Anda di halaman 1dari 18

1

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
kasus yang berjudul Hemoroid.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu
Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Dalam penyelesaian laporan kasus ini, penulis banyak mendapat bimbingan dan
arahan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada dokter
supervisor, dr. Hamzah, Sp.B yang telah meluangkan waktunya dan memberikan banyak
masukan dalam penyusunan laporan kasus ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih
kepada teman-teman yang turut membantu dalam menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa isi dari laporan kasus ini masih memiliki banyak
kekurangan, baik isi materi, penggunaan bahasa, pengetikan, maupun penataan tulisan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran membangun agar kelak kesalahan
tersebut dapat diperbaiki dalam tulisan selanjutnya. Harapan penulis semoga tinjauan
pustaka ini bermanfaat bagi banyak pihak.

Medan, 07 April 2016

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................... i
DAFTAR ISI...................ii
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1. Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
1.3. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA........... 3
2.1. Definisi Hemoroid......................................................................................... 3
2.2. Etiologi Hemoroid......................................................................................... 3
2.3. Anatomi Anal Canal ..................................................................................... 4
2.4. Patogenesis Hemoroid.................................................................................... 5
2.5. Klasifikasi Hemoroid .................................................................................... 6
2.6. Derajat Hemoroid Internal ............................................................................ 6
2.7. Gejala Klinis Hemoroid ................................................................................ 7
2.8. Diagnosis Hemoroid ..................................................................................... 7
2.8.1. Anamnesis Hemoroid................................................................................. 7
2.8.2. Pemeriksaan Fisik Hemoroid ..................................................................... 8
2.8.3. Pemeriksaan Penunjang Hemoroid .............................................................8
2.9. Diagnosis Banding Hemoroid....................................................................... 9
2.10.Penatalaksanaan Hemoroid ........................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................14

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Plexus hemoroid merupakan pembuluh darah normal yang terletak pada


mukosa rektum distal dan anoderm. Gangguan pada hemoroid terjadi ketika
plexus vaskular ini membesar. Sehingga kita dapatkan pengertiannya dari
hemoroid adalah dilatasi varikosus vena dari plexus hemoroidal inferior dan
superior (Dorland, 2002).
Kelainan daerah anorektal ini merupakan penyakit yang telah lama dikenal
oleh masyarakat. Welling DR (1988) dalam Villalba dan Abbas (2007)
menyatakan bahwa Kaisar Perancis Napoleon Bonaparte menderita hemoroid.
Penelitian tentang hemoroid telah banyak dipublikasikan sekitar tahun 1970an.
Hal ini menunjukkan bahwa hemoroid telah sejak lama menjadi masalah bagi
kehidupan kita.
Penyebab pasti dari hemoroid belum diketahui, faktor yang berperan dalam
perkembangan hemoroid adalah kehamilan, hereditas, konstipasi, dan lamanya
waktu yang dihabiskan di toilet saat buang air besar ( Villalba dan Abbas, 2007).
Pasien dengan hemoroid dapat mengalami gejala maupun tidak sama
sekali, hal ini bergantung pada jenis hemoroid serta derajat pada hemoroid
internal. Pada derajat I ditandai dengan adanya darah segar pada saat defekasi,
namun ketika hemoroid tidak ditatalaksana dengan baik maka dapat berlanjut ke
derajat III atau IV. Hemoroid internal derajat IV dapat menimbulkan nyeri akut
yang berat (Nisar dkk, 2003).
Pigot dkk (2005) menyatakan terdapat empat gejala utama yang membuat
pasien datang ke praktek dokter diantaranya adalah nyeri, perdarahan, massa, dan
pruritus pada anal. Nyeri pada hemoroid eksternal yang mengalami trombosis
dapat berlangsung selama 48 sampai dengan 72 jam kemudian nyeri berkurang
secara spontan tetapi juga dapat berkurang setelah beberapa hari. Perdarahan
merupakan gejala umum yang terdapat pada hemoroid. Sebanyak 20 persen
perdarahan usus bagian bawah disebabkan oleh hemoroid (Strate dkk, 2008).
Meskipun hanya 3 persen yang mengalami anemia dari perdarahan tersebut.
Gejala-gejala ini mungkin tidak mengancam nyawa tetapi dapat mengurangi
kualitas hidup seseorang.
Hemoroid sering terjadi pada dewasa dengan umur 45 sampai dengan 65 tahun
(Chong dkk, 2008). Di Amerika Serikat, hemoroid adalah penyakit yang cukup
umum dimana pasien dengan umur 45 tahun yang didiagnosis hemoroid mencapai

1.294 per 100.000 jiwa (Everheart, 2004). Sebuah penelitian yang dilakukan di
Iran menunjukkan sebanyak 48 persen dari pasien yang menjalani prosedur
sigmoidoskopi dengan keluhan perdarahan anorektal memperlihatkan adanya
hemoroid (Nikpour dan Asgari, 2008).
Meskipun begitu, menurut Pigot dkk (2005) epidemiologi hemoroid tidak
begitu diketahui karena penelitian yang ada memiliki hasil yang sangat bervariasi.
Banyak orang yang mengalami hemoroid dan tidak berkonsultasi dengan dokter.
Pasien terkadang merasa ragu untuk mengobatinya karena rasa takut, malu, dan
nyeri pada terapi hemoroid, sehingga insidensi yang sebenarnya dari penyakit ini
tidak dapat dipastikan (Kaidar-Person dkk, 2007).
1.2

Rumusan Masalah
Laporan kasus ini membahas definisi, etiologi, epidemiologi, klasifikasi,

patofisiologi, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis dari penyakit


Hemoroid.
1.3

Tujuan Penulisan
1

Memahami definisi, etiologi, epidemiologi, klasifikasi, patofisiologi,


diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis dari penyakit
Hemoroid.

Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang kedokteran.

Memenuhi salah satu persyaratan kelulusan Program Pendidikan Profesi


Dokter (P3D) di Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara RSUP Haji Adam Malik Medan.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Hemoroid
Plexus hemoroid merupakan pembuluh darah normal yang terletak pada
mukosa rektum bagian distal dan anoderm. Gangguan pada hemoroid terjadi
ketika plexus vaskular ini membesar. Sehingga kita dapatkan pengertiannya dari
hemoroid adalah dilatasi varikosus vena dari plexus hemorrhoidal inferior dan
superior (Dorland, 2002).
Hemoroid adalah kumpulan dari pelebaran satu segmen atau lebih vena
hemoroidalis di daerah anorektal. Hemoroid bukan sekedar pelebaran vena
hemoroidalis, tetapi bersifat lebih kompleks yakni melibatkan beberapa unsur
berupa pembuluh darah, jaringan lunak dan otot di sekitar anorektal (Felix, 2006).
Etiologi Hemoroid
Menurut Villalba dan Abbas (2007), etiologi hemoroid sampai saat ini
belum diketahui secara pasti, beberapa faktor pendukung yang terlibat diantaranya
adalah:
Penuaan
Kehamilan
Hereditas
Konstipasi atau diare kronik
Penggunaan toilet yang berlama-lama
Posisi tubuh, misal duduk dalam waktu yang lama
Obesitas.

Faktor-faktor tersebut berkaitan dengan kongesti vaskular dan prolapsus mukosa


(Schubert dkk, 2009). Selain itu dikatakan ada hubungan antara hemoroid dengan
penyakit hati maupun konsumsi alkohol (Mc Kesson Health Solution LCC, 2004)

Anatomi Anal Canal


Anal canal adalah akhir dari usus besar dengan panjang 4 cm dari rektum hingga
orifisium anal. Setengah bagian ke bawah dari anal canal dilapisi oleh epitel
skuamosa dan setengah bagian ke atas oleh epitel kolumnar. Pada bagian yang
dilapisi oleh epitel kolumnar tersebut membentuk lajur mukosa (lajur morgagni).
Suplai darah bagian atas anal canal berasal dari pembuluh rektal superior
sedangkan bagian bawahnya berasal dari pembuluh rektal inferior. Kedua
pembuluh tersebut merupakan percabangan pembuluh darah rektal yang berasal
dari arteri pudendal interna. Arteri ini adalah salah satu cabang arteri iliaka
interna. Arteri-arteri tersebut akan membentuk pleksus disekitar orifisium anal.

Gambar 2.1.
Anatomi anal canal yang memperlihatkan pleksus hemoroid internal dan
eksternal ( Penninger dan Zainea, 2001).
Hemoroid adalah bantalan vaskular yang terdapat di anal canal yang biasanya
ditemukan di tiga daerah utama yaitu kiri samping, kanan depan, dan bagian

kanan belakang. Hemoroid berada dibawah lapisan epitel anal canal dan terdiri
dari plexus arteriovenosus terutama antara cabang terminal arteri rektal superior
dan arteri hemoroid superior. Selain itu hemoroid juga menghubungkan antara
arteri hemoroid dengan jaringan sekitar.
Persarafan pada bagian atas anal canal disuplai oleh plexus otonom, bagian
bawah dipersarafi oleh saraf somatik rektal inferior yang merupakan akhir
percabangan saraf pudendal (Snell, 2006).
Patogenesis Hemoroid
Anal canal memiliki lumen triradiate yang dilapisi bantalan (cushion) atau
alas dari jaringan mukosa. Bantalan ini tergantung di anal canal oleh jaringan ikat
yang berasal dari sfingter anal internal dan otot longitudinal. Di dalam tiap
bantalan terdapat plexus vena yang diperdarahi oleh arteriovenosus. Struktur
vaskular tersebut membuat tiap bantalan membesar untuk mencegah terjadinya
inkontinensia (Nisar dan Scholefield, 2003).
Efek degenerasi akibat penuaan dapat memperlemah jaringan penyokong dan
bersamaan dengan usaha pengeluaran feses yang keras secara berulang serta
mengedan akan meningkatkan tekanan terhadap bantalan tersebut yang akan
mengakibatkan prolapsus. Bantalan yang mengalami prolapsus akan terganggu
aliran balik venanya. Bantalan menjadi semakin membesar dikarenakan
mengedan, konsumsi serat yang tidak adekuat, berlama-lama ketika buang air
besar, serta kondisi seperti kehamilan yang meningkatkan tekanan intra
abdominal. Perdarahan yang timbul dari pembesaran hemoroid disebabkan oleh
trauma mukosa lokal atau inflamasi yang merusak pembuluh darah di bawahnya
(Acheson dan Schofield, 2006).
Taweevisit dkk (2008) menyimpulkan bahwa sel mast memiliki peran
multidimensional terhadap patogenesis hemoroid, melalui mediator dan sitokin
yang dikeluarkan oleh granul sel mast. Pada tahap awal vasokonstriksi terjadi
bersamaan dengan peningkatan vasopermeabilitas dan kontraksi otot polos yang
diinduksi oleh histamin dan leukotrin. Ketika vena submukosal meregang akibat
dinding pembuluh darah pada hemoroid melemah, akan terjadi ekstravasasi sel
darah merah dan perdarahan. Sel mast juga melepaskan platelet-activating factor
sehingga terjadi agregasi dan trombosis yang merupakan komplikasi akut
hemoroid.
Pada tahap selanjutnya hemoroid yang mengalami trombosis akan mengalami
rekanalisasi dan resolusi. Proses ini dipengaruhi oleh kandungan granul sel mast.
Termasuk diantaranya tryptase dan chymase untuk degradasi jaringan stroma,
heparin untuk migrasi sel endotel dan sitokin sebagai TNF- serta interleukin 4
untuk pertumbuhan fibroblas dan proliferasi. Selanjutnya pembentukan jaringan
parut akan dibantu oleh basic fibroblast growth factor dari sel mast.

Klasifikasi Hemoroid
Hemoroid diklasifikasikan berdasarkan asalnya, dimana dentate line
menjadi batas histologis. Klasifikasi hemoroid yaitu:
Hemoroid eksternal, berasal dari dari bagian distal dentate line dan dilapisi oleh
epitel skuamos yang telah termodifikasi serta banyak persarafan serabut saraf
nyeri somatik
Hemoroid internal, berasal dari bagian proksimal dentate line dan dilapisi
mukosa.
Hemoroid internal-eksternal dilapisi oleh mukosa di bagian superior dan kulit
pada bagian inferior serta memiliki serabut saraf nyeri (Corman, 2004)
Derajat Hemoroid Internal
Menurut Person (2007), hemoroid internal diklasifikasikan menjadi
beberapa tingkatan yakni:
Derajat I, hemoroid mencapai lumen anal canal.
Derajat II, hemoroid mencapai sfingter eksternal dan tampak pada saat
pemeriksaan tetapi dapat masuk kembali secara spontan.
Derajat III, hemoroid telah keluar dari anal canal dan hanya dapat masuk kembali
secara manual oleh pasien.
Derajat IV, hemoroid selalu keluar dan tidak dapat masuk ke anal canal meski
dimasukkan secara manual.
Gejala klinis Hemoroid
Gejala klinis hemoroid dapat dibagi berdasarkan jenis hemoroid (Villalba
dan Abbas, 2007) yaitu:

Hemoroid internal
Prolaps dan keluarnya mukus.
Perdarahan.
Rasa tak nyaman.
Gatal.
Hemoroid eksternal
Rasa terbakar.
Nyeri ( jika mengalami trombosis).
Gatal.

Diagnosis Hemoroid
Diagnosis hemoroid dapat dilakukan dengan melakukan:
Anamnesis.
Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan penunjang.
Anamnesis Hemoroid
Pada anamnesis biasanya didapati bahwa pasien menemukan adanya darah
segar pada saat buang air besar. Selain itu pasien juga akan mengeluhkan adanya
gatal-gatal pada daerah anus. Pada derajat II hemoroid internal pasien akan
merasakan adanya masa pada anus dan hal ini membuatnya tak nyaman. Pasien
akan mengeluhkan nyeri pada hemoroid derajat IV yang telah mengalami
trombosis (Canan, 2002).
Perdarahan yang disertai dengan nyeri dapat mengindikasikan adanya trombosis
hemoroid eksternal, dengan ulserasi thrombus pada kulit. Hemoroid internal
biasanya timbul gejala hanya ketika mengalami prolapsus sehingga terjadi
ulserasi, perdarahan, atau trombosis. Hemoroid eksternal bisa jadi tanpa gejala
atau dapat ditandai dengan rasa tak nyaman, nyeri akut, atau perdarahan akibat
ulserasi dan trombosis ( Wexner, Person, dan Kaidar-person, 2006)

Pemeriksaan Fisik Hemoroid


Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya pembengkakan vena yang
mengindikasikan hemoroid eksternal atau hemoroid internal yang mengalami
prolaps. Hemoroid internal derajat I dan II biasanya tidak dapat terlihat dari luar
dan cukup sulit membedakannya dengan lipatan mukosa melalui pemeriksaan
rektal kecuali hemoroid tersebut telah mengalami trombosis (Canan, 2002).
Daerah perianal juga diinspeksi untuk melihat ada atau tidaknya fisura, fistula,
polip, atau tumor. Selain itu ukuran, perdarahan, dan tingkat keparahan inflamasi
juga harus dinilai (Nisar dan Scholefield, 2003).

Gambar 2.2. menunjukkan hemoroid yang mengalami trombosis (Schubert,


Schade, dan wexner, 2009).
Pemeriksaan Penunjang Hemoroid
Anal canal dan rektum diperiksa dengan menggunakan anoskopi dan
sigmoidoskopi. Anoskopi dilakukan untuk menilai mukosa rektal dan
mengevaluasi tingkat pembesaran hemoroid (Halverson, 2007). Side-viewing pada
anoskopi merupakan instrumen yang optimal dan tepat untuk mengevaluasi
hemoroid. Allonso-Coello dan Castillejo (2003) dalam Kaidar-Person, Person, dan
Wexner (2007) menyatakan bahwa ketika dibandingkan dengan sigmodoskopi

fleksibel, anoskopi mendeteksi dengan presentasi lebih tinggi terhadap lesi di


daerah anorektal.

Gejala hemoroid biasanya bersamaan dengan inflamasi pada anal canal dengan
derajat berbeda. Dengan menggunakan sigmoidoskopi, anus dan rektum dapat
dievaluasi untuk kondisi lain sebagai diagnosa banding untuk perdarahan rektal
dan rasa tak nyaman seperti pada fisura anal dan fistula, kolitis, polip rektal, dan
kanker. Pemeriksaan dengan menggunakan barium enema X-ray atau kolonoskopi
harus dilakukan pada pasien dengan umur di atas 50 tahun dan pada pasien
dengan perdarahan menetap setelah dilakukan pengobatan terhadap hemoroid
(Canan, 2002).
Diagnosa Banding hemoroid
Menurut Kaidar-Person dkk (2007) selama evaluasi awal pasien,
kemungkinan penyebab lain dari gejala-gejala seperti perdarahan rektal, gatal
pada anus, rasa tak nyaman, massa serta nyeri dapat disingkirkan. Kanker
kolorektal dan anal, dan melanoma anorektal merupakan contoh penyebab gejala
tersebut. Dibawah ini adalah diagnosa banding untuk gejala-gejala diatas:
Nyeri
Fisura anal
Herpes anal
Proktitis ulseratif
Proctalgia fugax
Massa

10

Karsinoma anal
Perianal warts
Skin tags
Nyeri dan massa
Hematom perianal
Abses
Pilonidal sinus
Nyeri dan perdarahan
Fisura anal
proktitis

Nyeri, massa, dan perdarahan Hematom perianal ulseratif


Massa dan perdarahan Karsinoma anal
Perdarahan
Polips kolorektal
Karsinoma kolorektal
Karsinoma anal
Penatalaksanaan Hemoroid
Menurut Acheson dan Scholefield (2006), penatalaksanaan hemoroid dapat
dilakukan dengan beberapa cara sesuai dengan jenis dan derajat daripada
hemoroid.
Penatalaksanaan Konservatif

11

Sebagian besar kasus hemoroid derajat I dapat ditatalaksana dengan pengobatan


konservatif. Tatalaksana tersebut antara lain koreksi konstipasi jika ada,
meningkatkan konsumsi serat, laksatif, dan menghindari obat-obatan yang dapat
menyebabkan kostipasi seperti kodein (Daniel, 2010)
Penelitian meta-analisis akhir-akhir ini membuktikan bahwa suplemen serat dapat
memperbaiki gejala dan perdarahan serta dapat direkomendasikan pada derajat
awal hemoroid (Zhou dkk, 2006). Perubahan gaya hidup lainnya seperti
meningkatkan konsumsi cairan, menghindari konstipasi dan mengurangi
mengejan saat buang air besar dilakukan pada penatalaksanaan awal dan dapat
membantu pengobatan serta pencegahan hemoroid, meski belum banyak
penelitian yang mendukung hal tersebut.
Kombinasi antara anestesi lokal, kortikosteroid, dan antiseptik dapat mengurangi
gejala gatal-gatal dan rasa tak nyaman pada hemoroid. Penggunaan steroid yang
berlama-lama harus dihindari untuk mengurangi efek samping. Selain itu
suplemen flavonoid dapat membantu mengurangi tonus vena, mengurangi
hiperpermeabilitas serta efek antiinflamasi meskipun belum diketahui bagaimana
mekanismenya (Acheson dan Scholrfield, 2008).
Pembedahan
Acheson dan Scholfield (2008) menyatakan apabila hemoroid internal derajat I
yang tidak membaik dengan penatalaksanaan konservatif maka dapat dilakukan
tindakan pembedahan.
HIST (Hemorrhoid Institute of South Texas) menetapkan indikasi tatalaksana
pembedahan hemoroid antara lain:
Hemoroid internal derajat II berulang.
Hemoroid derajat III dan IV dengan gejala.
Mukosa rektum menonjol keluar anus.
Hemoroid derajat I dan II dengan penyakit penyerta seperti fisura.
Kegagalan penatalaksanaan konservatif.
Permintaan pasien.
Pembedahan yang sering dilakukan yaitu:
Skleroterapi. Teknik ini dilakukan menginjeksikan 5 mL oil phenol 5 %,
vegetable oil, quinine, dan urea hydrochlorate atau hypertonic salt solution.

12

Lokasi injeksi adalah submukosa hemoroid. Efek injeksi sklerosan tersebut adalah
edema, reaksi inflamasi dengan proliferasi fibroblast, dan trombosis intravaskular.
Reaksi ini akan menyebabkan fibrosis pada sumukosa hemoroid. Hal ini akan
mencegah atau mengurangi prolapsus jaringan hemoroid (Kaidar-Person dkk,
2007). Senapati (1988) dalam Acheson dan Scholfield (2009) menyatakan teknik
ini murah dan mudah dilakukan, tetapi jarang dilaksanakan karena tingkat
kegagalan yang tinggi.
Rubber band ligation. Ligasi jaringan hemoroid dengan rubber band
menyebabkan nekrosis iskemia, ulserasi dan scarring yang akan menghsilkan
fiksasi jaringan ikat ke dinding rektum. Komplikasi prosedur ini adalah nyeri dan
perdarahan.
Infrared thermocoagulation. Sinar infra merah masuk ke jaringan dan berubah
menjadi panas. Manipulasi instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengatur
banyaknya jumlah kerusakan jaringan. Prosedur ini menyebabkan koagulasi,
oklusi, dan sklerosis jaringan hemoroid. Teknik ini singkat dan dengan komplikasi
yang minimal.
Bipolar Diathermy. Menggunakan energi listrik untuk mengkoagulasi jaringan
hemoroid dan pembuluh darah yang memperdarahinya. Biasanya digunakan pada
hemoroid internal derajat rendah.
Laser haemorrhoidectomy.
Doppler ultrasound guided haemorrhoid artery ligation. Teknik ini dilakukan
dengan menggunakan proktoskop yang dilengkapi dengan doppler probe yang
dapat melokalisasi arteri. Kemudian arteri yang memperdarahi jaringan hemoroid
tersebut diligasi menggunakan absorbable suture. Pemotongan aliran darah ini
diperkirakan akan mengurangi ukuran hemoroid.
Cryotherapy. Teknik ini dilakukan dengan menggunakan temperatur yang sangat
rendah untuk merusak jaringan. Kerusakan ini disebabkan kristal yang terbentuk
di dalam sel, menghancurkan membran sel dan jaringan. Namun prosedur ini
menghabiskan banyak waktu dan hasil yang cukup mengecewakan. Cryotherapy
adalah teknik yang paling jarang dilakukan untuk hemoroid (American
Gastroenterological Association, 2004).
Stappled Hemorrhoidopexy. Teknik dilakukan dengan mengeksisi jaringan
hemoroid pada bagian proksimal dentate line. Keuntungan pada stappled
hemorrhoidopexy adalah berkurangnya rasa nyeri paska operasi selain itu teknik
ini juga aman dan efektif sebagai standar hemorrhoidectomy (Halverson, 2007).

Menurut Nagie (2007), pencegahan hemoroid dapat dilakukan dengan:

13

Konsumsi serat 25-30 gram sehari. Makanan tinggi serat seperti buah-buahan,
sayur-mayur, dan kacang-kacangan menyebabkan feses menyerap air di kolon.
Hal ini membuat feses lebih lembek dan besar, sehingga mengurangi proses
mengedan dan tekanan pada vena anus.
Minum air sebanyak 6-8 gelas sehari
Mengubah kebiasaan buang air besar. Segera ke kamar mandi saat merasa akan
buang air besar, jangan ditahan karena akan memperkeras feses. Hindari
mengedan.

DAFTAR PUSTAKA

14

Acheson, A.G. & Scholefield, J. H., 2008. Management of Haemorrhoids.


British Medical Journal;336: 380-383.
American Gastroenterological Association. American Gastroenterological
Association Technical Review on The Diagnosis and Treatment of Hemorrhoids.
American Gastroenterological Association Clinical Practice Comitee.
Burkitt, D.P, 1972. Varicose Veins, Deep Vein Trombosis, and Haemorrhoids:
Epidemiology and Suggested Aetiology. British Medical Journal: 556-561.
Canan, A, 2002. Hemorrhoids and Other Anorectal Disorders. Manual of
Gastroenterology: Diagnosis and Therapy. 3 rd ed. USA: Lippincott Williams &
Wilkins.
Chong, P.S. & Bartolo, D.C.C., 2008. Hemorrhoids and Fissure in ano.
Gastroenterology Clinics of North America 37: 627-644.
Cintron, J.R. & Abcarian, H., 2007. Benign Anorectal: Hemorrhoid. In: Wolff,
B.G., Fleshman, J.W., and Beck, D.E., ed. The ASCRS Textbook of Colon and Rectal
Surgery. Newyork: Springer, 156-172.
Corman, M.L, 2004. Hemorrhoids. Colon & Rectal Surgery. 5th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 177-253.
Daniel, W.J., 2010. Anorectal Pain, Bleeding, and Lumps. Australian Family
Physician 39 (6): 376-381.
Dorland, 2002. Kamus Saku kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta: EGC.
Everheart, J.E., 2004. Digestive Disease in The United States: Epidemiology
and Impact, National Institute of Health. Washington, DC: US government Printing
Office.
Felix. 2006.

15

Duduk, Salah, Berdiri, Juga Salah. Farmacia Majalah Kedokteran dan


Farmasi. Jakarta. Available from:
http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one-news.asp?IDNews=278 [Accessed 7
January 2012]
Hall, K.E., 2009. Effect of Aging on Gastrointestinal System. Hazzards
Geriatric Medicine and Gerontology. 6th ed. New York: McGraw-Hill.1062.
Halverson, A., 2007. Hemorrhoids. Clin Colon Rectal surgery 20 (2): 77-84.
Hemorrhoid Institute of South Texas, 2009. Hemorrhoids Summary. Available from:
http://hemorrhoidinstituteofst.com. [Accesed 6 May 2011].
Kaidar-Person, O., Person, B., and Wexner, S.D., 2007. Hemorrhoidal
Disease: A Comprehensive Review. J. American College of Surgeons 204 (1): 102114.
McKesson Health Solution LLC, 2004. Hemorrhoids. Philadelpia: Clinical
Reference System. Available from:
http://www.mdconsult.com. [accessed 11 March 2011].
Nagie, D 2007. What You Need to Know about Hemorrhoidsbut were too
Embarrassed to Ask, Beth Israel Deaconess Medical Center. Available from:
http://www.BottomLineSecrets.com. [accessed 11 March 2011].
Nikpour, S. & Asgari, A.A., 2008. Colonoscopic Evaluation of Minimal
Rectal Bleeding in Average-Risk Patients for Colorectal Cancer. World Journal of
Gastroenterology 14(42): 6536-6540.
Nisar, P.J. & Scholfield, J.H., 2003. Managing Haemorrhoids. British
Medical Journal; 327: 847-851.

16

Osborn, N.K., King, K.H., and Adeniji, O.A., 2009. Hemorroid Treatment in
Outpatient Gastroenterology Practice Using The ORegan Disposable Hemorrhoid
Banding System is Safe and Effective. The Journal of Medicine 2 (5): 251.
Penninger, J.I. & Zainea, G.G., 2001. Common Anorectal Conditions: Part I.
Symptoms and Complains. American Family Physician 63 (12): 2391-2398.
Pigot, F., Siproudis L., and Allaert, F.A, 2005. Risk Factor Associated with
Hemorrhoidal Symptoms in Specialized. Gastroenterology Clin Biol 29 (12): 12701274.
Snell, R.S., 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Ed.6.
Jakarta: EGC.
Strate, L.L., Ayanlan, J.Z., Kotier, G., Syngal, S., 2008. Risk Faktor for
Mortality in Lower Intestinal Bleeding. Clin Gastroenterol Hepatol 6 (9): 955-1004.
Villalba, H., Abbas, M.A., 2007. Hemorrhoids : Modern Remedies for an
Ancient Disease. The Permanente Journal 11 (2): 74-76.
Guidelines: Constipation. World Gastroenterological Organisation. Available
from:
http://www.worldgastroenterology.org/assets/downloads/en/pdf/guidelines/05_constip
ation.pdf [Accessed 7 January 2012]
Zhou, Q., Mills, E., Martinez, Z.M.J., and Allonso, C.P., 2006. Metaanalysis
of Flavonoid for The Treatment of Haemorrhoid. BrJ Surg; 93: 909-920.

Anda mungkin juga menyukai