua
kelompok besar dalam mazhab fiqh islam yang eksis pada masa sekarang,. Yakni Sunni dan Syii.
[7] Nama asli beliau adalah An-Nu man bin Isabit bin Zuthy. Lihat al-Syekh Muhammad al-Khudary,
tarikh al-tasyri al-islamy, (Indonesia:Darul al-kutub al-Arabiyah, 1981), cet.
[8] http://id.wikipedia.org/wiki/Mazhab_Hanafi
[9] Hukum yang diambil Imam Malik dengan dasar Istislah dan Qiyas adalah permasalahan yang
bersangkut paut dengan muaamalah atau urusan keduniaan, bukan urusan ubudiyah
(peribadatan)
[10] Nama lengkap Imam SyafiI adalah Abu Abdillah Muhammad bin Idris al-Syafii. beliau dilahirkan
di Ghazzah tahun 150 Hijriyah.
[11] Al-SyafiI adalah murid Imam Abu Hanifah dan Imam Malik. Sehinnga sementara orang
berpendapat bahwa beliau adalah masalah hukum mengetahui kelemahan dan kekuatan mazhab
Hanafi dan Maliki. Dengan pengetahuaanya tersebut dia mengumpulkan segi-segi kebaikan dan
meninggalkan yang tidak disetujui dari kedua mazhab itu serta mengemukakan pendapat baru yang
belum terpecahkan pada keduanya. Lihat Ahmad SYalabi, op. cit., h. 154.
[12] Perbedaan dua qaul (pendapat) tersebut disebabkan karena beliau menemukan fakta-fakta baru
dalam penelitian, sehingga beliau merevisi pendapat-pendapat lama yang pernah dianutnya. Namum
yang lebih utama, perbedaan itu disebabkan oleh perbedaan lingkungan serta kebutuhan penduduk
Mesir dan Irak. Perbedaan ini mengharuskan beliau berbuat untuk menyelaraskan ketentuan-

ketentuan hukum yang diterapkan di tempat baru, antara keadaan keadaan umum dan khusus,.
Lihat Ali Abd al-Wahid Wafi, op. cit., h. 22-23.
[13] Mengenai Istihsan yang ditolak oleh Imam SyafiI sebagaimana yang ditulis dalam
kitabnya Ibthal al-Istihsan bukanlah istihsan seperti yang dimaksud oleh Abu Hanifah, sebab istihsan
model itu beliau juga mempergunakannya dengan nama lain, sepertiIstishab dan Munasabah. Secara
jelas bisa dilihat dalam ungkapan al SyafiI sendiri:Barangsiapa beristihsan berarti dia membuat
syara. Barang siapa yang meingkarinya berarti dia berhukum dengan hawa nafsunya, dengan tampa
disertakan dalil. Lihat Al-Syekh Muhammad Ali al-Sayid, op. cit,. h. 100-101.
[14] Kenyataan ini memang sewajarnya terjadi, karena Ahamad bin Hanbal lebih banyak
kecendrungannya sebagai ahli hadis dari pada ahli fiqih. Kitab tulisannya yang terkenal adalah alMusnad.
[15] Fiqh Syiah sangat dipengaruhi oleh politik. Misalnya mereka tidak memperkenankan orang
menjalankan shalat qashar bagi musafir kecuali kalau dia menuju Makkah, Madinah, Kuffah dan
Karbela.

Anda mungkin juga menyukai