Anda di halaman 1dari 6

40

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5. 1. HASIL
5.1.1 Gambaran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Bidan Desa di Puskesmas
Banjar Baru

Berikut ini akan disajikan gambaran pengetahuan, sikap, dan perilaku bidan
desa di Puskesmas Banjar Baru berdasarkan hasil jawaban responden atas
pertanyaan-pertanyaan mengenai pengetahuan, sikap, dan perilaku di dalam
kuisioner. Penilaian dibagi kedalam 3 kelompok kategori, yaitu baik, kurang
dan buruk.
Tabel 8 Nilai rata-rata kuisioner pengetahuan, sikap, dan perilaku bidan
desa di Puskesmas Banjar Baru mengenai deteksi dini bahaya dan
komplikasi kehamilan
Tingkatan

Kategori
Pengetahua

Sikap

Perilak

42,86%

u
42,86%

Kurang

42,86 %

28,57%

57,14%

Buruk

57,14%

28,57%

100%

100%

100%

n
Baik

Jumlah

Dari tabel 8 diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar pengetahuan bidan
desa di Puskesmas Banjar Baru masih tergolong buruk (57,14%). Sedangkan,

41

sebagian besar sikap bidan desa di Puskesmas Banjar Baru tergolong baik
(42,86%). Adapun, sebagian besar perilaku bidan desa di Puskesmas Banjar
Baru tergolong kurang (57,14%). Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa pengetahuan bidan desa masih buruk, sehingga perlu ditingkatkan.
Maka dari itu, dipilih metode refreshing mengenai deteksi dini bahaya dan
komplikasi kehamilan untuk meningkatkan pengetahuan bidan desa.
Tabel 8 Perbandingan nilai rata-rata kuisioner pengetahuan, sikap, dan
perilaku bidan desa di Puskesmas Banjar Baru mengenai deteksi dini
bahaya dan komplikasi kehamilan sebelum dan sesudah refreshing.
Tingkatan

Kategori
Pengetahuan

Sikap

Perilaku

Pre

Post

Pre

Post

Pre

Post

Baik

42,86%

71,43%

42,86%

100%

Kurang

42,86 %

71,43%

28,57%

28,57%

57,14%

Buruk

57,14%

28,57%

28,57%

Jumlah

100%

100%

100%

100%

100%

100%

Dari tabel 9 dapat dilihat bahwa setelah dilakukan refreshing sebagian besar
pengetahuan bidan desa di Puskesmas Banjar Baru menunjukkan peningkatan
dari sebagian besar buruk (57,14%) menjadi kurang (71,43%). Sedangkan,
sebagian besar sikap bidan desa di Puskesmas Banjar Baru yang telah
tergolong baik (42,86%) meningkat menjadi 71,43%. Adapun, sebagian besar
perilaku bidan desa di Puskesmas Banjar Baru yang tergolong kurang
(57,14%) menjadi baik (100%) setelah dilakukan refreshing.

5.2 PEMBAHASAN
Berdasarkan kuesioner mengenai tingkat pengetahuan bidan desa
mengenai deteksi dini bahaya dan komplikasi kehamilan,

42

didapatkan bahwa sebagian besar pengetahuan bidan desa di

Puskesmas Banjar Baru masih tergolong buruk (57,14%) .


Adapun, sebagian besar perilaku bidan desa di Puskesmas
Banjar Baru tergolong kurang (57,14%).

Dengan demikian,

dapat disimpulkan bahwa pengetahuan bidan desa masih


buruk, sehingga perlu ditingkatkan. Maka dari itu, dipilih
metode

refreshing

komplikasi

mengenai

kehamilan

untuk

deteksi

dini

meningkatkan

bahaya

dan

pengetahuan

bidan desa.
Setelah dilakukan refreshing sebagian besar pengetahuan bidan
desa di Puskesmas Banjar Baru menunjukkan peningkatan dari sebagian
besar buruk (57,14%) menjadi kurang (71,43%). Sedangkan, sebagian besar
sikap bidan desa di Puskesmas Banjar Baru yang telah tergolong baik
(42,86%) meningkat menjadi 71,43%. Adapun, sebagian besar perilaku bidan
desa di Puskesmas Banjar Baru yang tergolong kurang
(57,14%) menjadi baik (100%) setelah dilakukan refreshing.
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat
pengetahuan seseorang. Pendidikan adalah upaya untuk memberikan
pengetahuan, sehingga terjadi perubahan perilaku positif yang meningkat
(Sukanto,

2000).

Menurut

teori

Lawrence

Green,

dalam

pembentukannya, perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama.


Faktor-faktor

tersebut

adalah

faktor

predisposisi

(pengetahuan, sikap, pendidikan, umur, kepercayaan, tradisi,


nilai,

dsb.),

faktor

pemungkin

(ketersediaan

sumber,

ketersediaan fasilitas, dsb.), dan faktor penguat (sikap dan


perilaku petugas terkait yaitu petugas kesehatan dan tokoh
masyarakat, dan lingkungan sekitar). Dari data kuisioner,
didapatkan bahwa sebagian besar bidan desa merupakan
bidan lulusan DIII. Hal ini dapat melatarbelakangi kurangnya
tingkat pengetahuan bidan desa di Puskesmas Banjar Baru.

43

Pengetahuan juga berasal dari pengalaman atau informasi yang diperoleh,


seperti media massa, media elektronik, maupun media cetak ataupun
penyuluhan. Seperti dalam teori belajar yang dikemukakan oleh Fishbein
bahwa pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh proses belajar seseorang
dalam masa dewasa dengan menggunakan pengalaman yang berarti bagi
kehidupannya pengalaman tersebut dipengaruhi oleh sumber informasi yang
masuk dalam proses kognitif seseorang. Pengalaman merupakan sumber
pengetahuan atau cara untuk memperoleh kebenaran tentang pengetahuan,
pengalaman

pribadi

dapat

digunakan

sebagai

upaya

memperoleh

pengetahuan. Dari data kuisioner, didapatkan bahwa sebagian


besar bidan desa memiliki pengalaman kerja kurang dari lima
tahun. Hal ini dapat melatarbelakangi kurangnya tingkat
pengetahuan bidan desa di Puskesmas Banjar Baru.

Terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa dimulai pada
domain kognitif, dalam arti, subjek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus
yang berupa materi atau objek diluarnya, sehingga menimbulkan pengetahuan
baru pada subjek tersebut. Ini selanjutnya menimbulkan respon batin dalam
bentuk sikap subjek

terhadap

objek

yang

diketahui itu. Akhirnya

rangsangan yakni objek yang telah diketahui dan disadari sepenuhnya


tersebut akan menimbulkan respon lebih jauh lagi, yaitu berupa tindakan
terhadap atau sehubungan dengan stimulus atau objek tadi. Namun demikian,
di dalam kenyataan stimulus yang diterima subjek dapat langsung
menimbulkan tindakan. Artinya seseorang dapat bertindak atau berperilaku
baru tanpa mengetahui terlebih dahulu makna stimulus yang diterimanya.
Dengan kata lain tindakan seseorang tidak harus didasari oleh pengetahuan
atau sikap (Notoatmodjo, 2007).
Pengetahuan yang baik tidak selalu berarti dapat memprediksikan tindakan
yang dilakukan. Bisa jadi pengetahuan yang baik, tindakan yang dilakukan

44

justru tidak baik atau sebaliknya. Seseorang telah berperilaku positif,


meskipun pengetahuan dan sikapnya negatif (Notoatmodjo, 2007).

Hal tersebut menunjukkan bahwa bukan hanya pengetahuan yang


mempengaruhi responden dalam menggunakan atau tidak menggunakan
jamban keluarga sehat, tetapi masih banyak faktor lain selain pengetahuan
yang turut mempengaruhi perilaku responden.
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap itu merupakan kesiapan atau
kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu.
Sikap belum merupakan suatu tindakan akan tetapi merupakan predisposisi
tindakan suatu perilaku. Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu tindakan,
diperlukan faktor pendukung dan kondisi yang memungkinkan (Notoatmodjo,
2007).
Sikap yang positif atau baik terhadap penggunaan jamban keluarga sehat
belum tentu menunjukkan tindakan yang positif juga yaitu dengan
menggunakan jamban keluarga sehat. Bisa jadi sikap yang positif tindakan
yang dilakukan adalah negatif, begitupun sebaliknya sikap negatif atau
kurang baik, tetapi tindakannya positif. Hal ini bisa dilihat dari penjabaran
hasil kuesioner yang peneliti lakukan. Peneliti menyimpulkan dari hal ini
bahwa sikap dapat berpengaruh pada responden dalam menentukan
penggunaan jamban keluarga sehat, akan tetapi hal-hal lainnya seperti
pemahaman, pengaruh dari luar dan faktor lainnya juga tidak dapat diabaikan.
Pembentukan sikap yang positif menuju suatu tindakan yang positif tidak
dapat diwujudkan dalam waktu yang singkat. Respon seseorang dimulai dari
perhatiannya terhadap suatu stimulus sampai dapat bertanggung jawab atas
dirinya sendiri terhadap stimulus yang diberikan memerlukan proses yang
bertahap. Pembentukan sikap harus dimulai dari adanya kepercayaan terhadap
pemberian stimulus, kehidupan emosional, sampai kecenderungan untuk
bertindak (tend to behave) (Azwar, 2003).

45

Sikap dan pemahaman responden yang baik terhadap penggunaan jamban


keluarga sehat dapat membuat responden yakin bahwa penggunaan jamban
keluarga sehat dapat meningkatkan kualitas kesehatan. Berdasarkan hal
tersebut, responden harus siap dengan konsekuensinya untuk menggunakan
jamban keluarga sehat yang tentunya harganya relatif lebih mahal daripada
jamban cemplung.

Anda mungkin juga menyukai