Anda di halaman 1dari 19

Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh, rata-rata sekitar 1.

500 gr atau 2,5 % berat badan


pada orang dewasa normal. Permukaan superior adalah cembung dan terletak di bawah kubah
kanan diafragma dan sebagian kubah kiri. Bagian bawah hati adalah cekung dan merupakan atap
ginjal kanan, lambung, pankreas, dan usus. Hati memiliki dua lobus utama, kanan dan kiri.
Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis kanan yang
tdak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum
falsiforme yang dapat dilihat dari luar. Ligamentum falsiforme berjalan dari hati ke diafragma
dan dinding depan abdomen. Permukaan hati diliputi oleh peritoneum viseralis, kecuali daerah
kecil pada permukaan posterior yang melekat langsung pada diafragma. Beberapa ligamentum
yang merupakan lipatan peritoneum membantu menyokong hati. Di bawah peritoneum terdapat
jaringan penyambung padat yag dinamakan kapsula Glisson, yang meliputi seluruh permukaan
organ; kapsula ini pada hilus atau porta hepatis di permukaan inferior, melanjutkan diri ke dalam
massa hati, membentuk rangka untuk cabang-cabang vena porta, arteria hepatika, dan saluran
empedu.(Sylvia, 1995) Struktur mikroskopik Setiap lobus hati terbagi menjadi struktur-struktur
yang dinamakan lobulus, yang merupakan unit mikroskopis dan fungsional organ. Setiap lobulus
merupakan badan heksagonal yang terdiri atas lempeng-lempeng sel hati berbentuk kubus,
tersusun radial mengelilingi vena sentralis. Di antara lempengan sel hati terdapat kapiler-kapiler
yang dinamakan sinusoid, yang merupakan cabang vena porta dan arteria hepatika. Tidak seperti
kapiler lain, sinusoid dibatasi oleh sel fagositik atau sel Kupffer. Sel Kupffer merupakan sistem
monosit-makrofag, dan fungsi utamanya adalah menelan bakteri dan benda asing lain dalam
darah. Hanya sumsum tulang yang mempunyai massa sel monosit-makrofag yang lebih banyak
daripada yang terdapat dalam hati, jadi hati merupakan salah satu organ utama sebagai
pertahanan terhadap invasi bakteri dan agen toksik. Selain cabang-cabang vena porta dan arteria
hepatika yang melingkari bagian perifer lobulus hati, juga terdapat saluran empedu. Saluran
empedu interlobular membentuk kapiler empedu yang sangat kecil yang dinamakan kanalikuli,
berjalan ditengah-tengah lempengan sel hati. Empedu yang dibentuk dalam hepatosit diekskresi
ke dalam kanalikuli yang bersatu membentuk saluran empedu yang makin lama makin besar,
hingga menjadi saluran empedu yang besar (duktus koledokus).

Sirosis hepatis
Definisi:
Suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatic yang berlangsung
progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus
regeneratif.
Istilah Sirosis hati diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari kata Khirros yang berarti
kuning orange (orange yellow), karena perubahan warna pada nodul-nodul yang terbentuk.
Pengertian sirosis hati dapat dikatakan sebagai suatu keadaan disorganisassi yang difuse dari
struktur hati yang normal akibat nodul regeneratif yang dikelilingi jaringan mengalami fibrosis.
(Maryati, Sri. 2003). Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatic yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar
dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat nekrosis hepatoseluler.
Jaringan retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskular, dan regenerasi
nodularis parenkim hati. (Nurdjanah, Siti. 2007)

Klasifikasi
Secara konvensional diklasifikasikan sebagai makronodular dan mikronodular.
Secara etiologis dan morfologis dibagi menjadi: 1. alkoholik, 2. kriptogenik, dan post
hepatitis(pasca nekrosis), 3. biliaris, 4. kardiak, 5. Metabolic, keturunan, dan terkait obat.
Manifestasi klinis

Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien
melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala awal sirosis
(kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang , perasaan perut
kembung , mual, berat badan menurun, pada laki-laki timbul impotensi, testis mengecil, buah
dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata),
gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta,
meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan demam tak begitu tinggi. Mungkin
disertai adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid,
ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah dan/ atau melena, serta
perubahan mentasl, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.
Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti belum adanya
gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai gejalagejala dan tanda klinis
yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada
satu tingkat tidak terlihat perbedaannya secara klinis. Hal ini hanya dapat dibedakan melalui
pemeriksaan biopsi hati. Sirosis secara konvensional diklasifikasikan sebagai makronodular
(besar nodul lebih dari 3 mm) atau mikronodular (besar nodul kurang dari 3 mm) atau campuran
mikro dan makronodular. Sebagian besar jenis sirosis dapat diklasifikasikan secara etiologis dan
morfologis menjadi : 1. Alkoholik 2. Kriptogenik dan Post hepatitis (pasca nekrosis) 3. Biliaris 4.
Kardiak 5. Metabolik, keturunan, dan terkait obat (Nurdjanah, Siti. 2007) Klasifikasi sirosis hati
menurut kriteria Child-Pugh :

Etiologi
a. Penyakit Infeksi - Bruselosis - Ekinokokus - Skistomiasis - Toksoplasmosis - Hepatitis
virus (hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D, sitomegalovirus) b. Penyakit Keturunan dan
Metabolik - Defisiensi 1-antitripsin - Sindrom Fanconi - Galaktosemia - Penyakit
Gaucher - Penyakit simpanan glikogen - Hemokromatosis - Intoleransi fluktosa herediter
- Tirosinemia Herediter - Penyakit Wilson c. Obat dan Toksin - Alkohol - Amiodaron Arsenik - Obstruksi bilier : Saluran empedu membawa empedu yang dihasilkan oleh hati
ke usus, dimana empedu membantu mencerna lemak. Pada bayi penyebab sirosis
terbanyak adalah akibat tersumbatnya saluran empedu yang disebut Biliary atresia. Pada
penyakit ini empedu memenuhi hati karena saluran empedu tidak berfungsi atau rusak.
Bayi yang menderita Biliary berwarna kuning (kulit kuning) setelah berusia satu bulan.
Kadang bisa diatasi dengan pembedahan untuk membentuk saluran baru agar empedu
meninggalkan hati, tetapi transplantasi diindikasikan untuk anak-anak yang menderita
penyakit hati stadium akhir. Pada orang dewasa, saluran empedu dapat mengalami
peradangan, tersumbat, dan terluka akibat Primary Biliary Sirosis atau Primary
Sclerosing Cholangitis. Secondary Biliary Cirrosis dapat terjadi sebagai komplikasi dari
pembedahan saluran empedu. (Maryati, Sri. 2007). - Penyakit perlemakan hati non
alkoholik - Sirosis bilier primer - Kolangitis sklerosis primer d. Penyebab Lain atau Tidak
Terbukti - Penyakit usus inflamasi kronik - Fibrosis kistik - Pintas jejunoileal
Sarkoidosis

Patogenesis

Meskipun etiologi dari berbagai bentuk sirosis tidak dimengerti dengan baik, ada tiga pola khas
yang ditemukan pada kebanyakan kasus sirosis Laennec, postnekrotik, dan biliaris. Sirosis dapat
juga terjadi setelah penyumbatan pada aliran keluar darah atau setelah kerusakan hati lain, misal
pada stadium akhir penyakit penyimpanan (hemokromatosis, penyakit Wilson) atau defisiensi
enzim yang ditentukan secara genetik. Factor yang terlibat dalam kerusakan sel hati adalah : defisiensi ATP akibat gangguan metabolisme energy sel - peningkatan pembentukan metabolit

oksigen yang sangat reaktif - defisiensi antioksidan (misal, glutation) dan/atau kerusakan enzim
perlindungan (glutation peroksidase, superoksidase dismutase) yang timbul bersamaan.
Metabolit O2 misalnya akan bereaksi dengan asam lemak tidak jenuh pada fosfolipid
(peroksidase lemak). Hal ini membantu terjadinya kerusakan membran plasma dan organel sel
(lisosom, reticulum endoplasma). Akibatnya, konsentrasi Ca2+ di sitosol meningkat, yang
mengaktifkan protease dan enzim lain sehingga akhirnya terjadi kerusakan sel yang bersifat
ireversibel. Fibrosis hati terjadi dalam beberapa tahap. Jika hepatosit yang rusak mati,
diantaranya akan terjadi kebocoran enzim lisosom dan pelepasan sitokim dari matriks ekstrasel.
Sitokin ini bersama dengan debris sel yang mati akan mengaktifkan sel Kupffer di sinusoid hati
dan menarik sel inflamasi (granulosit, limfosit, dan monosit). Berbagai faktor pertumbuhan dan
sitokin kemudian dilepaskan dari sel Kupffer dan dari sel inflamasi yang terlibat. Faktor
pertumbuhan ini dan sitokin selanjutnya : - Mengubah sel ito penyimpan lemak di hati menjadi
miofibroblas - Mengubah monosit yang bermigrasi menjadi makrofag aktif - Memicu proliferasi
fibroblast Aksi kemotaktik transforming growth factor (TGF-) dan protein kemotaktik
monosit 1 (MCP-1), yang dilepaskan dari sel ito (dirangsang oleh tumor necrosis factor (TNF), platelet-derived growth factor (PDGF), dan interleukin) akan memperkuat proses ini,
demikian pula dengan sejumlah zat sinyal lainnuya. Akibat sejumlah interaksi ini (penjelasan
yang lebih rinci belum sepenuhnya dipahami), pembentukan matriks sel ditingkatkan oleh
miofibroblas dan fibroblast, berarti menyebabkan peningkatan penimbunan kolagen (tipe I, III
dan IV), proteoglikan (dekorin, biglikan, lumikan, agrekan) dan glikoprotein (fibronektin,
laminin, tenaskin, undulin) di ruang Disse. Fibrosis glikoprotein di ruang Disse menghambat
pertukaran zat antara sinusoid darah dan hepatosit, serta meningkatkan resistansi aliran di
sinusoid. Jumlah matriks yang berlebihan dapat dirusak (mula-mula oleh metaloprotease), dan
hepatosit dapat mengalami regenerasi. Jika nekrosis terbatas di lobules hati, penggantian struktur
yang sempurna dimungkinkan terjadi. Namun, jika nekrosis telah meluas menembus parenkim
oerifer lobules hati, akan terbentuk septa jaringan ikat. Akibatnya, regenerasi fungsional yang
sempurna tidak mungkin lagi terjadi dan akan terbentuk nodul (sirosis). (Lang, Florian. 2007)
Sirosis Laennec Sirosis Laennec (juga disebut sirosis alkoholik, portal, dan sirosis gizi)
merupakan suatu pola sirosis yang aneh yang dihubungkan dengan penyalahgunaan alkohol
kronik. Sirosis jenis ini merupakan 50% atau lebih dari seluruh kasus sirosis. Hubungan yang
pasti antara penyalahgunaan alkohol dengan sirosis Laennec tidaklah diketahui, meskipun

asosiasi keduanya demikian jelas dan pasti. Perubahan pertama pada hati yang ditimbulkan
alkohol adalah akumulasi lemak secara gradual di dalam sel-sel hati (infiltrasi lemak).
Akumulasi lemak mencerminkan adanya sejumlah gangguan metabolik, termasuk pembentukan
trigliserida secara berlebihan, pemakaiannya yang berkurang dalam pembentukan lipoprotein,
dan penurunan oksidasi asam lemak. Mungkin pula bahwa individu yang mengkonsumsi alkohol
dalam jumlah berlebihan, tidak makan secara layak dan gagal mengkonsumsi protein dalam
jumlah yang cukup untuk menghasilkan faktor-faktor lipotropik yang diperlukan untuk transpor
lemak dalam jumlah cukup (kolin dan metionin). Diketahui bahwa diet rendah protein akan
menekan aktivitas dari dehidrogenase alkohol, yaitu enzim utama dalam metabolisme alkohol.
Namun demikian, sebab utama kerusakan pada hati diduga merupakan efek langsung alkohol
terhadap sel-sel hati, yang akan diperberat oleh keadaan malnutrisi. Degenerasi lemak yang tak
berkomplikasi pada hati seperti yang dapat terlihat pada alkoholisme dini, dapat reversibel
asalkan individu tersebut berhenti minum alkohol; beberapa kasus dari kondisi yang relatif jinak
ini akan berkembang menjadi sirosis. Secara makroskopis, hati membesar, rapuh, dan tampak
berlemak, dan mengalami gangguan fungsional akibat akumulasi lemak yang banyak tersebut.
Bila kebiasaan minum alkohol diteruskan, apalagi bila menjadi semakin hebat, maka terjadi
sesuatu (belum diketahui apa) yang akan memacu seluruh proses sehingga akan terbentuk
jaringan parut yang tersebar luas. Sebagian pakar yakin bahwa lesi kritis dalam perkembangan
sirosis hati mungkin adalah hepatitis alkoholik. Hepatitis alkoholik ditandai secara histologis
oleh nekrosis hepatoselular dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear (PMN) di hati. Akan tetapi,
tidak semua pasien yang memiliki lesi hepatitis alkoholik akan berkembang menjadi sirosis hati
yang lengkap. Pada kasus sirosis Laennec yang sangat lanjut, lembaran-lembaran jaringan ikat
yang tebal terbentuk pada pinggir-pinggir lobulus, membagi parenkim menjadi nodulanodula
halus. Nodula-nodula ini dapat membesar akibat aktivitas regenerasi sebagai usaha hati untuk
mengganti sel-sel yang rusak. Hati tampak terdiri dari sarang-sarang sel-sel degenerasi dan
regenerasi yang dikemas padat dalam kapsula fibrosa yang tebal. Pada keadaan ini, sirosis sering
disebut sebagai sirosis nodular halus. Hati akan menciut, keras dan hampir tidak memiliki
parenkim normal pada stadium akhir sirosis, dengan akibat hipertensi portal dan gagal hati.
(Sylvia,1995) Sirosis Postnekrotik Sirosis postnekrotik agaknya terjadi menyusul nekrosis
berbercak pada jaringan hati, menimbulkan nodula-nodula degeneratif besar dan kecil yang
dikelilingi dan dipisah-pisahkan oleh jaringan parut, berselang-seling dengan jaringan parenkim

hati normal. Sekitar 75% kasus cenderung berkembang dan berakhir dengan kematian dalam 1
hingga 5 tahun. Sirosis postnekrotik adalah kira-kira 20% dari seluruh kasus sirosis. Sekitar 25%
kasus memiliki riwayat hepatitis virus sebelumnya. Banyaknya pasien dengan hasil tes HbsAg
positif menunjukkan bahwa hepatitis kronik aktif agaknya merupakan peristiwa yang besar
perannya. Persentase kecil kasus memiliki dokumentasi intoksikasi dengan bahan kimia industri,
racun ataupun obat-obatan seperti fosfat, kloroform, dan karbon tetraklorida, atau jamur beracun.
Ciri yang agak aneh dari sirosis postnekrotik adalah bahwa tampaknya merupakan predisposisi
terhadap neoplasma hati primer (hepatoma). Hal ini juga terlihat pada sirosis Laennec, namun
dalam derajat yang lebih ringan. (Sylvia, 1995) Sirosis biliaris Kerusakan sel hati yang dimulai
di sekitar duktus biliaris akan menimbulkan pola sirosis yang dikenal sebagai sirosis biliaris.
Tipe ini bertanggung jawab atas 15% dari seluruh kasus sirosis. Penyebab sirosis biliaris yang
paling umum adalah obstruksi biliaris posthepatik. Stasis empedu menyebabkan penumpukan
empedu di dalam massa hati dengan akibat kerusakan sel-sel hati. Terbentuk lembar-lembar
fibrosa di tepi lobulus, namun jarang memotong lobulus seperti pada sirosis Laennec. Hati
membesar, keras, bergranula halus, dan berwarna kehijauan. Ikterus selalu menjadi bagian awal
dan primer dari sindrom, demikian pula pruritus, malabsorpsi dan steatorea. Sirosis biliaris
primer menampilkan pola yang agak mirip dengan sirosis biliaris sekunder yang baru saja
dijelaskan di atas, namun lebih jarang ditemukan. Penyebabnya yang berkaitan dengan lesi-lesi
duktulus empedu intrahepatik, tidak diketahui. Sumbat empedu sering ditemukan dalam kapilerkapiler dan duktulus empedu, dan sel-sel hati seringkali mengandung pigmen hijau. Saluran
empedu ekstrahepatik tidak ikut terlibat. Komplikasi hipertensi portal jarang terjadi.
Diagnosa a. Gejala Klinis Manifestasi klinis dari Sirosis hati disebabkan oleh satu atau lebih halhal yang tersebut di bawah ini : 1. Kegagalan Prekim hati 2. Hipertensi portal 3. Asites 4.
Ensefalophati hepatitis (Maryati,Sri. 2003) Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga
kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena
kelainan penyakit lain. Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan
lemas, nafsu makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada lakilaki dapat timbul impotensi, testis mengecil, dan buah dada membesar, hilangnya dorongan
seksualitas. Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila
timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan,

gangguan tidur, dan demam tak begitu tinggi. Mungkin disertai adanya gangguan pembekuan
darah, pendarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna
seperti teh pekat, muntah darah dan/atau melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa,
sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.(Nurdjanah, Siti. 2007) Keluhan dari sirosis
hati dapat berupa : Merasa kemampuan jasmani menurun Nausea, nafsu makan menurun dan
diikuti dengan penurunan berat badan Mata berwarna kuning dan buang air kecil berwarna
gelap Pembesaran perut dan kaki bengkak Perdarahan saluran cerna bagian atas Pada
keadaan lanjut dapat dijumpai pasien tidak sadarkan diri (Hepatic Enchephalopathy) Perasaan
gatal yang hebat.
. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik Seperti telah disebutkan diatas bahwa pada hati terjadi
gangguan arsitektur hati yang mengakibatkan kegagalan sirkulasi dan kegagalan perenkim hati
yang masing- masing memperlihatkan gejala klinis berupa : 1. Kegagalan sirosis hati a. Edema b.
Ikterus c. Koma d. spider nevi e. alopesia pectoralis f. ginekomastia g. kerusakan hati h. asites i.
rambut pubis rontok j. eritema palmaris k. atropi testis l. kelainan darah
(anemia,hematom/mudah terjadi perdarahan) 2. Hipertensi portal a. varises oesophagus b.
spleenomegali c. perubahan sum-sum tulang d. caput meduse e. asites f. collateral vein
hemorrhoid g. kelainan sel darah tepi (anemia, leukopeni dan trombositopeni) (Maryati, Sri.
2003) Temuan klinis sirosis meliputi, spider angioma, spiderangiomata (atau spider
telangiektasi), suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda ini sering
ditemukan di bahu, muka dan lengan atas. Mekanisme terjadinya tidak diketahui, ada anggapan
dikaitkan dengan peningkatan rasio estradiol/testoteron bebas. Tanda ini juga bisa ditemukan
Selama hamil, malnutrisi berat, bahkan ditemukan pula dan orang sehat, walaupun ukuran lesi
kecil. Eritema palmaris, warna merah saga pada tenar dan hipothenar telapak tangan. Hal ini juga
dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormone estrogen. Tanda ini juga tidak spesifik pada
sirosis. Ditemukan pula pada kehamilan, artrisis rheumatoid, hipertiroidisme, dan keganasan
hematologi. Perubahan kuku-kuku Muchrache berupa pita putih horizontal dipisahkan dengan
warna normal kuku. Mekanismenya juga belum diketahui, diperkirakan akibat hipoalbuminemia
yang lain seperti sindrom nefrotik. Osteoartropati hipertrofi suatu periostitis proliferatif kronik,
menimbulkan nyeri. Kontraktur Dupuytren akibat fibrosis fasia palmaris menimbulkan
kontraktur fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara spesifik berkaitan

dengan sirosis. Tanda ini juga bisa ditemukan pada pasien diabetes mellitus, distrofi refleks
simpatetik, dan perokok yang juga mengkonsumsi alkohol. Ginekomastia secara histrologis
berupa proliferasi benigna jaringan glandula mammae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan
androstenedion. Selain itu, ditemukan juga hilangnya rambut dada dan aksila pada laki-laki,
sehingga laki-laki mengalami perubahan kearah feminisme. Kebalikannya pada perempuan
menstruasi cepat berhenti sehingga dikira fase menopause. Atrofi testis hipogonadisme
menyebabkan impotensi dan infertile tanda ini menonjol pada alkoholik sirosis dan
hemokromatosis. Hepatomegali ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal atau mengecil.
Bilamana hati teraba, haisirotik teraba keras dan nodular. Splenomegali sering ditemukan
terutama pada sirosis yang penyebabnya nonalkoholik. Pembesaran ini akibat kongesti pulpa
merah lien karena hipertensi porta. Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat
hipertensi porta dan hipoalbuminemia. Caput medusa juga sebagai akibat hipertensi porta. Fetor
hepatikum, bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan konsentrasi di
metail sulfid akibat pintasan porto sistemik yang berat. Ikterus-pada kulit dan membrane mukosa
akibat bilirubinemia. Bila konsentrasi bilirubin kurang dari 2-3 mg/dl tak terlihat. Warna urin
terlihat gelap seperti air teh. Asterixis bilateral tetapi tidak sinkron berupa gerakan mengepakngepak dari tangan, sorsofleksi tangan. Tanda-tanda lain yang menyertai diantaranya : - Demam
yang tak tinggi akibat nekrosis hepar - Batu pada vesika felea akibat hemolisis - Pembesaran
kelenjar parotis terutama pada sirosis alkoholik, hal ini akibat sekunder infiltrasi lemak, fibrosis
dan edema. Diabetes mellitus dialami 15 sampai 30% pasien sirosis. Hal ini akibat resistensi
insulin dan tidak adekuatnya sekresi insulin oleh sel beta pankreas. (Nurdjanah, Siti. 2007) c.
Pemeriksaan Penunjang Gambaran Laboratoris Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan
pemeriksaan laboratorium pada waktu seseorang memeriksakan kesehatan rutin, atau waktu
skrining untuk evaluasi keluhan spesifik. Tes fungsi hati meliputi aminotrans ferase, alkali
fosfatase, gamma glutamil transpeptidase, bilirubin, albumain, dan waktu protrombin. Aspartat
aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksalo asetat (SGOT) dan alanin aminotransferase
(ALT) atau serum glutamil priuvat transaminase (SGPT) meningkat tapi tak begitu tinggi. AST
lebih meningkat dari pada ALT, namun bila trasaminase normal tidak menyampingkan adanya
sirosis. Alkali fosatase, meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas. Konsentrasi
yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sclerosis primer dan sirosis biler primer.
Gamma-glutamil transpeptidase (GGT), konsentrasinya seperti halnya alkali fosfatase pada

penyakit hati. Konsentrasinya tinggi pada penyakit hati alkoholik kronik, karena alkohol selain
menginduksi GGT mikrosomal hepatik, juga bisa menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit.
Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi bisa meningkat pada
sirosis yang lanjut. Albumin, sintesisnya terjadi dijaringan hati, konsentrasinya menurun sesuai
dengan perburukan sirosis. Globulin, konsentrasinya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder
dari pintasan , antigen, bakteri dan sistem porta ke jaringan limfoid, selanjutnya menginduksi
produksi immunoglobulin. Waktu protombin mencerminkan derajat /tingkatan disfungsi sintesis
hati, sehingga pada sirosis memanjang. Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan
asites, dikaitkan ketidakmampuan ekskresi air bebas. Kelainan hematology anemia, penyebabnya
bisa bermacam-macam anemia normokrom, normositer, hipokrom mikrositer atau hipokrom
makrositer. Anemia dengan trombositopenia, dan netropenia akibat splenomegali kongestif
berkaitan dengan hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme. (Nurdjanah, Siti. 2007)
Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan radiologi barium meal dapat melihat varises untuk
konfirmasi adanya hipertensi porta. Ultrasonografi (USG) sudah secara rutin digunakan karena
pemeriksaannya non invasif dan mudah digunakan, namun sensitifitasnya kurang. Pemeriksaan
hati yang bisa mulai dengan USG meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan
adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan nodular, permukaan irregular dan ada
peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG juga bisa melihat asites, splenomegli,
trombosis vena porta dan pelebaran vena porta, serta skrining adanya karisnoma hati pada pasien
sirosis. Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sangat sulit menegakkan diagonisis
sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin bisa ditegakkan diagnosis
dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium biokimia / serologi, dan
pemeriksaan penunjang lainnya. Pada saat ini penegakan diagnosis sirosis hati terdiri atas
pemeriksaan fisik, laboratorium, dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsy
hati atau pertioneoskopi karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan
sirosis hati dini. Pada stadium dekompensata diagnosis kadang kala tidak sulit kerena gejala dan
tanda-tanda klinis sudah tampak dengan adanya komplikasi. (Nurdjanah, Siti. 2007) 2.7
Komplikasi Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Kualitas hidup pasien
sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan komplikasinya. Komplikasinya yang
sering dijumpai antara lain peritonitis bacterial spontan, yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis
bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala,

namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen. Asites merupakan penimbunan cairan encer
intraperitoneal yang mengandung sedikit protein. Factor utama patogenesis asites adalah
peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus (hipertensi porta) dan penurunan tekanan
osmotic koloid akibat hipoalbuminemia. Factor lain yang berperan adalah retensi natrium dan air
dan peningkatan sintesis dan aliran limfe hati. Saluran kolateral penting yang timbul akibat
sirosis dan hipertensi portal yaitu pada esophagus bagian bawah. Pirau darah melalui saluran ini
ke vena cava menyebabkan dilatasi vena-vena tersebut (varises esophagus). Varises ini terjadi
pada sekitar 70% penderita sirosis lanjut. Perdarahan dari varises ini sering menyebabkan
kematian. Sirkulasi kolateral juga melibatkan vena superficial dinding abdomen, dan timbulnya
sirkulasi ini mengakibatkan dilatasi vena-vena sekitar umbilicus (caput medusa). Dilatasi
anastomosis antara cabang-cabang vena mesenterika inferior dan vena-vena rectum sering
mengakibatkan terjadinya haemoroid interna. Perdarahan dari haemoroid yang pecah biasanya
tidak hebat, karena tekanan tidak setinggi tekanan pada esophagus oleh karena jarak yang lebih
jauh dari vena porta. Splenomegali pada sirosis dapat dijelaskan berdasarkan kongesti pasif
kronik akibat bendungan, dan tekanan darah yang meningkat pada vena lienalis. (Sylvia, 1995)
Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguri, peningkatan
ureum, kreatinin tanpa adanya kelainna organic ginjal. Kerusakan hati lanjut menyebabkan
penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi glomerulus. Salah satu
mainfestasi hipertensi porta adalah varises esophagus. Dua puluh sampai 40% pasien sirosis
dengan varises esophagus pecah yang menimbulkan perdarahan. Angka kematiannya sangat
tinggi, sebanyak dua pertigannya akan meninggal dalam waktu satu tahun walaupun dilakukan
tindakan untuk menanggulangi varises ini dengan beberapa cara. Ensefalopati hepatik,
merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati. Mula-mula ada ganguan tidur,
(insomnia dan hipersomnia), selanjutnya dapat timbul gangguan kesadaran yang berlanjut
sampai koma. Pada sindrom hepatopulmonal terdapat hidrotoraks dan hipertensi portopulmonal.
(Nurdjanah, Siti. 2007) Ensefalopati hepatik dapat dijelaskan sebagai suatu bentuk intoksikasi
otak yang disebabkan oleh isi usus yang tidak dimetabolisme oleh hati. Keadaan ini dapat terjadi
bila terdapat kerusakan sel hati akibat nekrosis, atau adanya pirau (patologis atau akibat
pembedahan) yang memungkinkan darah porta mencapai sirkulasi sistemik dalam jumlah besar
tanpa melewati hati. Metabolic yang bertanggung jawab atas timbulnya ensefalopati tidak
diketahui dengan pasti. Mekanisme dasar tampaknya adalah karena intoksikasi otak oleh hasil

pemecahan metabolism protein oleh bakteri dalam usus. Hasil-hasil metabolisme ini dapat
memintas hati karena adanya penyakit pada sel hati atau karena adanya pirau. Ammonia yang
dalam keadaan normal diubah menjadi urea oleh hati, merupakan salah satu zat yang diketahui
bersifat toksik dan dianggap dapat mengganggu metabolisme otak. (Sylvia, 1995) 2.8
Penatalaksanaan Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditunjukan
mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang biasa menambah kerusakan
hati, pencegah dan penanganan komplikasi. Bilamana tidak ada koma hepatic diberikan diet yang
mengandungprotein 1g / kg BB dan kalori sebanyak 2000 3000 kkal/hari. Pengobatan sirosis
hati pada prinsipnya berupa : 1. Simtomatis 2. Supportif, yaitu : a. Istirahat yang cukup b.
Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang; misalnya : cukup kalori, protein 1gr/kgBB/hari
dan vitamin c. Pengobatan berdasarkan etiologi Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C
dapat dicoba dengan interferon. Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi bagian
pasien dengan hepatitis C kronik yang belum pernah mendapatkan pengobatan IFN seperti a)
kombinasi IFN dengan ribavirin, b) terapi induksi IFN, c) terapi dosis IFN tiap hari : Terapi
kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x seminggu dan RIB 1000-2000 mg
perhari tergantung berat badan (1000mg untuk berat badan kurang dari 75kg) yang diberikan
untuk jangka waktu 24-48 minggu. Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan
dosis yang lebih tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan dengan 3
juta unit 3 x seminggu selama 48 minggu dengan atau tanpa kombinasi dengan RIB. Terapi
dosis interferon setiap hari. Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap hari
sampai HCV-RNA negatif di serum dan jaringan hati. 3. Pengobatan yang spesifik dari sirosis
hati akan diberikan jika telah terjadi komplikasi seperti : 1. Astises 2. Spontaneous bacterial
peritonitis 3. Hepatorenal syndrome 4. Ensefalophaty hepatic (Maryani, Sri. 2003) Tatalaksana
pasien sirois yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi progresi kerusakan hati.
Terapi pasien ditunjukan untuk menghilangkan etiologi, diantaranya alkohol dan bahan-bahan
lain yang toksik dan dapat mencerdai hati dihentikan penggunaannya. Pemberian asetaminofen,
kolkisin, dan obat herbal biasa menghambat kolagenik. Pada hepatitis autoimun bisa diberikan
steroid atau imunosupresif. Pada hemokromatosis flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi
besi menjadi normal dan dioulang sesuai kebutuhan. Pada penyakit hati nonalkoholik
menurunkan berat badan akan mencegah terjadinya sirosis. Pada hepatitis B, interferon alfa dan
lamivudin (analog nukleosida) merupakan terapi utama. Lamivudin sebagai terapi ini pertama

diberikan 100 mg secara oral setiap hari selama satu tahun. Namun pemberian lamivudin stelah
9-12 bulan menimbulkan mutasi YMDD sehingga terjadi resistensi obat. Interferon alfa
diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU, tiga kali seminggu selama 4-6 bulan, namun ternyata
juga banyak yang kambuh. Pada hepatitis C kronik ; kombinasi interferon dengan ribavirin
merupakan trapi standar. Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5 MIU tiga
kali smeinggu dan kombinasi ribavirin 800 1000 mg/hari selama 6 bulan. Pada pengobatan
fibrosis hati, pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih mengarah kepada peradangan dan tidak
terhadap fibrosis. Di masa datang, menempatkan sel stelata sebagai target pengobatan dan
mediator fibrogenik akan merupakan terapi utama. Pengobatan untuk mengurangi aktivasi sel
stelata. Kolkisin memiliki efek anti peradangan dan mencegah pembentukan kolagen, namun
belum terbukti dalam penelitian sebagai anti fibrosis dan sirosis. Metotreksat dan vitamin A juga
dicobakan sebagai anti fibrosis. Selian itu obat-obatan herbal juga sedang dalam penelitian.
(Nurdjanah, Siti. 2007) Pengobatan Sirosis Dekompensata Tirah baring dan diawali diet rendah
gram, konsumsi garam sebanyak 5,2 grm atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam di kombinasi
dengan obat-obatan duretik. Awalnya dengan pemberian spironolakton denggan dosis 100 200
mg sekali sehari. Respons diuretic bisa di monitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari,
tanpa adanya edema kaki atau atau 1 kg /hari dengan adanya edema kaki. Bilamana pemberian
spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi dengan furosemid bisa ditambah dosisnya bila
tidak ada respons, maksimal dosisnya 160 mg/hari. Parasintesis dilakukan bila asites sangat
besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 iter danj dilindungi dengan pemberian albumin.
(Nurdjanah, Siti. 2007) - Diuretik Pemberian diuretic hanya bagi penderita yang telah menjalani
diet rendah garam dan pembatasan cairan namun penurunan berat badannya kurang dari 1 kg
setelah 4 hari. Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian diuretic adalah hipokalemia
dan hal ini dapat mencetuskan encepalophaty hepatic, maka pilihan utama diuretic adalah
spironolacton, dan dimulai dengan dosis rendah, serta dapat dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4
hari, apabila dengan dosis maksimal diuresinya belum tercapai maka dapat kita kombinasikan
dengan furosemid. Terapi lain : Sebagian kecil penderita asites tidak berhasil dengan pengobatan
konservatif. Pada keadaan demikian pilihan kita adalah parasintesis. Mengenai parasintesis
cairan asites dapat dilakukan 5-10 liter/hari, dengan catatan harus dilakukan infuse albumin
sebanyak 68 gr/l cairan asites yang dikeluarkan. Ternyata parasintesa dapat menurunkan masa
opname pasien. Prosedur ini tidak dianjurkan pada Childs C, Protrombin < 40%, serum bilirubin

> dari 10 mg/dl, trombosit < 40.000/mm3, creatinin > 3 mg/dl dan natrium urin < 10 mmol/24
jam. (Maryani,Sri. 2003) Spontaneus Bacterial Peritonitis (SBP) Infeksi cairan dapat terjadi
secara spontan, atau setelah tindakan parasintese. Tipe yang spontan terjadi 80% pada penderita
sirosis hati dengan asites, sekitar 20% kasus. Keadaan ini lebih sering terjadi pada sirosis hati
stadium kompesata yang berat. Pada kebanyakan kasus penyakit ini timbul selama masa rawatan.
Infeksi umumnya terjadi secara Blood Borne dan 90% Monomicroba. Pada sirosis hati terjadi
permiabilitas usus menurun dan mikroba ini beraasal dari usus. Adanya kecurigaan akan SBP
bila dijumpai keadaan sebagai berikut : - Spontaneous bacterial peritonitis - Sucpect grade B dan
C cirrhosis with ascites - Clinical feature my be absent and WBC normal - Ascites protein
usually 250 mm polymorphs - 50% die - 69 % recurrent in 1 year Pengobatan SBP dengan
memberikan Cephalosporins Generasi III (Cefotaxime), secara parental selama lima hari, atau
Qinolon secara oral. Mengingat akan rekurennya tinggi maka untuk Profilaxis dapat diberikan
Norfloxacin (400mg/hari) selama 2-3 minggu. (Maryani. Sri. 2003) Hepatorenal Sindrome
Adapun criteria diagnostik dapat kita lihat sebagai berikut : A. Major - Chronic liver disease with
ascietes - Low glomerular fitration rate - Serum creatin > 1,5 mg/dl - Creatine clearance (24
hour) < 4,0 ml/minute - Absence of shock, severe infection,fluid losses and Nephrotoxic drugs Proteinuria < 500 mg/day - No improvement following plasma volume expansion B. Minor Urine volume < 1 liter / day - Urine Sodium < 10 mmol/litre - Urine osmolarity > plasma
osmolarity - Serum Sodium concentration < 13 mmol / liter Sindroma ini dicegah dengan
menghindari pemberian Diuretik yang berlebihan, pengenalan secara dini setiap penyakit seperti
gangguan elekterolit, perdarahan dan infeksi. Penanganan secara konservatif dapat dilakukan
berupa : Ritriksi cairan,garam, potassium dan protein. Serta menghentikan obat-obatan yang
Nefrotoxic. Manitol tidak bermanfaat bahkan dapat menyebabkan Asifosis intra seluler. Diuretik
dengan dosis yang tinggi juga tidak bermanfaat, dapat mencetuskan perdarahan dan shock. TIPS
hasil jelek pada Childs C, dan dapat dipertimbangkan pada pasien yang akan dilakukan
transplantasi. Pilihan terbaik adalah transplantasi hati yang diikuti dengan perbaikan dan fungsi
ginjal. (Maryani, Sri. 2003) Ensefalopati Hepatik Suatu syndrome Neuropsikiatri yang
didapatkan pada penderita penyakit hati menahun, mulai dari gangguan ritme tidur, perubahan
kepribadian, gelisah sampai ke pre koma dan koma. Pada umumnya enselopati Hepatik pada
sirosis hati disebabkan adanya factor pencetus, antara lain : infeksi, perdarahan gastro intestinal,
obat-obat yang Hepatotoxic. Prinsip penggunaan ada 3 sasaran : 1. mengenali dan mengobati

factor pencetus 2. intervensi untuk menurunkan produksi dan absorpsi amoniak serta toxin-toxin
yang berasal dari usus dengan jalan : - Diet rendah protein - Pemberian antibiotik (neomisin) Pemberian lactulose/ lactikol 3. Obat-obat yang memodifikasi Balance Neutronsmiter - Secara
langsung (Bromocriptin,Flumazemil) - Tak langsung (Pemberian AARS) (Maryani, Sri. 2003)
Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan amonia. Neomisin bisa digunakan untuk
mengurangi bakteri usus penghasil amonia , diet protein dikurangi sampai 0,5 gr/kg berat badan
perhari, terutama diberikan yang kaya asam amino rantai cabang. (Nurdjanah, Siti. 2007) Varises
Esofagus Kasus ini merupakan kasus emergensi sehingga penentuan etiologi sering dinomor
duakan, namun yang paling penting adalah penanganannya lebih dulu. Prrinsip penanganan yang
utama adalah tindakan Resusitasi sampai keadaan pasien stabil, dalam keadaan ini maka
dilakukan : - Pasien diistirahatkan dan dipuasakan - Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis
dan kalau perlu transfusi - Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali
kegunaannya yaitu : untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es, pemberian obat-obatan,
evaluasi darah - Pemberian obat-obatan berupa antasida,ARH2,Antifibrinolitik,Vitamin K,
Vasopressin, Octriotide dan Somatostatin - Disamping itu diperlukan tindakan-tindakan lain
dalam rangka menghentikan perdarahan misalnya Pemasangan Ballon Tamponade dan Tindakan
Skleroterapi / Ligasi aatau Oesophageal Transection. (Maryani, Sri. 2003) Sebelum berdarah dan
sesudah berdarah bisa diberikan obat penyekat beta (propranolol). Waktu perdarahan akut, bisa
diberikan prparat somatostatin atau okreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi
endoskopi. Peritonitis bacterial spontan, diberikan antibiotika seperti seftaksim intravena,
amoksilin, atau aminoglikosida. Sindrom hepatorenal, mengatasi perubahan sikulasi darah di
hati, mengatur kesimbangan garam dan air. Transplatasi hati, terapi definitive pada pasien irosis
deompensata. Namun sebelum dilakukan transplantasi ada beberapa criteria yang harus dipenuhi
resipien dahulu. 2.9 Prognosis Prognosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi
etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi dan penyakit lain yang menyertai. Klasifikasi
Chilld Pugh (tabel 2) juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan menjalani operasi,
variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya asites dan ensefalopati juga
status ntrisi. Klasifikasi ini terdiri dair Child A, B dan C. klasifikasi child-Pugh berkaitan dengan
kelangsungan hidup. Angka kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien dengan Child A,
B dan C berturutturut 100, 80 dan 45%. Penilaian prognosis yang terbaru adalah Model for End

Stage Liver Disease (MELD ) digunakan untuk pasien sirosis yang akan dilakukan transplantasi
hati. (Nurdjanah, Siti. 2007)

Temuan klinis
Spider angioma-spiderangiomata: lesi vascular yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil.
Tanda ini seringditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Tanda ini juga bisa ditemukan selama
hamil, malnutrisi berat bahkan ditemukan pula pada orang sehat, walau umumnya ukurannya
kecil.
Eritema Palmaris: warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Berkaitan
dengan perubahan metabolisme hormone estrogen. Tanda ini tidak spesifik pada sirosis.
Perubahan kuku-kuku Muchrche berupa pita putih horizontal dipisahkan dengan warna normal
kuku. Mekanisme belum diketahui tapi diperkirakan akibat hipoalbuminemia.
Jari gada lebih sering ditemukan pada sirosis bilier
Kontraktur dupuytern akibat fibrosis fasia Palmaris menimbulkan kontraktur fleksi jari-jari
berkaitan dengan alkoholisme tapi tidak secara spesifik berkaitan dengan sirosis
Ginekomastia secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan glandula mammae laki-laki,
kemungkinan akibat peningkatan androstedion
Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertile. Menonjol pada sirosis
alkoholik dan hemokromatosis.
Hepatomegali pada awal sirosis, bila hepar sudah mengkerut maka prognosisnya buruk
Splenomegali
Asites
Fetor hepatikum
Ikterus

Asterixis-bilateral
Tanda-tanda lain yang menyertai:
Demam yang tak tinggi akibat nekrosis hepar
Bau pada vesika velea akibat hemolisis
Pembesaran kelenjar parotis terutama pada sirosis alkoholik, hal ini akibat sekunder infiltrasi
lemak, fibrosis, dan edema.
Gambaran Lab
AST naik, ALT naik, AST>ALT
ALP naik kurang dari 2-3 kali harga batas normal atas
GGT tinggi pada penyakit hati alkoholik kronik
Bilirubin bisa normal pd sirosis hati kompensata tapi bisa meningkat pada sirosis lanjut
Albumin menurun sesuai dengan perburukan sirosisnya
Globulin meningkat sesuai sirosis
Waktu protrombin memanjang. Mencerminkan tingkatan disfungsi sintesis hati
Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites. Dikaitkan dengan
ketidakmampuan ekskresi air bebas
Kelainan hematologi anemia
Pemeriksaan marker serologi petanda virus seperti HBsAg/HBsAb, HBeAg/HbeAb, HBv DNA
penting untuk menentukan etiologi sirosis hepatis.
Pengobatan
Tergantung penyebabnya
Bila tidak ada koma hepatic diberikan diet mngandung protein 1g/kgBB dan kalori sebanyak
2000-3000 kkal/hari
Tatalaksana sirosis kompensata:
Alcohol dan bahan2 hepatotoksik dihentikan
Hepatitis B: IFN alfa SC 3 MIU 3 kali seminggu selama 6 bulan,
Lamivudin
Hepatitis C kronik: IFN + Ribavirin
Tatalaksana sirosis dekompensata:
Asites: tirah baring, diet rendah garam+ spironolacton/ furosemid, parasentesis bila asites sudah
sangat besar.

Ensefalopati hepatic: laktulosa untuk mengeluarkan ammonia, Neomisin


Varises esofagus: propanolol, waktu perdarahan akut bisa diberikan somatostatin atau oktreotid,
diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi

Anda mungkin juga menyukai