Halaman: 10/11
8.11
Obat reliever bekerja cepat untuk menghilangkan bronkokonstriksi dan gejala akut lain yang menyertai. Yang
termasuk dalam golongan ini adalah inhalasi beta 2-agonis short acting, kortikosteroid sistemik, antikolinergik
inhalasi, teofilin short acting dan beta 2-agonis oral short acting.
4.2.
Beta2-Agonis Inhalasi Short Acting
1.
Seperti beta2-agonis yang lain, obat ini menyebabkan relaksasi otot polos saluran nafas, meningkatkan
klirens mukosilier, mengurangi permeabilitas vaskuler dan mengatur pelepasan mediator dari sel mast dan
basofil. Merupakan obat pilihan untuk asma eksaserbasi akut dan pencegahan exercise induced asthma. Juga
dipakai untuk mengontrol bronkokonstriksi episodik. Pemakaian obat ini untuk pengobatan asma jangka
panjang tidak dapat mengontrol gejala asma secara memadai, juga terhadap variabilitas peak flow atau
hiperrespon saluran nafas. Hal ini juga dapat menyebabkan perburukan asma dan meningkatkan kebutuhan
obat antiinflamasi.
4.2.
Kortikosteroid Sistemik
2.
8.11
Walaupun onset dari obat ini adalah 4-6 jam, obat ini penting untuk mengobati eksaserbasi akut yang berat
karena dapat mencegah memburuknya eksaserbasi asma, menurunkan angka masuk UGD atau rumah sakit,
mencegah relaps setelah kunjungan ke UGD dan menurunkan morbiditas.Terapi oral lebih dipilih, dan
biasanya dilanjutkan 3-10 hari mengikuti pengobatan lain dari eksaserbasi. Diberikan 30 mg prednisolon tiap
hari untuk 5-10 hari tergantung derajad eksaserbasi. Bila asma membaik, obat bisa dihentikan atau
ditappering.
4.2.
Antikolinergik
3.
8.11
Obat antikolinergik inhalasi (ipratropium bromida, oxitropium bromida) adalah bronkodilator yang
memblokade jalur eferen vagal postganglion. Obat ini menyebabkan bronkodilatasi dengan cara mengurangi
tonus vagal intrinsik saluran nafas. Juga memblokade refleks bronkokonstriksi yang disebabkan iritan
inhalasi. Obat ini mengurangi reaksi alergi fase dini dan lambat juga reaksi setelah exercise. Dibanding beta 2agonis, kemampuan bronkodilatornya lebih lemah, juga mempunyai onset kerja yang lambat (30-60 menit
untuk mencapai efek maksimum). Efek sampingnya adalah menyebabkan mulut kering dan rasa tidak enak.
4.2.
Teofilin Short Acting
4.
8.11
Aminofilin atau teofilin short acting tidak efektif untuk mengontrol gejala asma persisten karena fluktuasi
yang besar didalam konsentrasi teofilin serum. Obat ini dapat diberikan pada pencegahan exercise induced
asthma dan menghilangkan gejalanya. Perannya dalam eksaserbasi masih kontroversi. Pada pemberian
beta2-agonis yang efektif, obat ini tidak memberi keuntungan dalam bronkodilatasi, tapi berguna untuk
meningkatkan respiratory drive atau memperbaiki fungsi otot respirasi dan memperpanjang respon otot
polos terhadap beta2-agonis short acting.
8.11
Merupakan bronkodilator yang merelaksasi otot polos saluran nafas. Dapat dipakai pada pasien yang tidak
dapat menggunakan obat inhalasi.
11
Gejala kronis yang minimal (idealnya tidak ada), termasuk gejala nokturnal.
4.3.1.
Langkah 1 : Asma Intermitten
11.22
Disebut asma intermiten bila pasien mengalami eksaserbasi (episode batuk, wheezing dan sesak) kurang dari
sekali seminggu dalam jangka waktu sedikitnya 3 bulan, dan eksaserbasi hanya berlangsung beberapa jam atau
hari.Gejala asma nokturnal tidak lebih dari 2 kali sebulan. Diantara eksaserbasi, pasien asimtomatis dan
mempunyai fungsi paru normal yaitu FEV 1 atau PEF lebih dari 80% prediksi dan variabilitas PEF kurang dari 20%.
Pengobatan mencakup pemberian obat sebelum exercise (beta 2-agonis inhalasi atau kromoglikat/nedokromil) dan
sebelum paparan alergen (sodium kromoglikat atau nedokromil). Untuk eksaserbasi diberikan beta 2-agonis
inhalasi short acting diberikan seperlunya untuk menghilangkan gejala asma. Antikolinergik inhalasi, beta 2-agonis
oral short acting dan teofilin short acting dapat dipertimbangkan sebagai pengganti beta 2-agonis inhalasi short
acting. Bila terapi diatas dibutuhkan lebih dari sekali seminggu dalam waktu lebih dari 3 bulan, pasien harus
ditingkatkan ke langkah berikutnya berdasar juga pada pengukuran PEF nya.
4.3.2.
Langkah 2 : Asma Persisten Ringan
11
Penderita mengalami eksaserbasi paling tidak sekali seminggu, tetapi kurang dari sekali sehari dalam waktu 3
bulan dan beberapa eksaserbasi mempengaruhi tidur dan aktivitas, dan atau jika pasien memiliki gejala kronis
yang memmerlukan pengobatan simtomatis hampir setiap hari dan kejadian gejala asma nokturnal lebih dari 2
kali sebulan. Pretreatment baseline PEF lebih dari 80% prediksi dan PEF variabilitas 20 sampai 30%.
Pasien ini membutuhkan obat controller setiap hari untuk mencapai dan menjaga asma terkontrol. Terapi primer
adalah antiinflamasi harian, berupa inhalasi kortikosteroid 200-500 mcg/hari beclometason dipropionat atau
budesonid atau ekuivalennya. Inhalasi beta2-agonis short acting bisa dipakai seperlunya untuk menghilangkan
gejala, tetapi pemakaiannya tidak lebih dari 3 sampai 4 kali sehari. Antikolinergik inhalasi, beta 2-agonis oral short
acting atau teofilin short acting dapat dipertimbangkan sebagai pengganti beta 2-agonis inhalasi short acting. Bila
gejala menetap, kortikosteroid inhalasi ditingkatkan dari 400 atau 500 menjadi 750 atau 800 mcg tiap hari BDP
atau ekuivalen. Sebagai alternatif untuk mengurangi gejala nokturnal dapat diberikan beta2-agonis long acting
dan dosis rendah kortikosteroid.
4.3.3.
Langkah 3 : Asma Persisten Sedang
11
Khas ditandai gejala harian dalam jangka waktu lama atau serangan asma nokturnal lebih dari sekali seminggu.
Pretreatment baseline PEF lebih dari 60% tapi kurang dari 80% prediksi dan PEF variabilitas 20 sampai 30%.
Pasien ini membutuhkan obat controller harian. Kortikosteroid inhalasi 800 sampai 2000 mcg BDP atau ekuivalen
tiap hari. Bisa dipakai bronkodilator long acting, terutama untuk mengontrol gejala mokturnal. Teofilin lepas
lambat, beta2-agonis oral lepas lambat atau beta 2-agonis inhalasi long acting bisa dipakai. Pemberian
antikolinergik dapat dipertimbangkan bila terjadi efek samping dengan pemakaian beta 2-agonis inhalasi. Beta2agonis inhalasi short acting bisa digunakan seperlunya untuk menghilangkan gejala, tetapi pemakaiannya tidak
boleh lebih dari 3 atau 4 kali sehari. Obat bronkodilator short acting yang lain bisa juga dipakai.
4.3.4.
Langkah 4 : Asma Persisten Berat
11
Penderita mengalami variabilitas yang besar, gejala yang terus menerus dan gejala nokturnal yang sering,
mempunyai aktivitas yang terbatas, dan kadang mengalami eksaserbasi berat walaupun sedang dalam
pengobatan. Pretreatment baseline PEF kurang dari 60% prediksi dan variabilitas PEF lebih dari 30%. Untuk
mengontrol asma ini mungkin tidak bisa, tujuan pengobatan adalah gejala berkurang, berkurangnya kebutuhan
Klasifikasi
Berat Asma
Intermitten
TERAPI
TUJUAN
Mild Persistent
Moderate Persistent
- Terapi harian
inhalasikortikosteroid dosis
sedang, beta agonis jangka
panjang
Severe Persistent
beta2-agonis short acting, tercapainya PEF terbaik, variasi cicardian yang berkurang dan pengurangan efek
samping pengobatan.
Terapi membutuhkan obat controller harian kombinasi. Terapi primer adalah kortikosteroid inhalasi dosis tinggi
lebih dari 800-2000 mcg BDP atau ekuivalen. Teofilin lepas lambat oral atau beta 2-agonis oral, dan atau beta2agonis inhalasi long acting juga diberikan sebagai tambahan kortikosteroid. Percobaan menggunakan
antikolinergik harus juga dipertimbangkan terutama pada mereka yang mengalami efek samping bila memakai
beta2-agonis. Beta2-agonis inhalasi short acting bisa diberikan lebih dari 3 atau 4 kali sehari untuk menghilangkan
gejala. Kortikosteroid oral jangka panjang memakai dosis terendah yang masih mempunyai efek terapi.
Klik paru
18
Sedangkan untuk terapi farmakologi, dapat dibagi menjadi dua jenis pengobatan
yaitu:
Quick-relief medicines, yaitu pengobatan yang digunakan untuk merelaksasi
otot-otot di saluran pernafasan, memudahkan pasien untuk bernafas,
memberikan kelegaan bernafas, dan digunakan saat terjadi serangan asma
(asthma attack). Contohnya yaitu bronkodilator.
Long-term medicines, yaitu pengobatan yang digunakan untuk mengobati
inflamasi pada saluran pernafasan, mengurangi udem dan mukus berlebih,
memberikan kontrol untuk jangka waktu lama, dan digunakan untuk membantu
mencegah timbulnya serangan asma (asthma attack). Contohnya yaitu
kortikosteroid bentuk inalasi.
Obat-obat asma yang digunakan antara lain bronkodilator (simpatomimetika:
salbutamol, metilsantin: teofilin, antikolinergik: apratropium bromide),
kortikosteroid (prednisolon, budesonida,dll) dan obat-obatan lain seperti
ekspektoran (guaifenesin), mukolitik (bromheksin), antihistamin (ketotifen), dan
antileukotrien (zafirlukast). Untuk memaksimalkan pengobatan asma biasanya
digunakan kombinasi beberapa obat. Obat-obat asma tersedia dalam berbagai
macam bentuk sediaan, yaitu oral, parenteral, dan inhalasi. Namun yang akan
dibahas lebih lanjut disini yaitu kortikosteroid bentuk inhalasi.
KORTIKOSTEROID INHALASI
Kortikosteroid terdapat dalam beberapa bentuk sediaan antara lain oral,
parenteral, dan inhalasi. Ditemukannya kortikosteroid yang larut lemak (lipidsoluble) seperti beclomethasone, budesonide, flunisolide, fluticasone, and
triamcinolone, memungkinkan untuk mengantarkan kortikosteroid ini ke saluran
pernafasan dengan absorbsi sistemik yang minim. Pemberian kortikosteroid
secara inhalasi memiliki keuntungan yaitu diberikan dalam dosis kecil secara
langsung ke saluran pernafasan (efek lokal), sehingga tidak menimbulkan efek
samping sistemik yang serius. Biasanya, jika penggunaan secara inhalasi tidak
mencukupi barulah kortikosteroid diberikan secara oral, atau diberikan bersama
dengan obat lain (kombinasi, misalnya dengan bronkodilator). Kortikosteroid
inhalasi tidak dapat menyembuhkan asma. Pada kebanyakan pasien, asma akan
kembali kambuh beberapa minggu setelah berhenti menggunakan kortikosteroid
inhalasi, walaupun pasien telah menggunakan kortikosteroid inhalasi dengan
dosis tinggi selama 2 tahun atau lebih. Kortikosteroid inhalasi tunggal juga tidak
efektif untuk pertolongan pertama pada serangan akut yang parah.
Berikut ini contoh kortikosteroid inhalasi yang tersedia di Indonesia antara lain:
Nama
generik
Nama dagang di
Indonesia
Bentuk
Sediaan
Beclometh
asone
dipropiona
Becloment(beclo
methasone
dipropionate
Inhalasi
aerosol
Dosis
dan
Aturan
pakai
Inhalasi
aerosol:
200g ,
te
200g/ dosis)
Pulmicort (budeso
nide
Budesonid
e
Fluticason
e
2 kali
seharian
ak: 50100 g
2 kali
sehari
100 g, 200 g,
400 g / dosis)
Flixotide (flutikaso
n propionate50
g , 125 g
/dosis)
Inhalasi
aerosolS
erbuk
inhalasi
Inhalasi
aerosol:
200 g,
2 kali
sehariSe
rbuk
inhalasi:
2001600 g
/ hari
dalam
dosis
terbagia
nak:
200-800
g/ hari
dalam
dosis
terbagi
Inhalasi
aerosol
Dewasa
dan
anak >
16
tahun:
100-250
g, 2
kali
sehariAn
ak 4-16
tahun;
50-100
g, 2
kali
sehari
INDIKASI
Kortikosteroid inhalasi secara teratur digunakan untuk mengontrol dan
mencegah gejala asma.
KONTRAINDIKASI
Kontraindikasi bagi pasien yang hipersensitifitas terhadap kortikosteroid.
EFEK SAMPING
Efek samping kortikosteroid berkisar dari rendah, parah, sampai mematikan. Hal
ini tergantung dari rute, dosis, dan frekuensi pemberiannya. Efek samping pada
pemberian kortikosteroid oral lebih besar daripada pemberian inhalasi. Pada
pemberian secara oral dapat menimbulkan katarak, osteoporosis, menghambat
pertumbuhan, berefek pada susunan saraf pusat dan gangguan mental, serta
meningkatkan resiko terkena infeksi. Kortikosteroid inhalasi secara umum lebih
aman, karena efek samping yang timbul seringkali bersifat lokal
seperti candidiasis (infeksi karena jamur candida) di sekitar
mulut, dysphonia (kesulitan berbicara), sakit tenggorokan, iritasi tenggorokan,
dan batuk. Efek samping ini dapat dihindari dengan berkumur setelah
menggunakan sediaan inhalasi. Efek samping sistemik dapat terjadi pada
penggunaan kortikosteroid inhalasi dosis tinggi yaitu pertumbuhan yang
terhambat pada anak-anak, osteoporosis, dan karatak.
RESIKO KHUSUS
Pada anak-anak, penggunaan kortikosteroid inhalasi dosis tinggi menunjukkan
pertumbuhan anak yang sedikit lambat, namun asma sendiri juga dapat
menunda pubertas, dan tidak ada bukti bahwa kortikosteriod inhalasi dapat
mempengaruhi tinggi badan orang dewasa.
Hindari penggunaan kortikosteroid pada ibu hamil, karena bersifat teratogenik.
CARA PENGGUNAAN INHALER
Sebelum menarik nafas, buanglah nafas seluruhnya, sebanyak mungkin
Ambillah inhaler, kemudian kocok
Peganglah inhaler, sedemikian hingga mulut inhaler terletak dibagian bawah
Tempatkanlah inhaler dengan jarak kurang lebih dua jari di depan mulut (jangan
meletakkan mulut kita terlalu dekat dengan bagian mulut inhaler)
Bukalah mulut dan tariklah nafas perlahan-lahan dan dalam, bersamaan dengan
menekan inhaler (waktu saat menarik nafas dan menekan inhaler adalah waktu
yang penting bagi obat untuk bekerja secara efektif)
Segera setelah obat masuk, tahan nafas selama 10 detik (jika tidak membawa
jam, sebaiknya hitung dalam hati dari satu hingga sepuluh)
Setelah itu, jika masih dibutuhkan dapat mengulangi menghirup lagi seperti cara
diatas, sesuai aturan pakai yang diresepkan oleh dokter
Setelah selesai, bilas atau kumur dengan air putih untuk mencegah efek
samping yang mungkin terjadi.
PENUTUP
Pengobatan asma harus dilakukan secara tepat dan benar untuk mengurangi
gejala yang timbul. Pengobatan asma memerlukan kerja sama antara pasien,
keluarga, dan dokternya. Oleh karena itu pasien asma dan keluarganya harus
diberi informasi lengkap tentang obat yang dikonsumsinya; kegunaan, dosis,
aturan pakai, cara pakai dan efek samping yang mungkin timbul. Pasien
hendaknya juga menghindari faktor yang menjadi penyebab timbulnya asma.
Selain itu, pasien harus diingatkan untuk selalu membawa obat asma
kemanapun dia pergi, menyimpan obat-obatnya dengan baik, serta mengecek
tanggal kadaluarsa obat tersebut. Hal ini perlu diperhatikan agar semakin hari
kualitas hidup pasien semakin meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1998, Buku Saku Kedokteran Dorland edisi 25, Penerbit ECG, Jakarta
Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta
Boushey H.A., 2001, Obat-obat Asma dalam Katzung, B.G., Farmakologi Dasar &
Klinik, Ed.I, diterjemahkan oleh Sjbana, D., dkk, Salemba Medika, Jakarta
Brenner, MD, 2005, Current Clinical Strategies , Laguna Hills, California
Dipiro,JT., dkk, 2005, Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Sixth
Edition, The McGraw-Hill Companies, Inc.., USA
Advertisements
RELATED
Henny
farmakoterapi-info
@sdr. Huntoyo
Walaupun anda merasakan gejala-gejala asma, bukan berarti dengan mudah
anda mengobatinya langsung dengan obat asma yang dijual bebas, akan lebih
baik apabila anda pergi ke dokter sehingga mendapatkan penegakan diagnosis
yang tepat. Dengan diagnosis yang tepat, maka harapannya obat yang anda
peroleh juga menjadi tepat. apabila anda sudah jelas menderita asma, maka
Ipratropium Bromide
Indikasi
Larutan Inhalasi
Dalam dosis tinggi, obat ini dapat menimbulkan bronkokonstriksi pada beberapa
pasien, glaukoma sudut sempit, obstruksi saluran kencing karena hipertrofi
prostat
Efek samping
Mulut kering, iritasi tenggorokan atau reaksi alergi; peninggian tekanan intra
okular pada penderita glaukoma sudut sempit bila salah satu masuk ke mata
Interaksi obat