Jawaban
1. Farmakokinetik : kortisol dan analog sintetiknya pada pemberian oral diabsorpsi cukup baik.
untuk mencapai kadar tinggi dengan cepat dalam cairan tubuh, ester kortisol dan derivat
sintetiknya diberikan secara IV. untuk mendapatkan efek yang lama diberikan secara IM.
glukokortikoid dapat diabsorpsi melalui kulit, sakus konjungtiva dan ruang sinovial. pada
keadaan normal 90% kortisol terikat pada 2 jenis protein plasma yaitu globulin pengikat
kortikosteroid dan albumin. biotrasnformasi steroid terjadi di dalam dan diluar hati.
metabolitnya merupakan senyawa inaktif atau berpotensi rendah. setelah penyuntikan IV
steroid radioaktif sebagian besar dalam waktu 72 jam diekskresi dalam urin, sedangkan di
feses dan empedu hampir tidak ada. diperkirakan paling sedikit 70% kortisol yang diekskresi
mengalami metabolisme dihepar. masa paruh eliminasi kortisol sekitar 1,5 jam.
Sumber : Gunawan, SG. 2012. Farmakologi dan Terapi. Badan Penerbit FKUI : Jakarta
2. Pemeriksaan pada skenario yaitu:
a. Tes profil lipid adalah tes yang mengukur kadar zat lemak yang disebut lipid dalam
darah. Tes ini biasanya dilakukan sebagai satu paket tes yang disebut profil lipid atau
panel lipid, yang mencakup kolesterol total, HDL, LDL, dan trigliserida.
Kolesterol Total. Ini adalah jumlah total kandungan kolesterol darah. Kolesterol
dibutuhkan tubuh untuk mempertahankan kesehatan sel-sel tetapi level yang
terlalu tinggi akan meningkatkan risiko sakit jantung. Idealnya total kolesterol
harus <200 mg/dL atau <5.2 mmol/L. Kedua ukuran tersebut setara, hanya
dinyatakan dalam satuan yang berbeda. Di Indonesia umumnya menggunakan
satuan mg/dL. Faktor genetik juga berperan sebagai penentu kadar kolesterol,
dalam darah menyebabkan akumulasi endapan lemak (plak) dalam arteri (proses
aterosklerosis), sehingga aliran darah menyempit. Plak ini kadang-kadang bisa
pecah dan menimbulkan masalah besar untuk jantung dan pembuluh darah. LDL
ini adalah target utama dari berbagai obat penurun kolesterol. Target yang ingin
kita capai :
<70 mg/dL untuk individu yang sudah memiliki penyakit kardiovaskular atau
pasien yang berisiko sangat tinggi untuk terkena (misalnya : sindrom metabolik)
100 mg/dL untuk pasien risiko tinggi (misalnya : pasien dengan beberapa faktor
risiko sekaligus)
<130 mg/dL untuk individu yang berisiko rendah terkena PJK
menyekresi aldosteron dalam jumlah berarti karena sel-sel tersebut mengandung enzim
aldosteron sintase, yang dibutuhkan untuk sintesis aldosteron. Sekresi sel-sel tersebut
diatur terutama oleh konsentrasi angiotensin II dan kalium cairan ekstrasel, yang
dibentuk dari kolesterol. Selain aldosteron dan kortisol, masih ada steroid lain yang
mempunyai aktivitas mineralkortikoid dan glukokortikoid, atau keduanya. Mineralkortikoid :
aldosteron,
deoksikortikosteron,
kortikosteron,
kortisol,
kortison,
9-fluorokortisol.
5. Kontraindikasi kortikosteroid :
Sebenarnya sampai sekarang tidak ada kontraindikasi absolute kortikosteroid. Pemberian
dosis tunggal besar bila diperlukan selalu dapat dibenarkan, keadaan yang mungkin dapat
merupakan kontraindikasi relative dapat dilupakan, terutama pada keadaan yang mengancam
jiwa pasien. Bila obat akan diberikan untuk beberapa hari atau beberapa minggu,
kontraindikasi relative yaitu diabetes mellitus, tukak peptic/duodenum, infeksi berat,
hipertensi atau gangguan sistem kardiovaskular lain patut diperhatikan. Dalam hal yang
terakhir ini dibutuhkan pertimbangan matang antara risiko dan keuntungan sebelum obat
diberikan.
Sumber : Gunawan, SG. 2012. Farmakologi dan Terapi. Badan Penerbit FKUI : Jakarta
6. Beberapa klasifikasi hipertensi:
menurut Darah
JNC 7
Normal
Pra-Hipertensi
Hipertensi:
Tahap 1
Tahap 2
-
menurut Darah
JNC 6
Optimal
Nornal
Normal-Tinggi
Hipertensi:
Tahap 1
Tahap 2
Tahap 3
dan/
Sistol atau
Tekanan
Darah Diastol
(mmHg)
< 120
120-139
< 130
130-139
dan
atau
dan
atau
(mmHg)
< 80
80-89
< 85
85-89
140-159
160
160-179
180
atau
atau
atau
atau
90-99
100
100-109
110
Data terbaru menunjukkan bahwa nilai tekanan darah yang sebelumnya dipertimbangkan
normal ternyata menyebabkan peningkatan resiko
Tekanan
Darah
Sistol (mmHg)
< 120
Tekanan
Darah
Diatol (mmHg)
< 80
< 130
130-139
140-159
< 85
85-89
90-99
140-149
160-179
180
140
90-94
100-109
110
< 90
Sub-group: perbatasan
140-149
<90
Darah
Sistol
(mmHg)
< 120
120-129
130-139
Tekanan Darah Tinggi
140-159
160-179
180
140
CHS-2005
(mmHg)
< 80
80-84
85-89
Normal
Normal-Tinggi
90-99
100-109
110
90
Tingkat 1
Tingkat 2
Tingkat 3
Hypertensi Sistol Terisolasi
Tekanan Darah
Optimal
Normal
Normal-Tinggi
Hipertensi tahap 1
Hipertensi tahap 2
Hipertensi tahap 3
Hipertensi
sistol
Sistol (mmHg)
< 120
120-129
130-139
140-159
160-179
180
140
Tekanan
Dan
dan/atau
dan/atau
dan/atau
dan/atau
dan/atau
Dan
Diastol (mmHg)
< 80
80-84
85-89
90-99
100-109
110
< 90
terisolasi
e. Klasifikasi menurut International Society on Hypertension in Blcks (ISHIB)
Klasifikasi yang dibuat oleh ISHIB adalah:
Darah
1. Jika tekanan darah sistol dan diastole pasien termasuk ke dalam dua kategori yang
berbeda, maka klasifikasi yang dipilih adalah berdasarkan kategori yang lebih
tinggi.
2. Diagnosa hipertensi pada dasarnya adalah rata-rata dari dua kali atau lebih
pengukuran yang diambil pada setiap kunjunga.
3. Hipertensi sistol terisolasi dikelompokkan pada hipertensi tingkat 1 sampai 3
berdasarkan tekanan darah sistol ( 140 mmHg) dan diastole ( < 90 mmHg).
4. Peningkatan tekanan darah yang melebihi target bersifat kritis karena setiap
peningkatan tekanan darah menyebabkan resiko kejadian kardiovaskuler.
Tabel 5
Klasifikasi Hipertensi Menurut ISHIB
Kategori
Tekanan Darah
Optimal
Normal
Normal-Tinggi
Hipertensi Tahap 1
Hipertensi Tahap 2
Hipertensi Tahap 3
Hipertensi
Sistol
Sistol (mmHg)
< 120
< 130
130-139
140-159
160-179
180
140
Tekanan
dan
dan/atau
dan/atau
dan/atau
dan/atau
dan/atau
dan
Darah
Diastol (mmHg)
< 80
< 85
85-89
90-99
100-109
110
< 90
terisolasi
f.
.
Tabel 6
Klasifikasi Hipertensi Menurut Perhimpunan Hipertensi Indonesia
Kategori
Tekanan
Darah
dan/atau
Tekanan
Darah
Normal
Prehipertensi
Hipertensi Tahap 1
Hipertensi Tahap 2
Hipertensi
Sistol
Sistol (mmHg)
<120
120-139
140-159
160-179
140
Dan
Atau
Atau
Atau
Dan
Diastol (mmHg)
<80
80-89
90-99
100
<90
terisolasi
Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai hipertensi esensial, ialah
penyakit multifaktorial yang timbul terutama karena interaksi antara faktor-faktor resiko
tertentu. Faktor-faktor resiko yang mendorong timbulnya kenaikan tekanan darah tersebut
adalah:
-
Faktor resiko, seperti: diet dan asupan garam, stres, ras, obesitas, merokok, genetis
Sistem saraf simpatis: tonus simpatis, variasi diurnal
Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi: endotel pembuluh darah
berperan utama, tetapi remodeling dari endotel, otot polos dan interstisium juga
Kaplan menggambarkan beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian tekanan darah
yang mempengaruhi rumus dasar tekanan darah = curah jantung x tahanan perifer
Sumber:
Borzecki AM, Glickman ME, Kader B, Bcrlowitz DR. The Effect of Age on Hypertension
Yogiantoro, M. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1. Edisi IV. Badan
Penerbit FKUI; Jakarta
7. Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh kelainan glomerular.
Ditandai dengan sindrom klinik yang terdiri dari beberapa gejala yaitu proteinuria masif (>40
mg/m2LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu >2 mg/mg atau dipstick 2+),
hipoalbuminemia 2,5 g/dL, edema, dan hiperkolesterolemia melebihi 250mg/dl. Tandatanda tersebut dijumpai pada kondisi rusaknya membrane kapiler glomerulus terhadap protein
Umumnya sindrom nefrotik diklasifikasikan menjadi sindrom nefrotik primer dan sindrom
nefrotik sekunder. Pada sindrom nefrotik primer terjadi kelainan pada glomerulus itu sendiri
di mana faktor etiologinya tidak diketahui. Penyakit ini 90% ditemukan pada kasus anak.
Pasien sindrom nefrotik primer secara klinis dapat dibagi lagi menjadi tiga kelompok yaitu
sindrom nefrotik kongenital, responsif steroid dan resisten steroid .
Sindrom nefrotik primer yang biasanya paling banyak menyerang anak berupa sindrom
nefrotik tipe kelainan minimal dan majoriti dari mereka berumur antara 1-6 tahun dan 90-95%
dari mereka memberi respon yang baik kepada terapi kortikosteroid. Sindrom nefrotik bawaan
diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal dan resisten terhadap
semua pengobatan. Prognosisnya buruk dan biasanya pasien meninggal dalam bulan-bulan
pertama kehidupannya
a) Proteinuria
Protenuria merupakan kelainan utama pada sindrom nefrotik. Apabila ekskresi
protein 40 mg/jam/m2 luas permukaan badan disebut dengan protenuria berat. Hal ini
digunakan untuk membedakan dengan protenuria pada pasien bukan sindrom nefrotik
b) Hypolbuminemia
Abnormalitas sistemik yang paling berkaitan langsung dengan proteinuria adalah
hipoalbuminemia. Salah satu manifestasi pada pasien sindrom nefrotik pada anak terjadi
hipoalbuminemia apabila kadar albumin kurang dari 2,5 g/dL.
Pada keadaan normal, produksi albumin di hati adalah 12-14 g/hari (130-200 mg/kg) dan
jumlah yang diproduksi sama dengan jumlah yang dikatabolisme. Katabolisme secara
dominan terjadi pada ekstrarenal, sedangkan 10% di katabolisme pada tubulus proksimal
ginjal setelah resorpsi albumin yang telah difiltrasi. Pada pasien sindrom nefrotik,
hipoalbuminemia merupakan manifestasi dari hilangnya protein dalam urin yang berlebihan
dan peningkatan katabolisme albumin
Hilangnya albumin melalui urin merupakan konstributor yang penting pada kejadian
hipoalbuminemia. Meskipun demikian, hal tersebut bukan merupakan satu-satunya penyebab
pada pasien sindrom nefrotik karena laju sintesis albumin dapat meningkat setidaknya tiga
kali lipat dan dengan begitu dapat mengompensasi hilangnya albumin melalui urin.
Peningkatan hilangnya albumin dalam saluran gastrointestinal juga diperkirakan mempunyai
kontribusi terhadap keadaan hipoalbuminemia, tetapi hipotesis ini hanya mempunyai sedikit
bukti. Oleh karena itu, terjadinya hipoalbuminemia harus ada korelasi yang cukup antara
penurunan laju sintesis albumin di hepar dan peningkatan katabolisme albumin
c) Edema
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan tentang timbulnya edema pada sindrom
nefrotik. Underfilled theory merupakan teori klasik tentang pembentukan edema. Teori ini
berisi bahwa adanya edema disebabkan oleh menurunnya tekanan onkotik intravaskuler dan
menyebabkan cairan merembes ke ruang interstisial. Adanya peningkatan permeabilitas
kapiler glomerulus menyebabkan albumin keluar sehingga terjadi albuminuria dan
hipoalbuminemia. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu fungsi vital dari albumin adalah
sebagai penentu tekanan onkotik. Maka kondisi hipoalbuminemia ini menyebabkan tekanan
onkotik koloid plasma intravaskular menurun. Sebagai akibatnya, cairan transudat melewati
dinding kapiler dari ruang intravaskular ke ruang interstisial kemudian timbul edema.
d) Hiperkolesterolemia
Hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserid) dan lipoprotein serum meningkat
pada sindrom nefrosis. Hal ini dapat dijelaskan dengan penjelasan antara lain yaitu adanya
kondisi hipoproteinemia yang merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, termasuk
lipoprotein. Selain itu katabolisme lemak menurun karena terdapat penurunan kadar
lipoprotein lipase plasma, sistem enzim utama yang mengambil lemak dari plasma
Sumber :
Pratiwi, D. dkk. 2013. Hubungan antara Proteinuria dan Hipoalbuminemia pada Anak
dengan Sindrom Nefrotik yang Dirawat di RSUP Dr. M. Djamil Padang periode 20092012. Jurnal Kesehatan Andalas. 2013; 2(2). http://jurnal.fk.unand.ac.id
8. Siklus menstruasi wanita
A. Siklus Endomentrium
a. Fase menstruasi. Pada fase ini, endometrium terlepas dari dinding uterus dengan
disertai pendarahan dan lapisan yang masih utuh hanya stratum basale. Rata-rata fase
ini berlangsung selama lima hari (rentang 3-6 hari). Pada awal fase menstruasi kadar
sekresi
folikel
stimulating
hormone
(FSH).
FSH
menstimulasi
perkembangan folikel de graaf ovarium dan produksi estrogennya. Kadar estrogen mulai
menurun dan Gn-RH hipotalamus memicu hipofisis anterior untuk mengeluarkan
lutenizing hormone (LH). LH mencapai puncak pada sekitar hari ke-13 atau ke-14 dari
siklus 28 hari. Apabila tidak terjadi fertilisasi dan implantasi ovum pada masa ini, korpus
luteum menyusut, oleh karena itu kadar estrogen dan progesteron menurun, maka terjadi
menstruasi.
Sumber: Guyton, AC. Hall, JE. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. EGC;
Jakarta
Learning Objectives 2
Blok 16
SKENARIO 2
APAKAH AKU DAPAT KEMBALI
NORMAL?
Disusun oleh:
Moh. Sahrul Siddiq
N 101 13 067
Kelompok 13