syarat-syarat hidup dan cara hidup; maka dalam persekutuan Gereja selayaknya pula terdapat
Gereja-gereja khusus, yang memiliki tradisi mereka sendiri (LG 13). Kekayaan yang luar biasa
akan perbedaan tidak menghalang-halangi kesatuan Gereja, tetapi dosa dan akibat akibatnya
membebani dan mengancam anugerah kesatuan ini secara terus-menerus. Karena itu Santo
Paulus harus menyampaikan nasihatnya, supaya memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai
sejahtera (Ef 4:3). (KGK 814)
Manakah ikatan-ikatan kesatuan? Terutama cinta, ikatan kesempurnaan (Kol 3:14). Tetapi
kesatuan Gereja penziarah juga diamankan oleh ikatan persekutuan yang tampak berikut ini:
pengakuan iman yang satu dan sama, yang diwariskan oleh para Rasul;
perayaan ibadat bersama, terutama Sakramen-sakramen;
suksesi apostolik, yang oleh Sakramen Tahbisan menegakkan kesepakatan sebagai saudarasaudari dalam keluarga Allah. (KGK 815)
Itulah satu-satunya Gereja Kristus Sesudah kebangkitan-Nya, Penebus kita menyerahkan
Gereja kepada Petrus untuk digembalakan. Ia mempercayakannya kepada Petrus_dan para Rasul
lainnya untuk diperluaskan dan dibimbing Gereja itu, yang di dunia ini disusun dan diatur
sebagai serikat, berada dalam [subsistit in] Gereja Katolik, yang dipimpin oleh pengganti Petrus
dan para Uskup dalam persekutuan dengannya (LG 8). Dekrit Konsili Vatikan II mengenai
ekumene menyatakan: Hanya melalui Gereja Kristus yang katoliklah, yakni upaya umum untuk
keselamatan, dapat dicapai seluruh kepenuhan upaya-upaya penyelamatan. Sebab kita percaya,
bahwa hanya kepada Dewan Para Rasul yang diketuai oleh Petrus-lah Tuhan telah
mempercayakan segala harta Perjanjian Baru, untuk membentuk satu Tubuh Kristus di dunia.
Dalam Tubuh itu harus disaturagakan sepenuhnya siapa saja, yang dengan suatu cara telah
termasuk Umat Allah (UR 3). (KGK 816)
GEREJA YANG KUDUS
Kekudusan Gereja dibicarakan dalam Konsili Vatikan II, konstitusi Lumen Gentium pada bab V.
Kekudusan Gereja bukanlah suatu sifat yang seragam, yang sama bentuknya untuk semua,
mealinkan semua mengambil bagian dalam satu kesucian Gereja, yang berasal dari Kristus, yang
mengikutsertakan Gereja dalam gerakan-Nya kepada Bapa oleh Roh Kudus.
Pada taraf misteri ilahi Gereja sudah suci : Didunia ini gereja sudah ditandai oleh kesucian yang
sungguhnya, meskipun tidak sempurna (LG 48). Ketidaksempurnaan ini menyangkut
pelaksanaan insani, sama seperti kesatuannya. Dalam hal kesucian pun yang pokok bukanlah
bentuk pelaksanaannya, melainkan sikap dasarnya.
Suci sebetulnya berarti yang dikhususkan bagi Tuhan. Jadi yang pertama-tama menyangkut
seluruh bidang sakral atau keagamaan. Yang suci bukan hanya tempat, waktu, barang yang
dikhususkan bagi Tuhan, atau orang. Malahan sebenarnya harus dikatakan bahwa yang kudus)
adalah Tuhan sendiri. Semua yang lain, barang maupun orang, disebut kudus karena termasuk
lingkup kehidupan Tuhan.
Kudus pertama-tama bukanlah termasuk kategori moral yang menyangkut kelakukan manusia,
melainkan kategori teologal (ilahi), yang menetukan hubungan dengan Allah.ini bukan berarti
kelakuan moral tidak penting. karena apa yang di khususkan bagi Tuhan, harus sempurna (Im
1:3, Rm 6:19, 22).
Gereja itu suci dan sekaligus harus dibersihkan, serta terus menerus menjalankan pertobatan
dan pembaruan (LG 8). Dimana kesucian Gereja adalah kesucian perjuangan, terus menerus
GEREJA YANG APOSTOLIK
Apostolik atau rasuli berarti bahwa Gereja berasal dari para rasul dantetap berpegang teguh
pada kesaksian iman mereka itu. Kesadaran bahwa Gereja dibangun atas dasar para rasul dan
pra nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru, sudah ada sejak zaman Gereja perdana
sendiri (bdk Ef 2:20, Bdk Why 21:14), tetapi sebagai sifat khusus keapostolikan baru disebut
akhir abad ke-4. Dalam perjanjian Baru kata rasul tidak hanya dipakai untuk keduabelas rasul
yang namanya disebut dalam Injil (lih Mat 10:1-4)
Hubungan historis itu tidak boleh dilihat sebagai macam estafet, yang didalamnya ajaran benar
bagaikan sebuah tongkat dari rasul-rasul tertentu diteruskan sampai kepada para uskup sekarang.
yang disebut Apostolik bukanlah para uskup, melainkan Gereja. Sifat apostolik berarti bahwa
Gereja sekarang mengaku diri sama dengan gereja Perdana, yakni Gereja para rasul. dimana
hubungan historis ini jangan dilihat sebagai pergantian orang, melainkan sebagai kelangsungan
iman dan pengakuan.
Sifat apostolik tidak berarti bahwa Gereja hanya mengulang-ulangi apa yang sejak dulu kala
sudah diajarkan dan dilakukan di dalam gereja, keapostolikan berarti bahwa dalam
perkembangan hidup, tergerak Roh Kudus, Gereja senantiasa berpegang pada Gereja para rasul
sebagai norma imannya. Bukan mengulangi, tetapi merumuskan dan mengungkapkan kembali
apa yang menjadi inti hidup iman. karena seluruh Gereja bersifat apostolik, maka seluruh Gereja
dan setiap anggotanya, perlu mengetahui apa yang menjadi dasar hidupnya.
Sifat Apostolik (yang betul-betul dihayati secara nyata) harus mencegah Gereja dari segala
rutinisme yang bersifat ikut-ikutan. Keapostolikan berarti bahwa seluruh Gereja dan setiap
anggotanya tidak hanya bertanggungjawab atas ajaran gereja, tetapi juga atas pelayanannya. Sifa
keapostolikan Gereja tidak pernah selesai, tetapi selalu merupakan tuntutan dan tantangan.
gereja, yang oleh Kristus dikehendaki satu, kudus, Katolik, apostoli, senantiasa harus
mengembangkan dan menemukan kembali kesatuan, kekatolikan, kaeapostolikan, dan terutama
kekudusannya. Sifat-sifat Gereja diimani, berarti harus dihayati, oleh Gereja seluruhnya dan oleh
masing-masing anggotanya.
o