Anda di halaman 1dari 36

BAB I

KONSEP MEDIS
A. Defenisi
Efusi pleura adalah akumulasi cairan yang berlebihan pada rongga pleura,
cairan tersebut mengisi ruangan yang mengelilingi paru. Cairan dalam jumlah
yang berlebihan dapat mengganggu pernapasan dengan membatasi peregangan
paru selama inhalasi.
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya cairan pleura dalam
jumlah yang berlebihan di dalam rongga pleura, yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran cairan pleura. Dalam
keadaan normal, jumlah cairan dalam rongga pleura sekitar 10-200 ml. Cairan
pleura komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada cairan pleura
mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu <1,5 gr/dl. Pleura adalah membra
tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura visceralis dan parietalis. Secara histologis
kedua lapisan ini terdiri dari sel mesothelial, jaringaan ikat, dan dalam keadaan
normal, berisikan lapisan cairan yang sangat tipis. Membran serosa yang
membungkus parekim paru disebut pleura viseralis, sedangkan membran serosa
yang melapisi dinding thorak, diafragma, dan mediastinum disebut pleura
parietalis. Rongga pleura terletak antara paru dan dinding thoraks. Rongga pleura
dengan lapisan cairan yang tipis ini berfungsi sebagai pelumas antara kedua
pleura. Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hillus paru. Dalam hal ini, terdapat
perbedaan antara pleura viseralis dan parientalis diantaranya:
a. Pleura visceralis :
1) Permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesothelial yang tipis < 30mm.
2) Diantara celah-celah sel ini terdapat sel limfosit
3) Di bawah sel-sel mesothelial ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit
dan histiosit
1

4) Di bawahnya terdapat lapisan tengah berupa jaringan kolagen dan seratserat elastik
5) Lapisan terbawah terdapat jaringan interstitial subpleura yang banyak
mengandung pembuluh darah kapiler dari arteri Pulmonalis dan arteri
Brakhialis serta pembuluh limfe
6) Menempel kuat pada jaringanparu
7) Fungsinya untuk mengabsorbsi cairan Pleura
b. Pleura parietalis
1) Jaringan lebih tebal terdiri dari sel-sel mesothelial dan jaringan ikat
(kolagen dan elastis)
2) Dalam jaringan ikat tersebut banyak mengandung kapiler dari a.
Intercostalis dan arteri Mamaria interna, pembuluh limfe, dan banyak
reseptor saraf sensoris yang peka terhadap rasa sakit dan perbedaan
temperatur. Keseluruhan berasal nervus Intercostalis dinding dada dan
alirannya sesuai dengan dermatom dada.
3) Mudah menempel dan lepas dari dinding dada di atasnya
4) Fungsinya untuk memproduksi cairan pleura
B. Etiologi
Penyebab paling sering efusi pleura transudatif di USA adalah oleh karena
penyakit gagal jantung kiri, emboli paru, dan sirosis hepatis, sedangkan penyebab
efusi pleura eksudatif disebabkan oleh pneumonia bakteri, keganasan (ca paru, ca
mammae, dan lymphoma merupakan 75 % penyebab efusi pleura oleh karena
kanker), infeksi virus.

Tuberkulosis paru merupakan penyebab paling sering dari efusi pleura di


Negara berkembang termasuk Indonesia. Selain TBC, keadaan lain juga
menyebabkan efusi pleura seperti pada penyakit autoimun systemic lupus
erythematosus (SLE), perdarahan (sering akibat trauma). Efusi pleura jarang
pada keadaan rupture esophagus, penyakit pancreas, abses intraabdomen,
rheumatoid arthritis, sindroma Meig (asites, dan efusi karena adanya tumor
ovarium).
a. Berdasarkan Jenis Cairan
Kalau seorang pasien ditemukan menderita efusi pleura, kita harus
berupaya untuk menemukan penyebabnya. Ada banyak macam penyebab
terjadinya pengumpulan cairan pleura. Tahap yang pertama adalah menentukan
apakah pasien menderita efusi pleura jenis transudat atau eksudat. Efusi pleura
transudatif terjadi kalau faktor sistemik yang mempengaruhi pembentukan dan
penyerapan cairan pleura mengalami perubahan.
Efusi pleura eksudatif terjadi jika faktor lokal yang mempengaruhi
pembentukan dan penyerapan cairan pleura mengalami perubahan. Efusi pleura
tipe transudatif dibedakan dengan eksudatif melalui pengukuran kadar Laktat
Dehidrogenase (LDH) dan protein di dalam cairan, pleura. Efusi pleura eksudatif
memenuhi paling tidak salah satu dari tiga kriteria berikut ini, sementara efusi
pleura transudatif tidak memenuhi satu pun dari tiga kriteria ini :
1) Protein cairan pleura / protein serum > 0,5
2) LDH cairan pleura / cairan serum > 0,6
3) LDH cairan pleura melebihi dua per tiga dari batas atas nilai LDH yang
normal di dalam serum
Parameter

Transudat

Eksudat

warna

Jernih

Jernih, keruh, berdarah

BJ

< 1,016

< 1,016

Jumlah set

Sedikit

Banyak (> 500 sel/mm2)

Jenis set

PMN < 50%

PMN < 50%

Rivalta

Negatif

Negatif

Glukosa

60 mg/dl (= GD plasma)

60 mg/dl (bervariasi)

Protein

< 2,5 g/dl

< 2,5 g/dl

Rasio protein T-E/plasma

< 0,5

< 0,5

LDH

< 200 IU/dl

< 200 IU/dl

Rasio LDH T-E/plasma

< 0,6

< 0,6

Efusi pleura berupa:


a. Eksudat, disebabkan oleh :
1. Pleuritis karena virus dan mikoplasma : virus coxsackie, Rickettsia,
Chlamydia. Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 1006000/cc. Gejala penyakit dapat dengan keluhan sakit kepala, demam, malaise,
mialgia, sakit dada, sakit perut, gejala perikarditis. Diagnosa dapat dilakukan
dengan cara mendeteksi antibodi terhadap virus dalam cairan efusi.
2. Pleuritis karena bakteri piogenik: permukaan pleura dapat ditempeli oleh
bakteri yang berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara
hematogen. Bakteri penyebab dapat merupakan bakteri aerob maupun anaerob
(Streptococcus

paeumonie,

Staphylococcus

aureus,

Pseudomonas,

Hemophillus, E. Coli, Pseudomonas, Bakteriodes, Fusobakterium, dan lainlain). Penatalaksanaan dilakukan dengan pemberian antibotika ampicillin dan
metronidazol serta mengalirkan cairan infus yang terinfeksi keluar dari rongga
pleura.
4

3. Pleuritis

karena

fungi

penyebabnya:

Aktinomikosis,

Aspergillus,

Kriptococcus, dll. Efusi timbul karena reaksi hipersensitivitas lambat terhadap


organisme fungi.
4. Pleuritis tuberkulosa merupakan komplikasi yang paling banyak terjadi
melalui focus subpleural yang robek atau melalui aliran getah bening, dapat
juga secara hemaogen dan menimbulkan efusi pleura bilateral. Timbulnya
cairan efusi disebabkan oleh rupturnya focus subpleural dari jaringan nekrosis
perkijuan, sehingga tuberkuloprotein yang ada didalamnya masuk ke rongga
pleura, menimbukan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Efusi yang
disebabkan oleh TBC biasanya unilateral pada hemithoraks kiri dan jarang
yang masif. Pada pasien pleuritis tuberculosis ditemukan gejala febris,
penurunan berat badan, dyspneu, dan nyeri dada pleuritik.
5. Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer pada paru-paru,
mammae, kelenjar linife, gaster, ovarium. Efusi pleura terjadi bilateral dengan
ukuran jantung yang tidak membesar. Patofisiologi terjadinya efusi ini diduga
karena :
Infasi tumor ke pleura, yang merangsang reaksi inflamasi dan terjadi
kebocoran kapiler.
Invasi tumor ke kelenjar limfe paru-paru dan jaringan limfe pleura,
bronkhopulmonary, hillus atau mediastinum, menyebabkan gangguan
aliran balik sirkulasi.
Obstruksi bronkus, menyebabkan peningkatan tekanan-tekanan negatif
intra pleural, sehingga menyebabkan transudasi. Cairan pleura yang
ditemukan berupa eksudat dan kadar glukosa dalam cairan pleura tersebut
mungkin menurun jika beban tumor dalam cairan pleura cukup tinggi.

Diagnosis dibuat melalui pemeriksaan sitologik cairan pleura dan tindakan


blopsi pleura yang menggunakan jarum (needle biopsy).
6. Efusi parapneumoni adalah efusi pleura yang menyertai pneumonia bakteri,
abses paru atau bronkiektasis. Khas dari penyakit ini adalah dijumpai
predominan sel-sel PMN dan pada beberapa penderita cairannya berwarna
purulen (empiema). Meskipun pada beberapa kasus efusi parapneumonik ini
dapat diresorpsis oleh antibiotik, namun drainage kadang diperlukan pada
empiema dan efusi pleura yang terlokalisir. Menurut Light, terdapat 4 indikasi
untuk

dilakukannya

tube

thoracostomy

pada

pasien

dengan

efusi

parapneumonik:
Adanya pus yang terlihat secara makroskopik di dalam kavum pleura
Mikroorganisme terlihat dengan pewarnaan gram pada cairan pleura
Kadar glukosa cairan pleura kurang dari 50 mg/dl
Nilai pH cairan pleura dibawah 7,00 dan 0,15 unit lebih rendah daripada
nilai pH bakteri
Penanganan

keadaan

ini

tidak

boleh

terlambat

karena

efusi

parapneumonik yang mengalir bebas dapat berkumpul hanya dalam waktu


beberapa jam saja.
7. Efusi pleura karena penyakit kolagen: SLE, Pleuritis Rheumatoid,
Skleroderma.
8. Penyakit AIDS, pada sarkoma kapoksi yang diikuti oleh efusi parapneumonik.
b. Transudat, disebabkan oleh :
1. Gangguan kardiovaskular
Penyebab terbanyak adalah decompensatio cordis. Sedangkan penyebab
lainnya adalah perikarditis konstriktiva, dan sindroma vena kava superior.
Patogenesisnya adalah akibat terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik dan

tekanan kapiler dinding dada sehingga terjadi peningkatan filtrasi pada pleura
parietalis. Di samping itu peningkatan tekanan kapiler pulmonal akan
menurunkan kapasitas reabsorpsi pembuluh darah subpleura dan aliran getah
bening juga akan menurun (terhalang) sehingga filtrasi cairan ke rongg pleura dan
paru-paru meningkat.
Tekanan hidrostatik yang meningkat pada seluruh rongga dada dapat juga
menyebabkan efusi pleura yang bilateral. Tapi yang agak sulit menerangkan
adalah kenapa efusi pleuranya lebih sering terjadi pada sisi kanan.
Terapi ditujukan pada payah jantungnya. Bila kelainan jantungnya teratasi
dengan

istirahat,

digitalis,

diuretik

dll,

efusi

pleura

juga

segera

menghilang. Kadang-kadang torakosentesis diperlukan juga bila penderita amat


sesak.
2. Hipoalbuminemia
Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura
dibandingkan dengan tekanan osmotik darah. Efusi yang terjadi kebanyakan
bilateral dan cairan bersifat transudat. Pengobatan adalah dengan memberikan
diuretik dan restriksi pemberian garam. Tapi pengobatan yang terbaik adalah
dengan memberikan infus albumin.
3. Hidrothoraks hepatik
Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura melalui
lubang kecil yang ada pada diafragma ke dalam rongga pleura. Efusi biasanya di
sisi kanan dan biasanya cukup besar untuk menimbulkan dyspneu berat. Apabila
penatalaksanaan medis tidak dapat mengontrol asites dan efusi, tidak ada
alternatif yang baik. Pertimbangan tindakan yang dapat dilakukan adalah
pemasangan pintas peritoneum-venosa (peritoneal venous shunt, torakotomi)
dengan perbaikan terhadap kebocoran melalui bedah, atau torakotomi pipa
dengan suntikan agen yang menyebakan skelorasis.
4. Meigs Syndrom

Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-penderita
dengan tumor ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang dapat menimbulkan
sindrom serupa : tumor ovarium kistik, fibromyomatoma dari uterus, tumor
ovarium ganas yang berderajat rendah tanpa adanya metastasis. Asites timbul
karena sekresi cairan yang banyak oleh tumornya dimana efusi pleuranya terjadi
karena cairan asites yang masuk ke pleura melalui porus di diafragma. Klinisnya
merupakan penyakit kronis.
5. Dialisis Peritoneal
Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal. Efusi terjadi
unilateral ataupun bilateral. Perpindahan cairan dialisat dari rongga peritoneal ke
rongga pleura terjadi melalui celah diafragma. Hal ini terbukti dengan samanya
komposisi antara cairan pleura dengan cairan dialisat.
6. Darah
Adanya darah dalam cairan rongga pleura disebut hemothoraks. Kadar Hb
pada hemothoraks selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah
hemothorak yang baru diaspirasi tidak membeku beberapa menit. Hal ini mungkin
karena faktor koagulasi sudah terpakai sedangkan fibrinnya diambil oleh
permukaan pleura. Bila darah aspirasi segera membeku, maka biasanya darah
tersebut berasal dari trauma dinding dada.
b. Berdasarkan Kuman Penyebab
1. Mycobacterium Tuberculosis
a.

Bakteriologi
Penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini adalah
sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 mm dan tebal 030,6 mm. Kuman ini tahan terhadap asam dikarenakan kandungan asam lemak
(lipid) di dindingnya. Kuman ini dapat hidup pada udara kering maupun dingin.
Hal ini karena kuman berada dalam sifat dormant yang suatu saat kuman dapat
bangkit kembali dan aktif kembali.

Kuman ini hidup sebagai parasit intraseluter didalam sitoplasma


makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya
karena banyak mengandung lipid. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini
menunjukan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan
oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih
tinggi daripada bagian lain, sehingga bagian apikal ini merupakan predileksi
penyakit tuberkulosis.
b. Patogenesis

Tuberkulosis Primer
Penularan terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersihkan keluar
menjadi droplet nudei dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung dari
ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang baik dan kelembaban. Dalam
suasana lembab dan gelap, kuman dapat tahan berhari-hari sampai
berbulan-bulan. Bila partikel infeksi terhisap oleh oang sehat, ia akan
menempel pada jalan napas atau paru-paru. Kuman dapat masuk lewat
luka pada kulit atau mukosa tapi hal ini sangat jarang terjadi.
Kuman yang menetap di jaringan paru, ia tumbuh dan berkembang
biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini ia dapat terbawa ke organ tubuh
lain. Kuman yang bersarang tadi akan membentuk sarang tuberkulosis
pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer. Dari sarang
primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju illus
(limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening
hillus (limfadenitis regional). Sarang primer + limfangitis lokal +
limfadenitis regional = kompleks primer. Kompleks primer ini selanjutnya
dapat menjadi :

1) Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat

2) Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas, berupa garis-garis fibrotik,


kalsifikasi di hillus atau kompleks (sarang) Ghon
3) Berkomplikasi dan menyebar secara:
Per kontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya
Secara bronkogen pada paru ysng bersangkutan maupun paru yang di
sebelahnya. Dapat juga kuman tertelan bersama tertelan besama sputum
dan ludah sehingga menyebar ke usus
Secara limfogen, ke organ tubuh lainnya
Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya
Semua kejadian diatas tergolong ke dalam perjalanan tuberklosis
primer.

Tuberkulosis Post-Primer
Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-

tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (PostPrimer). Tuberkulosis Post-Primer ini dimulai dengan sarang dini yang
berlokasi di regio atas paru-paru (bagian apikal posterior lobus superior atau
inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus
hiller paru. Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil.
Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang
terdiri dari sel-sel histiosit dan sel Datia-Langhans (sel besar dengan banyak
inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan bermacam-macam jaringan ikat.
Bergantung dari imunitas penderita, virulensi, jumlah kuman, sarang
dapat menjadi :
1) Diresorpsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan jaringan parut

10

2) Sarang

yang

mula-mula

meluas,

tapi

segera

menyembuh

dan

menimbulkan jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi lebih


keras, menimbulkan perkapuran dan akan sembuh delam bentuk
perkapuran.
3) Sarang dini yang meluas dimana granuloma berkembang menghancurkan
jaringan sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis, dan
menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju dibatukkan
keluar akan terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis,
lama-lama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblas dalam
jumlah besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik.
Kavitas dapat :
Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Sarang ini
selanjutnya mengikuti perjalanan seperti yang disebutkan terdahulu.
Memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma. Tuberkuloma
ini dapat mengapur dan menyembuh atau dapat aktif kembali menjadi cair dan
jadi kavitas lagi.
Bersih dan menyembuh, disebut open heated cavity. Dapat juga menyembuh
dengan membungkus diri dan menjadi kecil. Kadang-kadang berakhir sebagai
kavitas yang terbungkus, menciut dan berbentuk seperti bintang disebut stellate
shaped.
Pada penvakit TBC paru, efusi pleura diduga disebabkan oleh rupturnya
fokus subpleural dari jarngan nerotik perkijuan sehingga tuberkuloprotein yang
ada didalamnya masuk ke rongga pleura, menimbulkan reaksi hipersensitif tipe
lambat. Hal ini didukung dengan ditemukannya limfossit T, Interleukin-2 dan
Interleukin reseptor pada cairan pleura.

11

Cara penyebaran lainnya diduga secara hematogen dan secara


perkontinuitatum dari kelenjar-kelenjar getah benin servikal rnediastinal dan
dari abses di vertebrae.
Efusi pleura yang disebabkan oleh TBC dapat juga berupa empyema,
yaitu buila terjadi infeksi sekunder karena adanya fitula bronchopulmonal, atau
berupa chylothoraxs yaitu bila terdapat penekanan kelenjar atau tarikan fibrin
pada duktus thoracicus. Efusi yang disebabkan oleh TBC biasanya unilateral
pada hemithoraxs kiri, jarang yang masif. Pada thoraxosentesis ditemukan
cairan berwarna kuning jernih, mengandung > 3 gr protein/ 100 ml, bila cairan
berupa darah, serosanguineous atau merah muda diagnosis TBC harus
diragukan.
Dalam keadaan normal, cairan pleura dibentuk dalam jumlah kecil untuk
melumasi permukaan pleura (pleura adalah selaput tipis yang melapisi rongga
dada dan membungkus paru-paru).
Bisa terjadi 2 jenis efusi yang berbeda:
1. Efusi pleura transudativa, biasanya disebabkan oleh suatu kelainan pada
tekanan normal di dalam paru-paru. Jenis efusi transudativa yang paling
sering ditemukan adalah gagal jantung kongestif.
2. Efusi pleura eksudativa terjadi akibat peradangan pada pleura, yang seringkali
disebabkan oleh penyakit paru-paru. Kanker, tuberkulosis dan infeksi paru
lainnya, reaksi obat, asbetosis dan sarkoidosis merupakan beberapa contoh
penyakit yang bisa menyebabkan efusi pleura eksudativa.

Penyebab lain dari efusi pleura adalah:

12

Gagal jantung
Kadar

protein

Pankreatitis
darah

yang

Emboli paru

rendah
Tumor
Sirosis
Lupus eritematosus sistemik
Pneumonia
Pembedahan jantung
Blastomikosis
Cedera di dada
Koksidioidomikosis
Obat-obatan
Tuberkulosis

(hidralazin,

prokainamid,

isoniazid,

fenitoin,klorpromazin,
Histoplasmosis
Kriptokokosis
Abses dibawah diafragma
Artritis rematoid

nitrofurantoin,

bromokriptin,

dantrolen, prokarbazin)
Pemasanan

selang

untuk

makanan atau selang intravena


yang kurang baik.

13

Dalam keadaan normal, hanya ditemukan selapis cairan tipis yang memisahkan
kedua lapisan pleura. Jenis cairan lainnya yang bisa terkumpul di dalam rongga pleura
adalah darah, nanah, cairan seperti susu dan cairan yang mengandung kolesterol tinggi.
a) Hemotoraks (darah di dalam rongga pleura) biasanya terjadi karena cedera di dada.
Penyebab lainnya adalah:
1. Pecahnya sebuah pembuluh darah yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam
rongga pleura.
2. Kebocoran aneurisma aorta (daerah yang menonjol di dalam aorta) yang kemudian
mengalirkan darahnya ke dalam rongga pleura
3. Gangguan pembekuan darah. Darah di dalam rongga pleura tidak membeku secara
sempurna, sehingga biasanya mudah dikeluarkan melelui sebuah jarum atau selang.
b) Empiema (nanah di dalam rongga pleura) bisa terjadi jika pneumonia atau abses paru
menyebar ke dalam rongga pleura. Empiema bisa merupakan komplikasi dari:
1. Pneumonia
2. Infeksi pada cedera di dada
3. Pembedahan dada
4. Pecahnya kerongkongan
5. Abses di perut.
c) Kilotoraks (cairan seperti susu di dalam rongga dada) disebabkan oleh suatu cedera
pada saluran getah bening utama di dada (duktus torakikus) atau oleh penyumbatan
saluran karena adanya tumor.
d) Rongga pleura yang terisi cairan dengan kadar kolesterol yang tinggi terjadi karena
efusi pleura menahun yang disebabkan oleh tuberkulosis atau artritis rematoid.
C. Manifestasi Klinik
Pada kebanyakan penderita umumnya asimptomatis atau memberikan gejala
demam, ringan dan berat badan yang menurun seperti pada efusi yang lain. Nyeri dada :
dapat menjalar ke daerah permukaan karena inervasi syaraf interkostalis dan segmen
torakalis atau dapat menyebar ke lengan. Nyerinya terutama pada waktu bernafas
dalam, sehingga pernafasan penderita menjadi dangkal dan cepat dan pergerakan
pernapasan pada hemithorak yang sakit menjadi tertinggal. Sesak napas : terjadi pada
waktu permulaan pleuritis disebabkan karena nyeri dadanya dan apabila jumlah cairan

efusinya meningkat, terutama kalau cairannya penuh. Batuk : pada umumnya non
produktif dan ringan,terutama apabila disertai dengan proses tuberkulosis di parunya.
Gejala yang paling sering ditemukan (tanpa menghiraukan jenis cairan yang
terkumpul ataupun penyebabnya) adalah sesak nafas dan nyeri dada (biasanya bersifat
tajam dan semakin memburuk jika penderita batuk atau bernafas dalam). Kadang
beberapa penderita tidak menunjukkan gejala sama sekali.

Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:

Batuk

Cegukan

Pernafasan yang cepat

Nyeri perut.
Dan anamnesa didapatkan :

Sesak nafas

Rasa berat pada dada

Berat badan menurun pada neoplasma

Batuk berdarah pada karsinoma bronchus atau metastasis

Demam subfebris pada TBC, dernarn menggigil pada empilema

Ascites pada sirosis hepatis


Dari pemeriksaan fisik didapatkan (pada sisi yang sakit)

Dinding dada lebih cembung dan gerakan

tertinggal

Vokal fremitus menurun

Perkusi dull sampal flat

Bunyi pernafasan menruun sampai menghilang

Pendorongan mediastinum ke sisi yang sehat


dapat dilihat atau diraba pada treakhea
Nyeri dada pada pleuritis :

Simptom yang dominan adalah sakit yang tiba-tiba seperti ditikam dan
diperberat oleh bernafas dalam atau batuk. Pleura visceralis tidak sensitif, nyeri
dihasilkan dari pleura parietalis yang inflamasi dan mendapat persarafan dari
nervus intercostal. Nyeri biasanya dirasakan pada tempat-tempat terjadinya pleuritis,
tapi bisa menjalar ke daerah lain :
1)

Iritasi

dari

diafragma

pleura

posterior dan perifer yang dipersarafi oleh G. Nervuis intercostal terbawah bisa
menyebabkan nyeri pada dada dan abdomen.
2)

Iritasi bagian central diafragma


pleura yang dipersarafi nervus phrenicus menyebabkan nyeri menjalar ke daerah
leher dan bahu.

D. Patofisiologi
Pada umumnya, efusi terjadi karena penyakit pleura hampir mirip plasma
(eksudat) sedangkan yang timbul pada pleura normal merupakan ultrafiltrat plasma
(transudat). Efusi dalam hubungannya dengan pleuritis disebabkan oleh peningkatan
permeabilitas pleura parietalis sekunder (efek samping dari) peradangan atau
keterlibatan neoplasma. Contoh bagi efusi pleura dengan pleura normal adalah payah
jantung kongestif. Pasien dengan pleura yang awalnya normal pun dapat mengalami
efusi pleura ketika terjadi payah/gagal jantung kongestif. Ketika jantung tidak dapat

memompakan darahnya secara maksimal ke seluruh tubuh terjadilah peningkatan


tekanan hidrostatik pada kapiler yang selanjutnya menyebabkan hipertensi kapiler
sistemik. Cairan yang berada dalam pembuluh darah pada area tersebut selanjutnya
menjadi bocor dan masuk ke dalam pleura. Peningkatan pembentukan cairan dari
pleura parietalis karena hipertensi kapiler sistemik dan penurunan reabsorbsi
menyebabkan pengumpulan abnormal cairan pleura.
Adanya hipoalbuminemia juga akan mengakibatkan terjadinya efusi pleura.
Peningkatan pembentukan cairan pleura dan berkurangnya reabsorbsi. Hal tersebut
berdasarkan adanya penurunan pada tekanan onkotik intravaskuler (tekanan osmotic
yang dilakukan oleh protein).
Luas efusi pleura yang mengancam volume paru-paru, sebagian akan
tergantung atas kekuatan relatif paru-paru dan dinding dada. Dalam batas pernapasan
normal, dinding dada cenderung rekoil ke luar sementara paru-paru cenderung untuk
rekoil ke dalam (paru-paru tidak dapat berkembang secara maksimal melainkan
cenderung untuk mengempis).
Efusi pleura terjadi karena tertimbunnya cairan pleura secara berlebihan
sebagai akibat transudasi (perubahan tekanan hidro statik dan onkotik) dan eksudasi
(perubahan permeabilitas mem-bran) pada permukaan pleura seperti terjadi pada proses
infeksi dan neoplasma. Pada keadaan normal ruangan interpleura terisi sedikit cairan
untuk sekedar melicinkan permukaan kedua pleura parietalis dan viseralis yang saling
bergerak karena pernapasan. Cairan disaring keluar pleura parietalis yang bertekanan
tinggi dan di-serap oleh sirkulasi di pleura viseralis yang bertekanan rendah. Di
samping sirkulasi dalam pembuluh darah, pembuluh limfe pada lapisan sub epitelial
pleura parietalis dan viseralis mem-punyai peranan dalam proses penyerapan cairan
pleura tersebut.
Jadi mekanisme yang berhubungan dengan terjadinya efusi pleura pada
umumnya ialah kenaikan tekanan hidrostatik dan penurunan tekanan onkotik pada
sirkulasi kapiler, penurunan tekanan kavum pleura, kenaikan permeabilitas kapiler dan
penurunan aliran limfe dari rongga pleura. Sedangkan pada efusi pleura tuberkulosis
terjadinya disertai pecahnya granuloma di subpleura yang diteruskan ke rongga pleura.
E. Pengobatan

1. Pengobatan Kausal

Pleuritis TB diberi pengobatan anti TB. Dengan pengobatan ini cairan efusi dapat
diserap kembali untuk menghilangkan dengan cepat dilakukan thoraxosentesis.

Pleuritis karena bakteri piogenik diberi kemoterapi sebelum kultur dan sensitivitas
bakteri didapat, ampisilin 4 x 1 gram dan metronidazol 3 x 500 mg. Terapi lain
yang lebih penting adalah mengeluarkan cairan efusi yang terinfeksi keluar dari
rongga pleura dengan efektif.

2. Thoraxosentesis, indikasinya :

Menghilangkan sesak yang ditimbulkan cairan

Bila terapi spesifik pada penyakit primer tidak efektif atau gagal

Bila terjadi reakumulasi cairan

Kerugiannya: hilangnya protein, infeksi, pneumothoraxs.

3. Water Sealed Drainage


Penatalaksanaan dengan menggunakan WSD sering pada empyema dan efusi
maligna.
Indikasi WSD pada empyema :

Nanah sangat kental dan sukar diaspirasi

Nanah terus terbentuk setelah 2 minggu

Terjadinva piopneumothoraxs

4. Pleurodesis
Tindakan melengketkan pleura visceralis dengan pleura parietalis dengan
menggunakan zat kimia (tetrasiklin, bleomisin, thiotepa, corynebacterium, parfum, talk)
atau tindakan pembedahan. Tindakan dilakukan bila cairan amat banyak dan selalu
terakumulasi kembali.
Pada dasarnya pengobatan efusi pleura tuberkulosis sama dengan efusi pleura pada
umumnya, yaitu dengan melakukan torakosentesis (mengeluarkan cairan pleura) agar
keluhan sesak penderita menjadi berkurang, terutama untuk efusi pleura yang berisi penuh.

Beberapa peneliti tidak melakukan torakosentesis bila jumlah efusi sedikit, asalkan terapi
obat anti tuberkulosis diberikan secara adekuat. Jika jumlah cairannya sedikit, mungkin
hanya perlu dilakukan pengobatan terhadap penyebabnya.Jika jumlah cairannnya banyak,
sehingga menyebabkan penekanan maupun sesak nafas, maka perlu dilakukan tindakan
drainase (pengeluaran cairan yang terkumpul).
Cairan bisa dialirkan melalui prosedur torakosentesis, dimana sebuah jarum (atau
selang) dimasukkan ke dalam rongga pleura. Torakosentesis biasanya dilakukan untuk
menegakkan diagnosis, tetapi pada prosedur ini juga bisa dikeluarkan cairan sebanyak 1,5
liter.
Jika jumlah cairan yang harus dikeluarkan lebih banyak, maka dimasukkan sebuah
selang melalui dinding dada.
Pada empiema diberikan antibiotik dan dilakukan pengeluaran nanah.Jika
nanahnya sangat kental atau telah terkumpul di dalam bagian fibrosa, maka pengaliran
nanah lebih sulit dilakukan dan sebagian dari tulang rusuk harus diangkat sehingga bisa
dipasang selang yang lebih besar. Kadang perlu dilakukan pembedahan untuk memotong
lapisan terluar dari pleura (dekortikasi).
Pada tuberkulosis atau koksidioidomikosis diberikan terapi antibiotik jangka
panjang. Pengumpulan cairan karena tumor pada pleura sulit untuk diobati karena cairan
cenderung untuk terbentuk kembali dengan cepat. Pengaliran cairan dan pemberian obat
antitumor kadang mencegah terjadinya pengumpulan cairan lebih lanjut. Jika
pengumpulan cairan terus berlanjut, bisa dilakukan penutupan rongga pleura. Seluruh
cairan dibuang melalui sebuah selang, lalu dimasukkan bahan iritan (misalnya larutan atau
serbuk doxicycline) ke dalam rongga pleura. Bahan iritan ini akan menyatukan kedua
lapisan pleura sehingga tidak lagi terdapat ruang tempat pengumpulan cairan tambahan.
Jika darah memasuki rongga pleura biasanya dikeluarkan melalui sebuah selang.
Melalui selang tersebut bisa juga dimasukkan obat untuk membantu memecahkan bekuan
darah (misalnya streptokinase dan streptodornase).
Jika perdarahan terus berlanjut atau jika darah tidak dapat dikeluarkan melalui
selang, maka perlu dilakukan tindakan pembedahan.Pengobatan untuk kilotoraks
dilakukan untuk memperbaiki kerusakan saluran getah bening. Bisa dilakukan

pembedahan atau pemberian obat antikanker untuk tumor yang menyumbat aliran getah
bening.
F. Pencegahan
Lakukan pengobatan yang adekuat pada penyakit-penyakit dasarnya yang dapat
menimbulkan efusi pleura. Merujuk penderita ke rumah sakit yang lebih lengkap bila
diagnosa kausal belum dapat ditegakkan.
G. Diagnosis
Pada pemeriksaan fisik, dengan bantuan stetoskop akan terdengar adanya
penurunan suara pernafasan. Apabila cairan yang terakumulasi lebih dari 500 ml,
biasanya akan menunjukkan gejala klinis seperti penurunan pergerakan dada yang
terkena efusi pada saat inspirasi, pada pemeriksaan perkusi didapatkan dullness/pekak,
auskultasi didapatkan suara pernapasan menurun, dan vocal fremitus yang menurun.
Untuk membantu memperkuat diagnosis, dilakukan pemeriksaan berikut:
a. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk
mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.
b. CT scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa
menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor
c. USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang
jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
d. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis

(pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam
rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).
e. Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka dilakukan
biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa.Pada sekitar
20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi
pleura tetap tidak dapat ditentukan.
f. Analisa cairan pleura
Efusi pleura didiagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan di
konfirmasi dengan foto thoraks. Dengan foto thoraks posisi lateral decubitus dapat
diketahui adanya cairan dalam rongga pleura sebanyak paling sedikit 50 ml, sedangkan
dengan posisi AP atau PA paling tidak cairan dalam rongga pleura sebanyak 300 ml.
Pada foto thoraks posisi AP atau PA ditemukan adanya sudut costophreicus yang tidak
tajam.
g. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan
yang terkumpul.
Bila efusi pleura telah didiagnosis, penyebabnya harus diketahui, kemudian
cairan pleura diambil dengan jarum, tindakan ini disebut thorakosentesis. Setelah
didapatkan cairan efusi dilakukan pemeriksaan seperti:
a. Komposisi kimia seperti protein, laktat dehidrogenase (LDH), albumin, amylase, pH,
dan glucose
b. Dilakukan pemeriksaan gram, kultur, sensitifitas untuk mengetahui kemungkinan
terjadi infeksi bakteri
c. Pemeriksaan hitung sel

d. Sitologi untuk mengidentifikasi adanya keganasan


Langkah selanjutnya dalam evaluasi cairan pleura adalah untuk membedakan
apakan cairan tersebut merupakan cairan transudat atau eksudat. Efusi pleura
transudatif disebabkan oleh faktor sistemik yang mengubah keseimbangan antara
pembentukan dan penyerapan cairan pleura. Misalnya pada keadaan gagal jantung kiri,
emboli paru, sirosis hepatis. Sedangkan efusi pleura eksudatif disebabkan oleh faktor
local yang mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan pleura. Efusi pleura
eksudatif biasanya ditemukan pada Tuberkulosis paru, pneumonia bakteri, infeksi virus,
dan keganasan.
Menurut penelitian Samsul Harun, dari efusi pleura yang dibiak dengan media L
Sula didapat 22,4% efusi pleura tuber-kulosis; 30% efusi pleura tuberkulosis disertai
tuberkulosis paru (bakteri tahan asam pada sputum positip); 15,8% efusi pleura
tuberkulosis tanpa disertai tuberkulosis paru (klinik, radiologik dan laboratorik
negatip). Pada penderita diduga tuberkulosis paru (klinik dan radiologik positif
tuberkulosis sedang labora-torium bakteri tahan asam di sputum negatif) disertai efusi
pleura ternyata 23,7% efusi tuberkulosis paru. Sedangkan menurut peneliti lain sekitar
20 - 25% efusi pleura disebabkan karena tuberkulosis.
a. Biopsi pleura buta
Dengan pemeriksaan histopatologik dan biakan, hasil biopsi positip yangpada
didapat efusi pleura tuberkulosis sekitar 50 -60%, dengan syarat biopsi pleura buta
dilakukan di 3 - 4 tempat.
b. Biopsi pleura dengan torakoskopi
Torakoskopi dengan tuntunan Fiber Optic Bronchoscopy (FOB) dapat melihat
secara langsung granuloma yang hendak dibiopsi, sehingga kepositipan adanya efusi
pleura tuberkulosis mencapai 90%. Kekurangan torakoskopi adalah karena harus
dilakukan oleh tenaga ahli dan alat serta perawatannya mahal.
c. Pemeriksaan sputum
Dapat diperiksa langsung dengan pengecatan Ziehl Neelsen atau Tan Thiam
Hok melalui mikroskop biasa dan pengecatan Auramin Rhodamin melalui mikroskop
fluoresensi; pemeriksaan dengan mikroskop fluoresensi 11,6% lebih positip daripada
dengan pemeriksaan mikroskop biasa' di samping waktu yang diperlukan untuk

pemeriksaan lebih singkat, hanya saja alat ini harganya mahal dan memerlukan
perawatan khusus.
d. Pemeriksaan tuberkulin
Seperti diketahui efusi pleura tuberkulosis adalah proses post primer
tuberkulosis yang sering terdapat pada penderita dewasa; jarang pada anak dan orang
tua. Karena menegakkan diagnosa efusi pleuratuberkulosis sangat sulit, terutama tanpa
adanya tuberkulosis paru, maka apabila ada penderita efusi pleura muda umur < 35
tahun disertai dengan pemeriksaan tuberkulin positip, dapat diterapi dengan obat anti
tuberkulosis.

BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
Pemberian Asuhan Keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan
hubungan kerjasama dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk mencapai tingkat
kesehatan yang optimal .
Perawat memerlukan metode ilmiah dalam melakukan proses terapeutik tersebut
yaitu proses keperawatan. Proses keperewatan dipakai untuk membantu perawat dalam
melakukan praktek keperawatan secara sistematis dalam mengatasi masalah keperawatan
yang ada, dimana keempat komponennya saling mempengaruhi satu sama lain yaitu :
pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi yang membentuk suatu mata rantai.
A. Pengkajian
Pengumpulan Data
Data-data yang dikumpulkan atau dikaji meliputi :
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin,
alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status
pendidikan dan pekerjaan pasien.

b. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan effusi pleura
didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat
iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas
serta batuk non produktif.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda
seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun
dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan
yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya
tersebut.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC paru,
pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk
mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakitpenyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru
dan lain sebagainya.
f. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya
serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.
g. Pengkajian Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan
persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah
terhadap pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan
merokok, minum alkohol dan penggunaan obat-obatan bisa menjadi faktor
predisposisi timbulnya penyakit.
b. Pola nutrisi dan metabolism
Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan

pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien,
selain juga perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama
MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat
dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan metabolisme
akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan effusi pleura keadaan umumnya
lemah.
c. Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan ilusi dan
defekasi sebelumdan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah,
pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain
akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otototot tractus degestivus.
d. Pola aktivitas dan latihan
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan Px akan
cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal. Disamping itu pasien juga akan
mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada. Dan untuk memenuhi kebutuhan
ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan keluarganya.
e. Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh
terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat, selain itu akibat perubahan
kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit,
dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.
f. Pola hubungan dan peran
Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan peran,
misalkan pasien seorang ibu rumah tangga, pasien tidak dapat menjalankan
fungsinya sebagai seorang ibu yang harus mengasuh anaknya, mengurus suaminya.
Disamping itu, peran pasien di masyarakatpun juga mengalami perubahan dan
semua itu mempengaruhi hubungan interpersonal pasien.
g. Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat, tibatiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam, pasien
mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan
mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif
terhadap dirinya.
h. Pola sensori dan kognitif

Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan, demikian juga dengan
proses berpikirnya.
i. Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse akan terganggu
untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan kondisi fisiknya
masih lemah.
j. Pola penanggulangan stress
Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan mengalami stress
dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter yang
merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya kepada
Tuhan dan menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan dari Tuhan.
l. pemeriksaan fisik
a. Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara
umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku
pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat
kecemasan dan ketegangan pasien. Perlu juga dilakukan pengukuran tinggi badan
berat badan pasien.
b. Sistem Respirasi
Inspeksi pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung,
iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun.
Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari
posisi trakhea dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan Px biasanya dyspneu.
Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya >
250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang
tertinggal pada dada yang sakit.
Suara perkusi redup sampai peka tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya
tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa
garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk.
Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan
dada, kurang jelas di punggung.
Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan
makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian
paru, mungkin saja akan ditemukan tanda-tanda auskultasi dari atelektasis kompresi

di sekitar batas atas cairan. Ditambah lagi dengan tanda i e artinya bila penderita
diminta mengucapkan kata-kata i maka akan terdengar suara e sengau, yang disebut
egofoni (Alsagaf H, Ida Bagus, Widjaya Adjis, Mukty Abdol, 1994,79)
c. Sistem Cardiovasculer
Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS 5
pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung. Palpasi untuk menghitung frekuensi
jantung (health rate) dan harus diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut
jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictus cordis. Perkusi untuk
menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar pekak. Hal ini bertujuan
untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri. Auskultasi untuk
menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah bunyi jantung III
yang merupakan gejala payah jantung serta adakah murmur yang menunjukkan
adanya peningkatan arus turbulensi darah.
d. Sistem Pencernaan
Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi
perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di
inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya
5-35 kali permenit. Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan
abdomen, adakah massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat
hidrasi pasien, apakah hepar teraba, juga apakah lien teraba. Perkusi abdomen
normal tympanik, adanya massa padat atau cairan akan menimbulkan suara pekak
(hepar, asites, vesika urinarta, tumor).
e. Sistem Neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan
pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau comma. refleks
patologis, dan bagaimana dengan refleks fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi
sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan
dan pengecapan.
f. Sistem Muskuloskeletal
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial, palpasi pada kedua
ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan pemerikasaan
capillary refil time. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan

otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.


g. Sistem Integumen
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada
kulit, pada Px dengan effusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya
kegagalan sistem transport O2. Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan
kulit (dingin, hangat, demam). Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta
turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang.
h. Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan medis dan laboratorium
a. Pemeriksaan Radiologi
Pada fluoroskopi maupun foto thorax PA cairan yang kurang dari 300 cc tidak
bisa terlihat. Mungkin kelainan yang tampak hanya berupa penumpukkan
kostofrenikus. Pada effusi pleura sub pulmonal, meski cairan pleura lebih dari 300
cc, frenicocostalis tampak tumpul, diafragma kelihatan meninggi. Untuk
memastikan dilakukan dengan foto thorax lateral dari sisi yang sakit (lateral
dekubitus) ini akan memberikan hasil yang memuaskan bila cairan pleura sedikit
(Hood Alsagaff, 1990, 786-787).
b. Biopsi Pleura
Biopsi ini berguna untuk mengambil specimen jaringan pleura dengan melalui
biopsi jalur percutaneus. Biopsi ini digunakan untuk mengetahui adanya sel-sel
ganas atau kuman-kuman penyakit (biasanya kasus pleurisy tuberculosa dan tumor
pleura) (Soeparman, 1990, 788).
i. Pemeriksaan Laboratorium
Dalam pemeriksaan cairan pleura terdapat beberapa pemeriksaan antara lain :
1) Pemeriksaan Biokimia
Secara biokimia effusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang perbedaannya
dapat dilihat pada tabel berikut :
a) Transudat Eksudat
PARAMETER

TRANSUDAT

EKSUDAT

warna

Jernih

Jernih, keruh, berdarah

BJ

< 1,016

< 1,016

Jumlah set

Sedikit

Banyak (> 500 sel/mm2)

Jenis set

PMN < 50%

PMN < 50%

Rivalta

Negatif

Negatif

Glukosa

60 mg/dl (= GD plasma)

60 mg/dl (bervariasi)

Protein

< 2,5 g/dl

< 2,5 g/dl

Rasio protein T-E/plasma

< 0,5

< 0,5

LDH

< 200 IU/dl

< 200 IU/dl

Rasio LDH T-E/plasma


< 0,6
< 0,6
Disamping pemeriksaan tersebut diatas, secara biokimia diperiksakan juga
cairan pleura :
a) Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit infeksi,
arthritis reumatoid dan neoplasma.
b) Kadar amilase. Biasanya meningkat pada paulercatilis dan metastasis
2)

3)

adenocarcinona (Soeparman, 1990, 787).


Analisa cairan pleura
Transudat : jernih, kekuningan
Eksudat : kuning, kuning-kehijauan
Hilothorax : putih seperti susu
Empiema : kental dan keruh
Empiema anaerob : berbau busuk
Mesotelioma : sangat kental dan berdarah
Perhitungan sel dan sitologi
Leukosit 25.000 (mm3):empiema
Banyak Netrofil : pneumonia, infark paru, pankreatilis, TB paru
Banyak Limfosit : tuberculosis, limfoma, keganasan.
Eosinofil meningkat : emboli paru, poliatritis nodosa, parasit dan jamur
Eritrosit : mengalami peningkatan 1000-10000/ mm3 cairan tampak kemorogis,

sering dijumpai pada pankreatitis atau pneumoni. Bila erytrosit > 100000 (mm3
menunjukkan infark paru, trauma dada dan keganasan.
Misotel banyak : Jika terdapat mesotel kecurigaan TB bisa disingkirkan.
Sitologi : Hanya 50 - 60 % kasus- kasus keganasan dapat ditemukan sel ganas.
Sisanya kurang lebih terdeteksi karena akumulasi cairan pleura lewat mekanisme
obstruksi, preamonitas atau atelektasis (Alsagaff Hood, 1995 : 147,148)
4)

Bakteriologis
Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah pneamo cocclis,

E-coli, klebsiecla, pseudomonas, enterobacter. Pada pleuritis TB kultur cairan


terhadap kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan yang positif sampai 20 %
(Soeparman, 1998: 788).
B. Analisa Data
Setelah semua data dikumpulkan, kemudian dikelompokkan dan dianalisa sehingga
dapat ditemukan adanya masalah yang muncul pada penderita effusi pleura. Selanjutnya
masalah tersebut dirumuskan dalam diagnosa keperawatan.
C. Diagnosa Keperawatan
Penentuan diagnosa keperawatan harus berdasarkan analisa data sari hasil
pengkajian, maka diagnosa keperawatan yang ditemukan di kelompokkan menjadi
diagnosa aktual, potensial dan kemungkinan. (Budianna Keliat, 1994,1)
Beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan effusi
pleura antara lain :
1. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru
sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura (Susan Martin Tucleer,
dkk, 1998).
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Sehubungan
dengan peningkatan metabolisme tubuh, pencernaan nafsu makan akibat sesak nafas
sekunder terhadap penekanan struktur abdomen (Barbara Engram, 1993).
3. Cemas sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan
(ketidakmampuan untuk bernafas).
4. Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap dan sesak
nafas serta perubahan suasana lingkungan Barbara Engram).
5. Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan keletihan
(keadaan fisik yang lemah) (Susan Martin Tucleer, dkk, 1998).
6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan sehubungan dengan kurang
terpajang informasi (Barbara Engram, 1993)
D. Intervensi/Perencanaan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, dibuat rencana tindakan untuk
mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah klien.
1. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru
sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.
Tujuan : Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal
Kriteria hasil : Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal, pada

pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi nafas
terdengar jelas.

Intervensi
Identifikasi faktor penyebab.

Rasional
Dengan mengidentifikasikan penyebab,
kita dapat menentukan jenis effusi
pleura

Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman

dapat

mengambil

tindakan yang tepat.


Dengan mengkaji kualitas, frekuensi
dan kedalaman pernafasan, kita dapat

pernafasan, laporkan setiap perubahan

mengetahui sejauh mana perubahan

yang terjadi.

sehingga

kondisi pasien.
Penurunan diafragma

memperluas

daerah dada sehingga ekspansi paru


Baringkan pasien dalam posisi yang

bisa maksimal.

nyaman, dalam posisi duduk, dengan


kepala tempat tidur ditinggikan 60 90

derajat.
Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi,

tekanan darah, RR dan respon pasien).


Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4
jam.

RR

dan

tachcardi

merupakan indikasi adanya penurunan

fungsi paru.
Auskultasi dapat menentukan kelainan

suara nafas pada bagian paru-paru.


Menekan daerah yang nyeri ketika

Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk

batuk atau nafas dalam. Penekanan

dan nafas dalam yang efektif.

otot-otot dada serta abdomen membuat

Peningkatan

Kolaborasi dengan tim medis lain


untuk pemberian O2 dan obat-obatan
serta foto thorax.

batuk lebih efektif.


Pemberian oksigen dapat menurunkan
beban

pernafasan

terjadinya

sianosis

dan
akibat

mencegah
hiponia.

Dengan foto thorax dapat dimonitor


kemajuan dari berkurangnya cairan dan
kembalinya daya kembang paru.

2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan


dengan peningkatan metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan akibat sesak nafas.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi


Kriteria hasil : Konsumsi lebih 40 % jumlah makanan, berat badan normal dan hasil
laboratorium dalam batas normal.

Beri

Intervensi
motivasi tentang

pentingnya

nutrisi.

Rasional
Kebiasaan
makan
dipengaruhi

seseorang

oleh

kesukaannya,

kebiasaannya, agama, ekonomi dan


pengetahuannya

Auskultasi suara bising usus.

nutrisi bagi tubuh.


Bising usus yang
meningkat

Lakukan oral hygiene setiap hari.

tentang

pentingnya

menurun

menunjukkan

atau

adanya

gangguan pada fungsi pencernaan.


Bau mulut yang kurang sedap dapat
mengurangi nafsu makan. Bau mulut
yang kurang sedap dapat mengurangi

meningkatkan nafsu makan.

Sajikan makanan semenarik mungkin.

Makanan dalam porsi kecil tidak

Beri makanan dalam porsi kecil tapi

membutuhkan energi, banyak selingan

sering.

memudahkan reflek.
Diit TKTP sangat

nafsu makan.
Penyajian makanan yang menarik dapat

Kolaborasi dengan tim gizi dalam

kebutuhan

pemberian diit TKTP.

pembentukan

baik

metabolisme

untuk
dan

antibody karena diet

TKTP menyediakan kalori dan semua

Kolaborasi
konsultasi
pemeriksaan

dengan

dokter

untuk
laboratorium

atau

melakukan
alabumin

dan pemberian vitamin dan suplemen


nutrisi lainnya (zevity, ensure, socal,
putmocare)

jika

intake

diet

terus

menurun lebih 30 % dari kebutuhan.

asam amino esensial.


Peningkatan intake protein, vitamin dan
mineral dapat menambah asam lemak
dalam tubuh.

3. Cemas atau ketakutan sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang


dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).
Tujuan : Pasien mampu memahami dan menerima keadaannya sehingga tidak terjadi
kecemasan.
Kriteria hasil : Pasien mampu bernafas secara normal, pasien mampu beradaptasi
dengan keadaannya. Respon non verbal klien tampak lebih rileks dan santai, nafas
teratur dengan frekuensi 16-24 kali permenit, nadi 80-90 kali permenit.

Intervensi
Berikan posisi yang menyenangkan

Rasional
pasien mampu menerima keadaan dan

bagi pasien. Biasanya dengan semi

mengerti

fowler. Jelaskan mengenai penyakit dan

kerjasama dalam perawatan.

diagnosanya.
Ajarkan teknik relaksasi

Bantu dalam menggala sumber koping

antara perawat dan pasien..


Kaji faktor yang menyebabkan

diajak

Mengurangi

kecemasan.
Pemanfaatan sumber koping yang ada

ketegangan

otot

dan

secara konstruktif sangat bermanfaat

Pertahankan hubungan saling percaya

dapat

yang ada.

sehingga

dalam mengatasi stress.


Hubungan saling percaya membantu
proses terapeutik.

Tindakan yang tepat diperlukan dalam


mengatasi masalah yang dihadapi klien

timbulnya rasa cemas.

dan membangun kepercayaan dalam

mengurangi kecemasan.
Rasa cemas merupakan efek emosi
sehingga apabila sudah teridentifikasi

Bantu pasien mengenali dan mengakui

dengan

baik,

perasaan

rasa cemasnya.

mengganggu dapat diketahui.

yang

4. Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap dan nyeri
pleuritik.

Intervensi
Kaji kebutuhan pola tidur klien

Rasional
mengethui pola tidur kebiasaan yang

Kaji kesulitan yang dialami klien

dilakukan oleh klien.


sebagai data untuk intervensi kesulitan

dalam tidur.
mengetahui

Kaji hal yang dapat mempermudah

hal

yang

dapat

mempermudah tidur sehimhhga sebagai

tidur klien

rujukan dalam intervensi diagnosa.


minum
susu
hangat
dapat
mempermidah tidur klien , sebagai

Anjurkan klien untuk minum susu

hangat sebelim tidur

Pertahankan

pemberian

relaksasi bagi klien.


penurunan nyeri dapat mempermudah
pola istrahat klien.

obat

analgesic/anti nyeri
5. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, aturan pengobatan :

Intervensi
Kaji patologi masalah individu

Identifikasi
kemungkinan

Informasi

kambuh/komplikasi jangka panjang.


Kaji ulang tanda/gejala yang memerlukan

dasar untuk pemahaman kondisi dinamik

evaluasi medik cepat, contoh nyeri dada


tiba tiba, dispnea, distres pernapasan

Rasional
menurunkan

takut

karena

ketidaktahuan. Memberikan pengetahuan


dan pentingnya intervensi terapeutik.

Penyakit paru yang ada seperti PPOM berat


dan keganasan dapat meningkatkan insiden

lanjut.
Kaji ulang praktik kesehatan yang baik;

kambuh. Selain itu pasien sehat yang


menderita pneumotorak spontan, insiden

contoh nutrisi baik, istirahat, latihan.

kambuh 10 % - 50 %. Orang yang


mempunyai

episode

spontan

kedua

beresiko tinggi untuk insiden ketiga (60 %).

Berulangnya
memerlukan

pneumotorak/hemotorak
intervensi

medik

mencegah/menurunkan

untuk

potensial

komplikasi.

Mempertahankan

kesehatan

umum

meningkatkan penyembuhan dan dapat


mencegah kekambuhan.
E. Implementasi
Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan dalam proses keperawatan dan sangat
menuntut kemampuan intelektual, keterampilan dan tehnik keperawatan.
Pelaksanaan keperawatan sesuai dengan rencana keperawatan yang didasari kebutuhan
klien untuk mengurangi atau mencegah masalah serta merupakan pengelolaan atau
perwujudan rencana keperawatan pada seorang klien.
Ada 2 syarat hasil yang diharapkan dalam pelaksanaan perawatan yaitu :
a

Adanya bukti bahwa klien dalam proses menuju perawatan atau telah tercapai
tujuan yang diinginkan.

Adanya bukti bahwa tindakan keperawatan dapat diterima klien.


Proses pelaksanaan perawatan yaitu :

Merencanakan perawatan, segala informasi yang tercakup dalam rencana


keperawatan, merupakan dasar atau pedoman dalam tindakan.

Mengidentifikasi reaksi klien, dituntut usaha yang tidak tergesa-gesa dan teliti agar
dapat menemukan reaksi klien sebagai akibat tindakan keperawatan

F. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian keberhasilan rencana keperawatan dalam memenuhi
kebutuhan klien.
Hasil yang diharapkan dalam evaluasi diagnosa keperawatan pada efusi pleura
meliputi :
a Pola pernafasan tak efektif meliputi :
Menunjukkan pola pernafasan normal/efektif dengan GDA dalam rentang normal.
Bebas sianosis dan tanda.gejala hipoksia.
b Kecemasan, meliputi :
Kcemasan berkurang
Ekspresi wajah yang tenang
Tidak sering bertanya dan panic terhadap keadaan penyakit.
c Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, aturan pengobatan
meliputi :
Menyatakan pemahaman penyebab masalah (bila tahu)

Mengidentifikasi tanda/gejala yang memerlukan evaluasi medik.


Mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan pola hidup yang perlu
untuk mencegah terulangnya masalah.

Anda mungkin juga menyukai