KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
kasus yang berjudul Hemoroid.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu
Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Dalam penyelesaian laporan kasus ini, penulis banyak mendapat bimbingan dan
arahan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada dokter
supervisor, dr. Hamzah, Sp.B yang telah meluangkan waktunya dan memberikan banyak
masukan dalam penyusunan laporan kasus ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih
kepada teman-teman yang turut membantu dalam menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa isi dari laporan kasus ini masih memiliki banyak
kekurangan, baik isi materi, penggunaan bahasa, pengetikan, maupun penataan tulisan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran membangun agar kelak kesalahan
tersebut dapat diperbaiki dalam tulisan selanjutnya. Harapan penulis semoga tinjauan
pustaka ini bermanfaat bagi banyak pihak.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................... i
DAFTAR ISI...................ii
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1. Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
1.3. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA........... 3
2.1. Definisi Hemoroid......................................................................................... 3
2.2. Etiologi Hemoroid......................................................................................... 3
2.3. Anatomi Anal Canal ..................................................................................... 4
2.4. Patogenesis Hemoroid.................................................................................... 5
2.5. Klasifikasi Hemoroid .................................................................................... 6
2.6. Derajat Hemoroid Internal ............................................................................ 6
2.7. Gejala Klinis Hemoroid ................................................................................ 7
2.8. Diagnosis Hemoroid ..................................................................................... 7
2.8.1. Anamnesis Hemoroid................................................................................. 7
2.8.2. Pemeriksaan Fisik Hemoroid ..................................................................... 8
2.8.3. Pemeriksaan Penunjang Hemoroid .............................................................8
2.9. Diagnosis Banding Hemoroid....................................................................... 9
2.10.Penatalaksanaan Hemoroid ........................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................14
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.294 per 100.000 jiwa (Everheart, 2004). Sebuah penelitian yang dilakukan di
Iran menunjukkan sebanyak 48 persen dari pasien yang menjalani prosedur
sigmoidoskopi dengan keluhan perdarahan anorektal memperlihatkan adanya
hemoroid (Nikpour dan Asgari, 2008).
Meskipun begitu, menurut Pigot dkk (2005) epidemiologi hemoroid tidak
begitu diketahui karena penelitian yang ada memiliki hasil yang sangat bervariasi.
Banyak orang yang mengalami hemoroid dan tidak berkonsultasi dengan dokter.
Pasien terkadang merasa ragu untuk mengobatinya karena rasa takut, malu, dan
nyeri pada terapi hemoroid, sehingga insidensi yang sebenarnya dari penyakit ini
tidak dapat dipastikan (Kaidar-Person dkk, 2007).
1.2
Rumusan Masalah
Laporan kasus ini membahas definisi, etiologi, epidemiologi, klasifikasi,
Tujuan Penulisan
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Hemoroid
Plexus hemoroid merupakan pembuluh darah normal yang terletak pada
mukosa rektum bagian distal dan anoderm. Gangguan pada hemoroid terjadi
ketika plexus vaskular ini membesar. Sehingga kita dapatkan pengertiannya dari
hemoroid adalah dilatasi varikosus vena dari plexus hemorrhoidal inferior dan
superior (Dorland, 2002).
Hemoroid adalah kumpulan dari pelebaran satu segmen atau lebih vena
hemoroidalis di daerah anorektal. Hemoroid bukan sekedar pelebaran vena
hemoroidalis, tetapi bersifat lebih kompleks yakni melibatkan beberapa unsur
berupa pembuluh darah, jaringan lunak dan otot di sekitar anorektal (Felix, 2006).
Etiologi Hemoroid
Menurut Villalba dan Abbas (2007), etiologi hemoroid sampai saat ini
belum diketahui secara pasti, beberapa faktor pendukung yang terlibat diantaranya
adalah:
Penuaan
Kehamilan
Hereditas
Konstipasi atau diare kronik
Penggunaan toilet yang berlama-lama
Posisi tubuh, misal duduk dalam waktu yang lama
Obesitas.
Gambar 2.1.
Anatomi anal canal yang memperlihatkan pleksus hemoroid internal dan
eksternal ( Penninger dan Zainea, 2001).
Hemoroid adalah bantalan vaskular yang terdapat di anal canal yang biasanya
ditemukan di tiga daerah utama yaitu kiri samping, kanan depan, dan bagian
kanan belakang. Hemoroid berada dibawah lapisan epitel anal canal dan terdiri
dari plexus arteriovenosus terutama antara cabang terminal arteri rektal superior
dan arteri hemoroid superior. Selain itu hemoroid juga menghubungkan antara
arteri hemoroid dengan jaringan sekitar.
Persarafan pada bagian atas anal canal disuplai oleh plexus otonom, bagian
bawah dipersarafi oleh saraf somatik rektal inferior yang merupakan akhir
percabangan saraf pudendal (Snell, 2006).
Patogenesis Hemoroid
Anal canal memiliki lumen triradiate yang dilapisi bantalan (cushion) atau
alas dari jaringan mukosa. Bantalan ini tergantung di anal canal oleh jaringan ikat
yang berasal dari sfingter anal internal dan otot longitudinal. Di dalam tiap
bantalan terdapat plexus vena yang diperdarahi oleh arteriovenosus. Struktur
vaskular tersebut membuat tiap bantalan membesar untuk mencegah terjadinya
inkontinensia (Nisar dan Scholefield, 2003).
Efek degenerasi akibat penuaan dapat memperlemah jaringan penyokong dan
bersamaan dengan usaha pengeluaran feses yang keras secara berulang serta
mengedan akan meningkatkan tekanan terhadap bantalan tersebut yang akan
mengakibatkan prolapsus. Bantalan yang mengalami prolapsus akan terganggu
aliran balik venanya. Bantalan menjadi semakin membesar dikarenakan
mengedan, konsumsi serat yang tidak adekuat, berlama-lama ketika buang air
besar, serta kondisi seperti kehamilan yang meningkatkan tekanan intra
abdominal. Perdarahan yang timbul dari pembesaran hemoroid disebabkan oleh
trauma mukosa lokal atau inflamasi yang merusak pembuluh darah di bawahnya
(Acheson dan Schofield, 2006).
Taweevisit dkk (2008) menyimpulkan bahwa sel mast memiliki peran
multidimensional terhadap patogenesis hemoroid, melalui mediator dan sitokin
yang dikeluarkan oleh granul sel mast. Pada tahap awal vasokonstriksi terjadi
bersamaan dengan peningkatan vasopermeabilitas dan kontraksi otot polos yang
diinduksi oleh histamin dan leukotrin. Ketika vena submukosal meregang akibat
dinding pembuluh darah pada hemoroid melemah, akan terjadi ekstravasasi sel
darah merah dan perdarahan. Sel mast juga melepaskan platelet-activating factor
sehingga terjadi agregasi dan trombosis yang merupakan komplikasi akut
hemoroid.
Pada tahap selanjutnya hemoroid yang mengalami trombosis akan mengalami
rekanalisasi dan resolusi. Proses ini dipengaruhi oleh kandungan granul sel mast.
Termasuk diantaranya tryptase dan chymase untuk degradasi jaringan stroma,
heparin untuk migrasi sel endotel dan sitokin sebagai TNF- serta interleukin 4
untuk pertumbuhan fibroblas dan proliferasi. Selanjutnya pembentukan jaringan
parut akan dibantu oleh basic fibroblast growth factor dari sel mast.
Klasifikasi Hemoroid
Hemoroid diklasifikasikan berdasarkan asalnya, dimana dentate line
menjadi batas histologis. Klasifikasi hemoroid yaitu:
Hemoroid eksternal, berasal dari dari bagian distal dentate line dan dilapisi oleh
epitel skuamos yang telah termodifikasi serta banyak persarafan serabut saraf
nyeri somatik
Hemoroid internal, berasal dari bagian proksimal dentate line dan dilapisi
mukosa.
Hemoroid internal-eksternal dilapisi oleh mukosa di bagian superior dan kulit
pada bagian inferior serta memiliki serabut saraf nyeri (Corman, 2004)
Derajat Hemoroid Internal
Menurut Person (2007), hemoroid internal diklasifikasikan menjadi
beberapa tingkatan yakni:
Derajat I, hemoroid mencapai lumen anal canal.
Derajat II, hemoroid mencapai sfingter eksternal dan tampak pada saat
pemeriksaan tetapi dapat masuk kembali secara spontan.
Derajat III, hemoroid telah keluar dari anal canal dan hanya dapat masuk kembali
secara manual oleh pasien.
Derajat IV, hemoroid selalu keluar dan tidak dapat masuk ke anal canal meski
dimasukkan secara manual.
Gejala klinis Hemoroid
Gejala klinis hemoroid dapat dibagi berdasarkan jenis hemoroid (Villalba
dan Abbas, 2007) yaitu:
Hemoroid internal
Prolaps dan keluarnya mukus.
Perdarahan.
Rasa tak nyaman.
Gatal.
Hemoroid eksternal
Rasa terbakar.
Nyeri ( jika mengalami trombosis).
Gatal.
Diagnosis Hemoroid
Diagnosis hemoroid dapat dilakukan dengan melakukan:
Anamnesis.
Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan penunjang.
Anamnesis Hemoroid
Pada anamnesis biasanya didapati bahwa pasien menemukan adanya darah
segar pada saat buang air besar. Selain itu pasien juga akan mengeluhkan adanya
gatal-gatal pada daerah anus. Pada derajat II hemoroid internal pasien akan
merasakan adanya masa pada anus dan hal ini membuatnya tak nyaman. Pasien
akan mengeluhkan nyeri pada hemoroid derajat IV yang telah mengalami
trombosis (Canan, 2002).
Perdarahan yang disertai dengan nyeri dapat mengindikasikan adanya trombosis
hemoroid eksternal, dengan ulserasi thrombus pada kulit. Hemoroid internal
biasanya timbul gejala hanya ketika mengalami prolapsus sehingga terjadi
ulserasi, perdarahan, atau trombosis. Hemoroid eksternal bisa jadi tanpa gejala
atau dapat ditandai dengan rasa tak nyaman, nyeri akut, atau perdarahan akibat
ulserasi dan trombosis ( Wexner, Person, dan Kaidar-person, 2006)
Gejala hemoroid biasanya bersamaan dengan inflamasi pada anal canal dengan
derajat berbeda. Dengan menggunakan sigmoidoskopi, anus dan rektum dapat
dievaluasi untuk kondisi lain sebagai diagnosa banding untuk perdarahan rektal
dan rasa tak nyaman seperti pada fisura anal dan fistula, kolitis, polip rektal, dan
kanker. Pemeriksaan dengan menggunakan barium enema X-ray atau kolonoskopi
harus dilakukan pada pasien dengan umur di atas 50 tahun dan pada pasien
dengan perdarahan menetap setelah dilakukan pengobatan terhadap hemoroid
(Canan, 2002).
Diagnosa Banding hemoroid
Menurut Kaidar-Person dkk (2007) selama evaluasi awal pasien,
kemungkinan penyebab lain dari gejala-gejala seperti perdarahan rektal, gatal
pada anus, rasa tak nyaman, massa serta nyeri dapat disingkirkan. Kanker
kolorektal dan anal, dan melanoma anorektal merupakan contoh penyebab gejala
tersebut. Dibawah ini adalah diagnosa banding untuk gejala-gejala diatas:
Nyeri
Fisura anal
Herpes anal
Proktitis ulseratif
Proctalgia fugax
Massa
10
Karsinoma anal
Perianal warts
Skin tags
Nyeri dan massa
Hematom perianal
Abses
Pilonidal sinus
Nyeri dan perdarahan
Fisura anal
proktitis
11
12
Lokasi injeksi adalah submukosa hemoroid. Efek injeksi sklerosan tersebut adalah
edema, reaksi inflamasi dengan proliferasi fibroblast, dan trombosis intravaskular.
Reaksi ini akan menyebabkan fibrosis pada sumukosa hemoroid. Hal ini akan
mencegah atau mengurangi prolapsus jaringan hemoroid (Kaidar-Person dkk,
2007). Senapati (1988) dalam Acheson dan Scholfield (2009) menyatakan teknik
ini murah dan mudah dilakukan, tetapi jarang dilaksanakan karena tingkat
kegagalan yang tinggi.
Rubber band ligation. Ligasi jaringan hemoroid dengan rubber band
menyebabkan nekrosis iskemia, ulserasi dan scarring yang akan menghsilkan
fiksasi jaringan ikat ke dinding rektum. Komplikasi prosedur ini adalah nyeri dan
perdarahan.
Infrared thermocoagulation. Sinar infra merah masuk ke jaringan dan berubah
menjadi panas. Manipulasi instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengatur
banyaknya jumlah kerusakan jaringan. Prosedur ini menyebabkan koagulasi,
oklusi, dan sklerosis jaringan hemoroid. Teknik ini singkat dan dengan komplikasi
yang minimal.
Bipolar Diathermy. Menggunakan energi listrik untuk mengkoagulasi jaringan
hemoroid dan pembuluh darah yang memperdarahinya. Biasanya digunakan pada
hemoroid internal derajat rendah.
Laser haemorrhoidectomy.
Doppler ultrasound guided haemorrhoid artery ligation. Teknik ini dilakukan
dengan menggunakan proktoskop yang dilengkapi dengan doppler probe yang
dapat melokalisasi arteri. Kemudian arteri yang memperdarahi jaringan hemoroid
tersebut diligasi menggunakan absorbable suture. Pemotongan aliran darah ini
diperkirakan akan mengurangi ukuran hemoroid.
Cryotherapy. Teknik ini dilakukan dengan menggunakan temperatur yang sangat
rendah untuk merusak jaringan. Kerusakan ini disebabkan kristal yang terbentuk
di dalam sel, menghancurkan membran sel dan jaringan. Namun prosedur ini
menghabiskan banyak waktu dan hasil yang cukup mengecewakan. Cryotherapy
adalah teknik yang paling jarang dilakukan untuk hemoroid (American
Gastroenterological Association, 2004).
Stappled Hemorrhoidopexy. Teknik dilakukan dengan mengeksisi jaringan
hemoroid pada bagian proksimal dentate line. Keuntungan pada stappled
hemorrhoidopexy adalah berkurangnya rasa nyeri paska operasi selain itu teknik
ini juga aman dan efektif sebagai standar hemorrhoidectomy (Halverson, 2007).
13
Konsumsi serat 25-30 gram sehari. Makanan tinggi serat seperti buah-buahan,
sayur-mayur, dan kacang-kacangan menyebabkan feses menyerap air di kolon.
Hal ini membuat feses lebih lembek dan besar, sehingga mengurangi proses
mengedan dan tekanan pada vena anus.
Minum air sebanyak 6-8 gelas sehari
Mengubah kebiasaan buang air besar. Segera ke kamar mandi saat merasa akan
buang air besar, jangan ditahan karena akan memperkeras feses. Hindari
mengedan.
DAFTAR PUSTAKA
14
15
16
Osborn, N.K., King, K.H., and Adeniji, O.A., 2009. Hemorroid Treatment in
Outpatient Gastroenterology Practice Using The ORegan Disposable Hemorrhoid
Banding System is Safe and Effective. The Journal of Medicine 2 (5): 251.
Penninger, J.I. & Zainea, G.G., 2001. Common Anorectal Conditions: Part I.
Symptoms and Complains. American Family Physician 63 (12): 2391-2398.
Pigot, F., Siproudis L., and Allaert, F.A, 2005. Risk Factor Associated with
Hemorrhoidal Symptoms in Specialized. Gastroenterology Clin Biol 29 (12): 12701274.
Snell, R.S., 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Ed.6.
Jakarta: EGC.
Strate, L.L., Ayanlan, J.Z., Kotier, G., Syngal, S., 2008. Risk Faktor for
Mortality in Lower Intestinal Bleeding. Clin Gastroenterol Hepatol 6 (9): 955-1004.
Villalba, H., Abbas, M.A., 2007. Hemorrhoids : Modern Remedies for an
Ancient Disease. The Permanente Journal 11 (2): 74-76.
Guidelines: Constipation. World Gastroenterological Organisation. Available
from:
http://www.worldgastroenterology.org/assets/downloads/en/pdf/guidelines/05_constip
ation.pdf [Accessed 7 January 2012]
Zhou, Q., Mills, E., Martinez, Z.M.J., and Allonso, C.P., 2006. Metaanalysis
of Flavonoid for The Treatment of Haemorrhoid. BrJ Surg; 93: 909-920.