KONSEP MEDIS
A. Defenisi
Efusi pleura adalah akumulasi cairan yang berlebihan pada rongga pleura,
cairan tersebut mengisi ruangan yang mengelilingi paru. Cairan dalam jumlah
yang berlebihan dapat mengganggu pernapasan dengan membatasi peregangan
paru selama inhalasi.
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya cairan pleura dalam
jumlah yang berlebihan di dalam rongga pleura, yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran cairan pleura. Dalam
keadaan normal, jumlah cairan dalam rongga pleura sekitar 10-200 ml. Cairan
pleura komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada cairan pleura
mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu <1,5 gr/dl. Pleura adalah membra
tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura visceralis dan parietalis. Secara histologis
kedua lapisan ini terdiri dari sel mesothelial, jaringaan ikat, dan dalam keadaan
normal, berisikan lapisan cairan yang sangat tipis. Membran serosa yang
membungkus parekim paru disebut pleura viseralis, sedangkan membran serosa
yang melapisi dinding thorak, diafragma, dan mediastinum disebut pleura
parietalis. Rongga pleura terletak antara paru dan dinding thoraks. Rongga pleura
dengan lapisan cairan yang tipis ini berfungsi sebagai pelumas antara kedua
pleura. Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hillus paru. Dalam hal ini, terdapat
perbedaan antara pleura viseralis dan parientalis diantaranya:
a. Pleura visceralis :
1) Permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesothelial yang tipis < 30mm.
2) Diantara celah-celah sel ini terdapat sel limfosit
3) Di bawah sel-sel mesothelial ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit
dan histiosit
1
4) Di bawahnya terdapat lapisan tengah berupa jaringan kolagen dan seratserat elastik
5) Lapisan terbawah terdapat jaringan interstitial subpleura yang banyak
mengandung pembuluh darah kapiler dari arteri Pulmonalis dan arteri
Brakhialis serta pembuluh limfe
6) Menempel kuat pada jaringanparu
7) Fungsinya untuk mengabsorbsi cairan Pleura
b. Pleura parietalis
1) Jaringan lebih tebal terdiri dari sel-sel mesothelial dan jaringan ikat
(kolagen dan elastis)
2) Dalam jaringan ikat tersebut banyak mengandung kapiler dari a.
Intercostalis dan arteri Mamaria interna, pembuluh limfe, dan banyak
reseptor saraf sensoris yang peka terhadap rasa sakit dan perbedaan
temperatur. Keseluruhan berasal nervus Intercostalis dinding dada dan
alirannya sesuai dengan dermatom dada.
3) Mudah menempel dan lepas dari dinding dada di atasnya
4) Fungsinya untuk memproduksi cairan pleura
B. Etiologi
Penyebab paling sering efusi pleura transudatif di USA adalah oleh karena
penyakit gagal jantung kiri, emboli paru, dan sirosis hepatis, sedangkan penyebab
efusi pleura eksudatif disebabkan oleh pneumonia bakteri, keganasan (ca paru, ca
mammae, dan lymphoma merupakan 75 % penyebab efusi pleura oleh karena
kanker), infeksi virus.
Transudat
Eksudat
warna
Jernih
BJ
< 1,016
< 1,016
Jumlah set
Sedikit
Jenis set
Rivalta
Negatif
Negatif
Glukosa
60 mg/dl (= GD plasma)
60 mg/dl (bervariasi)
Protein
< 0,5
< 0,5
LDH
< 0,6
< 0,6
paeumonie,
Staphylococcus
aureus,
Pseudomonas,
Hemophillus, E. Coli, Pseudomonas, Bakteriodes, Fusobakterium, dan lainlain). Penatalaksanaan dilakukan dengan pemberian antibotika ampicillin dan
metronidazol serta mengalirkan cairan infus yang terinfeksi keluar dari rongga
pleura.
4
3. Pleuritis
karena
fungi
penyebabnya:
Aktinomikosis,
Aspergillus,
dilakukannya
tube
thoracostomy
pada
pasien
dengan
efusi
parapneumonik:
Adanya pus yang terlihat secara makroskopik di dalam kavum pleura
Mikroorganisme terlihat dengan pewarnaan gram pada cairan pleura
Kadar glukosa cairan pleura kurang dari 50 mg/dl
Nilai pH cairan pleura dibawah 7,00 dan 0,15 unit lebih rendah daripada
nilai pH bakteri
Penanganan
keadaan
ini
tidak
boleh
terlambat
karena
efusi
tekanan kapiler dinding dada sehingga terjadi peningkatan filtrasi pada pleura
parietalis. Di samping itu peningkatan tekanan kapiler pulmonal akan
menurunkan kapasitas reabsorpsi pembuluh darah subpleura dan aliran getah
bening juga akan menurun (terhalang) sehingga filtrasi cairan ke rongg pleura dan
paru-paru meningkat.
Tekanan hidrostatik yang meningkat pada seluruh rongga dada dapat juga
menyebabkan efusi pleura yang bilateral. Tapi yang agak sulit menerangkan
adalah kenapa efusi pleuranya lebih sering terjadi pada sisi kanan.
Terapi ditujukan pada payah jantungnya. Bila kelainan jantungnya teratasi
dengan
istirahat,
digitalis,
diuretik
dll,
efusi
pleura
juga
segera
Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-penderita
dengan tumor ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang dapat menimbulkan
sindrom serupa : tumor ovarium kistik, fibromyomatoma dari uterus, tumor
ovarium ganas yang berderajat rendah tanpa adanya metastasis. Asites timbul
karena sekresi cairan yang banyak oleh tumornya dimana efusi pleuranya terjadi
karena cairan asites yang masuk ke pleura melalui porus di diafragma. Klinisnya
merupakan penyakit kronis.
5. Dialisis Peritoneal
Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal. Efusi terjadi
unilateral ataupun bilateral. Perpindahan cairan dialisat dari rongga peritoneal ke
rongga pleura terjadi melalui celah diafragma. Hal ini terbukti dengan samanya
komposisi antara cairan pleura dengan cairan dialisat.
6. Darah
Adanya darah dalam cairan rongga pleura disebut hemothoraks. Kadar Hb
pada hemothoraks selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah
hemothorak yang baru diaspirasi tidak membeku beberapa menit. Hal ini mungkin
karena faktor koagulasi sudah terpakai sedangkan fibrinnya diambil oleh
permukaan pleura. Bila darah aspirasi segera membeku, maka biasanya darah
tersebut berasal dari trauma dinding dada.
b. Berdasarkan Kuman Penyebab
1. Mycobacterium Tuberculosis
a.
Bakteriologi
Penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini adalah
sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 mm dan tebal 030,6 mm. Kuman ini tahan terhadap asam dikarenakan kandungan asam lemak
(lipid) di dindingnya. Kuman ini dapat hidup pada udara kering maupun dingin.
Hal ini karena kuman berada dalam sifat dormant yang suatu saat kuman dapat
bangkit kembali dan aktif kembali.
Tuberkulosis Primer
Penularan terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersihkan keluar
menjadi droplet nudei dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung dari
ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang baik dan kelembaban. Dalam
suasana lembab dan gelap, kuman dapat tahan berhari-hari sampai
berbulan-bulan. Bila partikel infeksi terhisap oleh oang sehat, ia akan
menempel pada jalan napas atau paru-paru. Kuman dapat masuk lewat
luka pada kulit atau mukosa tapi hal ini sangat jarang terjadi.
Kuman yang menetap di jaringan paru, ia tumbuh dan berkembang
biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini ia dapat terbawa ke organ tubuh
lain. Kuman yang bersarang tadi akan membentuk sarang tuberkulosis
pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer. Dari sarang
primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju illus
(limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening
hillus (limfadenitis regional). Sarang primer + limfangitis lokal +
limfadenitis regional = kompleks primer. Kompleks primer ini selanjutnya
dapat menjadi :
Tuberkulosis Post-Primer
Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-
tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (PostPrimer). Tuberkulosis Post-Primer ini dimulai dengan sarang dini yang
berlokasi di regio atas paru-paru (bagian apikal posterior lobus superior atau
inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus
hiller paru. Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil.
Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang
terdiri dari sel-sel histiosit dan sel Datia-Langhans (sel besar dengan banyak
inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan bermacam-macam jaringan ikat.
Bergantung dari imunitas penderita, virulensi, jumlah kuman, sarang
dapat menjadi :
1) Diresorpsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan jaringan parut
10
2) Sarang
yang
mula-mula
meluas,
tapi
segera
menyembuh
dan
11
12
Gagal jantung
Kadar
protein
Pankreatitis
darah
yang
Emboli paru
rendah
Tumor
Sirosis
Lupus eritematosus sistemik
Pneumonia
Pembedahan jantung
Blastomikosis
Cedera di dada
Koksidioidomikosis
Obat-obatan
Tuberkulosis
(hidralazin,
prokainamid,
isoniazid,
fenitoin,klorpromazin,
Histoplasmosis
Kriptokokosis
Abses dibawah diafragma
Artritis rematoid
nitrofurantoin,
bromokriptin,
dantrolen, prokarbazin)
Pemasanan
selang
untuk
13
Dalam keadaan normal, hanya ditemukan selapis cairan tipis yang memisahkan
kedua lapisan pleura. Jenis cairan lainnya yang bisa terkumpul di dalam rongga pleura
adalah darah, nanah, cairan seperti susu dan cairan yang mengandung kolesterol tinggi.
a) Hemotoraks (darah di dalam rongga pleura) biasanya terjadi karena cedera di dada.
Penyebab lainnya adalah:
1. Pecahnya sebuah pembuluh darah yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam
rongga pleura.
2. Kebocoran aneurisma aorta (daerah yang menonjol di dalam aorta) yang kemudian
mengalirkan darahnya ke dalam rongga pleura
3. Gangguan pembekuan darah. Darah di dalam rongga pleura tidak membeku secara
sempurna, sehingga biasanya mudah dikeluarkan melelui sebuah jarum atau selang.
b) Empiema (nanah di dalam rongga pleura) bisa terjadi jika pneumonia atau abses paru
menyebar ke dalam rongga pleura. Empiema bisa merupakan komplikasi dari:
1. Pneumonia
2. Infeksi pada cedera di dada
3. Pembedahan dada
4. Pecahnya kerongkongan
5. Abses di perut.
c) Kilotoraks (cairan seperti susu di dalam rongga dada) disebabkan oleh suatu cedera
pada saluran getah bening utama di dada (duktus torakikus) atau oleh penyumbatan
saluran karena adanya tumor.
d) Rongga pleura yang terisi cairan dengan kadar kolesterol yang tinggi terjadi karena
efusi pleura menahun yang disebabkan oleh tuberkulosis atau artritis rematoid.
C. Manifestasi Klinik
Pada kebanyakan penderita umumnya asimptomatis atau memberikan gejala
demam, ringan dan berat badan yang menurun seperti pada efusi yang lain. Nyeri dada :
dapat menjalar ke daerah permukaan karena inervasi syaraf interkostalis dan segmen
torakalis atau dapat menyebar ke lengan. Nyerinya terutama pada waktu bernafas
dalam, sehingga pernafasan penderita menjadi dangkal dan cepat dan pergerakan
pernapasan pada hemithorak yang sakit menjadi tertinggal. Sesak napas : terjadi pada
waktu permulaan pleuritis disebabkan karena nyeri dadanya dan apabila jumlah cairan
efusinya meningkat, terutama kalau cairannya penuh. Batuk : pada umumnya non
produktif dan ringan,terutama apabila disertai dengan proses tuberkulosis di parunya.
Gejala yang paling sering ditemukan (tanpa menghiraukan jenis cairan yang
terkumpul ataupun penyebabnya) adalah sesak nafas dan nyeri dada (biasanya bersifat
tajam dan semakin memburuk jika penderita batuk atau bernafas dalam). Kadang
beberapa penderita tidak menunjukkan gejala sama sekali.
Batuk
Cegukan
Nyeri perut.
Dan anamnesa didapatkan :
Sesak nafas
tertinggal
Simptom yang dominan adalah sakit yang tiba-tiba seperti ditikam dan
diperberat oleh bernafas dalam atau batuk. Pleura visceralis tidak sensitif, nyeri
dihasilkan dari pleura parietalis yang inflamasi dan mendapat persarafan dari
nervus intercostal. Nyeri biasanya dirasakan pada tempat-tempat terjadinya pleuritis,
tapi bisa menjalar ke daerah lain :
1)
Iritasi
dari
diafragma
pleura
posterior dan perifer yang dipersarafi oleh G. Nervuis intercostal terbawah bisa
menyebabkan nyeri pada dada dan abdomen.
2)
D. Patofisiologi
Pada umumnya, efusi terjadi karena penyakit pleura hampir mirip plasma
(eksudat) sedangkan yang timbul pada pleura normal merupakan ultrafiltrat plasma
(transudat). Efusi dalam hubungannya dengan pleuritis disebabkan oleh peningkatan
permeabilitas pleura parietalis sekunder (efek samping dari) peradangan atau
keterlibatan neoplasma. Contoh bagi efusi pleura dengan pleura normal adalah payah
jantung kongestif. Pasien dengan pleura yang awalnya normal pun dapat mengalami
efusi pleura ketika terjadi payah/gagal jantung kongestif. Ketika jantung tidak dapat
1. Pengobatan Kausal
Pleuritis TB diberi pengobatan anti TB. Dengan pengobatan ini cairan efusi dapat
diserap kembali untuk menghilangkan dengan cepat dilakukan thoraxosentesis.
Pleuritis karena bakteri piogenik diberi kemoterapi sebelum kultur dan sensitivitas
bakteri didapat, ampisilin 4 x 1 gram dan metronidazol 3 x 500 mg. Terapi lain
yang lebih penting adalah mengeluarkan cairan efusi yang terinfeksi keluar dari
rongga pleura dengan efektif.
2. Thoraxosentesis, indikasinya :
Bila terapi spesifik pada penyakit primer tidak efektif atau gagal
Terjadinva piopneumothoraxs
4. Pleurodesis
Tindakan melengketkan pleura visceralis dengan pleura parietalis dengan
menggunakan zat kimia (tetrasiklin, bleomisin, thiotepa, corynebacterium, parfum, talk)
atau tindakan pembedahan. Tindakan dilakukan bila cairan amat banyak dan selalu
terakumulasi kembali.
Pada dasarnya pengobatan efusi pleura tuberkulosis sama dengan efusi pleura pada
umumnya, yaitu dengan melakukan torakosentesis (mengeluarkan cairan pleura) agar
keluhan sesak penderita menjadi berkurang, terutama untuk efusi pleura yang berisi penuh.
Beberapa peneliti tidak melakukan torakosentesis bila jumlah efusi sedikit, asalkan terapi
obat anti tuberkulosis diberikan secara adekuat. Jika jumlah cairannya sedikit, mungkin
hanya perlu dilakukan pengobatan terhadap penyebabnya.Jika jumlah cairannnya banyak,
sehingga menyebabkan penekanan maupun sesak nafas, maka perlu dilakukan tindakan
drainase (pengeluaran cairan yang terkumpul).
Cairan bisa dialirkan melalui prosedur torakosentesis, dimana sebuah jarum (atau
selang) dimasukkan ke dalam rongga pleura. Torakosentesis biasanya dilakukan untuk
menegakkan diagnosis, tetapi pada prosedur ini juga bisa dikeluarkan cairan sebanyak 1,5
liter.
Jika jumlah cairan yang harus dikeluarkan lebih banyak, maka dimasukkan sebuah
selang melalui dinding dada.
Pada empiema diberikan antibiotik dan dilakukan pengeluaran nanah.Jika
nanahnya sangat kental atau telah terkumpul di dalam bagian fibrosa, maka pengaliran
nanah lebih sulit dilakukan dan sebagian dari tulang rusuk harus diangkat sehingga bisa
dipasang selang yang lebih besar. Kadang perlu dilakukan pembedahan untuk memotong
lapisan terluar dari pleura (dekortikasi).
Pada tuberkulosis atau koksidioidomikosis diberikan terapi antibiotik jangka
panjang. Pengumpulan cairan karena tumor pada pleura sulit untuk diobati karena cairan
cenderung untuk terbentuk kembali dengan cepat. Pengaliran cairan dan pemberian obat
antitumor kadang mencegah terjadinya pengumpulan cairan lebih lanjut. Jika
pengumpulan cairan terus berlanjut, bisa dilakukan penutupan rongga pleura. Seluruh
cairan dibuang melalui sebuah selang, lalu dimasukkan bahan iritan (misalnya larutan atau
serbuk doxicycline) ke dalam rongga pleura. Bahan iritan ini akan menyatukan kedua
lapisan pleura sehingga tidak lagi terdapat ruang tempat pengumpulan cairan tambahan.
Jika darah memasuki rongga pleura biasanya dikeluarkan melalui sebuah selang.
Melalui selang tersebut bisa juga dimasukkan obat untuk membantu memecahkan bekuan
darah (misalnya streptokinase dan streptodornase).
Jika perdarahan terus berlanjut atau jika darah tidak dapat dikeluarkan melalui
selang, maka perlu dilakukan tindakan pembedahan.Pengobatan untuk kilotoraks
dilakukan untuk memperbaiki kerusakan saluran getah bening. Bisa dilakukan
pembedahan atau pemberian obat antikanker untuk tumor yang menyumbat aliran getah
bening.
F. Pencegahan
Lakukan pengobatan yang adekuat pada penyakit-penyakit dasarnya yang dapat
menimbulkan efusi pleura. Merujuk penderita ke rumah sakit yang lebih lengkap bila
diagnosa kausal belum dapat ditegakkan.
G. Diagnosis
Pada pemeriksaan fisik, dengan bantuan stetoskop akan terdengar adanya
penurunan suara pernafasan. Apabila cairan yang terakumulasi lebih dari 500 ml,
biasanya akan menunjukkan gejala klinis seperti penurunan pergerakan dada yang
terkena efusi pada saat inspirasi, pada pemeriksaan perkusi didapatkan dullness/pekak,
auskultasi didapatkan suara pernapasan menurun, dan vocal fremitus yang menurun.
Untuk membantu memperkuat diagnosis, dilakukan pemeriksaan berikut:
a. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk
mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.
b. CT scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa
menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor
c. USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang
jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
d. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis
(pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam
rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).
e. Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka dilakukan
biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa.Pada sekitar
20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi
pleura tetap tidak dapat ditentukan.
f. Analisa cairan pleura
Efusi pleura didiagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan di
konfirmasi dengan foto thoraks. Dengan foto thoraks posisi lateral decubitus dapat
diketahui adanya cairan dalam rongga pleura sebanyak paling sedikit 50 ml, sedangkan
dengan posisi AP atau PA paling tidak cairan dalam rongga pleura sebanyak 300 ml.
Pada foto thoraks posisi AP atau PA ditemukan adanya sudut costophreicus yang tidak
tajam.
g. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan
yang terkumpul.
Bila efusi pleura telah didiagnosis, penyebabnya harus diketahui, kemudian
cairan pleura diambil dengan jarum, tindakan ini disebut thorakosentesis. Setelah
didapatkan cairan efusi dilakukan pemeriksaan seperti:
a. Komposisi kimia seperti protein, laktat dehidrogenase (LDH), albumin, amylase, pH,
dan glucose
b. Dilakukan pemeriksaan gram, kultur, sensitifitas untuk mengetahui kemungkinan
terjadi infeksi bakteri
c. Pemeriksaan hitung sel
pemeriksaan lebih singkat, hanya saja alat ini harganya mahal dan memerlukan
perawatan khusus.
d. Pemeriksaan tuberkulin
Seperti diketahui efusi pleura tuberkulosis adalah proses post primer
tuberkulosis yang sering terdapat pada penderita dewasa; jarang pada anak dan orang
tua. Karena menegakkan diagnosa efusi pleuratuberkulosis sangat sulit, terutama tanpa
adanya tuberkulosis paru, maka apabila ada penderita efusi pleura muda umur < 35
tahun disertai dengan pemeriksaan tuberkulin positip, dapat diterapi dengan obat anti
tuberkulosis.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
Pemberian Asuhan Keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan
hubungan kerjasama dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk mencapai tingkat
kesehatan yang optimal .
Perawat memerlukan metode ilmiah dalam melakukan proses terapeutik tersebut
yaitu proses keperawatan. Proses keperewatan dipakai untuk membantu perawat dalam
melakukan praktek keperawatan secara sistematis dalam mengatasi masalah keperawatan
yang ada, dimana keempat komponennya saling mempengaruhi satu sama lain yaitu :
pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi yang membentuk suatu mata rantai.
A. Pengkajian
Pengumpulan Data
Data-data yang dikumpulkan atau dikaji meliputi :
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin,
alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status
pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan effusi pleura
didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat
iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas
serta batuk non produktif.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda
seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun
dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan
yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya
tersebut.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC paru,
pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk
mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakitpenyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru
dan lain sebagainya.
f. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya
serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.
g. Pengkajian Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan
persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah
terhadap pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan
merokok, minum alkohol dan penggunaan obat-obatan bisa menjadi faktor
predisposisi timbulnya penyakit.
b. Pola nutrisi dan metabolism
Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan
pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien,
selain juga perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama
MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat
dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan metabolisme
akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan effusi pleura keadaan umumnya
lemah.
c. Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan ilusi dan
defekasi sebelumdan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah,
pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain
akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otototot tractus degestivus.
d. Pola aktivitas dan latihan
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan Px akan
cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal. Disamping itu pasien juga akan
mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada. Dan untuk memenuhi kebutuhan
ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan keluarganya.
e. Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh
terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat, selain itu akibat perubahan
kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit,
dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.
f. Pola hubungan dan peran
Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan peran,
misalkan pasien seorang ibu rumah tangga, pasien tidak dapat menjalankan
fungsinya sebagai seorang ibu yang harus mengasuh anaknya, mengurus suaminya.
Disamping itu, peran pasien di masyarakatpun juga mengalami perubahan dan
semua itu mempengaruhi hubungan interpersonal pasien.
g. Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat, tibatiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam, pasien
mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan
mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif
terhadap dirinya.
h. Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan, demikian juga dengan
proses berpikirnya.
i. Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse akan terganggu
untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan kondisi fisiknya
masih lemah.
j. Pola penanggulangan stress
Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan mengalami stress
dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter yang
merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya kepada
Tuhan dan menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan dari Tuhan.
l. pemeriksaan fisik
a. Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara
umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku
pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat
kecemasan dan ketegangan pasien. Perlu juga dilakukan pengukuran tinggi badan
berat badan pasien.
b. Sistem Respirasi
Inspeksi pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung,
iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun.
Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari
posisi trakhea dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan Px biasanya dyspneu.
Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya >
250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang
tertinggal pada dada yang sakit.
Suara perkusi redup sampai peka tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya
tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa
garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk.
Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan
dada, kurang jelas di punggung.
Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan
makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian
paru, mungkin saja akan ditemukan tanda-tanda auskultasi dari atelektasis kompresi
di sekitar batas atas cairan. Ditambah lagi dengan tanda i e artinya bila penderita
diminta mengucapkan kata-kata i maka akan terdengar suara e sengau, yang disebut
egofoni (Alsagaf H, Ida Bagus, Widjaya Adjis, Mukty Abdol, 1994,79)
c. Sistem Cardiovasculer
Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS 5
pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung. Palpasi untuk menghitung frekuensi
jantung (health rate) dan harus diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut
jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictus cordis. Perkusi untuk
menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar pekak. Hal ini bertujuan
untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri. Auskultasi untuk
menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah bunyi jantung III
yang merupakan gejala payah jantung serta adakah murmur yang menunjukkan
adanya peningkatan arus turbulensi darah.
d. Sistem Pencernaan
Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi
perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di
inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya
5-35 kali permenit. Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan
abdomen, adakah massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat
hidrasi pasien, apakah hepar teraba, juga apakah lien teraba. Perkusi abdomen
normal tympanik, adanya massa padat atau cairan akan menimbulkan suara pekak
(hepar, asites, vesika urinarta, tumor).
e. Sistem Neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan
pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau comma. refleks
patologis, dan bagaimana dengan refleks fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi
sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan
dan pengecapan.
f. Sistem Muskuloskeletal
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial, palpasi pada kedua
ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan pemerikasaan
capillary refil time. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan
TRANSUDAT
EKSUDAT
warna
Jernih
BJ
< 1,016
< 1,016
Jumlah set
Sedikit
Jenis set
Rivalta
Negatif
Negatif
Glukosa
60 mg/dl (= GD plasma)
60 mg/dl (bervariasi)
Protein
< 0,5
< 0,5
LDH
3)
sering dijumpai pada pankreatitis atau pneumoni. Bila erytrosit > 100000 (mm3
menunjukkan infark paru, trauma dada dan keganasan.
Misotel banyak : Jika terdapat mesotel kecurigaan TB bisa disingkirkan.
Sitologi : Hanya 50 - 60 % kasus- kasus keganasan dapat ditemukan sel ganas.
Sisanya kurang lebih terdeteksi karena akumulasi cairan pleura lewat mekanisme
obstruksi, preamonitas atau atelektasis (Alsagaff Hood, 1995 : 147,148)
4)
Bakteriologis
Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah pneamo cocclis,
pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi nafas
terdengar jelas.
Intervensi
Identifikasi faktor penyebab.
Rasional
Dengan mengidentifikasikan penyebab,
kita dapat menentukan jenis effusi
pleura
dapat
mengambil
yang terjadi.
sehingga
kondisi pasien.
Penurunan diafragma
memperluas
bisa maksimal.
derajat.
Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi,
RR
dan
tachcardi
fungsi paru.
Auskultasi dapat menentukan kelainan
Peningkatan
pernafasan
terjadinya
sianosis
dan
akibat
mencegah
hiponia.
Beri
Intervensi
motivasi tentang
pentingnya
nutrisi.
Rasional
Kebiasaan
makan
dipengaruhi
seseorang
oleh
kesukaannya,
tentang
pentingnya
menurun
menunjukkan
atau
adanya
sering.
memudahkan reflek.
Diit TKTP sangat
nafsu makan.
Penyajian makanan yang menarik dapat
kebutuhan
pembentukan
baik
metabolisme
untuk
dan
Kolaborasi
konsultasi
pemeriksaan
dengan
dokter
untuk
laboratorium
atau
melakukan
alabumin
jika
intake
diet
terus
Intervensi
Berikan posisi yang menyenangkan
Rasional
pasien mampu menerima keadaan dan
mengerti
diagnosanya.
Ajarkan teknik relaksasi
diajak
Mengurangi
kecemasan.
Pemanfaatan sumber koping yang ada
ketegangan
otot
dan
dapat
yang ada.
sehingga
mengurangi kecemasan.
Rasa cemas merupakan efek emosi
sehingga apabila sudah teridentifikasi
dengan
baik,
perasaan
rasa cemasnya.
yang
4. Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap dan nyeri
pleuritik.
Intervensi
Kaji kebutuhan pola tidur klien
Rasional
mengethui pola tidur kebiasaan yang
dalam tidur.
mengetahui
hal
yang
dapat
tidur klien
Pertahankan
pemberian
obat
analgesic/anti nyeri
5. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, aturan pengobatan :
Intervensi
Kaji patologi masalah individu
Identifikasi
kemungkinan
Informasi
Rasional
menurunkan
takut
karena
lanjut.
Kaji ulang praktik kesehatan yang baik;
episode
spontan
kedua
Berulangnya
memerlukan
pneumotorak/hemotorak
intervensi
medik
mencegah/menurunkan
untuk
potensial
komplikasi.
Mempertahankan
kesehatan
umum
Adanya bukti bahwa klien dalam proses menuju perawatan atau telah tercapai
tujuan yang diinginkan.
Mengidentifikasi reaksi klien, dituntut usaha yang tidak tergesa-gesa dan teliti agar
dapat menemukan reaksi klien sebagai akibat tindakan keperawatan
F. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian keberhasilan rencana keperawatan dalam memenuhi
kebutuhan klien.
Hasil yang diharapkan dalam evaluasi diagnosa keperawatan pada efusi pleura
meliputi :
a Pola pernafasan tak efektif meliputi :
Menunjukkan pola pernafasan normal/efektif dengan GDA dalam rentang normal.
Bebas sianosis dan tanda.gejala hipoksia.
b Kecemasan, meliputi :
Kcemasan berkurang
Ekspresi wajah yang tenang
Tidak sering bertanya dan panic terhadap keadaan penyakit.
c Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, aturan pengobatan
meliputi :
Menyatakan pemahaman penyebab masalah (bila tahu)