Anda di halaman 1dari 4

Seminar Instrumentasi Berbasis Fisika 2006

Bandung, 31 Agustus 2006

Kembali ke daftar isi

Interferometer Michelson Ganda dengan FFT untuk Pengukuran


Panjang Gelombang Cahaya
Ign Edi Santosa
Program Studi Fisika, FMIPA Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Email: edi@staff.usd.ac.id

Abstrak Pada makalah ini disajikan sebuah


pengukuran panjang gelombang laser dengan
menggunakan interferometer Michelson ganda.
Penentuan panjang gelombang suatu laser dilakukan
dengan membandingkan interferogramnya dengan
interferogram dari laser acuan. Untuk menganalisa
hasil eksperimen dan menentukan panjang gelombang
laser digunakan Fast Fourier Transform (FFT).
Berbeda dengan metoda konvensional, pada metoda
ini tidak diperlukan pengukuran jarak secara absolut.

(FFT) agar nantinya dapat diterapkan untuk cahaya


polikromatis [6] .
2.

Susunan eksperimen ditunjukkan pada gambar 1


di bawah.
T1

1. PENDAHULUAN
Berbagai macam interferometer seperti
interferometer Michelson telah banyak dikembangkan
untuk pengukuran panjang gelombang cahaya [1,2,3].
Selain itu interferometer Michelson juga digunakan
untuk pengukuran jarak dengan ketelitian nanometer
[4] atau bahkan sampai picometer [5].
Pada interferometer Michelson pengukuran
biasanya dilakukan dengan menggerakkan salah satu
cermin dan selanjutnya menghitung cacah perulangan
frinji [2] atau menerapkan Fast Fourier Transform
(FFT) pada interferogramnya [6]. Untuk itu pada
umumnya diperlukan pengukuran jarak pergeseran
cermin secara absolut.
Selain itu secara langsung, panjang
gelombang cahaya dari sumber yang belum diketahui
dapat dibandingkan dengan sumber cahaya standar
yang sudah diketahui panjang gelombangnya [3]. Pada
cara semacam ini jarak pergeseran cerminnya tidak
perlu dikalibrasi. Namun susunan ekperimennya
relatif kompleks.
Susunan interferometer Michelson ganda
merupakan pengembangan dari interferometer yang
konvensional. Pada prinsipnya interferomter ini adalah
dua buah interferometer yang saling digandengkan.
Susunan semacam ini telah digunakan untuk
mengukur dispersi kecepatan grup [7] dan mengukur
panjang gelombang laser [8].
Penggunaan interferometer ganda untuk
pengukuran panjang gelombang pada sistim terdahulu
[8] masih menggunakan pencacahan frinji. Dengan
demikian sistim tersebut terbatas hanya digunakan
untuk sumber dengan panjang gelombang tunggal.
Untuk itu pada eksperimen ini penentuan panjang
gelombangnya menggunakan Fast Fourier Transform

T2
B1

S1

Kata Kunci: interferometer, panjang gelombang


laser, FFT

METODA EKSPERIMEN

B2
L2

L1
D1

S2

D2

Gambar 1. Susunan interferometer Michelson ganda

Pada percobaan ini digunakan peralatan dasar


Precission Michelson Interferometer buatan Pasco
[9], yang sudah memiliki komponen lensa L1,
pembagi berkas B1, cermin tetap T1 dan cermin G.
Selanjutnya ditambahkan cermin tetap T2, pembagi
berkas B2 dan lensa L2. Laser yang akan diukur
panjang gelombangnya diletakkan di S1 dan laser
HeNe sebagai acuan ditempatkan di S2. Frinji dari
laser yang belum diketahui panjang gelombangnya
akan diterima oleh fotodetektor D1, sedangkan yang
berasal dari laser HeNe akan diterima oleh
fotodetektor D2. Kemudian keluaran kedua detektor
tersebut akan dicatat dan ditampilkan pada sebuah PC
melalui interface LabPro.
Seperti terlihat pada gambar 1, sistim
pengukur panjang gelombang cahaya ini berupa
interferometer Michelson ganda yaitu dua buah
interferometer Michelson yang digandengkan.
Keduanya bekerja dengan menggunakan cermin yang
bergerak (cermin G) secara bersamaan. Interferometer
pertama menggunakan permukaan pemantul sebelah
kiri dari cermin G. Sebaliknya permukaan pemantul
sebelah kanan dari cermin G digunakan oleh
interferometer kedua. Selanjutnya cermin G
digerakkan melalui sistim penggerak yang meliputi
lengan penggerak, mikrometer dan motor langkah.
Mikrometer dan motor langkah dihubungkan dengan
sebuah belt. Selama cermin G bergerak intensitas

216

Seminar Instrumentasi Berbasis Fisika 2006


Bandung, 31 Agustus 2006

s1 = n1 1 / 2

(1)

Sedang untuk interferometer kedua, bila 2


adalah panjang gelombang cahaya dari laser HeNe
yang akan dipakai sebagai acuan standar, dan cermin
cacah
G berpindah sejauh s2, menghasilkan
perulangan frinji yang terdeteksi oleh detektor D2
sebanyak n2 maka berlaku:
s2 = n2 2 / 2

(2)

dikenakan FFT pada interferogram tersebut akan


diperoleh gambar 3 yang menunjukkan aplitudo dalam
satuan au untuk berbagai nilai frekuensi dalam satuan
Hz. Dari gambar 3 ini langsung dapat diperoleh
frekuensi perulangan frinjinya adalah 5,95 Hz.

400

I ( au )

cahaya di pusat frinji dicatat oleh fotodetektor


menghasilkan interferogram. Secara konvensional dari
interferogram tersebut dapat dicacah perubahan
frinjinya.
Untuk interferometer pertama, bila panjang
gelombang cahaya dari laser yang akan diukur adalah
1, dan cermin G berpindah sejauh s1, menghasilkan
cacah perulangan frinji yang terdeteksi oleh detektor
D1 sebanyak n1 maka dapat diperoleh persamaan:

360

320

15

1 = (n2 / n1 ) 2

(4)

Dengan persamaan (4) ini panjang


gelombang yang belum diketahui (1) dapat
ditentukan nilainya dengan mencacah perubahan frinji
n1 dan n2 . Karena yang diperlukan adalah rasio cacah
perubahan frinjinya selama cermin G bergerak, maka
pengukuran dengan sistim ini terbebas dari kalibrasi
jarak perpindahan cermin tersebut. Selain itu rasio ini
dapat dinyatakan dengan rasio frekuensi perulangan
frinjinya yang dapat diperoleh dari penerapan FFT
pada kedua interferogramnya. Pengolahan FFT dapat
menggunakan fasilitas yang tersedia di program
Origin.
Bila
penerapan
FFT
pada
kedua
interferogram menghasilkan frekuensi f1 untuk
interferogram pertama dan f2 untuk interferogram
kedua maka dari persamaan (4) dapat diperoleh
persamaan:

30

20

Pada salah satu interferometer dengan


sumber cahaya laser HeNe, bila cermin G digerakkan
dengan laju 0,75 nm/dt dan intensitas di pusat frinji
dicatat dengan perioda pencatatan 0,04 dt, diperoleh
interferogram seperti pada gambar 2. Pada
interferogram tersebut intensitasnya dalam satuan au
(arbitrary unit) sedangkan waktunya dinyatakan dalam
satuan detik. Dari gambar tersebut tampak bahwa
intensitasnya berubah-ubah secara periodik. Bila

10

frekuensi (Hz)

Gambar3. hasil Fast Fourier Trasform dari interferogram


pada gambar 2.

Dengan cara yang sama dapat diamati watak


sistim ini. Untuk satu nilai laju cermin G yaitu sebesar
0,75 nm/dt, nilai frekuensi hasil FFT terhadap
interferogram yang diperoleh pada berbagai nilai
perioda pencatatan data ditampilkan pada gambar 4.
Pada gambar ini terlihat bahwa pada perioda
pencatatan data antara 0,02 dt dan 0,12 dt memberikan
nilai frekuensi yang sama.

(5)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

10

2.6

frekuensi ( Hz )

1 = (f2 / f1 ) 2

18

Gambar 2. Interferogram dari laser HeNe yang tercatat


selama 3 detik, pada laju cermin 0,75 nm/dt dan perioda
pencatatan intensitas 0,04 dt

A ( au )

(3)

17
waktu ( dt )

Mengingat kedua interferometer menggunakan cermin


G yang sama, maka dapat diperoleh hubungan
n1 1 = n2 2

16

2.4

2.2

2.0
0.04

0.08

0.12

periode pengambilan data ( dt )

Gambar 4. Nilai frekuensi hasil FFT untuk berbagai nilai


perioda pencatatan data, pada interferometer tunggal dengan
laju cermin 0,75 nm/dt

217

Seminar Instrumentasi Berbasis Fisika 2006


Bandung, 31 Agustus 2006

Hasil Fast Fourier Transform dari kedua


interferogram tersebut disajikan pada gambar 7.
Berdasarkan gambar 7 tersebut dapat diperoleh
frekuensi perulangan frinji kedua interferogramnya
seperti dinyatakan dalam tabel 1.

0.4

A1 (au)

Sebaliknya bila data dicatat pada perioda


yang sama yaitu 0,04 dt sedang gerak cerminnya
divariasi lajunya, akan diperoleh hasil seperti yang
ditampilkan dalam gambar 5. Terlihat di sini bahwa
semakin cepat cermin bergerak, semakin besar pula
frekuensi perulangan frinjinya. Hubungan antara laju
cermin dan frekuensi perulangan frinji adalah linear.
Hal ini dapat ditelusuri dari persamaan (1)

0.2

0.0
6

A2 (au)

frekuensi (Hz)

0
5

40

80

Gambar 5. Nilai frekuensi hasil FFT untuk berbagai nilai


laju cermin, pada interferometer tunggal dengan perioda
pencatatan data 0,04 dt.

Selanjutnya pada eksperimen ini digunakan


interferometer ganda, sebagai acuan digunakan laser
HeNe Uniphase model 155 SL dengan = 632,8 nm.
Sedangkan
cahaya
yang
diukur
panjang
gelombangnya berasal dari laser pointer yang
mempunyai spesifikasi = 630 nm 680 nm.
Interferogram hasil eksperimen ditunjukkan pada
gambar 6.
Pada
gambar
tersebut
bagian
atas
menunjukkan interferogram yang berasal dari
interferometer pertama yaitu untuk laser pointer.
Bagian bawah merupakan interferogram dari
interferometer kedua yang berasal dari laser HeNe
yang dipakai sebagai acuan. Pada kedua interferogram
tersebut digunakan satuan arbitrary unit (au) untuk
intensitasnya, sedangkan waktunya digunakan satuan
detik.

12

I1 (au)

15

Gambar7. hasil Fast Fourier Trasform dari interferogram


pada gambar 6. Bagian atas untuk laser pointer yaitu laser
yang diukur panjang gelombangnya. Bagian bawah untuk
laser acuan yaitu laser HeNe

120

laju cermin ( nm/menit )

6
90

60

30

10
frekuensi ( Hz )

I2 (au)

waktu (dt)

Gambar 6. Interferogram yang tercatat selama 3 dt. Bagian


atas untuk laser pointer yaitu laser yang diukur panjang
gelombangnya. Bagian bawah untuk laser acuan yaitu laser
HeNe.

Tabel 1. Hasil FFT untuk kedua laser yang digunakan dalam


eksperimen
No
1
2

Laser
Laser Pointer
Laser He Ne

f ( Hz )
5,75 0,02
5,97 0,02

Dari tabel 1 di atas dan bedasar persamaan


(5) dapat diperoleh nilai panjang gelombang dari laser
pointer adalah (658 4) nm. Nilai panjang gelombang
hasil pengukuran ini sesuai dengan spesifikasi yang
tertera pada laser tersebut yaitu antara 630 nm dan 680
nm.
Penghitungan nilai panjang gelombang ini
menggunakan perbandingan frekuensi perulangan
frinji. Frekuensi perulangan frinjinya diperoleh secara
langsung dari hasil FFT terhadap interferogramnya.
Nilai ketidakpastian frekuensi tergantung pada
interferogramnya. Meskipun secara umum terlihat
bahwa intensitasnya berubah secara periodik, tetapi
bentuknya tidak terlalu sempurna. Karena itu pada
hasil FFT-nya seperti pada gambar 7 terlihat ada
pelebaran. Hal ini selanjutnya akan turut menentukan
ketidakpastian pengukuran panjang gelombang
cahaya. Kelemahan ini tidak dijumpai bila digunakan
metoda
konvensional
dengan
menggunakan
persamaan 4. Namun demikian cara konvensional
hanya dapat digunakan untuk pengukuran panjang
gelombang cahaya dari sumber cahaya monokromatis.
Sedangkan
dengan
menerapkan
FFT
dan
menggunakan persamaan (5), seperti pada percobaan
ini dimungkinkan pengukuran panjang gelombang
cahaya dari sumber cahaya polikromatis.
Pada cara yang biasa dengan interferometer
tunggal, dilakukan pencatatan cacah perulangan frinji

218

Seminar Instrumentasi Berbasis Fisika 2006


Bandung, 31 Agustus 2006

selama cermin bergeser pada jarak tertentu. Karena itu


diperlukan nilai jarak pergeseran yang absolut yang
bisa diperoleh melalui kalibrasi. Berbeda dengan
interferometer tunggal tersebut, pada metoda ini
untuk mengukur panjang gelombang digunakan
interferometer ganda. Selanjutnya penghitungannya
melalui perbandingan panjang gelombang secara
langsung dengan laser lain yang sudah diketahui
panjang gelombangnya. Dengan demikian metoda ini
tidak memerlukan kalibrasi jarak perpindahan cermin.
Peralatan yang digunakan di eksperimen ini
menggunakan peralatan yang telah tersedia di
laboratorium pembelajaran, Dengan peralatan tersebut
ketelitian yang dicapai pada pengukuran ini cukup
memadai. Sehingga eksperimen semacam ini dapat
digunakan sebagai materi praktikum Fisika dan juga
dapat digunakan untuk pengenalan penggunaan FFT..
Selain itu dari pengalaman dengan interferometer
Michelson konvensional, penataan eksperimen ini
tidak terlalu rumit. Eksperimen ini dapat dilakukan
dalam waktu yang relatif singkat.

4.

Instruments, vol 71, no. 7, 2000, hal. 2669


2674.
[6] D.R. Matthys, F.L. Pedrotti, Fourier transforms
and the use of a microcomputer in the advance
undergraduate laboratory. Am. J. Phys., vol.50,
no.11, 1982, hal. 990-995.
[7] I.G. Cormack, F. Baumann, D.T. Reid,
Measurement of group velocity using white light
interferometry:
A
teaching
laboratory
experiment, Am. J. Phys., vol 68, no. 12, 2000,
hal. 1146 - 1150.
[8] I.E. Santosa, Pengukuran panjang gelombang
laser dengan interferomter ganda akan
dipublikasikan.
[9] NN, Instruction Manual and Experiment Guide for
the Pasco scientific Model OS-9255A thru OS9258A Precision Interferometer, Pasco Scientific.
1990.

KESIMPULAN

Pada
eksperimen
ini
telah
dikembangkan
interferometer Michelson ganda. Dari analisa
interferogram dengan FFT dapat diperoleh
perbandingan frekuensi perulangan frinji yang
selanjutnya digunakan untuk menentukan panjang
gelombang cahaya.

Ucapan terimakasih
Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada P.
Sugito, Agus S. Dan Bomo W. Untuk bantuan
memodifikasi dan menyiapkan peralatan.

DAFTAR REFERENSI
[1] W. Demtroder, Laser Spectroscopy Basic
Concepts and Instrumentation., Springer-Verlag,
1996.
[2] T.E. Dimmick, Simple and accurate wavemeter
implemented with a polarization interferometer,
Applied Optics, vol. 36, no..36, 1997, hal. 93969401.
[3] P.J. Fox, R.E. Scholten, M.R. Walkewicz, R.E.
Drullinger, A Reliable, compact, and low-cost
Michelson wavemeter for laser wavelength
measurement, Am. J. Phys., vol.67, no.7, 1999,
hal. 624-630.
[4] X. Wang, X.Wang, H. Lu, Qian., Y. Bu, Laser
diode interferometer used for measuring
diplacements in large range with a nanometer
accuracy, Optics & Laser Technology. Vol 33,
2001, hal. 219-233.
[5] J. Lawall, E. Kessler, Michelson Interferomtery
with 10 pm accuracy, Review of Scientific

219

Anda mungkin juga menyukai