Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER (DHF)


A. Definisi Penyakit DHF
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue
haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri
sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopeniadan
diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai
oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan
di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome)
adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok
(Suhendro, Nainggolan, Chen, 2006).
Menurut Depkes (2006) Demam berdarah atau Dengue Hemorrhagic
Fever (DHF) ialah penyakit demam akut terutama menyerang pada anakanak, dan saat ini cenderung polanya berubah ke orang dewasa. Gejala
yang ditimbulkan dengan manifestasi perdarahan dan bertendensi
menimbulkan shock yang dapat menimbulkan kematian.Infeksi virus
dengue dapat menyebabkan Demam Dengue (DD), Dengue Hemorrhagic
Fever (DHF), dan Syndrom Shock Dengue (SSD). Infeksi dengue di
jumpai sepanjang tahun dan meningkat pada musim hujan.
B. Etiologi
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan
oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus (Arthropodborne viruses) artinya virus yang di tularkan melalui gigitan arthropoda
misalnya nyamuk aedes aegypti (betina). Arthropoda akan menjadi
sumber infeksi selama hidupnya sehingga selain menjadi vektor virus dia
juga menjadi hospesreservoir virus tersebut yang paling bertindak
menjadi vektor adalah berturut-turut nyamuk (Soegijanto,2004).
Virus dangue, termasuk genus flavivirus, keluarga flaviridae. Flavivirus
merupakan virus dengan diameter 30nm terdiri dari asam ribonukleat
rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 106 . Terdapat 4 serotipe virus
tipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya dapat
menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue keempat
serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype

terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotype dengue dengan


Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese encephalitis dan West Nile
virus (Suhendro, Nainggolan, Chen).
C. Tanda dan Gejala
1. Demam
Demam mendadak disertai dengan gejala klinis yang tidak spesifik
seperti anoreksia, lemah, nyeri pada punggung, tulang sendi dan
kepala. Pada umumnya gejala klinik ini tidak mengkhawatirkan.
Demam berlangsung antara 2-7 hari kemudian turun secara lysis.
2. Perdarahan
Umumnya muncul pada hari kedua sampai ketiga demam bentuk
perdarahan dapat berupa uji rumple leed positif, petechiae, purpura,
echimosis, epistasis, perdarahan gusi dan yang paling parah adalah
melena.
3. Hepatomegali
Hati pada umumnya

dapat

diraba

pada

pemulaan

demam,

kadangkadang juga di temukannya nyeri, tetapi biasanya disertai


ikterus.
4. Shock
Shock biasanya terjadi pada saat demam menurun yaitu hari ketiga
dan ketujuh sakit. Shock yang terjadi dalam periode demam biasanya
mempunyai

prognosa

buruk.

Penderita

DHF

memperlihatkan

kegagalan peredaran darah dimulai dengan kulit yang terasa lembab


dan dingin pada ujung hidung, jari dan kaki, sianosis sekitar mulut dan
akhirnya shock.
5. Trombositopenia
Trombositopenia adalah berkurangnya jumlah trombosit, apabila
dibawah 150.000/mm3 biasanya di temukan di antara hari ketiga
sampai ketujuh sakit.
6. Kenaikan Nilai Hematokrit
Meningkatnya nilai hematokrit 20% lebih merupakan indikator yang
peka

terhadap

terjadinya

shock

sehingga

perlu

di

lakukan

pemeriksaan secara periodik.


7. Gejala Klinik Lain
Gejala Klinik Lain yang dapat menyertai penderita adalah epigastrium,
muntah-muntah, diare dan kejang-kejang (Depkes ,2006).
Derajat Beratnya Penyakit DHF

Sesuai dengan patokan dari WHO (1975) bahwa penderita DHF


dalam perjalanan penyakit terdapat derajat I dan IV. (Sumarmo, 1983)
antara lain:
a. Derajat I (Ringan)
Demam mendadak 2 sampai 7 hari disertai gejala klinik lain,
dengan manifestasi perdarahan ringan. Yaitu uji tes rumple leed
yang positif.
b. Derajat II (Sedang) Golongan ini lebih berat daripada derajat
pertama, oleh karena ditemukan perdarahan spontan di kulit dan
manifestasi perdarahan lain yaitu epitaksis (mimisan), perdarahan
gusi, hematemesis dan melena(muntah darah). Gangguan aliran
darah perifer ringan yaitu kulit yang teraba dingin dan lembab.
c. Derajat III ( Berat ) Penderita syok berat dengan gejala klinik
ditemukannya kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut,
tekanan nadi menurun (< 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit
yang dingin, lembab, dan penderita menjadi gelisah.
d. Derajat IV Penderita syok berat (profound shock) dengan tensi
yang tidak dapat diukur dan nadi yang tidak dapat diraba.
D. Patofisiologi
Yang menentukan beratnya penyakit adalah :
1. Meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah
2. Menurunnya volume plasma darah
3. Adanya hypotensi
4. Trombositopeni
5. Diatesis hemoragic
Pada autopsi penderita DHF yang meninggal, didapatkan adanya
kerusakan sistim vaskuler dengan adanya peninggian permeabilitas
diding pembuluh darah terhadap protein plasma dan efusi pada ruang
serosa, di bawah peritonial, pleural dan perikardial.
Pada kasus berat, pengurangan volume plasma sampai 30 % atau
lebih.

Menghilangnya

plasma

melalui

endotelium

ditandai

oleh

peningkatan oleh peningkatan nilai hematokrit yang mengakibatkan


keadaan hipopolemik dan shock, yang dapat menimbulkan anoksia
jaringan, asidosis metabolik bahkan menyebabkan kematian. Kerusakan
dinding pembuluh darah bersifat sementara, dengan pemberian cairan
yang cukup shock dapat diatasi dan efusi pleura biasanya menghilang
setelah beberapa kali perawatan.

Sebab lain kematian pada DHF adalah perdarahan hebat pada saluran
cerna, yang timbul setelah shock berlangsung lama dan tidak teratasi.
Perdarahan ini disebabkan oleh trombositopeni serta gangguan fungsi
trobosit disamping defisiensi ringan/sedang dari faktor I, II, V, VII, IX, X
dan faktor kapiler. Pada pemeriksaan sel-sel pagosit didapatkan
peningkatan daya pagositosis dan proliferasi sistim retikolo enditetial yang
berakibat penghancuran terhadap trombosit yang telah mengalami
metamorfosis seluler sehingga nampak adanya trombositopeni. Aktifasi
sistim komplemen juga memegang peranan penting dalam patogenesis
DHF , komplek imun biasanya ditemukan pada hari ke 5 sampai ke 7 saat
terserang shock terjadi. Produksi aktivitas komplemen ini bersifat
anafilaktoksin yang menyebabkan kerusakan dinding kapiler sehingga
permeabilitas diding pembuluh darah meningkat.
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain :
a. Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat
ditemui limfositosis relative (>45% dari total leukosit) disertai
adanya limfosit plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit
yang pada fase syok akan meningkat.
b. Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.
c. Hematokrit: Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya
peningkatan hematokrit 20% dari hematokrit awal, umumnya
dimulai pada hari ke-3 demam.
d. Hemostasis: Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, DDimer, atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan
atau kelainan pembekuan darah.
e. Protein/albumin: Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran
plasma.
f. SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat.
g. Ureum, Kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.Elektrolit:
sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.
h. Golongan darah: dan cross macth (uji cocok serasi): bila akan
i.

diberikan transfusi darah atau komponen darah.


Imuno serologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap
dengue. IgM: terdeksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu
ke-3, menghilang setelah 60-90 hari. IgG: pada infeksi primer, IgG

mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder IgG mulai
j.

terdeteksi hari ke-2.


Uji III: Dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat
pulang dari perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan

surveilans. (WHO, 2006).


2. Radiologi
Pada foto dada didapatkan

efusi

pleura,

terutama

pada

hemitoraks kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat,


efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto
rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien
tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat
pula dideteksi dengan pemeriksaan USG. (WHO, 2006)
F. Komplikasi
Komplikasi DHF menurut Smeltzer dan Bare (2002) adalah perdarahan,
kegagalan sirkulasi, hepatomegali, dan Efusi pleura.
1. Perdarahan
Perdarahan pada DHF disebabkan adanya perubahan vaskuler,
penurunan jumlah trombosit (trombositopenia) <100.000 /mm3 dan
koagulopati, trombositopenia, dihubungkan dengan meningkatnya
megakoriosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup
trombosit. Tendensu perdarahan saluran cerna, hematemesis dan
melena.
2. Kegagalan sirkulasi
Dengue syok syndrome biasanya terjadi sesudah hari ke 2-7
disebabkan oleh peningkatana permeabilitas vaskuler sehingga terjadi
kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke rongga pleura dan
peritoneum, hipoproterinemia, hemokonsentrasi dan hipovolemi yang
mengakibatkan berkurangnya aliran baliuk vena, prelod, miokardium
volume sekuncup dan curah jantung, sehingga terjadi disfungsi atau
kegagalan sirukulasi dan penurunan sirkulasi jaringan.
3. Hepatomegali
Hati umumnya membesar dengan perlemahan yang berhubungan
dengan nekrosis karena perdarahan, yang terjadi pada lobulus hati
dan sel-sel kapiler. Terkadangn tampak sel netrofil dan limposit yang

lebih besar dan lebih banyak dikarenakan adanya reaksi kompleks


virus antibody.
4. Efusi pleura
Adanya kebocoran plasma yang mengakibatkan ekstravasasi aliran
intravaskuler sel hal tersebut dapat dibuktikan dengan adaya cairan
dalam rongga pleura bila terjadi efusi pleura akan terjadi dispnea,
sesak napas.
G. Penatalaksanaan
1. DHF tanpa renjatan
Rasa haus dan dehidrasi timbul akibat demam demam tinggi,
anoreksia dan muntah. Penderita perlu diberi minum banyak 1,5
sampai 2 liter dalam 24 jam, berupa air teh dengan gula, sirup atau
susu. Pada beberapa penderita diberikan gastroenteritis oral solution
(oralit). Minuman diberikan peroral, bila perlu satu sendok makan
setiap 3-5 menit. Para orang tua penderita diikut sertakan dalam
kegiatan ini. Pemberian minum secara gastronasal tidak dilakukan.
Hiperpireksia (Suhu 40oC atau lebih) diatasi dengan antipiretik dan
bila perlu surface cooling dengan memberikan kompres es dan
alkohol 70 %. Kejang yang mungkin timbul diberantas dengan
antikonvulsan. Anak berumur lebih dari 1 tahun diberikan luminal 75
mg dan dibawah 1 tahun 50 mg secara intramuskulus. Bila dalam
waktu 15 menitkejang tidak berhenti pemberian luminal diulangi
dengan dosis 3 mg/kgBB. Anak diatas 1 tahun diberikan 50 mg dan
dibawah 1 tahun 30 mg dengan memperhatikan adanya depresi
fungsi vital (pernafasan, jantung).\
Pemberian intravenous fluid drip (IVFD) pada penderita DHF tanpa
renjatan dilaksanakan apabila :
a. Penderita terus menerus muntah sehingga tidak mun gkin
diberikan makanan peroral, sedangkan muntah-muntah itu
mengancam terjadinya dehidrasi dan asidosis.
b. Didapatkan nilai hematokrit yang cenderung terus meningkat.
Penatalaksanaan renjatan :
1) Penggantian volume
Sebagai terapi awal cairan yang dipergunakan ialah Ringer
Laktat. Dalam keadaan renjatan berat, cairan harus
diberikan secara diguyur, artinya secepat-cepatnya dengan

penjepit infus dibuka. Kadang kala vena berada dalam


keadaan

kolaps

sehingga

kecepatan

tetesan

yang

diharapkan tidak dapat dicapai. Dalam keadaan ini cairan


perlu

diberikan

dengan

semprit,

dengan

paksaan

dimasukkan 100-200 ml, kemudian dilanjutkan dengan


tetesan. Dalam keadaan tidak berat, cairan diberikan
dengan kecepatan 20 ml/kgBB/jam. Mengingat bahwa
kebocoran plasma dapat berlangsung 24- 22 48 jam, maka
pemberian cairan intravena dipertahankan walaupun tandatanda vital telah menunjukan perbaikan nyata. Karena
hematokrit merupakan indeks yang dapat dipercaya dalam
menentukan

kebocoran

plasma,

maka

pemeriksaan

hematokrit perlu dilakukan secara periodik. Kecepatan


pemberian cairan selanjutnya disesuaikan dengan gejala
klinis vital dan nilai hematokrit.
Indikasi pemberian transfusi darah ialah pada penderita
dengan perdarahan gastrointestinal hebat : kadang-kadang
perdarahn gastrointestinal berat dapat diduga apabila nilai
hemoglobin

dan

perdarahannya

hematokrit
sendiri

menurun,

tidak

sedangkan

kelihatan.

Dengan

memperhatikan evaluasi klinis yang telah disebut, dalam


keadaan ini pun dianjurkan pemberian darah.
Untuk memudahkan mengikuti perjalanan klinis penderita
dengan renjatan, dibuat data klinis yang mencantumkan
tanggal

dan

pemeriksaan
trombosit,

jam
nilai

tekanan

pemeriksaan
hemoglobin,
darah,

dan
nilai

nadi,

memuat

hasil

hematokrit,

nilai

pernafasan,

suhu,

pengeluran urin, jenis dan kecepatan cairan yang diberikan


dan

apabila

ada

jenis

gastrointestinal.

Penderita

renjatan

tidak

yang

dan
dengan

memberikan

jumlah

perdarahan

renjatan

berulang,

respon

terhadap

pemberian cairan dan yang memperlihatkan perdarahan


gastrointestinal hebat bersamaan dengan renjatan atau

setelah renjatan diatasi diusahakan untuk di rawat di Unit


Perawatan Khusus.
2. DHF disertai renjatan (DSS)
Pada penderita DHF disertai

renjatan,

setelah

demam

berlangsung selama beberapa hari, keadaan umum penderita tibatiba memburuk. Hal ini biasanya terjadi pada saat atu setelah demam
menurun yaitu diantara hari ke 3 dan ke 7 sakit. Pada sebagian besar
penderita ditemukan tanda kegagalan peredaran darah, kulit teraba
lembab dan dingin, sianosis sekitar mulut dan nadi menjadi cepat dan
lembut. Penderita kelihatan lesu, gelisah dan secara cepat masuk
dalam fase krisis renjatan. Penderita sering kali mengeluh nyeri di
daerah perut sesaat sebelum renjatan timbul. Nyeri perut hebat sering
kali mendahului perdarahangastrointestinal, sedangkan Lim dkk
(1966) berpendapat bahwa nyeri di daerah retrosternal, tanpa sebab
yang dapat dibuktikan memberikan petunjuk terdapatnya perdarahan
gastrointestinal yang hebat.
Renjatan yang terjadi

selama

periode

demam

biasanya

mempunyai prognosis buruk. Disamping kegagalan sirkulasi, renjatan


ditandai oleh nadi lembut, cepat, kecil sampai tidak dapat diraba
(Sarjadi, 2000).Tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg artau
kurang dan tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau lebih
rendah. Penatalaksanaan untuk mengatasi renjatan diperlukan secara
layak karena bila tidak penderita dapat masuk dalam renjatan berat
(profound shock), tekanan darah tidak dapat diukur dan nadi tidak
dapat diraba.

H. Pathway
Abovirus (melalui nyamuk
aedes aegypty)

Beredar dalam aliran


darah

PGE2 hipothalamus

Membentuk dan
melepaskan zat C3a, C5a

Hipertermi

Peningkatan reabsorbsi
Na2 dan H2O

Agregasi trombosit

Kerusakan endotel
pembuluh darah

Trombositopeni

Merangsang dan
mengaktifasi faktor
pembekuan
DIC

Infeksi virus dengue


(viremia)
Mengaktifkan sistem
komlemen
Permeabilitas membran
meningkat
Resiko syok hipovolemik

Resiko perdarahan

Renjatan hipovolemik dan


hipotensi

Perdarahan

Resiko perfusi jaringan


tidak

Asidosis metabolik

Resiko syok hipovolemik

Hipoksia jaringan

Kekurangan volume
cairan

Ke ekstravaskuler

Paru-paru

Hepar

Efusi pleura

Hepatomegali

Ketidakefektifan pola
napas

Asites
Mual muntah

Penekanan intra abodmen


Nyeri

I.

Abdomen

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Rencana asuhan klien dengan Dengue Haemorragic Fever (DHF)


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan dasar utama dan hal yang penting dilakukan
dalam melakukan asuhan keperawatan, baik saat penderita baru
pertama kali datang maupun selama klien dalam masa perawatan
(Hadinegoro, 2000). Data yang diperoleh dari pengkajian klien dengan
DHF dapat diklasifikasikan menjadi :
a. Identitas pasien
b. Umur (DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia
kurang dari 15 tahun).
c. Jenis kelamin secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan pada
penderita DHF. Tetapi kematian lebih sering ditemukan pada
perempuan dari pada anak laki-laki.
d. Tempat tinggal: penyakit ini semula hanya ditemukan di beberapa
kota besar saja, kemudian menyebar kehampir seluruh kota
besar di Indonesia, bahkan sampai di pedesaan dengan jumlah
penduduk yang padat dan dalam waktu relatif singkat.
2. Riwayat Keperawatan
a. Keluhan utama
Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF datang ke
rumah sakit adalah panas tinggi dan pasien lemah.
b. Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak dengan disertai
menggigil dan saat demam kesadaran kompos mentis. Turunya
panas 28 terjadi antara hari ke-3 dan ke-7, kondisi semakin lemah.
Kadangkadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual,
muntah, anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri otot
dan persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa

pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi


(grade III, IV), melena atau hematemasis.
c. Riwayat penyakit yang pernah diderita
Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF biasanya
mengalami serangan ulangan DHF dengan type virus yang lain.
d. Kondisi lingkungan
Sering terjadi pada daerah yang padat penduduknya dan
lingkumgan yang kurang bersih (seperti yang mengenang dan
gantungan baju yang ada kamar).
3. Pemeriksaan fisik : Data fokus
a. Sistem Pernapasan
Sesak, perdarahan melalui hidung,

pernapasan

dangkal,

epistaksis, pergerakan dada simetris, perkusi sonor, pada


auskultasi terdengar ronchi, krakles.
b. Sistem Persyarafan
Pada grade III pasien gelisah dan terjadi penurunan kesadaran
serta pada grade IV dapat terjadi DSS
c. Sistem Cardiovaskuler
Pada grde I dapat terjadi hemokonsentrasi, uji tourniquet positif,
trombositipeni, pada grade III dapat terjadi kegagalan sirkulasi,
nadi cepat, lemah, hipotensi, cyanosis sekitar mulut, hidung dan
jari-jari, pada grade IV nadi tidak teraba dan tekanan darah tak
dapat diukur.
d. Sistem Pencernaan
Selaput mukosa kering, kesulitan menelan, nyeri tekan pada
epigastrik,

pembesarn

limpa,

pembesaran

hati,

abdomen

teregang, penurunan nafsu makan, mual, muntah, nyeri saat


menelan, dapat hematemesis, melena.
e. Sistem perkemihan
Produksi urine menurun, kadang kurang dari 30 cc/jam, akan
f.

mengungkapkan nyeri sat kencing, kencing berwarna merah.


Sistem Integumen.
Terjadi peningkatan suhu tubuh, kulit kering, pada grade I terdapat
positif pada uji tourniquet, terjadi pethike, pada grade III dapat
terjadi perdarahan spontan pada kulit.

J. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


Diagosa 1 : Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer (00204)

1. Definisi
Penurunan sirkulasi darah ke perifer yang dapat mengganggu
kesehatan
2. Batasan karakteristik
a. Bruit femoral
b. Edema
c. Keterlambatan penyembuhan luka perifer
d. Nyeri ekstremitas
e. Parastesia
f. Penurunan nadi perifer
g. Perubahan fungsi motorik
h. Perubahan tekanan darah di ekstremitas
i. Warna kulit pucat saat elevasi
j. Waktu pengisian kapiler >3detik
k. Perubahan karakteristik kulit (mis. Warna, elastisitas, kelembapan,
sensasi, suhu)
3. Faktor yang berhubungan
a. Diabetes melitus
b. Gaya hidup kurang gerak
c. Hipertensi
d. Kurang pengetahuan tentang faktor pemberat (mis.merokok, gaya
hidup monoton, trauma, obesitas, asupan garam, immobilitas)
e. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit
f. Merokok
Diagnosa II : Nyeri akut (000132)
1. Definisi
Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang
muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang
digambarkan sebagai kerusakan; awitan yang tiba-tiba atau lambat
dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat
diantisipasi atau diprediksi.
2. Batasan Karakteristik
a. Bukti nyeri dengan menggunakan standar daftar periksa nyeri
untuk pasien yang tidak dapat mengungkapkannya (mis.
Neonatal infant pain scale, pain assesment checklist for senior
with limited ability to communicate).
b. Diaforesis
c. Dilatasi pupil
d. Ekspresi wajah nyeri (mis. Mata kurang bercahaya, tampak
kacau, gerakan mata berpencar, atau tetap pada satu fokus,
meringis)
e. Fokus pada diri sendiri

f.

Laporan tentang perilaku nyeri/perubahan aktivitas (mis.anggota

keluarga, pemberi asuhan)


g. Perilaku distraksi
h. Mengekspresikan perilaku (mis. gelisah, merengek, menangis,
i.
j.
k.
l.
m.

waspada).
Perubahan selera makan
Putus asa
Sikap melindngi area nyeri
Sikap tubuh melindungi
Perubahan pada parameter fisiologis (mis, tekanan darah,
frekuensi jantung, frekuensi pernapasan, saturasi oksigenasi, end

tidal karbon dioksida).


3. Faktor yang berhubungan
a. Agen cedera biologis (mis. Infeksi, iskemia, neoplasma).
b. Agen cedera fisik ( mis. Abses, luka bakar, amputasi, terpotong,
mengangkat berat, prosedur bedah, trauma olahraga yang
berlebihan)
c. Agen cedera kimiawi (mis. Luka bakar, kapsaisin, metilen klorida,
agens mustard).

Diagnosa III : Hipertermia (00007)


1. Definisi
Suhu inti

tubuh

diatas

kisaran

normal

termoregulasi.
2. Batasan karakteristik
a. Apnea
b. Bayi tidak dapat mempertahankan menyusu
c. Gelisah
d. Hipotensi
e. Kejang
f. Koma
g. Kulit kemeahan
h. Kulit terasa hangat
i. Letargi
j. Stupor
k. Postrur abnormal
l. Takikardia
m. Takipnea
n. Vasodilatasi
3. Faktor yang berhubungan
a. agen farmaseutikal

karena

kegagalan

b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.

aktivitas berlebihan
dehidrasi
iskemia
pakaian yang tidak sesuai
peningkatan laju metabolisme
penurunan persepsi
penyakit
sepsis
suhu lingkungan tinggi
trauma

Diagnosa IV : Resiko perdarahan


1. Definisi
Rentan

mengalami

penurunan

volume

darah,

yang

dapat

mengganggu kesehatan.
2. Faktor resiko
a. Aneurisme
b. Gangguan fungsi hati (mis, sirosis, hepatitis)
c. Gangguan gastrointestinal (mis, penyakit ulkus lambung, polip,
d.
e.
f.
g.
h.

varises)
Koagulopati inheren (misalnya, trombositopenia)
Komplikasi pascapartum
Komplikasi kehamilan
Trauma
Sirkumsisi

K. Intervensi Keperawatan dan rasional


Diagnosa I : Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
1. Tujuan dan Kriteria hasil
a. Menunjukkan keseimbangan cairan yang dibuktikan dengan
indicator berikut:
1) Tekanan darah
2) Nadi perifer
3) Turgor kulit
b. Menunjukkan integritas jaringan:kulit dan membrane mukosa
yang baik
2. Intervensi dan Rasional
a. Perawatan sirkulasi: insufisiensi arteri: menigkatkan sirkulasi
arteri
b. Managemen

cairan/elektrolit:

mengatur

dan

mencegah

komplikasi akibat perubahan kadar cairan atau elektrolit

c. Pantau

parestesia

kebas,

kesemutan,

hiperparastesia,

hipoestesia
d. Pantau tromboplebitis
e. Pantau neurologis: mengumpulkan dan menganalisis data pasien
untuk mencegah atau meminimalkan komplikasi neurologis.
Diagnosa II : Nyeri Akut
1. Tujuan dan kriteria hasil
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .......x 8 jam,
diharapakan nyeri berkurang dengan kriteria :
a. Tingkat Kenyamanan : Tingkat persepsi

positif

terhadap

kemudahan fisik dan psikologis


b. Pengendalian diri : Tindakan individu untuk mengendalikan nyeri
c. Tingkat nyeri : Keparahan nyeri yang dapat diamati atau dilaporkan
Memperlihatkan pengendalian nyeri yang dibuktikan oleh indicator
sebagai

berikut

(sebutkan

1-5:tidak

pernah,

jarang,kadang-

kadang,sering, atau selalu)


Menunjukkan tingkat nyeri , yang dibuktikan oleh indicator sebagai
berikut ( sangat berat, berat, sedang, ringan atau tidak ada):
Ekspresi nyeri pada wajah, gelisah atau ketegangan otot, durasi
nyeri, merintih dan menangis, gelisah.
2. Intervensi dan rasional
a. Manajemen Nyeri: (Meringankan atau mengurangi nyeri sampai
pada tingkat kenyamanan yang dapat diterima oleh pasien)
b. Pemberian Analgesik : (Menggunakan agens-agens farmakologi
untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri)
c. Manajemen Medikasi : Memfasilitasi penggunaan obat resep atau
obat bebas secara aman dan efektif
d. Bantuan Analgesia : Memudahkan pengendalian pemberian dan
pengaturan analgesic oleh pasien
e. Manajemen Sedasi : Memberikan sedatif, memantau respons
pasien, dan memberikan dukungan fisiologis yang dibutuhkan
selama prosedur diagnostik atau terapeutik
Diagnosa III : Hipertermia
1. Tujuan dan Kriteria hasil
a. Pasien akan menunjukkan termoregulasi, yang dibuktikan oleh
indikator

gangguan sebgai berikut (sebutkan 1-5 : gangguan

ekstream, berat, sedang, ringan atau tidak ada gangguan):


Penigkatan suhu kulit, Hipertermia, Dehidrasi, Mengantuk
b. Pasien akan menunjukkan termoregulasi yang dibuktikan oleh
indikator sebagai berikut (sebutkan 1-5 : gangguan ekstream,

berat, sedang, ringan atau tidak ada gangguan): Berkeringat saat


panas, Denyut nadi radialis, Frekuensi pernapasan
c. Pasien akan menunjukkan metode yang tepat untuk mengukur
suhu
d. Menjelaskan tindakan untuk mencegah atau meminimalkan
peningkatan suhu tubuh
e. Melaporkan tanda-tanda dini hipertermia.
2. Intervensi dan rasional
NIC :
a. Pantau suhu minimal setiap 2 jam, sesuai dengan kebutuhan
Rasional : perubahan suhu tubuh akan mempengaruhi keadaan
pasien
b. Pantau warna kulit
Rasional : Warna kulit dapat menunjukkan adanya perubahan
suhu tubuh
c. Ajarkan indikasi keletihan akibat panas dan tindakan kedaruratan
yang dibutuhkan, jika perlu
Rasional : Tindakan kedaruratan dapat mencegah perburukan
kondisi pasien
d. Berikan obat antipiretik, jika perlu
Rasional : Antipiretik dapat menurunkan panas
e. Gunakan matras dingin dan mandi air hangat untuk mengatasi
gangguan suhu tubuh, jika perlu
Rasional : Penggunaan matras dingin dan mandi air hangat dapat
menjadi media perpindahan panas sehingga suhu tubuh pasien
f.

dapat menurun
Gunakan washlap hangat di aksila, kening, tengkuk dan lipat
paha
Rasional: Penggunaan washlap hangat dapat menjadi media

perpindahan panas sehingga suhu tubuh pasien dapat menurun


g. Gunakan kipas angin yang berputar di ruangan pasien
Rasional : Membantu menurunkan suhu ruangan
h. Gunakan selimut pendingin
Rasional : Penggunaan selimut pendingin dapat menjadi media
perpindahan panas sehingga suhu tubuh pasien dapat menurun.

DAFTAR PUSTAKA
Nurarif A, dan Kusuma H. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosis Medis & Nanda NIC NOC, Edisi
Revisi jilid 1 & 2
Suhendro, Nainggolan, L., Chen, K., Pohan, H.T., 2006. Demam
Berdarah Dengue. In: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I.,
Simadibrata, M., Setiati, S.,ed. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta,
Indonesia : 1709-1713
Wilkinson. J. M dan
Ahern.N.R .(2011). Buku Saku Diagnosis
Keperawatan, Edisi 9. Penerbit buku kedokteran :EGC.

Anda mungkin juga menyukai