Anda di halaman 1dari 10

BAB V

GANGGUAN EMOSI

Pembahasan perbedaan antara perasaan dan emosi. Perasaan dapat didefinisikan sebagai reaksi
positif atau negatif untuk beberapa pengalaman atau peristiwa dan pengalaman subjektif dari emosi.
Sebaliknya emosi adalah keadaan bercampur aduk yang disebabkan oleh perubahan fisiologis yang terjadi
sebagai respon terhadap suatu peristiwa dan yang cenderung mempertahankan atau menghilangkan
peristiwa penyebab. Perasaan dapat berupa depresi, kecemasan, ketakutan, dan lain-lain. Mood adalah
emosi meresap dan berkelanjutan yang mewarnai persepsi seseorang dari dunia. Deskripsi suasana hati
harus mencakup intensitas, durasi dan fluktuasi sebagaimana sifat dari jenisnya. Afek, yaitu emosi tidak
menetap, didefinisikan sebagai respon emosional pasien. Ini dapat diamati oleh dokter dari bahasa tubuh
pasien termasuk ekspresi wajah dan bisa sesuai atau tidak dengan mood. Digambarkan sebagai normal,
terbatas, tumpul atau datar.
Klasifikasi dan deskripsi mood dan emosi masih membingungkan karena fakta bahwa
terminologi yang sama digunakan untuk menggambarkan mereka yang normal dan sesuai (di mana
ketiadaan hal ini mungkin dianggap abnormal) dan mereka yang begitu patologis sehingga memerlukan
rawat inap. Depresi, kecemasan, dan lain-lain merupakan contoh kata-kata serupa yang digunakan untuk
reaksi emosional yang normal dan untuk gangguan yang membutuhkan pengobatan. Ketidakmampuan
dalam membedakan hal ini memiliki implikasi serius, karena tidak hanya menyebabkan ketidaktepatan
bahasa dimana untuk membedakan normal dari abnormal.
Dalam bab ini, lima tingkat reaksi emosional dan ekspresi yang memiliki relevansi klinis akan
dijelaskan. Istilah reaksi emosional yang normal digunakan untuk menggambarkan keadaan emosional
yang merupakan hasil dari peristiwa dan sesuai dalam budaya dan norma social. Reaksi emosional yang
abnormal mengacu pada ekspresi emosional yang sangat berbeda dari rata-rata reaksi normal. Gangguan
ekspresi emosional morbid berbeda dari ekspresi emosi yang abnormal dimana orang tersebut tidak
menyadari kelainan. Akhirnya akan ada gambaran singkat dari gangguan emosi morbid.

KLASIFIKASI
Reaksi Emosional yang Normal
Beberapa reaksi emosional yang normal menanggapi peristiwa atau pengalaman psikologis
sebagai morbid. Sebuah contoh adalah reaksi kesedihan akibat kematian dari orang yang dicintai atau
sebagai respon orang sehat yang sebelumnya terdiagnosis mengancam nyawa. Keduanya menunjukkan
terdapatnya pengalaman halusinasi atau gejala psikotik yang dialami pasien. Dalam praktek telah ada
sedikit upaya untuk membedakan reaksi non-morbid dari mereka yang abnormal. Salah satu masalah
adalah bahwa banyak gejala yang ada baik dari reaksi normal dan mereka yang abnormal, misalnya dalam
hal berkabung, kesedihan, gangguan tidur, anoreksia dan konsentrasi yang buruk akan terjadi paling
intens di awal dan akan berkurang seiring waktu. Ketika reaksi berkabung menetap atau menjadi episode
depresi, maka terdapat kumpulan gejala yang sama.
Aspek selanjutnya dari perbedaan yang belum diteliti adalah ketidakmampuan fungsional yang
hadir dalam keadaan abnormal tetapi tidak ada atau secara singkat dalam reaksi yang normal. Dengan
demikian orang yang menunjukkan reaksi normal terhadap peristiwa stress tidak mungkin untuk tidak
mampu menjalankan tugas biasanya dan bertindak seperti biasa untuk periode singkat. Sebagai contoh
berapa lama seseorang bisa diharapkan untuk meminta cuti saat kehilangan atau setelah didiagnosis
kanker pada pasangan atau anak, namun dianggap mengalami reaksi yang normal? Pemahaman singkat
klinisi tentang hal ini, dimana jangka waktu 6-12 bulan dianggap durasi normal dari suatu reaksi
kesedihan. Periode disfungsi berlangsung segera dalam kurun waktu tertentu, mungkin berkisar beberapa
hari sampai beberapa minggu, meskipun mungkin dipengaruhi oleh faktor lain, seperti dukungan dan
bantuan dalam keadaan ini.
Reaksi Emosional Abnormal
Pemahaman hal ini dalam konteks peristiwa yang stresfull dimana terjadi penurunan fungsi yang
lebih lama. Representasi yang jelas dari perbedaan antara keadaan emosional yang normal dan abnormal
diilustrasikan oleh Yerkes-Dodson Curve (1908), yang menunjukkan bahwa sampai dengan tingkat stress
tertentu tidak ada penurunan fungsi tapi di tingkat tertentu terjadi perburukan. Hal ini ditentukan oleh
faktor individu seperti genetik dan predisposisi dari kepribadian dan oleh faktor eksternal termasuk
dukungan social dan durasi serta keparahan stress. Pendiagnosisan, baik ICD 10 Classification of Mental
and Behavioural Disorders (World Health Organization, 1992) dan DSM (Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorders (American Psychiatric Association, 1994) mendefinisikan reaksi emosional

abnormal ini sebagai gangguan penyesuaian dengan gangguan mood (untuk memasukkan kecemasan,
depresi, emosi lain atau gangguan perilaku).
Kecemasan adalah keadaan afektif yang tidak menyenangkan dan dalam definisi sederhana
sebagai rasa takut yang tidak beralasan. Istilah deskriptif seperti ketegangan, stress, dan tegang seperti
kawat sering digunakan oleh pasien. Kadang-kadang kecemasan disertai dengan gejala fisik seperti
palpitasi, berkeringat, kesulitan bernapas, pusing, dll., dan jika gejala fisik terjadi tiba-tiba, serta dalam
kombinasi gejala, maka terjadi rasa takut yang luar biasa, dan istilah ini sering disebut sebagai serangan
panik. Kecemasan ini dapat muncul sebagai cemas antisipatorik, berupa rasa bahwa sesuatu yang
mengerikan akan terjadi tapi tanpa diketahui hal apa tersebut. Pasien sering menggunakan kata
kecemasan untuk menggambarkan rasa khawatir, atau jika dalam keadaan cemas, mereka dapat bilang ke
dirinya aku tidak harus cemas. Beberapa pasien, mungkin mengakui pada wawancara lebih lanjut bahwa
mereka merasa takut tanpa alasan, sementara yang lain tidak bisa menjelaskan antara penyebab dan
gejala. Keadaan sangat panik dapat menyebabkan orang tak berdaya (seperti kelumpuhan disertai rasa
takut) atau peningkatan aktivitas yang kacau.
Ketika rasa takut terkait suatu objek, situasi atau ide, ini disebut fobia. Fobia muncul sebagai
kecemasan dan usaha penghindaran. Sebagian besar ketakutan berasal dari pengalaman, seperti orang
yang merasa takut anjing setelah digigit. Beberapa fobia sekunder dalam keadaan morbid, paling umum
pada depresi dan lainnya seperti takut terhadap kontaminasi, dianggap sebagai gejala obsesif.
Mood depresi adalah salah satu reaksi abnormal yang umumnya dialami. Sayangnya diskusi
tentang suasana hati masih membingungkan dengan menggunakan kata-kata serupa untuk
menggambarkan keadaan suasana hati yang berbeda (Caesy et al., 2001). Kasus depresi di mana istilah ini
digunakan untuk menggambarkan keadaan kesedihan yang sesuai yang terkait dengan berkabung, suasana
hati yang menurun yang berasal dari frustrasi dan kesuraman yang mendalam yang merupakan bagian
dari depresi parah. Komplikasi lebih lanjut adalah bahwa depresi bisa menjadi gejala morbid sekunder
yang lain, yang merupakan reaksi atau gangguan dalam dirinya sendiri.
Reaktivitas dari suasana hati adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan fluktuasi
suasana hati yang terjadi secara paralel dengan perubahan lingkungan seseorang. Dengan demikian
suasana hati akan terperbaiki dengan berlibur atau ketika situasi stress berubah, misalnya permasalahan
dengan rekan kerja terselesaikan ketika orang itu mengundurkan diri, dan dapat kambuh ketika situasi
penuh tekanan kembali. Kadang-kadang dari waktu ke waktu terjadi perburukan gejala dan terjadi
penurunan fungsi secara bertahap. Terkadang terdapat kemarahan dan menyalahkan pihak lain atau situasi
tertentu, dapat juga berupa adanya usaha menyakiti diri sendiri atau gangguan tidur.
3

Cemas antisipatorik didefinisikan sebagai rasa takut bahwa sesuatu yang mengerikan akan terjadi
meskipun tidak bisa mengidentifikasi apa yang mereka takutkan. Hal ini disertai dengan kecemasan dan
hal ini harus dibedakan seperti yang dialami seseorang dengan kanker menunggu hasil scannya. Cemas
antisipatorik hadir dalam beberapa gangguan seperti kecemasan menyeluruh, gangguan depresi, dan
gangguan panik.
Suasana hati pada reaksi ini tidak berbeda secara kualitatif dari reaksi emosional yang normal,
pada gangguan penyesuaian, pada kecemasan menyeluruh atau pada episode depresi
Ekspresi Emosi Abnormal
Mengacu pada ekspresi emosional yang sangat berbeda dari reaksi normal umumnya. Mereka
yang mengalami ekspresi emosi abnormal umunya sadar akan kelainan. Berlebihan dalam respon
emosional terkait pengalaman dan norma budaya yang berbeda. Wanita yang putus asa berteriak saat
kematian orang yang dicintainya mungkin mencerminkan reaksi kesedihan normal dari varian budaya.
Sebaliknya, kurangnya respons emosional juga mendapat perhatian. Beberapa orang depresi
gagal dalam menunjukkan emosi yang seharusnya. Sebagai contoh, orang yang terkena stress ekstrim
mungkin gagal menunjukkan emosi apapun, ini disebut disosiasi afek dan terjadi dampak luar biasa
terhadap pertahanan alam bawah sadar terhadap stress tersebut. Ini mungkin digambarkan sebagai
perasaan mati rasa. Derealisasi dan depersonalisasi, meskipun bukan gejala utama dari gangguan emosi
tapi gangguan dari pengalaman diri, berhubungan dengan perasaan terpisah atau perasaan bahwa benda
tampak jauh. Alam perasaan tidak responsive adalah contoh yang paling umum dari disosiasi afek. David
Livingstone menulis ini ketika ia menggambarkan perasaannya seperti pada singa Ini menyebabkan rasa
di mana tidak ada rasa sakit atau perasaan diteror, meskipun aku cukup sadar semua yang terjadi.
Hal lain yang jarang tapi signifikan pada kelainan ekspresi emosi adalah bahwa terlihat pada
Smiling Depressive dimana tampak tersenyum tapi kehilangan unsur emosionalnya. Jadi meskipun
tampak tersenyum, mata mereka tetap tidak berubah dan menampilkan ketegangan di sekitarnya. Ini
adalah fitur depresi berat dan dapat menjelaskan kedalaman dari depresi tersebut. Varian lain dari
disosiasi afek adalah belle indifference yang terlihat pada gangguan konversi. Meskipun fenomena ini
jarang terjadi saat ini, ada contoh di literatur kejiwaan lama dimana orang dengan gejala konversi dan
disabilitas berat yang tidak terganggu oleh penderitaan mereka. Disosiasi afek tidak terdapat pada
emosional dingin yang sering ditemukan dalam kekerasan penjahat, dimana mereka melakukan kejahatan
tanpa melibatkan emosi.

Sebuah pertahanan yang mungkin terwujud sebagai kurangnya emosi adalah penolakan. Hal ini
terjadi ketika orang dalam keadaan penyangkalan meskipun peristiwa semacam itu jelas telah terjadi,
seperti misalnya ketika seseorang diberikan berita buruk tentang penyakit tetapi mengabaikan seakan
tidak ada yang terjadi dan tanpa menampilkan emosi apapun. Sayangnya istilah penolakan sering
digunakan secara keliru untuk menggambarkan penolakan secara sadar untuk mengakui apa yang
diketahui untuk menjadi nyata, misalnya bahwa orang yang dicintai memiliki penyakit serius.
Apatis mungkin sulit dibedakan dengan disosiasi afek. Apatis sering diartikan sebagai emosional
yang dingin, sering disertai rasa kegagalan. Ini mungkin lebih mengarah sebagai kurangnya motivasi dan
ditemukan pada tahanan, pada ketidaksesuaian lingkungan sosial dan pada gangguan seperti skizofrenia
dan sindrom tidak adanya motivasi yang terdapat pada penyalahgunaan ganja. Dan dapat disertai dengan
penumpulan dan atau afek yang datar.
Kebingungan terjadi pada kecemasan, perubahan kesadaran ringan dan skizofrenia, seperti halnya
pada pengalaman psikotik.
Ekspresi Emosi Morbid
Kelompok ini berbeda dari ekspresi emosi abnormal, dimana pasien tidak menyadari morbiditas
dari ekspresi emosional meskipun jelas bagi pengamat. Afek yang inadekuat dan tidak sesuai adalah
karakteristik skizofrenia. Pada beberapa pasien dengan skizofrenia tampak adanya kehilangan semua
emosi sehingga pasien acuh tak acuh, mereka senang menyendiri. Ini menunjukkan ketidakpekaan dalam
hubungan sosial dan dikenal sebagai afek inadekuat atau penumpulan afek dan ini disebut parathymia
oleh Bleuler. Ini bermanifestasi sebagai suatu kecanggungan terhadap sosial dan ketidaksesuaian,
misalnya pasien yang mengajak tamu ke halaman rumahnya hanya untuk menunjukkan anjing mati. Pada
pasien lain menampakkan ada yang mengalami penyesatan emosi, yang dikenal sebagai ketidaksesuaian
sehingga suatu keadaan acuh tak acuh dapat menghasilkan ledakan emosi berat sementara sebuah keadaan
emosional yang objektif tampaknya tidak berpengaruh pada respon emosional pasien. Beberapa
berpendapat ini bukanlah gangguan utama dari afek tapi kesesuaian respon terhadap distorsi lingkungan
terkait dengan delusi dan fenomena psikotik lainnya yang dialami oleh pasien dengan skizofrenia.
Akhirnya penyempitan emosional dan pada bentuk yang lebih parah, afek datar, yang jelas oleh
keterbatasan dalam berbagai respon emosional normal sehingga pasien menampilkan sedikit respon
emosional, meskipun apa yang dinyatakan adalah sesuai, tidak seperti ketidaksesuaian afek. Beberapa
pasien dengan skizofrenia kronis menggambarkan sistem yang rumit dari waham paranoid dengan sangat
sedikit emosi, jelas penunjukkan pendataran afek. Hal lainnya menggambarkan waham kebesaran disertai
antusiasme atau delusi paranoid disertai kemarahan yang besar dan kegetiran, jika mereka mengalami
5

depresi atau rasa gembira tetap menunjukkan afek datar tetapi juga dapat menunjukkan afek yang sesuai.
Kekakuan afek juga dapat dilihat pada beberapa pasien dengan skizofrenia ketika respon emosional
mereka pada awalnya sesuai tetapi tidak berubah seiring perubahan situasi.
Ketidaksesuaian afek tampak pada orang cemas yang tersenyum malu saat menceritakan hal yang
menyakitkan atau topik memalukan. Beberapa pasien dengan depresi juga tersenyum dan ini mungkin hal
yang keliru untuk ketidaksesuaian afek atau bahkan mungkin menutupi suasana hati yang rendah, di masa
lalu disebut masked atau smiling depresi. Tersenyum biasanya merupakan ekspresi keceriaan, kepuasan,
atau kesenangan tapi ini merupakan fungsi penting dalam komunikasi antar orang. Ada juga senyum yang
menunjukkan keramahan, senyum yang meminta bantuan dan ada senyum menunjukkan kedamaian.
Psikiater harus dapat membedakan antara tersenyum dan senyum pada orang depresi. Kecuali orang
tersebut kewalahan oleh penderitaan mereka dapat menunjukkan hal ini, yaitu senyum yang mungkin
mencoba untuk menyembunyikan kesedihan atau yang mungkin mencoba untuk mengatakan jangan
khawatir tentang saya, saya baik-baik saja. Psikiater tidak boleh tertipu oleh senyum, karena dapat salah
mengartikan tingkat depresi. Ini sangat penting ketika menilai risiko bunuh diri. Pengamat yang
berpengalaman akan melihat bahwa orang depresi yang tersenyum dengan bibir dan bukan mata,
sehingga jelas keceriaan mereka ada kekakuan dan kurangnya gerakan otot di sekitar mata. Setiap kali
seorang pasien telah ada ide morbid dari jenis depresi dan tampaknya cukup ceria, dokter harus
menyelidiki hati-hati ke dalam daerah paling sensitif dari kehidupan pasien dan untuk memunculkan
depresi. Ekspresi empati dan dukungan juga dapat membangkitkan reaksi emosional yang memungkinkan
munculnya depresi. Mereka yang dalam keadaan campuran mungkin juga tersenyum berlebihan,
sementara menyembunyikan depresi, tapi ini biasanya sementara dengan suasana hati akan muncul
menjadi labil dan berfluktuasi.
Kelabilan afek ditemukan dalam banyak kondisi. Hal ini didefinisikan sebagai perubahan cepat
dan mendadak dalam sebagian besar emosi yang tidak terkait dengan rangsangan eksternal. Pergeseran ini
terjadi tanpa peringatan. Hal ini terjadi pada beberapa orang tanpa gangguan kejiwaan. Sebagai contoh,
mereka yang berhati sangat lembut mungkin dengan mudah menangis. Mereka yang memiliki gangguan
kepribadian borderline, mungkin juga menunjukkan labilitas afek. Namun pada umumnya, keadaan
afektif campuran (disforik mania) dan pada mania di mana terjadi episode menangis yang singkat. Ini
mungkin juga terdapat pada penyakit otak organik berupa kerusakan lobus frontal atau kerusakan
serebrovaskular. Pasien dengan gangguan depresi mungkin mengalami kesulitan mengendalikan emosi
mereka, sehingga peristiwa menyedihkan yang biasa saja akan menimbulkan perasaan tidak bahagia dan
menyebabkan mereka menangis dan sering diperburuk oleh simpati.

Dalam labilitas emosional, pasien mengalami kesulitan mengendalikan emosi mereka, tapi pada
inkontinensia afektif ada kehilangan kontrol total dan ini kebanyakan terjadi pada aterosklerosis otak dan
multiple sklerosis, dimana ledakan tawa atau menangis spontan terjadi. Dalam kebanyakan bentuk yang
parah, forced laughing dan forced weeping digunakan untuk menggambarkan ini, tapi ada ketidakcocokan
antara ekspresi emosional dan perasaan subjektif sejak ketiadaan perasaan kebahagiaan atau kesedihan.
Gangguan Emosi Morbid
Ini dianggap patologis, meskipun terkadang dipicu oleh peristiwa stress, tidak secara spontan
terselesaikan dengan penghapusan stressor, seperti pada gangguan penyesuaian. Ini juga termasuk mereka
yang gejalanya timbul perlahan. Diklasifikasikan di ICD-10 dan DSM-IV. Gangguan depresi kebanyakan
dalam kelompok ini dan perbedaan kualitatif antara keadaan mood dan suasana hati rendah yang
sekunder, berkabung dijelaskan oleh banyak pasien yang dapat membedakan sebagai reaksi stress normal
dari suasana hati rendah yang patologis yaitu penyakit depresi. Sulit secara ilmiah untuk menunjukkan
perbedaan itu sebagai dasar neurobiologi dimana perbedaan tersebut belum dapat diverifikasi.
Mereka yang depresi menggunakan istilah seperti berat, berkabut, atau kegelapan untuk
mencoba menangkap perasaan emosional yang tepat. Kesedihan morbid pada penyakit ini mungkin
terkait dengan pemikiran morbid yang dapat mencapai intensitas delusi. Delusi dalam depresi morbid
telah dibahas (lihat halaman 44-46). Seringkali ada penghambatan berpikir, kehilangan kendali dan
penurunan aktivitas volunteer. Perlambatan fisik dan atau psikologis yang terjadi dikenal sebagai retardasi
psikomotor. Mungkin terdapat kesulitan membuat keputusan terkait dengan konsentrasi yang buruk atau
obsesif yang meragukan, keadaan mood sekunder. Kegelisahan, hilangnya kepercayaan diri, kecemasan
dan ketidakmampuan untuk menikmati sesuatu dalam hidup atau bahkan mendapatkan kesenangan dari
kejadian sehari-hari (anhedonia), misalnya dipeluk oleh anak-anak, suatu pagi musim semi yang cerah,
dll. Anhedonia, istilah yang diciptakan pada tahun 1896 oleh Ribot, seorang psikolog Perancis (Nicolas &
Murray, 1999) adalah gejala inti pada depresi. Seperti kata Hamlet: Begitu jemu, membosankan, dan
tidak menguntungkan. Tampaknya semua itu kegunaan dunia ini
Semua pengalaman dianggap dari aspek terburuk dan semuanya terlihat pada kesuraman cahaya.
Hanya mengganggu pikiran, sering dengan konten yang sama, secara spontan ke dalam pikiran, sehingga
pasien seringkali sangat sibuk dengan menyenangkan pikiran dan memiliki kesulitan dalam berpikir.
Seringkali pasien terasa terikat erat di sekitar kepalanya dan mungkin ada rasa penekanan di dada terkait
dengan kecemasan. Schneider menggunakan istilah Vital Hypochondriacal Depression. Dalam konsep
modern adalah somatisasi, atau timbul gejala somatik, di mana timbul gejala sebagai penyakit fisik dari

penyakit psikiatri. Hal ini sering dikoreksi dengan edukasi, ketika kesadaran baru tercapai tentang gejala
fisik.
Depresi morbid juga mengaburkan reaksi perubahan emosi normal atau resonansi emosional. Hal
ini menyebabkan rasa kekosongan batin atau deadness, sehingga pasien merasa tidak berperan lagi di
dunia. Hilangnya perasaan pada lingkungan memberikan kesan tak nyata pada orang dengan depresi.
Hilangnya resonansi emosional menimbulkan keluhan depersonalisasi dan derealisasi pada depresi morbi
tetapi jelas sama sekali tidak sama. Mungkin mekanisme ini berhubungan dengan depersonalisasi pada
skizofrenia tapi di sini gejala tampaknya berasal dari pengalaman subjektif dari pemecahan batasan diri,
yang akhirnya menjadi jelas pada pengalaman apophanous, perasaan pasif dan pikiran aneh.
Morbid depresi biasanya terkait dengan variasi diurnal suasana hati atau dalam gejala lain seperti
kecemasan, kehilangan energi dan libido, anoreksia dan bangun pagi lebih awal tapi susah memulai tidur
atau terbangun-bangun juga dijelaskan. Jika depresi parah dan timbul retardasi psikomotor, depresi stupor
dapat terjadi. Ketidakpedulian pada depresi berat harus dibedakan dari sikap apatis dan kurangnya
perhatian pada skizofrenia. Sementara pada skizofrenia tidak peduli pada pekerjaan rumah tangga, orang
dengan depresi berat mampu memahami kebutuhan tetapi tidak dapat bertindak dan kegagalan mereka
untuk melakukannya disertai rasa malu dan rasa bersalah.
Terlepas dari penyakit depresi dan gangguan bipolar, morbid depresi juga dapat ditemukan pada
skizofrenia dan dalam keadaan organik akut dan kronis. Kadang-kadang perasaan depresi mungkin
sekunder dalam proses skizofrenia atau pada kemungkinan konsekuensi kegagalan memori, sementara
pada orang lain itu merupakan bagian integral dari proses itu sendiri.
Kecemasan morbid sering terjadi pada asosiasi depresi morbid dan dapat menyebabkan kesulitan
dalam mendiagnosis depresi. Dalam bentuk parah, terdapat gambaran agitasi. Namun tidak ada hubungan
personal antara perasaan kecemasan psikis dan manifestasi eksternal agitasi. Kecemasan morbid juga
ditemukan pada keadaan organik dan terkadang sekunder pada halusinasi visual morbid. Penyakit otak
akut maupun kronis, ketika ringan terdapat kecemasan bersamaan dengan depresi dan sifat cepat marah.
Hal ini sebelumnya disebut neurasthenik organik. Kecemasan dan takut sering terdapat pada keadaaan
psikotik seperti skizofrenia paranoid, tapi ini mungkin tidak morbid melainkan reaksi alami untuk delusi
dan halusinasi.
Sifat cepat marah dapat dilihat pada penyakit depresi dan skizofrenia. Dalam depresi dan
skizofrenia ini mungkin yang lebih mendasari adalah faktor kepribadian, meskipun tidak pasti begitu.
Dalam mania atau hipomania, pasien sering ceria dan gembira tapi sering secara signifikan cepat marah
8

pula. Sifat cepat marah juga menonjol pada keadaan campuran di mana pasien depresi dan
manik/hipomanik secara bersamaan (disebut sebagai disforik mania). Periode singkat depresi, euforia,
kecemasan atau perasaan tidak menyenangkan yang berlangsung tidak lebih dari beberapa menit mungkin
gejala dari fokus lobus temporal.
Apatis yang ekstrim mungkin gejala depresi berat, skizofrenia, atau kerusakan lobus frontal.
Euforia morbid dan kegembiraan klasik terjadi pada mania dan hipomania, tetapi juga dapat dilihat pada
keadaan organik dan skizofrenia, terutama tipe hebefrenik dimana pasien terlihat dungu dan
menjengkelkan. Pada mania dan hipomania, kegembiraan tidak berhubungan dengan peristiwa tertentu
dan tidak dimodifikasi oleh afek sedih. Pada kedua hal itu, terdapat peningkatan tekanan berbicara dengan
hal bertele-tele dan pelompatan ide atau kesadaran subjektif arus pikir yang cepat (lihat hlm.34-35).
Hiperaktivitas, rasa malu, distraktibilitas, kadang-kadang hiperseksualitas dan kecenderungan
berargumentasi jika ditentang juga ada. Banyak ide yang mungkin dimulai, tapi tidak selesai. Pada bentuk
yang lebih ringan, sifat patologis dari kondisi ini mungkin tidak jelas bagi keluarga atau teman.
Sebaliknya mungkin merasa bahwa orang tersebut hanya cheerful sort atau menyenangkan dan gejala
terkait mungkin muncul relatif ringan, tapi akhirnya ini dapat menimbulkan salah penilaian dan
overaktivitas, bahwa dasar patologis untuk perilaku menjadi jelas. Kadang-kadang pasien terasa jelas
tidak enak badan, gelisah, dan di luar control dan berusaha membantu diri mereka sendiri. Perbedaan
antar mania dan hipomania terletak pada adanya gejala psikotik, biasanya waham kebesaran, dan atau
ditandai (marked) dengan penurunan fungsi; DSM-IV tidak memberikan definisi marked. Penambahan
gangguan bipolar II untuk DSM-IV pada tahun 1994 terjadi dalam menanggapi meningkatnya bentuk
yang lebih ringan, selain manik depresi klasik (Bipolar I) juga bisa terjadi dan tetap tidak terdiagnosis. Ini
telah membuka perdebatan dalam beberapa tahun terakhir tentang spektrum gangguan bipolar dan batas
atas dan bawah pada continuum ini, beberapa menunjukkan bahwa hingga empat tingkat gangguan
bipolar ada di sepanjang spektrum ini (Akiskal & Pinto, 1999) dan bahwa banyak diagnosis depresi
agitasi mungkin sebenarnya menjadi varian dari spectrum gangguan bipolar, dalam hal ini perlu
pengobatan.
Lesi dari hipotalamus mungkin memberikan gambaran klinis menyerupai mania dengan
pelompatan ide. Euforia juga terjadi pada multiple sklerosis, ketika adanya rasa senang dan terkait dengan
tingkat perubahan organik otak (Benediktus et al., 2004). Euforia dan sikap pasif mungkin juga adalah
gejala pada sindrom amnesia dan pada lesi lobus frontal. Kerusakan lobus frontal pada euforia, sering
tampak sebagai kedunguan, kurangnya pandangan masa depan dan ketidakpedulian, dikenal sebagai
Moria atau Witzelsucht.

Ekstasi meningkatnya perasaan dan karena itu berbeda dengan cheerful mood morbid atau elasi.
Hal ini dapat terjadi pada populasi sehat yang mendalami pengalaman religious atau emosi mendalam
seperti pada kelahiran anak. Psikiater berperanan ketika hal ini abnormal sehingga terdapat pengabaian
diri atau mengabaikan orang lain, atau bila berkepanjangan. Ini adalah keadaan kesenangan ektrim terkait
dengan peningkatan perasaan, kebahagiaan, dan kasih karunia. Tidak seperti elasi, tidak terkait dengan
overaktivitas dan pelompatan ide. Pikiran biasanya didominasi perasaan persekutuan dengan Tuhan atau
beberapa tokoh agama. Mungkin ada perasaan selaras dengan seluruh alam dan menyatu dengan alam
semesta. Kadang-kadang terdapat waham kebesaran, misalnya seorang pasien skizofrenia duduk
tersenyum sendiri dan merasakan bahwa ia adalah Raja Israel dan hendak menikahi Ratu Surga. Keadaan
ekstasi dapat terjadi pada skizofrenia, pada mereka dengan penalahgunaan Asam Lysergic Diethylamide,
pada epilepsi dan histeria massa terkait dengan pelayanan keagamaan, dimana dimulai oleh satu orang
dan kemudian menyebar. Berbeda dengan orang yang mengalami fenomena sikap pasif, orang pada
keadaan ekstasi mengalami perubahan batas ego secara volunter dan gangguan yang terkait dengan hal itu
(Sims, 2003)

10

Anda mungkin juga menyukai