Case Abses Hepar
Case Abses Hepar
Nama Mahasiswa
: Febri Ekawati
Jakarta Barat
A. ANAMNESIS
Diambil secara autoanamnesis.
turun sehingga pasien merasa berat badannya turun tapi tidak tahu berapa kg, hal ini hanya
dilihat dari badan yang tampak lebih kurus dari sebelumnya. Riwayat demam disangkal oleh
pasien
Riwayat BAB pasien, pasien sulit BAB sejak 2 bulan SMRS dan selalu minum obat
pencahar. BAB keras, warna kuning kecoklatan, konsistensi padat tanpa disertai lendir atau
darah. BAK normal, tidak ada nyeri saat BAK dan berwarna kuning jernih.
Pasien mengatakan pernah minum jamu tapi tidak begitu sering kurang lebih sudah 6
bulan. Riwayat minum alkohol disangkal oleh pasien. Riwayat minum obat NSAID juga
disangkal oleh pasien.
(-) Malaria
(-) Disentri
(-) Hepatitis
(-) Thyphoid Fever
(-) Skrofula
(-) Sifilis
(-) Gonore
(-) Hipertensi
(-) Ulkus Ventrikuli
(-) Ulkus Deodeni
(-) Gastritis
(-) Batu Empedu
Operasi
Kecelakaan
Riwayat Keluarga
Hubungan
Jenis Kelamin
Keadaan
Penyebab
Kakek
Laki-laki
Kesehatan
Meninggal
Meninggal
Sakit Tua
(dari Ibu)
Nenek
Perempuan
Meninggal
Sakit Tua
(dari Ibu)
Kakek
Laki-laki
Meninggal
Sakit Tua
(dari Ayah)
Nenek
Perempuan
Meninggal
Sakit Tua
Laki-laki
Perempuan
Laki-laki
Meninggal
Sehat
Sehat
Hipertensi
-
(dari Ayah)
Ayah
Ibu
Anak-Anak
Usia
58
54
3
Ya
Tidak
Hubungan Dengan
Pasien
Alergi
Asma
Tuberkulosis
Artritis
Rematisme
Hipertensi
Jantung
Ginjal
Lambung
+
+
+
+
+
+
Ayah
+
+
+
ANAMNESIS SISTEM
Catat keluhan tambahan positif disamping judul-judul yang bersangkutan
Kulit
(-) Bisul
(+) Kuku
(+) Rambut
(-) Kuning/Ikterus
Kepala
(-) Trauma
(-) Sinkop
Mata
(-) Nyeri
(-) Sekret
(-) Kuning/Ikterus
(-) Radang
(-) Gangguan Penglihatan
(-) Ketajaman Penglihatan
Telinga
(-) Nyeri
(-) Sekret
(-) Tinnitus
Hidung
(-) Trauma
(-) Nyeri
(-) Sekret
(-) Epistaksis
Mulut
(-) Bibir
(-) Gusi
(-) Selaput
(-) Lidah
(-) Gangguan Pengecap
(-) Stomatitis
Tenggorokan
(-) Nyeri Tenggorokan
Leher
(-) Benjolan
Dada (Jantung/Paru-Paru)
(-) Nyeri Dada
(-) Berdebar
(-) Ortopnoe
Abdomen (Lambung/Usus)
(-) Rasa Kembung
(+) Mual
(-) Muntah
(-) Muntah Darah
(-) Sukar Menelan
(+) Nyeri Perut
(-) Perut Membesar
(-) Wasir
(-) Mencret
(-) Tinja Darah
(-) Tinja Berwarna Dempul
(-) Tinja Berwarna Ter
(-) Benjolan
Saluran Kemih
(-) Disuria
(-) Stranguri
(-) Poliuri
(-) Polakisuri
(-) Hematuri
(-) Kencing Batu
(-) Ngompol (Tanpa Disadari)
Katamenia
(-) Leukorea
(-) Lain-Lain
Saraf Dan Otot
(-) Perdarahan
(-) Anestesi
(-) Parestesi
(-) Otot Lemah
(-) Kejang
(-) Afasia
(-) Amnesia
(-) Lain-Lain
Ekstremitas
(-) Bengkak
(-) Nyeri
(-) Deformitas
(-) Sianosis
Berat Badan
Berat Tertinggi: 58
Berat Badan Sekarang: 48kg
RIWAYAT HIDUP
Riwayat Kelahiran
Tempat Lahir: Rumah
Ditolong Oleh: Dukun beranak
Riwayat Imunisasi
(?) Hepatitis
(?) BCG
(?) Campak
(?) DPT
(?) Polio
(?) Tetanus
Riwayat Makanan
Frekuensi Per Hari: 2X/hari
Jumlah Per Hari: 1 porsi
Variasi Per Hari: Nasi, sayur dan ikan/telur/daging
Nafsu Makan:Menurun
Pendidikan
(+) SD
(-) Akademi
(-) SLTP
(-) Universitas
Kesulitan
Keuangan: menengah ke bawah
(-) SLTA
(-) Sekolah
(-) Kursus
Kejuruan
(-) Tidak Sekolah
B. Pemeriksaan Jasmani
Pemeriksaan Umum
Tinggi Badan
: 156
Berat Badan
: 48
Tekanan Darah
: 150/80
Nadi
: 80 X/m, lemah
Suhu
: 36o C
Pernapasan
: 22 X/m
Keadaan Gizi
: cukup
Kesadaran
: CM
Sianosis
:-
Udema Umum
:-
Cara Berjalan
: normal
Mobilisasi
: baik
Aspek Kejiwaan
Tingkah Laku
Alam Perasaan
: Biasa/Sedih/Gembira/Cemas/Takut/Marah
Proses Pikir
: Wajar/Cepat/GangguanWaham/Fobia/Obsesi
Kepala :
Bentuk normal, rambut berwarna hitam, terdistribusi merata, tidak mudah dicabut, tidak
teraba benjolan.
Mata :
Bentuk normal, kedudukan kedua bola mata simetris, palpebra sup et inf tidak oedema,
konjungtiva pucat, sklera tidak ikterik, kornea jernih, pupil bulat, isokor.
Telinga :
Bentuk normal, MAE lapang, sekret -/-, serumen -/Mulut :
Bentuk normal, sianosis (-), bibir tidak kering, lidah tidak kotor, faring tidak hiperemis,
tonsil T1-T1 tenang.
Leher
Bentuk normal, Kelenjar Tiroid dan KGB tidak teraba membesar.
Dada
Thorax depan
Paru :
Inspeksi
:Bentuk normal, gerak bafas tampak simetris dalam statis dan dinamis,
retraksi suprasternal (-)
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Thorax belakang
Inspeksi : bentuk simetris, lordosis (-), kifosis (-), skoliosis (-) gerak nafas simetris saat
statis dan dinamis
Palpasi : vokal fremitus kanan = kiri.
Perkusi : batas bawah paru kanan
: batas bawah paru kiri
: thorax IX
: thorax IX
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
: Contour Flat
: Soefl, hepar teraba 2 cm di bawah arcus costa, tepi tumpul, konsistensi keras
kenyal, permukaan rata, nyeri tekan hepar (+), nyeri tekan intercostalis kanan
bawah. Lien tidak teraba.
Perkusi
: Batas atas hepar ICS 5, timpani pada kuadran kiri atas, kiri bawah dan kanan
bawah, nyeri ketuk hepar (+), shifting dullness (-),
Pembuluh Darah
Arteri Temporalis
: pulsasi (+)
Arteri Karotis
: pulsasi (+)
Arteri Brakialis
: pulsasi (+)
Arteri Radialis
: pulsasi (+)
Arteri Femoralis
: pulsasi (+)
Arteri Poplitea
: pulsasi (+)
: pulsasi (+)
:pulsasi (+)
Lengan
Depan
Otot
-Tonus
-Massa
Belakang
Normotonus
Normptonus
Eutrofi
Eutrofi
Sendi
Gerakan
Kekuatan
Lain-Lain
Normal
Aktif
5
-
Normal
Aktif
5
-
Belakang
-
-Tonus
Normotonus
Normotonus
-Massa
Sendi
Gerakan
Kekuatan
Edema
Lain-Lain
Eutrofi
Normal
Aktif
5
-
Eutrofi
Aktif
Aktif
5
-
Tendon
Bisep
Trisep
Patela
Archilles
Kremaster
Refleks Kulit
Refleks
Kiri
+
+
+
+
+
+
+
+
Kanan
+
+
+
+
+
+
+
+
Luka
Varises
Otot
Refleks
Patologis
Colok Dubur : tidak dilakukan
C. Laboratorium & Pemeriksaan Penunjang Lainnya
Hematologi 12 / 5 / 2014
Darah Rutin
Hemoglobin
: 12,8 g/dL
N : 12-16 g/dL
Hematokrit
: 35.3 %
Eritrosit
: 4,03 juta/uL
Leukosit : 11.100 /mm3
Trombosit : 313.000 /mm3
Hemostasis
`PT
: 13,9 detik
INR
: 0,89
PT control
:15,2 detik
APTT
:35,9 detik
APTT control : 32,0 detik
Glukosa darah
Glukosa darah sewaktu : 83 mg/dL
N : 38-48%
N : 4-5juta/uL
N : 5000-10.000/ uL
N : 150.000-350.000 /uL
N : 12 - 19
N : 12,3 -18,9
N : 27 - 43
N : 27 -43
N : < 140
Fungsi liver
AST (SGOT)
: 33 U/L
N : < 32
N : < 33
:2
N: < 5 menit
N: 15 menit
Imunoserologi
HbsAg Kualitatif
: Non reaktif
N : Non reaktif
Anti HCV
: Negatif
N : Negatif
Fungsi Ginjal
Ureum
: 18 mg/dL
N : 15-50
Creatinin
: 1,23 mg/dL
N : 0.6-1.3
Tanggal 14/05/2014
Darah Rutin
Hemoglobin : 13,8 g/dL
Hematokrit : 39.2 %
Eritrosit
: 4,43 juta/uL
Leukosit : 9.810 /mm3
Trombosit : 409.000 /mm3
Kimia Klinik
Elektrolit
Natrium (Na)
: 140 mEq/L
Kalium (K)
: 3,3 mEq/L
Clorida (C)
: 102 mEq/L
N : 12-16 g/dL
N : 38-48%
N : 4-5juta/uL
N : 5000-10.000/ uL
N : 150.000-350.000 /uL
N : 135 - 150
N : 3,5 -5,5
N : 94 -111
USG 22/4/2014
Hepar : bentuk dan ukuran dalam batas normal. Terdapat massa hipoechoic dengan
ukuran 6,06 cm x 5,06 cm x 4,81 cm.
Kesan : hepatoma pada lobus kanan.
D. Ringkasan / Resume
OS perempuan 38 tahun datang ke RSUD Tarakan dengan keluhan nyeri perut kanan
atas sejak 1 bulan SMRS di sertai mual dan batuk tidak berdahak. Nyeri dirasakan
terus-menerus seperti ditusuk- tusuk dan semakin lama semakin berat. Pasien
merasakan perutnya semakin menegang. Nyeri bertambah bila pasien terlalu banyak
bergerak misalnya berjalan, bila sedang batuk, dan menarik nafas. Nafsu makan
menurun, OS mengaku BAB sulit sejak 2 bulan. Riwayat demam disangkal. Batuk
darah (-). Riwayat asma (-), TBC (-). Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat.
Rokok (-), alkohol (-).
Pemeriksaan Fisik : SI (-/-) CA (-/-).
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
: Contour Flat
: Soefl, hepar teraba 2 cm di bawah arcus costa, tepi tumpul, konsistensi keras
kenyal, permukaan rata, nyeri tekan hepar (+), nyeri tekan intercostalis kanan
bawah. Lien tidak teraba.
Perkusi
: Batas atas hepar ICS 5, timpani pada kuadran kiri atas, kiri bawah dan kanan
bawah, nyeri ketuk hepar (+), shifting dullness (-),
Leukosit 11.100. Glukosa darah sewaktu : 83 mg/dL. SGOT : 33 U/L ; SGPT 32 U/L.
HbsAg non-reaktif. Anti HCV (-).
E. Masalah
-
Abses Hepar
Hipertensi stage 1
Konstipasi
Diagnosis Kerja
Abses hepar
Hipertensi stage 1
Dasar
diagnosis :
dan kanan bawah, nyeri ketuk hepar (+), shifting dullness (-),
Auskultasi
: Bising usus normal
Pemeriksaan CT abdomen atas contras : Tampak masa hipodens bulat berbentuk
Tirah baring, banyak makan yang manis-manis untuk meningkatkan kalori, makan
putih telur untuk meningkatkan asupan protein.
Medikamentosa :
-
PROGNOSIS
Ad vitam
Ad functionam
Ad sanationam
: Bonam
: Bonam
: Bonam
ANALISA KASUS
Anamnesa
Fakta
-
Teori
-
MRS
-
Mual
Anoreksia
Nausea
Vomiting
Batuk
Pada kasus Ny. SD didapatkan gejala yang sesuai dengan teori, yaitu nyeri perut kanan atas
yang meningkat bila bergerak, nyeri dapat menjalar ke bahu, punggung atau skapula kanan, ,
anoreksia, nausea, malaise, berat badan turun. Gejala yang paling sering ditemukan adalah nyeri perut
kanan atas dan demam.
Pemeriksaan Fisik
Fakta
Teori
Anemis
Dari pemeriksaan fisik ditemukan kesesuaian dengan teori, yaitu pemeriksaan fisik pada
abses hepar nyeri tekan perut kanan atas dan nyeri tekan intercostalis kanan bawah. Pada kasus Ny.
SD tidak ditemukan adanya sklera yang ikterus dan tidak ditemukan adanya fluktuasi.
Pemeriksaan penunjang
Fakta
Teori
Laboratorium
Laboratorium
Leukosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
SGOT
SGPT
Hbs Ag
: 11.100/mm3
: 12,8 gr%
: 35,3 %
: 313.000/mm3
: 33 UI
: 22 UI
: (-)
Leukositosis
LED tinggi
Anemia ringan sampai sedang
Peningkatan bilirubin, alkali
phospatase, SGOT dan SGPT
SGOT tinggi, SGPT normal : abses
akut
SGOT normal, SGPT tinggi : abses
kronis.
Anti HCV
: (-)
USG Abdomen
USG Abdomen
Tanggal 22 April 2014
Hepar lobus dextra abses di cranial, ukuran 6,06
Berdasarakan teori, pada pasien abses hepar hasil pemeriksaan laboratorium darah lengkap
ditemukan leukositosis berkisar antara 15.000-16.000/mm3, hemoglobin antara 10,4-11,3 g%. Pada
kasus ini hasil pemeriksaan laboratorium darah lengkap ditemukan hasil yang sesuai dengan teori
yaitu leukosit 15.300/mm3.
Berdasarkan teori, pada pemeriksaan fungsi hati didapatkan peningkatan alkali phosfatase,
peningkatan SGOT, SGPT, peningkatan bilirubin, alkali phospatase, SGOT dan SGPT. SGOT tinggi,
SGPT normal menunjukkan adanya abses akut. SGOT normal, SGPT tinggi menunjukkan adanya
abses kronis. Pada kasus ini, ditemukan adanya peningkatan SGOT. Pada abses hepar kelainan fungsi
hati biasanya hanya ditemukan ringan sampai sedang. Oleh karena itu, untuk menegakkan suatu
diagnosa abses hepar, tidak cukup hanya dengan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
darah, sebab gejala dan tanda klinis sering tidak spesifik. Untuk itu dilakukan pemeriksaan USG,
USG sama efektifnya dengan CT atau MRI (magnetic resonance imaging), sensitivitasnya dalam
diagnosis abses hepar adalah 85-95%. Pada kasus NY.SD, hasil USG didapatkan abses pada hepar
lobus dextra dengan ukuran 6,06 cm x 5,06 cm x 4,81 cm. , bentuk bulat-oval, lebih hipoekoik dari
parenkim hati. Hal ini sesuai dengan teori, yaitu hasil USG pada abses hepar amebik adalah bentuk
bulat atau oval, tidak ada gema dinding yang berarti, ekogenesitas lebih rendah dari parenkim hati
normal, bersentuhan dengan kapsul hati.
Pada kasus Ny. SD pemeriksaan foto thoraks tidak dilakukan, sebaiknya pada kasus abses
hepar foto thoraks penting dilakukan untuk menilai ada tidaknya komplikasi, komplikasi yang paling
sering adalah ruptur abses sebesar 5-15,6%, ruptur dapat terjadi ke pleura, paru, perikardium, usus
atau intraperitoneal.
Kultur darah yang memperlihatkan bakterial penyebab menjadi standar emas untuk
menegakkan diagnosis secara mikrobiologik. Tapi pada kasus Ny.SD, pemeriksaan ini tidak
dilakukan.
Pengobatan
Fakta
Teori
Di ruangan:
Antibiotik
Aspirasi
Drainase
Penatalaksanaan terapi farmakologi terhadap pasien ini sudah sesuai standar terhadap pasien
dengan abses hepar. Pada pasien ini diberikan antibiotik yaitu metronidazole dan cefotaxime, karena
antibiotik yang diberikan secara tunggal terkadang kurang efektif. Pada pasien ini dilakukan aspirasi.
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi
Abses hepar adalah suatu keadaan terdapatnya akumulasi pus pada hati yang
disebabkan oleh bakteri, jamur atau parasit. Abses hepar ini dapat tunggal maupun multipel
dengan ukuran yang berbeda. Lokasi abses hepar sering pada lobus superior kanan, dibawah
paru dan dibelakang costa.3 Abses hepar terbagi 2 secara umum, yaitu abses hepar piogenik
(AHP) dan abses hepar amebik (AHA).
Abses hepar piogenik merupakan kondisi serius dengan angka kematian tinggi bila
diagnosis tidak dibuat secara dini. Bila terapi dilakukan dini dan tepat, angka kematian
cenderung mengecil.
1) Etiologi
Etiologi
abses
hepar
piogenik
adalah
enterobacteriaceae,
Microaerophilic
aureus,
Staphylococcus
milleri,
Candida
albicans,
Aspergillus,
kolesistitis.2 Abses hepar piogenik juga karena akibat trauma tusuk atau tumpul, dan
kriptogenik.1
2) Patogenesis
Abses hepar piogenik dapat terjadi dari penyebaran hematogen maupun secara
langsung dari tempat terjadinya infeksi di dalam rongga peritonium. Hati menerima darah
secara sistemik maupum melalui sirkulasi vena portal, hal ini memungkinkan terinfeksinya
hati oleh karena paparan bakteri yang berulang, tetapi dengan adanya sel kuffer yang
membatasi sinusoid hati akan menghindari terinfeksinya hati oleh bakteri tersebut.1,4
Adanya penyakit sistem biliaris sehingga terjadi obstruksi aliran empedu akan
menyebabkan proliferasi bakteri. Adanya tekanan dan distensi kanalikuli akan melibatkan
cabang-cabang dari vena portal dan limfatik sehingga akan terbentuk formasi abses
fileplebitis. Mikroabses yang terbentuk akan menyebar secara hematogen sehingga terjadi
bakterimia sistemik. Penetrasi akibat trauma tusuk akan menyebabkan inokulasi bakteri
pada parenkim hati sehingga terjadi abses hepar piogenik. Penetrasi akibat trauma tumpul
menyebabkan nekrosis hati, perdarahan intrahepatik dan terjadi kebocoran saluran
empedu, sehingga terjadi kerusakan kanalikuli yang menyebabkan masuknya bakteri
kedalam hati dan terjadi pertumbuhan bakteri dengan proses supurasi dan pembentukan
pus.1,4
3) Manifestasi klinis
Manifestasi sistemik abses hepar piogenik biasanya lebih berat daripada abses hepar
amebik.1 Dicurigai adanya abses hepar piogenik bila ditemukan sindrom klasik berupa
nyeri spontan perut kanan atas, demam atau panas tinggi yang merupakan keluhan paling
utama.1,4 Setelah era pemakaian antibiotik yang adekuat, gejala dan manifestasi abses
hepar piogenik adalah malaise, demam yang tidak terlalu tinggi, dan nyeri tumpul pada
abdomen yang menghebat dengan adanya pergerakan.1
Pemeriksaan fisis yang didapatkan adalah panas yang tidak terlalu tinggi, demam atau
panas tinggi, pada palpasi terdapat hepatomegali serta terdapat nyeri tekan hepar yang
diperberat dengan adanya pergerakan abdomen.1,4
4) Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis, anemia, peningkatan laju
endap darah, hipoalbumin, peningkatan alkaline fosfatase,3 peningkatan enzim
transaminase dan serum bilirubin, berkurangnya konsentrasi albumin serum dan waktu
protrombin yang memanjang. Kultur darah yang memperlihatkan bakterial penyebab
menjadi standar emas untuk menegakkan diagnosis secara mikrobiologik.1
Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan antara lain foto thorak dan foto polos
abdomen, Ultrasonografi, Angiografi, CT Scan dan MRI abdominal. Ultrasonografi
abdomen dan CT Scan abdomen paling baik digunakan untuk diagnosa abses hepar. 1,3
Pemeriksaan ultrasonografi abdomen biasanya merupakan pengambilan gambar
pertama yang dilakukan, dan membedakan kecurigaan penyakit hati dari masalah vesika
biliaris, serta menggambarkan pankreas dan batang saluran pencernaan. 8 Sensitifitas
pemeriksaan Ultrasonografi pada abses hati mencapai 85%-95%. 3 Pada pemeriksaan
Ultrasonografi abses hati piogenik lebih bervariasi. Seringkali tampak sebagai massa kistik
yang irreguler, tampak padat dan tebal, dinding seperti berbulu kusut dan kasar,
mengandung cairan ekogenik yang teutama berisi debris yang menggumpal pada
lapisannya. Tampak kesan acustic shadowing dibawah abses.2 Lokasi yang paling sering
adalah pada lobus kanan.
5) Diagnosis
Menegakkan diagnosis abses hepar piogenik berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan laboratorium serta pemeriksaan penunjang. Diagnosis abses hepar piogenik
kadang-kadang sulit ditegakkan sebab gejala dan tanda klinis sering tidak spesifik.
Diagnosis dapat ditegakkan bukan hanya dengan CT Scan saja, meskipun mempunyai nilai
prediksi yang tinggi untuk diagnosis abses hati piogenik, demikian juga tes serologik yang
dilakukan. Diagnosis berdasarkan penyebab adalah dengan menemukan bakteri penyebab
pada pemeriksaan kultur hasil aspirasi, ini merupakan standar emas untuk diagnosis.1
6) Komplikasi
Saat diagnosis ditegakkan, menggambarkan keadaan penyakit yang berat, seperti
septikemia/bakterimia dengan mortalitas 85%, ruptur abses hepar disertai peritonitis
generalisata, gagal hati, perdarahan kedalam rongga abses, empiema, ruptur dalam
perikard atau retroperitonium. Sesudah mendapat terapi, sering terjadi diatesis hemoragik,
infeksi luka, abses rekuren.1
7) Pengobatan
Penatalaksanaan abses hepar piogenik secara konvensional adalah dengan drainase
terbuka secara operasi dan antibiotik spektrum luas oleh karena bakteri penyebab abses
terdapat di dalam cairan abses yang sulit dijangkau dengan antibiotik tunggal tanpa
aspirasi cairan abses. Penatalaksanaan saat ini, adalah dengan menggunakan drainase
perkutaneus abses intraabdominal dengan tuntunan Ultrasonografi atau tomografi
komputer, terkadang bila abses hepar multipel perlu dilakukan reseksi hati.1,4
Penatalaksanaan dengan menggunakan antibiotik, pada terapi awal digunakan
penisilin. Selanjutnya, dikombinasikan ampisilin, aminoglikosida atau sefalosporin
generasi III dan klindamisin atau metronidazol. Jika dalam waktu 48-72 jam, belum ada
perbaikan klinis dan laboratoris, maka antibiotik yang digunakan diganti dengan
antibiotika yang sesuai denga hasil kultur sensitifitas aspirasi abses hepar. Pengobatan
secara parenteral dapat dirubah menjadi oral setelah pengobatan parenteral selama 10-14
hari, dan kemudian dilanjutkan kembali hingga 6 minggu kemudian.1
2.2.2 Abses Hepar Amebik
Hampir 10% penduduk dunia terutama di negara berkembang terinfeksi Entamuba
hystolitica, tetapi hanya 10% yang memperlihatkan gejala.4 Individu yang mudah terinfeksi
adalah penduduk di daerah endemi maupun wisatawan yang berkunjung ke daerah endemi.2
1) Etiologi
Didapatkan beberapa spesies ameba yang dapat hidup sebagai parasit non patogen
dalam mulut dan usus, tetapi yang bersifat patogen untuk manusia adalah Entamuba
hystolitica. Dalam siklus hidupnya Entamuba hystolitica mempunyai bentuk trofozoit dan
kista. Trofozoit merupakan bentuk invasif di lumen usus, dan dapat bermultiflikasi
menjadi dua atau menjadi kista. Bentuk trofozoit ini tidak penting untuk penularan karena
mati oleh asam lambung dan enzim pencernaan. Bentuk kista berperan dalam penularan
karena lebih tahan terhadap asam lambung dan enzim pencernaan.4
2) Patogenesis
Koloni dari Entamuba hystolitica mencapai muskularis mukosa menghancurkan
dinding vena mesentrika yang selanjutnya masuk dan terbawa ke sistem porta intra
hepatal, sebagian dari ameba tersebut gagal untuk tinggal di jaringan hepar, tetapi ada
yang terperangkap di dalam gumpalan-gumpalan trombus yang berada didalam cabangcabang kecil vena porta didalam vena interlobuler kemudian menghancurkan dinding
pembuluh darah dan masuk ke periportal sinusoid dan masuk kedalam lobuli, sehingga
terjadilah kolonisasi sekunder dalam jaringan hati. Dengan berkembangnya kolonisasi
tersebut dan disertai infiltrasi leukosit terjadilah amebic hepatitis. Keadaan ini mungkin
dapat sembuh spontan atau seringkali lesi-lesi ini membesar dan berkembang membentuk
rongga yang berisi cairan gelatinous yang kemudian menjadi cairan coklat kemerahmerahan dan mengandung sel-sel debris, keadaan ini yang dinamakan
abses hepar
amebik.4
Ukuran abses hepar amebik bervariasi dari yang kecil sampai besar (5 liter). Jumlah
abses dapat tunggal atau multipel, tetapi pada umumnya tunggal. Shaikh dan kawankawan (1989) mendapatkan abses tunggal 85%, dua abses 6% dan multipel 8%. Letak
abses pada umumnya di lobus kanan. Abses hati amebik tidak diikuti terbentuknya
jaringan ikat.4
3) Manifestasi klinis
Gejala klinis yang klasik pada amebiasis hati adalah keadaan umum penderita yang
nampak sakit, demam, nyeri perut kanan atas, pernafasan menurun, kadang-kadang
gejalanya tidak khas dan timbul pelan-pelan atau asimtomatis. Tanda klinis yang dapat
ditemukan adalah hepatomegali yang nyeri spontan atau nyeri tekan, dan ikterik, biasanya
ringan.2,3,4
4) Pemeriksaan penunjang
Kelainan pemeriksaan darah pada abses hati amebik didapatkan anemia ringan sampai
sedang, leukositosis berkisar 15.000/ml3 dan kelainan faal hati ringan sampai sedang. 4
Melalui pemeriksaan feses dapat ditemukan bentuk trofozoit atau kista. Bila dilakukan
aspirasi, abses hepar amebik mengandung pus yang kental dengan aroma pus yang busuk
dan berwarna merah kecoklat-coklatan, yang disebut Anchouvy sauce pus.2 Dengan
pemeriksaan biopsi jaringan juga dapat ditemukan bentuk tropozoit antara daerah hiperemi
dan daerah nekrosis.
Pemeriksaan radiologi pada abses hati amebik antara lain melalui foto thorak,
Ultrasonografi, CT scan, dan MRI.1,9 Gambaran Ultrasonografi abses hepar amebik
tampak sebagai lesi berbentuk oval, hipoekoik atau anekoik, serta tidak tampak pembuluh
darah didalamnya. Ciri khusus yang dapat ditemukan pada abses hati amebik adalah
bentuk granular homogen yang halus pada internal eko. Lokasi biasanya pada lobus kanan
yang berdekatan dengan kapsul hati. Ultrasonografi dapat menunjukkan letak dan ukuran
abses hati amebik. Ukuran terbesar Abses hati amebik mencapai 20 sentimeter.
5) Diagnosis
Diagnosis abses hepar amebik ditegakkan melalui pemeriksaan klinis, pemeriksaan
laboratorium dan radiologi.4 Untuk diagnosa abses hepar amebik dapat juga digunakan
kriteria Sherlock (1969), kriteria Ramachandran (1973), atau kriteria Lamont dan Pooler.
Kriteria Sherlock (1969): hepatomegali yang nyeri tekan, respon baik terhadap obat
amebisid, leukositosis, peninggian difragma kanan dan pergerakan yang kurang, aspirasi
pus, pada USG didapatkan rongga dalam hati dan tes hemaglutinasi positif. Kriteria
Ramachandran (1973), bila didapatkan tiga atau lebih dari : hepatomegali yang nyeri,
riwayat disentri, leukositosis, kelainan radiologis dan respon terhadap terapi amebisid.
Lamont dan Pooler, bila didapatkan tiga atau lebih dari : hepatomegali yang nyeri,
kelainan hematologis, kelainan radiologis, pus amebik, tes serologik positif, kelainan
sidikan hati dan respon yang baik dengan terapi amebisid.4
6) Komplikasi
Komplikasi yang paling sering adalah ruptur abses sebesar 5-15,6% ruptur dapat
terjadi ke pleura, paru, perikardium, usus, intraperitoneal. Kadang-kadang dapat terjadi
superinfeksi, terutama setelah aspirasi atau drainase.
7) Pengobatan
a) Farmakologi
Pengobatan abses hepar amebik adalah metronidazole 3 kali 750 gram selam
5-10
hari.
Derivat
nitroimidazol
dapat
memberantas
tropozoit
intestinal/ekstraintestinal atau kista. Obat ini dapat diberikan secara oral atau
intravena. Dosis yang dianjurkan 4 kali 750 mg atau 4 kali 500 mg selama 5-10 hari.4
b) Aspirasi jarum
Pada abses yang kecil tidak perlu dilakukan aspirasi, kecuali untuk diagnostik.
Aspirasi hanya dilakukan pada ancaman ruptur atau gagal pengobatan konservatif.
Sebaiknya dilakukan dengan tuntunan USG. Aspirasi dapat dilakukan berulang-ulang
secara tertutup atau dilanjutkan dengan pemasangan kateter penyalir.4,2
c) Drainase secara operasi
Tindakan ini sekarang jarang dilakukan kecuali pada kasus tertentu seperti
abses dengan ancaman ruptur atau secara teknis susah dicapai atau gagal dengan
aspirasi biasa.4
2.3 Prognosis
Mortalitas abses hepar piogenik yang diobati dengan antibiotika yang sesuai bakterial
penyebab dan dilakukan drainase adalah 10-16%. Prognosis yang buruk apabila terjadi
keterlambatan diagnosis dan pengobatan, jika hasil kultur darah yang memperlihatkan
bakterial penyebab multipel, tidak dilakukan drainase terhadap abses, adanya ikterus,
hipoalbumin, efusi pleura, atau adanya penyakit lain.1,4
Mortalitas abses hepar amebik menurun secara tajam sejak digunakan Antibiotik.
Mortalitas di Rumah Sakit dengan fasilitas yang memadai sekitar 2 % dan pada fasilitas yang
kurang sekitar 10%. Pada kasus yang membutuhkan tindakan operasi mortalitas sekitar 12%,
jika ada peritonitis amebik, mortalitas dapat mencapai 40-50%. Kematian yang tinggi ini
disebabkan keadaan umum yang jelek, malnutrisi, ikterus atau renjatan. Sebab kematian
biasanya kerena sepsis atau sindrom hepatorenal.4
DAFTAR PUSTAKA
1. Waleleng, B.J. Wenas, Nelly Tendean. Abses Hati Piogenik. Dalam : Sudoyo Aru W.
dkk. (Eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. Hal 460-1
2. Patti, Marco. Et al. Liver abscess. (Online) : 2006. (http://www.emedicine.com,
diakses 16 Mei 2014)
3. Amirudin, Rivai. Fisiologi Dan Biokimia Hati. Dalam : Sudoyo Aru W. dkk. (Eds).
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006.Hal 415-6
4. Anonym. Liver abscess. (Online)
abscess.html, diakses 18 Mei 2014)
2007.
(http://www.drugs.com/cg/liver-