Anda di halaman 1dari 82

TITRIMETRY AND

SPECTROPHOTOMETRY
For Micronutrient
Analysis
Ahmad Sulaeman, Ph.D.
Division of Food and Environmental Health
Management - Dept of Community Nutrition
FEMA IPB

Kuliah Analaisis Zat Gizi Micro Semester Ganjil 2010-2011

A. TITRIMETRI
 Satu teknik analitik yang memungkinkan
penetapan kuantitatif dari satu senyawa
spesifik (analit) yang terlarut dalam sampel.
 Didasarkan kepada satu reaksi yang sempurna
antara analit dan satu reagen yang telah
diketahui konsentrasinya yang ditambahkan
kepada sampel.
 Karena pengukuran volume memainkan
peranan kunci dalam titrasi, maka dikenal
sebagai analisis volumetrik.

Suatu jenis volumetri dimana analat direaksikan dengan


suatu bahan lain yang diketahui/dapat diketahui jumlah
molnya dengan tepat konsentrasi larutan bahan tsb
harus diketahui dengan teliti  larutan baku/larutan
standard
Reaksi dijalankan dengan titrasi yaitu suatu larutan
ditambahkan dari buret sedikit-dikit sampai jumlah zatzat yang direaksikan tepat ekivalen satu sama lain
titrasi dihentikan titik akhir titrasi
Larutan yang ditambahkan dari buret disebut titrant.
Larutan yang ditambah titrant disebut titrat

Titran

Titrat

Tipe Titrasi
1. Titrasi Asam-Basa:
Didasarkan kepada reaksi netralisasi antara
analit dan satu titran asam atau basa.
2. Titrasi Redoks:
Didasarkan kepada reaksi oksidasi-reduksi
antara analit dan titran.
3. Titrasi Kompleksiometri:
Didasarkan kepada pembentukan satu
kompleks antara analit dan titran. Chelating
agent EDTA sangat umum digunakan untuk
mentitrasi ion logam dalam larutan.

Tipe Titrasi
4. Titrasi Presipitimetri:
Didasarkan kepada pembentukan endapan
sebagai hasil reaksi antara analat dengan titran
5. Titrasi Karl Fisher (Coulometry)
Digunakan dalam penetapan kadar air dalam
sampel yang kadarnya sangat rendah

Tipe Titrasi Lainnya


Isothermal titration calorimeter menggunakan panas yang
dihasilkan atau dikonsumsi oleh reaksi untuk menetapkan titik
akhir. Ini penting dalam titrasi biokimia,seperti penetapan
bagaimana substrat mengikat enzim.
Thermometric titrimetry Titrasi ini berbeda dari titrimetri
kalorimetri karena panas reaksi tidakdigunakan untuk
menentukan jumlah analit dalam larutan sampel, sebaliknya
titik akhir ditentukan oleh laju perubahan suhu.
Spectroscopy dapat digunakan untuk mengukur absorpsi
cahaya oleh larutan selama titrasi, jika spektrum dari reaktan,
titran atau produk diketahui, Jumlah relatif produk dan
reaktan dapat digunakan untuk menentukan titik akhir.
Amperometry menggunakan perubahan arus untuk
mendeteksi titik akhir titrasi. Arus yang disebabkan oleh
oksidasi atau reduksi baik reaktan atau produk pada elektrode
yang bekerja akan tergantung kepada konsentrasi spesies
tersebut dalam larutan.

Teori Titrasi

Prosedur Titrasi
Titrasi dimulai dengan satu Erlenmeyer berisi reaktan
yang telah diketahui volumenya dan sedikit indikator
diletakkan di bawah satu buret berisi reagen.
Dengan mengontrol jumlah reagen yang ditambahkan ke
dalam reaktan, memungkinkan untuk mendeteksi titik
dimana indikator berubah warna.
Sepanjang indikator tersebut telah dipilih dengan benar,
titik saat terjadinya perubahan warna harusnya juga mrpk
titik reaktan dan reagen saling menetralkan.
Dengan membaca skala buret, volume reagen dapat
diukur. Begitu konsentrasi dari reagen diketahui, jumlah
mol dari reagen dapat dihitung (karena konsentrasi=mol).
Dari persamaan kimia yang melibatkan dua senyawa,
jumlah mol yang ada dalam reaktan dapat ditemukan.
Dan dengan membagi jumlah mol dari reaktan dengan
volumenya, konsentrasi bisa dihitung.

Tititk Akhir Titrasi


Dengan menggunakan satu burette yang telah
dikalibrasi untuk menambahkan titran, maka
dapat diketahui jumlah titran yang telah
digunakan dengan tepat ketika titik akhir
tercapai.
Titik akhir adalah titik dimana titrasi telah
sempurna terjadi seperti yang ditunjukkan oleh
suatu indikator.
Pada saat titik akhir tercapai, maka reaksi atau
tirasi harus segera dihentikan

Indikator Titik Akhir


Konduktan: konduktivitas dari satu larutan tergantung kepada
ion-ion yang terdapat di dalamnya. Selama titrasi, konduktivitas
berubah secara nyata. Sebagai contoh, selama titrasi asambasa, ion-ion H+ and OH- bereaksi membentuk H2O yang netral
dan ini mengubah konduktivitas dari larutan.
Perubahan warna: Dalam beberapa reaksi, larutan berubah
warna tanpa penambahan indikator. Contoh dalam reaksi redoks
ketika keadaan oksidasi dari produk dan reaktan yang berbeda
menghasilkan warna yang berbeda.
Precipitasi: Jika reaksi membentuk satu padatan, maka satu
presipitat akan terbentuk selama titrasi. Contoh klasik adalah
titrasi antara Ag+ and Cl- membentuk garam yang sangat tidak
larut AgCl. Namun ini biasanya menyebabkan sukar untuk
menentukan titikakhir secara tepat. Akibatnya, titrasi presipitasi
sering harus dikerjakan sebagai titrasi balik

Menentukan Titik Akhir Titrasi


Titrasi Asam-Basa:
Titrasi ini paling umum menggunakan satu
indikator pH, satu pHmeter,atau conductance
meter untuk menentukan titik akhir.
Titrasi Redoks:
Titrasi ini paling umum menggunakan satu
potentiometer atau satu indikator redoks untuk
menentukan titik akhir.
Sering reaktan atau titran mempunyai satu warna
yang cukup jelas sehingga tambahan indikator
tidak diperlukan.

Titrasi Kompleksiometri:
Titrasi ini umumnya memerlukan indikator
khusus yang membentuk kompleks yang lebih
lemah dengan analit.
Contoh yang umum adalah Eriochrome Black T
untuk titrasi ion kalsium dan magnesium.
Satu bentuk dari titrasi juga dapat digunakan
untuk menentukan konsentrasi virus atau bakteri.

Dalam titrasi klasik asam-basa kuat, titik akhir


titrasi adalah ketika pH dari reaktan sudah
sekitar 7, dan biasanya ditunjukkan dengan
berubahnya warna larutan yang dititrasi secara
permanen karena adanya satu indikator.
Dalam titrasi sederhana asam basa, dapat
digunakan satu indikator pH seperti
phenolphthalein, yang berubah warnanya
menjadi pink ketika satu nilai pH tertentu (sekitar
8.2) tercapai atau terlampaui. Contoh lain methyl
orange, yang berwarna merah dalam larutan
asam dan kuning dalam larutan basa.

Tidak tiap titrasi membutuhkan satu indikator.


Dalam beberapa kasus, reaktan atau produk bisa
sangat berwarna dan dapat bertindak sebagai
indikator.
Sebagai contoh, satu titrasi oksidasi-reduksi (redoks)
yang menggunakan potassium permanganate
(berwarna pink/purple) sebagai titran, tidak
memerlukan satu indikator.
Ketika titran direduksi, berubah menjadi tak berwarna.
Setelah titik eqivalen, terdapat kelebihan titran.
Titik ekivalen maka dicirikan dari warna pink pertama
yang bertahan dalam larutan yang sedang dititrasi.

Indikator Yang Dapat Digunakan


pH meter: merupakan satu potentiometer yang
menggunakan satu elektroda yang potentialnya
tergantung kepada jumlah ion H+ yang ada dalam
larutan.
Pada titik akhir akan terdapat perubahan tiba-tiba dalam
pH yangv terukur. Ini dapat lebih akurat darfipada
metode indikator dan sangat mudah diautomasi.
Potentiometer: mengukur electrode potential dari
larutan. Digunakan untuk titrasi berdasar reaksi redoks.
Potential dari electroda akan tiba-tiba berubah begitu
titikakhir tercapai.

Kurva Titrasi
Titrasi sering direkam pada kurva titrasi,
yang komposisinya umumnya identik.
independent variable merupakan volume
titrant, dan dependent variable merupakan
pH larutan (yang berubah tergantung
kepada komposisi dari dua larutan).

Karena sifat kurva pH yang logaritmik, transisi


umumnya sangat tajam dan karenanya satu
tetes tunggal titran sesaat sebelum titikakhir
dapat merubah pH secara nyata membawa
kepada perubahan warna yang cepat dalam
indikator.
Terdapat sedikit perbedaan antara perubahan
dalam warna indikator dengan titikekivalen
aktual dari titrasi  Kesalahan atau error ini
disebut sebagai satu error indikator.

Titik Ekivalen pada Kurva Titrasi


Titik ekivalen adalah satu titik nyata pada grafik
(titik dimana semua larutan, biasanya suatu
asam, telah dinetralkan oleh titran, biasanya
suatu basa).
Titik ini dapat dihitung secara tepat dengan
menemukan turunan kedua dari kurva titrasi dan
menghitung points of inflection (dimana grafik
berubah kelengkungannya; namun, dalam banyak
kasus, inspeksi visual sederhana dari kurva
sudah cukup (dalam kurva yang diberikan
kekanan,kedua titik ekivalen terlihat setelah 15
dan 30 mL larutan NaOH dititrasikan ke larutan
asam oksalat.

Untuk menghitung nilai pKa, harus menemukan


volume setengah titik ekivalen, dimana setengah
jumlah titran telah ditambahkan untuk membentuk
senyawa berikutnya (disini senyawa sodium
hydrogen oxalate, kemudian disodium oxalate).
Setengah jalan antara tiap titik ekivalen, pada 7.5
mL dan 22.5 mL, pH yang teramati adalah sekitar
1.5 and 4, yang memberikan nilai-nilai pKa.

Dalam asam monoprotic, titik setengah


jalan antara awal kurva (sebelum titran
telah ditambahkan) dan titik ekivalen
adalah nyata : pada titik tersebut,
konsentrasi dari dua larutan (titran dan
larutan asal) adalah setara. Karenanya
Henderson-Hasselbalch equation dapat
dipecahkan dengan cara ini:

Titrasi Balik
Istilah titrasi balik (back titration) digunakan bila
satu titrasi dilakukan secara terbalik
("backwards) bukan mentitrasi analit asal.
Satu standar dalam jumlah berlebih
ditambahkan ke dalam larutan, kemudian
kelebihannya dititrasi
Titrasi balik berguna
bila titik akhir dari titrasi kebalikan lebih mudah
diidentifikasi daripada titrasi yang normal.

jika reaksi antara analit dan titran sangat


lambat.

Excercises
1. Dalam penetapan vitamin C secara titrimetri
dengan metode dichloroindophenol, 100 g
sampel ditimbang dan diencerkan sampai 500
ml dengan larutan pengekstrak. 25 ml filtrate
tersebut kemudian dititrasi dengan larutan dye
(dichloroindophenol. Jumlah titran yang
digunakan adalah 9.1 ml dan konsentrasi asam
askorbat dalam larutan dye adalah 0.175
mg/ml. Hitunglah konsentrasi vitamin C dalam
sampel tersebut?

Excercises
2. 25,023 gram sampel ikan segar dikeringkan,
kemudian diabukan dan akhirnya dianalisis
kadar garamnya dengan metode titrasi Volhard.
Berat dari sampel setelah pengeringan adalah
5.001 gram dan berat abunya adalah 1,002
gram. Kemudian 30 ml AgNO3 0.1 N
ditambahkan kedalam sampel yang telah
diabukan. Endapan yang dihasilkan disaring
dan sejumlah kecil ferric ammonium sulfat
ditambahkan ke dalam filtrat. Filtrat kemudian
dititrasi dengan 3 ml KSCN 0.1 M sampai titik
akhir berwarna merah dicapai.

a. Berapakah kandungan air dari sampel ikan


tersebut?
b. Berapakah kandungan abu dari sampel atas
dasar basis kering?
c. Berapakah kadar garam dari sampel ikan segar
(BA Na=23, BA Cl= 35.5)

B. Spectroscopy Theory

Spectroscopy Theory
1. Spectroscopy deals with the production, measurement,
and interpretation of spectra arising from the interaction
of electromagnetic radiation with matter.
2. Many different spectroscopic methods are available for
solving a wide range of analytical problems.
3. The methods differ with respect to
1. the species to be analyzed (such as molecular or
atomic spectroscopy),
2. the type of radiation-matter interaction to be monitored
(such as absorption, emission, or diffraction), and
3. the region of the electromagnetic spectrum used in the
analysis.

Spectroscopy Theory
4. Spectroscopic methods are very informative and
widely used for both quantitative and qualitative
analyses.
5. Spectroscopic methods based on the absorption
or emission of radiation:
1. ultraviolet (UV),
2. visible (Vis),
3. infrared (IR), and
4. Radio (nuclear magnetic resonance, NMR)
6. Each of these methods is distinct in that it
monitors different types of molecular or atomic
transitions.

Energy Level Transitions in Spectroscopy


Absorption of Radiation
The absorption of radiation by an atom or
molecule is that process in which energy from a
photon of electromagnetic radiation is
transferred to the absorbing species.
When an atom or molecule absorbs a photon of
light, its internal energy increases by an amount
equivalent to the amount of energy in that
particular photon.
Therefore, in the process of absorption, the
species goes from a lower energy state to a
more excited state. In most cases, the species
is in the ground state prior to absorption.

Energy Level Transitions in Spectroscopy


Absorption of Radiation
Since the absorption process may be considered
quantitative, i.e., all of the photon's energy is transferred
to the absorbing species, the photon being absorbed
must have an energy content that exactly matches the
energy difference between the energy levels across
which the transition occurs.
This must be the case due to the quantized energy
levels of matters. Consequently, if one plots photon
energy versus the relative absorbance of radiation
uniquely composed of photons of that energy, one
observes a characteristic absorption spectrum, the
shape of which is determined by the relative absorbtivity
of photons of different energy.

Energy Level Transitions in Spectroscopy


Absorption of Radiation
The absorptivity of a compound is a
wavelength-dependent proportionality constant
that relates the absorbing species concentration
to its experimentally measured absorbance
under defined conditions.
A representative absorption spectrum covering a
portion of the UV radiation range is presented in
following figure

Wavelength
Region

Wavelength
limits

Type of Spectroscopy

Usual
Wavelength
Range

Types of transitions in
chemical systems with
similar energies

Gamma
rays
X-rays

0.01-1 A

Emission

<0.1 A

0.1-10 nm

Absorption, emission,
fluo-rescence, and
diffraction

0.1-l00 A

Nuclear proton/neutron
arrangements
Inner-shell electrons

Ultraviolet

10-380 nm

Absorption, emission,
and fluorescence

180-380 nm

Visible

380-750 nm

Absorption, emission,
and fluorescence

380-750 nm

Infrared

0.075-1000
m

Absorption

0.78-300 um

Microwave

0.1-100 cm

Absorption
Electron spin resonance

0.75-3.75mm
3 cm

Radiowave

1-1000 m

Nuclear magnetic
resonance

0.6-10 m

Outer-sheil electrons in
atoms, bonding electrons
in molecules
Same as ultraviolet
Vibrational position of
atoms in molecular bonds
Rotational position in
molecules

Orientation of unpaired
electrons in an applied
magnetic field
Orientation of nuclei in an
applied magnetic field

Emission of Radiation
Emission is essentially the reverse of the absorption
process, occurring when energy from an atom or
molecule is released in the form of a photon of radiation.
A molecule raised to an excited state will typically remain
in the excited state for a very short period of time before
relaxing back to the ground state.
There are several relaxation processes through which
an excited molecule may dissipate energy.
The most common relaxation process is for the excited
molecule to dissipate its energy through a series of small
steps brought on by collisions with other molecules.

Emission of Radiation
The energy is thus converted to kinetic energy, the net
result being the dissipation of the energy as heat. Under
normal conditions, the dissipated heat is not enough to
measurably affect the system.
In some cases, molecules excited by the absorption of
UV or Vis light will lose a portion of their excess energy
through the emission of a photon.
This emission process is referred to as either
fluorescence or phosphorescence, depending on the
nature of the excited state.
In molecular fluorescence spectroscopy, the photons
emitted from the excited species generally will be of
lower energy and longer wavelength than the
corresponding photons that were absorbed in the
excitation process.

Partial molecular energy level diagram including absorption,


vibrational relaxation, and fluorescence relaxation

UV-VIS Spectroscopy
One of the most commonly encountered
laboratory techniques in food analysis.
Electromagnetic radiation in the UV-Vis portion
of the spectrum ranges in wave-length from
approximately 200 to 700 um.
The UV range runs from 200 to 350 nm. and the
Vis range from 350 to 700 run
The UV range is colorless to the human eye,
while different wavelengths in the visible range
each have a characteristic color, ranging from
violet at the short wavelength end of the
spectrum to red at the long wavelength end of
the spec-trum.

UV-VIS Spectroscopy
Spectroscopy utilizing radiation in the UV-Vis
range may be divided into two general
categories, absorbance and fluorescence
spectroscopy, based on the type of
radiation-matter interaction that is being
monitored.
Each of these two types of spectroscopy may be
subdivided further into qualitative and
quantitative techniques.

Basis of Quantitative Absorption


Spectroscopy
The objective of quantitative absorption
spectroscopy is to determine the concentration
of analyte in a given sample solution.
The determination is based on the measurement
of the amount of light absorbed from a reference
beam as it passes through the sample solution.
In some cases, the analyte may naturally absorb
radiation in the UV-Vis range, such that the
chemical nature of the analyte is not modified
during the analysis.

Basis of Quantitative Absorption


Spectroscopy
In other cases, analytes that do not absorb
radiation in the UV-Vis range are chemically
modified during the analysis, converting them to
a species that absorbs radiation of the
appropriate wavelength.
In either case, the presence of analyte in the
solution will affect the amount of radiation
transmitted through the solution and, hence, the
relative transmittance or absorbance of the
solution may be used as an index of analyte
concentration.

Basis of Quantitative Absorption


Spectroscopy
In actual practice, the solution to be analyzed is
contained in an absorption cell and placed in the
path of radiation of a selected wavelength(s).
The amount of radiation passing through the
sample then is measured relative to a reference
sample.
The relative amount of light passing through the
sample is then used to estimate the analyte
concentration.

Basis of Quantitative Absorption


Spectroscopy
The radiation incident on the absorption cell, Po,
will have significantly greater radiant power than
the radiation exiting the opposite side of the cell,
P.
The decrease in radiant power as the beam
passes through the solution is due to the capture
(absorption) of photons by the absorbing
species. The relationship between the power of
the incident and exiting beams typically is
expressed in terms of either the transmittance or
the absorbance of the solution.

Basis of Quantitative Absorption


Spectroscopy
The transmittance (T) of a solution is defined
as the ratio of P to Po as given in Equation [1].
Transmittance also may be expressed as a
percentage as given in Equation [2].
T = P/Po
[1]
%T = (P/Po) x 100
[2]
where:
T = transmittance
Po = radiant power of beam incident on absorption cell
P = radiant power of beam exiting the absorption cell
%T = percent transmittance

Basis of Quantitative Absorption


Spectroscopy
The terms T and %T are intuitively appealing, as
they express the fraction of the incident light
absorbed by the solution. However, T and %T
are not directly proportional to the
concentration of the absorbing analyte in the
sample solution.
The nonlinear relationship between
transmittance and concentration is an
inconvenience since analysts are generally
interested in analyte concentrations.

Basis of Quantitative Absorption


Spectroscopy
A second term used to describe the relationship
between P and Po is absorbance (A).
Absorbance is defined with respect to T as
shown in Equation [3].
A = log (Po/P) = -log T = 2-log%T
where:

[31

A = absorbance
T, %T as in Equations [1] and [21, respectively

Basis of Quantitative Absorption


Spectroscopy
The relationship between the absorbance of a
solution and the concentration of the absorbing
species is known as Beer's law (Equation [4]).
A = abc
or A = bc
where:
A = absorbance
c = concentration of absorbing species
b = path length through solution (cm)
a = absorptivity
= molar absorptivity

Attenuation of a beam of radiation as it passes through a cuvette


containing an absorbing solution.

Larutan Standard dan Perhitungan

Instrumentasi
7. Ada dua jenis spektrofotometer:
1. Single beam
2. Double beam

INSTRUMENTASI

INSTRUMENTASI
Single Beam Spectrophotometer

INSTRUMENTASI

Double Beam in space


Spectrophotometer

Double Beam in time


Spectrophotometer

Ratio Beam Spectrophotometer Model U-1800

Double-Beam Spectrophotometer Model U-2800

UV-Visible Spectrophotometer U-3010/U-3310

FLUOROMETRI

Fluorescence
Spectrophotometer F-2500

Fluorometry merupakan salah satu


teknik spektroskopi yang berdasarkan
pada pengukuran fluoresensi sebagai
ganti dari absorbansi pada
absorptiometri.
Instrumen yang digunakan dapat
berupa fluorometer, spektrofluorometer
atau fluorospektofotometer.
Fluorescent Spectrophotometer atau
Fluorospectrofotometer merupakan
kombinasi antara fluorometer dan
spektrofluorometer.

FLUOROMETRI
Teknik ini digunakan untuk menganalisis
komponen-komponen kimia dalam
bahan bahan yang bila dieksitasi oleh
radiasi elektromagnetik akan
memancarkan radiasi fluoresent.
Instrument ini akan mengukur radiasi
fluorescent dari komponen bahan yang
dianalisis tersebut.
Proses pemancaran radiasi oleh suatu
zat setelah zat tersebut diradiasi
sebelumnya disebut sebagai
fluoresensi.

Instrumentasi Fluorescen
Spectrofotometri
(1) sumber radiasi
(2) filter dan monokromator
(3) detector
(4) sel

PRINSIP KERJA INSTRUMEN

PRINSIP KERJA FLUOROMETER

Mula-mula berkas radiasi melewati filter eksitasi atau


monokromator eksitasi sebagian berkas
mengeksitasi sampel emisi
Radiasi fluoresensi diemisikan oleh sampel emisi
dilewatkan pada filter kedua (filter emisi) atau
monokromator kedua diukur intensitas fluoresensinya
melalui detector (fotosel) dan dibaca dengan meter
atau direkam dengan rekorder.
Radiasi fluoresesni yang diukur adalah radiasi yang
diemisikan oleh sampel dengan sudut 90o dari arah
berkas radiasi eksitasi.
Pada Fluorospectrofotometer, untuk mengeksitasi
sampel digunakan filter dan untuk meneruskan radiasi
fluorescent digunakan monokromator.

KEUNTUNGAN ANALISIS MENGGUNAKAN TEKNIK FLUOROMETRI

Fluorometri mempunyai keuntungan dibandingkan dengan


absorptiometri (spektrofotometer biasa yang berdasarkan pada
absorbansi) yaitu kemampuannya untuk mengukur konsentrasi
sampel yang rendah dengan ketepatan 100 kali lebih besar dari
absorptiometri.
Pada absorptiometeri suatu perbedaan antara kuantitas radiasi
yang terjadi Io dan kuantitas radiasi yang ditansmisikan dinyatakan
dalam Is. Level dimana sinyal Is menjadi hampir sama dengan
level noise digunakan sebagai limit deteksi.
Pada fluorometri, karena kuantitas fluoresensi, If, sendiri
dinyatakan sebagai satu sinyal, hanya dalam jumlah kecil
fluoresen dapat diamplifikasi secara elektrik untuk memungkinkan
deteksi. Selain itu, karena panjang gelombang fluoresensi dari
satu senyawa berbeda dari panjang gelombang eksitasinya
(incident light wavelength), panjang gelombang fluoresensi tidak
langsung dipengaruhi oleh radiasi eksitasi, sehingga berkontribusi
terhadap sensitifitas yang tinggi.

PEMANFAATAN DALAM BIDANG PANGAN

Fluorescence
Spectrophotometer F-2500

Sifat-sifat fluoresensi dapat terjadi


dalam sample baik yang berbentuk
gas, cairan, maupun padatan.
bahan-bahan yang dapat
mengalami fluoresensi bila dieksitasi
dapat dianalisis menggunakan
fluorespectrophotometer.
Bahan yang dapat dianalisis:
berbagai produk pertanian, pangan,
pakan ternak, seafod, dsb.

Fluorescence
Spectrophotometer F-2500

Komponen yang dapat dianalisis:


1. Se, K, Ca, Mn, Zn, Fe, Cu, As dalam
jumlah mikro
2. Thiamin (vitamin B1)
3. Riboflavin (vitamin B2)
4. Vitamin C (asam askorbat)
5. Ethoxyquinon (pada pakan ternak)
6. Decoquinate (pada pakan ternak)
7. Aflatoxin (pada pakan ternak)
8. Residu fungisida seperti: di-phenyl (DP),
o-phenyl-phenol (oPP), dan thiabendazole
(TBZ) pada jeruk
9. Berbagai sterol (cholesterol)
10.Histamin pada ikan
11.Skatole dan indole pada daging
12.asam oxolinat pada ikan

Fluorescence Spectrophotometer F-4500

EXERCISES
1. Why is it common to use absorbance values rather than
transmittance values when doing quantitative UV-Vis
spectroscopy?
2. For a particular assay, your plot of absorbance versus
concentration is not linear. Explain the possible reasons
for this.
3. What criteria should be used to choose an appropriate
wavelength at which to make absorbance measurements,
and why is that choice so important?
4. In a particular assay, the absorbance reading on the
spec-trophotometer for one sample is 2.033 and for
another sample 0.032. Would you trust these values?
Why or why not?

5. Explain the difference between electromagnetic radiation


in the UV and Vis ranges. How does quantitative
spec-troscopy using the UV range differ from that using
the Vis range?
6. What is actually happening inside the spectrophotome-ter
when the analyst "sets" the wavelength for a particu-lar
assay?
7. Considering a typical spectrophotometer, what is the
effect of decreasing the exit slit width of the
monochro-mator on the light incident to the sample?
8. Describe the similarities and differences between a
pho-totube and a photomultiplier tube. What is the
advan-tage of one over the other?

9. Your tab has been using an old single-beam


spectropho-tometer that must now be replaced by a new
spectropho-tometer. You obtain sales literature that
describes single-beam and double-beam instruments.
What are the basic differences between a single-beam
and a double-beam spectrophotometer, and what are the
advantages and disadvantages of each?
10. Explain the similarities and differences between UV-Vis
spectroscopy and fluorescence spectroscopy with regard
to instrumentation and principles involved. What is the
advantage of using fluorescence spectroscopy?

Anda mungkin juga menyukai