Anda di halaman 1dari 11

A.

TINJAUAN TEORI
1. Varicella
a. Definisi
Cacar air atau Varicella simplex adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh
infeksi virus varicella-zoster. Penyakit ini disebarkan secara aerogen. Waktu terekspos
sampai kena penyakit dalam tempo 2 sampai 3 pekan, hal ini bisa ditandai dengan badan
yang terasa panas (Ridha, 2014). Varicella atau cacar air adalah penyakit infeksi menular
yang disebabkan oleh herpes virus DNA, Varicella Zoster (Helen, 2007). Varicella
disebabkan oleh virus Herpes Varicella atau disebut juga Varicella Zoster Virus (VZV).
Varicella dikenal dengan nama Chickenpox atau cacar air adalah penyakit primer VZV,
yang pada umumnya menyerang anak. Sedangkan herpes zoster atau shingles merupakan
suatu reaktivitas infeksi endogen pada periode laten VZV, umumnya menyerang orang
dewasa atau anak yang menderita defisiensi imun. Varicella sebagai penyakit virus pada
anak sangat menular, lebih menular daripada perotitis, tetapi kurang menular bila
dibandingkan dengan campak (Sumarmo 2002 dalam Nurarif dan Kusuma, 2013).
b. Etiologi
Varicella disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV) yang termasuk 8 jenis Herpes
Virus dari family Herpesviridae. Virus ini masuk tubuh melalui mukosa saluran nafas
bagian atas atau orofaring dan menyebar ke pembuluh darah limfe (viremia pertama).
Satu minggu kemudian virus kembali menyebar melalui pembuluh darah (viremia kedua)
dan timbul gejala demam dan malaise. Penyebaran ke seluruh tubuh terutama kulit dan
mukosa. Lesi kulit muncul tidak bersamaan, sesuai dengan siklus viremia. Pada keadaan
normal siklus ini berakir setelah 3 hari akibat adanya kekebalan hormonal dan selular
spesifik (Nurarif dan Kusuma, 2013). Menurut Helen, 2007 etiologi untuk varicella
adalah:
1) Antenatal: embriopati varicella disebabkan oleh pemindahan transplasenta selama
infeksi ibu pada 2,2% janin jika kehamilan berumur < 20 minggu.
2) Perinatal: varicella bayi baru lahir; keparahan tergantung pada waktu infeksi ibu:
a) 21-5 hari sebelum pelahiran: varicella bayi baru lahir tampak pada 4 hari pertama
dan prognosisnya baik.
b) 5 hari sebelum pelahiran atau 2 hari sesudah pelahiran: varicella bayi baru lahir
dating pada hari 6-26, dapat bersifat ringan atau berat (mortalitas 30%)

3) Pascanatal: penularan melalui rute pernapsan; bayi kurang bulan ada pada resiko
yang lebih tinggi karena kekurangan transfer IgG varicella melalui plasenta pada
trimester III.
4) Masa kanak-kanak: virus masuk

lewat

saluran

pernapasan

dan mengalami

replikasi dalam kelenjar limfe regional. Setelah 4-6 hari terjadi viremia primer
yang menyebarkan virus ke sel retikuloendotelial terutama ke ginjal dan hati.
Setelah 11-14 hari terjadi viremia sekunder ke visera dan kulit, yang menimbulkan
lesi kulit khas.
c. Manifestasi klinis
Gejala awal penderita akan merasa sedikit demam, pilek, cepat merasa lelah, lesu,
dan lemah. Gejala-gejala ini khas untuk infeksi virus. Pada kasus yang lebih berat,
bisa didapatkan nyeri sendi, sakit kepala dan pusing. Beberapa hari kemudian
timbullah kemerahan pada kulit yang berukuran kecil yang pertama kali ditemukan
di sekitar dada dan perut atau punggung lalu diikuti timbul di anggota gerak dan
wajah (Ridha, 2014). Kemerahan pada kulit ini lalu berubah menjadi lenting berisi cairan
dengan dinding tipis. Ruam kulit ini mungkin terasa agak nyeri atau gatal sehingga
dapat tergaruk tak sengaja. Jika lenting ini dibiarkan maka akan segera mengering
membentuk keropeng (krusta) yang nantinya akan terlepas dan meninggalkan bercak
di kulit yang lebih gelap (hiperpigmentasi). Bercak ini lama-kelamaan akan

pudar

sehingga beberapa waktu kemudian tidak akan meninggalkan bekas lagi. Tetapi,
jika lenting cacar air tersebut dipecahkan. Krusta akan segera terbentuk lebih dalam
sehingga akan mongering lebih lama, kondisi ini memudahkan

infeksi bakteri terjadi

pada bekas luka garukan tadi. Setelah mengering bekas cacar air tadi akan menghilang
bekas yang dalam. Terlebih lagi jika penderita adalah dewasa atau dewasa muda,
bekas cacar air akan lebih sulit hilang (Ridha, 2014). Menurut Nurarif dan Kusuma
2013 stadium varicella dibagi menjadi 2 yaitu:
1) Stadium prodromal
Gejala timbul setelah 14-15 hari masa inkubasi dengan timbulnya ruam kulit
disertai demam, malaise. Pada anak lebih besar-besar dan dewasa didahului oleh
demam selama 2-3 hari sebelumnya, mengigil, malaise, nyeri kepala, anoreksia,
nyeri punggung dan pada beberapa kasus nyeri tenggorok dan batuk.
2) Stadium erupsi

Ruam kulit muncul dimuka dan kulit kepala, badan dan ektremitas. Penyebaran lesi
varicella menjadi krusta 8-12 jam dan akan lepas dalam waktu 1-3 minggu
tergantung kepada dalamnya kelainan kulit.
d. Patofisiologi
VZV masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran pernafasan bagian atas,
orofaring atau konjungtiva. Siklus replikasi virus pertama terjadi pada hari ke 2-4
yang berlokasi pada lymph nodes regional kemudian diikuti penyebaran virus dalam
jumlah sedikit melalui darah dan kelenjar limfe, yang mengakibatkan terjadinya
viremia primer (biasanya terjadi pada hari ke 4-6 setelah infeksi

pertama).

Pada

sebagian besar penderita yang terinfeksi, replikasi virus tersebut dapat mengalahkan
mekanisme pertahanan tubuh yang belum matang sehingga akan berlanjut dengan
siklus replikasi virus ke dua yang terjadi di hepar dan limpa, yang mengakibatkan
terjadinya viremia sekunder. Pada fase ini, partikel virus akan menyebar ke seluruh
tubuh dan mencapai epidermis pada hari ke 14-16, yang mengakibatkan timbulnya lesi
kulit yang khas (Lubis, 2008). Seorang anak yang menderita varicella akan dapat
menularkan kepada yang lain yaitu 2 hari sebelum hingga 5 hari setelah timbulnya
lesi di kulit. Pada herpes zoste, patogenesisnya belum seluruhnya diketahui. Selama
terjadi varicella, VZV berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan mukosa ke
ujung syaraf sensoris dan ditransportasikan secara centripetal melalui serabut syaraf
sensoris ke ganglion sensoris. Pada ganglion tersebut terjadi infeksi laten (dorman),
dimana virus tersebut tidak lagi menular dan tidak bermultiplikasi, tetapi tetap
mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi infeksius apabila terjadi reaktivasi
virus. Reaktivitas virus tersebut dapat diakibatkan oleh keadaan yang menurunkan
imunitas

seluler

seperti

pada

penderita

karsinoma, penderita yang mendapat

pengobatan immunosuppressive termasuk kortikosteroid dan pada orang penerima


organ transplantasi. Pada saat terjadi reaktivitasi, virus akan kembali bermultiplikasi
sehingga terjadi reaksi radang dan merusak ganglion sensoris. Kemudian virus akan
menyebar ke sumsum tulang serta batang otak dan melalui syaraf sensoris akan
sampai ke kulit dan kemudian akan timbul gejala klinis (Lubis, 2008)
e. Pathway

f. Penatalaksanaan
1) Medis
Upaya pencegahan dengan melakukan imunisasi bagi anak-anak yang berusia
lebih dari 12 bulan. Imunisasi ini dianjurkan bagi orang di atas usia 12 tahun yang
tidak mempunyai kekebalan karena penyakit ini erat kaitannya dengan kekebalan

tubuh. Penyakit varicella ini sebenarnya dapat sembuh dengan sendirinya. Akan
tetapi tidak menutup kemungkinan adanya serangan berulang saat individu tersebut
mengalami penurunan daya tahan tubuh (Ridha, 2014). Menurut

Pudiastuti, 2011

pengobatan varicella dilakukan dengan pemberian:


a) Paracetamol
b) Bedak salicyl 1% pada gelembung yang belum pecah
c) Salep klorampenikol 3% pada gelembung yang pecah
g. Komplikasi
1/50 kasus disertai oleh komplikasi, termasuk pneumonia varicella dan

ensefalitis

(Helen, 2007). Pada anak yang Imunokompelen, biasanya dijumpai varicella yang
ringan sehingga jarang dijumpai komplikasi (Lubis, 2008). Menurut

Lubis,

2008

komplikasi yang dapat dijumpai pada varicella yaitu :


1) Infeksi sekunder pada kulit yang disebabkan oleh bakteri
a) Sering dijumpai infeksi pada kulit dan timbul pada anak-anak yang berkisar
antara 5-10%. Lesi pada kulit tersebut menjadi tempat masuk organisme yang
virulen dan apabila infeksi meluas dapat menimbulkan Impetigo, Furunkel,
Celulitis dan Erysepelas
b) Organisme infeksius yang sering menjadi penyebabnya adalah streptococcus yang
berasal dari garukan.
2) Soar
Timbulnya scar yang berhubungan dengan infeksi slaphylococcus atau Streptococcus
yang berasal dari garukan.
3) Pneumonia
a) Dapat timbul pada anak-anak yang lebih tua dan pada orang dewasa, yang dapat
menimbulkan keadaan fatal. Pada orang dewasa insiden varicella pnemunia
sekitar 1:400 kasus.
4) Neurologik
a) Acute postinfeksius cerebellar ataxia
(1) Ataxia sering muncul tiba-tiba, selalu terjadi 2-3 minggu setelah timbulnya
varicella. keadaan ini dapat menetap selama 2 bulan.
(2) Manifestasinya berupa tidak dapat memepertahankan posisi berdiri hingga
tidak mampu untuk berdiri dan tidak adanya koordinasi dan dysarthria.
(3) Insiden berkisar 1:4000 kasus varicella.
b) Encephalitis
(1) Gejala ini sering timbul selama terjadinya akut varicella yaitu beberapa hari
setelah timbulnya ruam, lethargy, drowsiness dan confusion adalah gejala
yang sering dijumpai.

(2) Beberapa anak mengalami sizure dan perkembangan enchepalitis yang cepat
dapat menimbulkan koma yang dalam.
(3) Merupakan komplikasi yang serius dimana angka kematian berkisar 5-20%
(4) Insiden berkisar 1,7/100.000 penderita.
5) Herpeszoster
a) Komplikasi yang lambat dari varicella yaitu timbulnya herpes zoster
b) Varicella zoster virus menetap pada ganglion sensoris
6) Reye syndrome
a) Ditandai dengan fatty liver dengan encephalophaty
b) Keadaan ini berhubungan dengan penggunaan aspirin, tetapi setelah digunakan
acetaminophen (antipiretik) secara luas, kasus reye sindrom mulai jarang
ditemukan.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Aktivitas / Istirahat
Tanda : penurunan kekuatan tahanan
b. Integritas ego
Gejala : masalah tentang keluarga, pekerjaan, kekuatan, kecacatan.Tanda : ansietas,
menangis, menyangkal, menarik diri, marah.
c. Makan/cairan
Tanda : anorexia, mual/muntah
d. Neuro sensori
Gejala : kesemutan area bebas Tanda : perubahan orientasi, afek, perilaku kejang (syok
listrik), laserasi corneal, kerusakan retinal, penurunan ketajaman penglihatan
e. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Sensitif untuk disentuh, ditekan, gerakan udara, peruban suhu.
f. Keamanan
Tanda : umum destruksi jaringan dalam mungkin terbukti selama 3-5 hari sehubungan
dengan proses trambus mikrovaskuler pada kulit.
g. Data subjektif
Pasien merasa lemas, tidak enak badan, tidak nafsu makan dan sakit kepala.
h. Data Objektif :
1) Integumen : kulit hangat, pucat dan adanya bintik-bintik kemerahan pada kulit yang
berisi cairan jernih.
2) Metabolik : peningkatan suhu tubuh.
3) Psikologis : menarik diri.
4) GI : anoreksia.
5) Penyuluhan / pembelajaran : tentang perawatan luka varicella.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan singkat, jelas dan pasti tentang masalah klien
yang nyata atau potensial serta penyebabnya dapat dipecahkan atau diubah melalui

tindakan keperawatan (Dermawan,2012). Maka diagnosa keperawatan yang muncul pada


klien dengan varicela menurut Ridha, 2014 yaitu:
a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan erupsi pada kulit
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya
intake makanan
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
d. Hipertemi berhubungan dengan proses infeksi
e. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit

3. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan adalah suatu proses didalam pemecahan masalah yang merupakan
keputusan awal tentang sesuatu apa yang dilakukan, bagaimana dilakukan, kapan
dilakukan, siapa yang melakukan dari semua tindakan keperawatan (Dermawan, 2012).
a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan erupsi pada kulit
Tujuan
: menunjukkan pengendalian resiko
Kriteria hasil :
1) Menunjukkan tingkah laku atau teknik untuk mencegah kerusakan kuit atau
meningkatkan kesembuhan
2) Menunjukkan kemajuan pada luka atau penyembuhan lesi.
Intervensi

1) Kaji kulit setiap hari. Catat warna, turgor, sirkulasi dan sensasi. Gambarkan lesi dan
amati perubahan
Rasional : menentukan garis dasar dimana perubahan pada status dapat
dibandingkan dan melakukan intervensi yang tepat
2) Pertahankan/intruksikan dengan hygiene kulit, misalnya membasuh kemudian
mengeringkannya dengan berhati-hati dan melakukan masase dengan menggunakan
losion atau krim
Rasional : mempertahankan kebersihan karena kulit yang kering dapat menjadi
barrier infeksi. Pembasuhan kulit kering sebagai ganti menggaruk menurunkan
risiko trauma dermal pada kulit yang kering/rapuh.

Masase

meningkatkan

sirkulasi kulit dan meningkatkan kenyamanan.


3) Ubah posisi, ganti seprei sesuai kebutuhan
Rasional : mengurang stress pada titik tekanan, meningkatkan aliran darah ke
jaringan dan meningkatkan proses kesembuhan.
4) Gunting kuku secara teratur

Rasional : kuku yang panjang atau kasar meningkatkan risiko kerusakan dermal.
5) Gunakan/berikan obat-obat topikal/sistemik sesuai indikasi
Rasional : digunakan pada perawatan lesi kulit.
b. Ketidakseimbangan nutris kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya
intake makanan
Tujuan
: menunjukkan status gizi: asupan makanan, cairan dan zat gizi adekuat
Kriteria hasil : mempertahankan berat badan, menjelaskan komponen keadekuatan
diet bergizi
Intervensi
:
1) Kaji kemampuan untuk mengunyah, merasakan dan menelan.
Rasional : lesi mulut, tenggorok dan esophagus dapat menyebabkan disfagia,
penurunan kemampuan

pasien

mengolah

makanan dan mengurangi keinginan

untuk makan.
2) Berikan perawatan mulut yang terus menerus, awasi tindakan pencegahan sekresi.
Hindari obat kumur yang mengandung alkohol.
Rasional : mengurangi ketidaknyamanan yang berhubungan dengan mual/muntah,
lesi oral, pengeringan mukosa dan halitosis. Mulut yang bersih meningkatkan
nafsu makan.
3) Berikan fase istirahat sebelum makan. Hindari prosedur yang melelahkan saat
mendekati waktu makan.
Rasional : mengurangi rasa lelah; meningkatkan ketersediaan energy untuk
aktivitas makan.
4) Dorong pasien untuk duduk pada waktu makan.
Rasional : mempermudah proses menelan dan mengurangi resiko aspirasi.
5) Konsultasikan dengan tim pendukung ahli diet atau gizi.
Rasional : menyediakan diet berdasarkan kebutuhan individu dengan rute yang
tepat.
c. Nyeri akut berhubungan dengan cidera biologis
Tujuan
: menunjukkan tingkat nyeri
Kriteria hasil : menyatakan nyeri hilang atau terkontrol tampak rileks dan mampu tidur
atau istirahat dengan tepat
Intervensi
:
1) Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 1-10), frekuensi dan waktu.
Menandai gejala nonverbal
Rasional
: mengidikasikan kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda-tanda
perkembangan atau resolusi komplikasi
2) Berikan aktivitas hiburan
Rasional
: memfokuskan kembali perhatian;
kemampuan untuk menanggulangi

mungkin dapat meningkatkan

3) Instruksikan pasien atau dorong untuk menggunakan visualisasi atau bimbingan


imajinasi, relaksasi progresif, teknik napas dalam
Rasional : meningkatkan relaksasi dan sehat. Dapat menurunkan kebutuhan
narkotik analgesik (depresan SSP) dimana telah terjadi proses degenerative neuro
atau motor. Mungkin tidak berhasil jika muncul demensia, meskipun minor.
4) Berikan analgesik atau antipiretik.
Rasional
: memberikan penurunan nyeri atau tidak nyaman; mengurangi
demam.

Obat

yang dikontrol

pasien atau berdasarkan waktu 24 jam

mempertahankan kadar analgesia darah tetap stabil, mencegah kekurangan ataupun


kelebihan obat-obatan.
d. Hipertemi berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan
: suhu tubuh dalam batas normal (36,5-37,5 0C) parenteral, klien

bebas

dari demam.
Kriteria hasil : suhu tubuh normal, klien tidak demam, pasien tampak nyaman.
Intervensi
:
1) Kaji tanda dan gejala adanya peningkatan suhu tubuh dan penyebabnya
Rasional : untuk mengidentifikasi pola demam pasien
2) Anjurkan pasien banyak minum 2-2,5 liter/24 jam
Rasional : menurunkan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat
sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak.
3) Anjurkan untuk memakai pakaian tipis dan menyerap keringat
Rasional : untuk meningkatkan sirkulasi udara
4) Pemberian obat antipiretik
Rasiona : untuk menurunkan suhu tubuh dengan cara solusi

kolaborasi

dokter dengan obat antipiretik


e. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit
Tujuan
: faktor resiko infeksi hilang
Kriteria hasil : terbebas dari tanda atau gejala infeksi menunjukkan hygiene pribadi yang
adekuat menggambarka factor yang menunjang penularan infeksi
Intervensi
:
1) Tekankan pentingnya teknik cuci tangan yang baik untuk semua individu yang
kontak dengan pasien
Rasional : mencegah kontaminasi silang, menurunkan risiko infeksi
2) Lakukan inspeksi terhadap luka
Rasional : mencatat tanda-tanda inflamasi/infeksi local
3) Gunakan sarung tangan atau pakaian pada waktu merawat luka yang terbuka atau
antisipasi dari kontak langsung dengan sekresi ataupun eksresi
Rasional : mencegah penyebaran infeksi/kontaminasi
silang

DAFTAR PUSTAKA

Ridha, Nabiel. 2014. Buku Ajar Keperawatan Anak. Pustaka Belajar.Yogyakarta


Helen Brough, Rola Alkurdi dan Ram Nataraja. 2007. Rujukan Cepat Pediatri dan
Kesehatan Anak. Jakarta: EGC
Nurarif,

Amin

Huda

dan

Hardhi

Kusuma.

2013. Aplikasi

Asuhan

Keperawatan

berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC. Med Action Publishing.Yogyakarta


Lubis,

Ramona

Dumasari.

2008. Varicella

dan

Herpes

Zoster.

Departemen

Ilmu

Kesehatan Kulit dan Kelamin. Fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara.


Sumatera Utara
Pudiastuti, Ratna Dewi. 2011. Waspadai Penyakit Anak. PT Indeks.Jakarta

Dermawan, Deden. 2012. Proses keperawatan Penerapan Konsep dan Kerangka Kerja.
Gosyen Publishing. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai