Anda di halaman 1dari 39

REFERAT

PEMERIKSAAN RADIOLOGI SPONDILITIS

Disusun oleh:
Riska Rachmania 03009208
Soraya Olyfia - 030.10.258

Brenda Shahnaz Qurrota AB. 03011057


Tanya Edwina 03011283

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN


ILMU RADIOLOGI
RUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT MINTOHARDJO
PERIODE 14 NOVEMBER 2016 19 DESEMBER 2016
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2016

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
BAB I............................................................................................................ 2
BAB II............................................................................................................ 3
SPONDILITIS ANKILOSIS.............................................................................3
DEFINISI................................................................................................. 3
EPIDEMIOLOGI........................................................................................ 3
PATOFISIOLOGI....................................................................................... 3
GAMBARAN KLINIS DAERAH YANG TERKENA 4........................................3
DIAGNOSIS............................................................................................. 5
PENEGAKAN DIAGNOSIS RADIOLOGI.....................................................6
MEDIKASI............................................................................................. 10
PROGNOSIS.......................................................................................... 11
SPONDILITIS TUBERKULOSIS...................................................................11
DEFINISI............................................................................................... 11
ETIOLOGI.............................................................................................. 11
EPIDEMIOLOGI...................................................................................... 12
MANIFESTASI KLINIS.............................................................................12
KLASIFIKASI.......................................................................................... 13
PEMERIKSAAN PENUNJANG..................................................................14
PATOFISIOLOGI..................................................................................... 19
DIAGNOSIS BANDING2..........................................................................23
MANAJEMEN TERAPI.............................................................................24
KOMPLIKASI.......................................................................................... 24
PROGNOSIS.......................................................................................... 24
SPONDILITIS PIOGENIK............................................................................25
DEFINISI............................................................................................... 25
ETIOLOGI.............................................................................................. 25
EPIDEMIOLOGI...................................................................................... 25
MANIFESTASI KLINIS.............................................................................26
PEMERIKSAAN PENUNJANG..................................................................26
PATOFISIOLOGI..................................................................................... 28

MANAJEMEN TERAPI.............................................................................28
KESIMPULAN............................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 36

BAB I
PENDAHULUAN
Spondilitis adalah inflamasi pada tulang vertebrae yang bisa
disebabkan oleh beberapa hal, misalnya proses infeksi seperti pada
spondilitis tuberkulosis , dan gangguan imunitas seperti pada spondilitis
ankilosis.
Spondilitis ankilosis (SA) merupakan penyakit inflamasi kronik,
bersifat sistemik, ditandai dengan kekakuan progresif, dan terutama
menyerang sendi tulang belakang (vertebra) dengan penyebab yang tidak
diketahui. Penyakit ini dapat melibatkan sendi-sendi perifer, sinovial, dan
rawan sendi, serta terjadi osifikasi tendon dan ligamen yang akan
mengakibatkan fibrosis dan ankilosis tulang. Terserangnya sendi
sakroiliaka merupakan tanda khas penyakit ini. Ankilosis vertebra biasanya
terjadi pada stadium lanjut dan jarang terjadi pada penderita yang
gejalanya ringan. Nama lain SA adalah Marie-Strumpell disease atau
Bechterew's disease.
Spondilitis tuberkulosis adalah infeksi yang sifatnya kronis berupa
infeksi granulomatosis di sebabkan oleh kuman spesifik yaitu
Mycobacterium tuberculosis yang mengenai tulang vertebra. Tuberkulosis
yang menyerang vertebra disebut dengan osteomyelitis vertebra.
Spondilitis tuberkulosis ini disebut juga dengan Pott Disease jika disertai
dengan paraplegi atau defisit neurologis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

SPONDILITIS ANKILOSIS
DEFINISI
Spondilisis ankilosis adalah bentuk artritis langka yang menyebabkan peradangan
pada tulang belakang dan sendi-sendi sakroiliaka. Kondisi ini ditandai dengan kekakuan
progresif dari sekelompok sendi dan ligamen di tulang belakang, menyebabkan rasa sakit
kronis dan gangguan mobilitas tulang belakang. Ketika tulang belakang pasien menjadi lebih
kaku, beberapa fraktur stres kecil dapat berkembang dan patah tulang ini dapat sangat
menyakitkan. Jika parah, spondilisis ankilosis juga dapat menyebabkan fusi (penggabungan)
ligamen tulang belakang dengan cakram/diskus antar vertebra.

EPIDEMIOLOGI
Spondilisis ankilosis menyerang 0,1-0,2% populasi di Amerika. Sementara di
dunia sebanyak 0,1-1,0% populasi. Penyakit ini menyerang pada pria di banding wanita
sebanyak 3:1. Onset dimulainya penyakit dimulai pada usia dewasa muda sampai usia awal
dewasa. Sementara pada usia lebih dari 45 tahun jarang ditemukan 2.

PATOFISIOLOGI
Spondilisis ankilosis adalah penyakit inflamasi kronis yang melibatkan sendi
sakroiliaka, kerangka aksial, dan sendi perifer. Etiologinya tidak diketahui tetapi melibatkan
interaksi faktor genetic dan lingkungan3. Saat ini kira kira 90% penderita yang

terdiagnosa Spondilitis ankilosis juga memiliki antigen HLA B 27 positif. Bisa juga
dikarenakan oleh komplikasi TBC melalui penyebaran secara hematogen.
Patologi utama dari spondilisis ankilosis adalah proses peradangan kronis,
termasuk CD4, CD8, limfosit T dan makrofag. Sitokin, terutama tumor necrosis factor-
(TNF-) dan Transforming Group Factor- (TGF-), juga penting dalam proses inflamasi
dengan menyebabkan fibrosis dan pengerasan di tempat terjadinya peradangan 3.

GAMBARAN KLINIS DAERAH YANG TERKENA

1. Diskus Intervertebralis
Ketika orang menua terjadi perubahan biokimiawi tertentu yang mempengaruhi jaringan di
seluruh tubuh. Pada tulang belakang, struktur dari diskus intervertebralis (annulus
fibrosus,lamellae, dan nucleus pulposus) mungkin dapat mengalami perubahan biokimiawi

tersebut. Annulus fibrosus tersusun dari 60 atau lebih pita yang konsentris dari serabut
kolagen yang dinamakan lamellae. Nucleus pulposus adalah suatu bahan seperti gel didalam
diskus intervertebralis yang dibungkus oleh annulus fibrosus. Serabut kolagen membentuk
nukelus bersama dengan air dan proteoglikan.
Efek degeneratif dari penuaan dapat melemahkan struktur dari annulus fibrosus yang
menyebabkan bantalan melebar dan robek. Isi cairan didalam nucleus menurun sesuai dengan
usia, mempengaruhi kemampuannya untuk melawan efek kompresi (peredam getaran).
Perubahan struktural karena degenerasi dapat mengurangi ketinggian diskus dan
meningkatkan risiko herniasi diskus.

2. Facet Joint
Sendi facet disebut juga dengan zygapophyseal joints. Masing-masing korpus
vertebrae memiliki empat sendi yang bekerja seperti engsel. Ini adalah persendian
tulang belakang yang dapat menyebabkan ekstensi, fleksi, dan rotasi. Seperti sendi
lainnya, permukaan sendi dari tulang memiliki lapisan yang tersusun dari kartilago.
Kartilago adalah jenis jaringan konektif tertentu yang memiliki permukaan gesekan
rendah karena memiliki lubrikasi sendiri. Degenerai facet joint menyebabkan
hilangnya kartilago dan pembentukan osteofit. Perubahan ini dapat menyebabkan
hipertrofi atau osteoarthritis, dikenal juga sebagai degenerasi joint disease.
3. Tulang dan ligament
Osteofit dapat terbentuk berdekatan dengan lempeng pertumbuhan tulang,
sehingga dapat mengurangi aliran darah ke vertebra. Kemudian permukaan
pertumbuhan tulamg dapat kaku, terjadi suatu penebalan atau pengerasan tulang
dibawah lempeng pertumbuhan. Ligament adalah pita dari jaringan ikat yang
menghubungkan struktur tulang belakang dan melindungi dari hiperekstensi. Namun
demikian, perubahan degeneratif dapat menyebabkan ligament kehilangan
kekuatannya.
4. Tulang Cervical
Kompleksitas anatomi dan pergerakan yang luas membuat segmen ini rentan terhadap
gangguan yang berkaitan dengan perubahan degeneratif. Nyeri leher sering terjadi.
Nyeri dapat menjalar ke bahu ata ke lengan kanan. Ketika suatu osteofit dapat
mengakibatkan kompresi akar syaraf, kelemahan tangan mungkin tidak disadari. Pada
kasus yang jarang, osteofit pada dada dapat mengakibatkan susah menelan (disfagia).

5. Vertebra Thorakalis
Nyeri yang berkaitan dengan penyakit degeneratif sering dipicu oleh fleksi kedepan
dan hiperekstensi. Pada diskus vertebrae torakalis nyeri dapat disebabkan oleh fleksi
facet join yang hiperekstensi.
6. Vertebra Lumbalis
Spondylosis sering kali mempengaruhi vertebra lumbalis pada orang diatas usia 40
tahun. Nyeri dan kekakuan badan merupakan keluhan utama. Biasanya mengenai lebih
dari satu vertebrae. Vertebrae lumbalis menopang sebagian besar berat badan. Oleh
karenanya, gerakan dapat merangsang serabut saraf nyeri pada annulus fibrosus dan
facet joint. Pergerakan berulang seperti mengangkat dan membungkuk dapat
meningkatkan nyeri.
DIAGNOSIS
1. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik menyeluruh mengungkapkan banyak tentang kesehatan dan keadaan umum
pasien. Pemeriksaan termasuk ulasan terhadap riwayat medis dan keluarga pasien. Palpasi
untuk menentukan kelainan tulang belakang, daerah dengan nyeri tekan, dan spasme otot.

2. Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis dengan memeriksa gejala-gejala pasien termasuk nyeri,
kebas, paresthesias, sensasi, motoris, spasme otot, kelemahan, gangguan perut, dan
kandung kemih. Pemeriksaan range of motion, mengukur tingkatan sampai sejauh
mana pasien dapat melakukan gerak fleksi, ekstensi, miring ke lateral, dan rotasi
tulang belakang.
3. Pencitraan
Radiografi (x-rays) dapat memperlihatkan berkurangnya diskus vertebralis dan
osteofit. Namun tidak sejelas CT-scan atau MRI. CT-scan dapat digunakan untuk
mengungkap adanya perubahan tulang yang berhubungan dengan spondylosis. MRI
mampu memperlihatkan kelainan diskus, ligament, dan nervus.
4. Kriteria Diagnosis
Untuk memudahkan menegakkan diagnosis telah dibuat kriteria-kriteria tertentu;
umumnya berdasarkan atas gejala klinis dan pemeriksaan radiologis.

Kriteria New York termodifikasi (1984) terdiri dari :


1

Nyeri pinggang paling sedikit berlangsung selama 3 bulan, membaik dengan olah raga dan

2
3
4
5

tidak menghilang dengan istirahat.


Keterbatasan gerak vertabra lumbal pada bidang frontal rnaupun sagital.
Penurunan relatif derajat ekspansi dinding dada terhadap umur dan jenis kelamin.
Sacroiliitas bilateral grade 2-4.
Sacroiliitis unilateral grade 3-4.
Diagnosis spondilisis ankilosis definitif apabila terdapat sacroiliitis unilateral grade 3-4

atau sacroiliitis bilateral grade 2-4 disertai dengan salah satu gejaia klinis di atas

PENEGAKAN DIAGNOSIS RADIOLOGI


Radiografi yang paling penting teknik pencitraan untuk deteksi, diagnosis, dan
tindak lanjut pemantauan pasien dengan spondilisis ankilosis. Morfologi tulang secara
keseluruhan dan kalsifikasi halus dan ossifications bisa ditunjukkan baik secara
radiografi. Diagnosis dapat dibuat jika fitur radiografi khas dari spondilisis ankilosis
hadir2.
1. X foto polos:
Sakroiliitis terjadi di awal perjalanan dari spondilisis ankilosis dan dianggap
sebagai ciri dari penyakit. Radiografi, tanda paling awal adalah kesuraman dari sendi.
Sendi awalnya melebar sebelum akhirnya menyempit. Erosi tulang subchondral di sisi
iliaka dari sendi terlihat, ini diikuti oleh sclerosis subchondral dan proliferasi tulang
(lihat gambar di bawah)3.

Gambar. Bilateral sakroiliitis.


Radiograf frontal
menunjukkan erosi sacroiliac
bilateral bersama dan iliaka

Sakroiliitis yang terlihat di Ankylosing Spondylosis biasanya bilateral, simetris,


dan secara bertahap progresif selama bertahun-tahun. Lesi menunjukkan perubahan

progresif yaitu blurring pada permukaan tulang subchondral menjadi erosi ireguler
pada tepi sendi sakroiliaka (pseudowidening) untuk sclerosis, penyempitan, dan
akhirnya fusi4.
Erosi tulang subchondral dari sendi sakroiliaka biasanya terlihat dini di bagian
bawah sendi (karena bagian ini dipagari oleh sinovium) dan di sisi iliaka (karena
tulang kartilago ini meliputi sisi sendi)5.
Tanda-tanda radiografi Ankylosing Spondylosis adalah akibat enthesitis, terutama
dari anulus fibrosus. Tanda-tanda radiografi awal termasuk squaring dari badan
vertebra yang disebabkan oleh erosi dari margin superior dan inferior, yang
mengakibatkan hilangnya kontur cekung normal dari permukaan anterior badan
vertebra (lihat gambar bawah). Lesi inflamasi pada entheses tulang belakang dapat
mengakibatkan sclerosis dari margin superior dan inferior badan vertebra, disebut
sudut mengkilap (lesi Romanus)3.

Gambar. Antero posterior radiografi tulang


belakang pasien dengan ankylosing
spondylitis. Pengerasan fibrosus anulus di
berbagai tingkat dan squaring dari badan
vertebra

Radiograf lateral menunjukkan


erosi sudut anterior pada T12 d
an L1 tubuh vertebralis.
Tanda sudut khas mengkilap (a
tau lesi Romanus) terlihat
(panah).

2. CT SCAN
CT scan dari sendi Sakroiliaka, tulang belakang, dan sendi perifer dapat
mengungkapkan bukti sakroiliitis awal, erosi, dan enthesitis yang tidak jelas pada
radiografi standar. Fitur seperti erosi sendi, sclerosis subchondral (lihat
gambar bawah),dan ankilosis tulang yang divisualisasikan lebih baik
pada CT scan dari pada radiografi, namunbeberapa varian normal
sendi sacroiliaka dapat mensimulasikan fitur sakroiliitis

Bilateral sakroiliitis. Aksial CT


scan menunjukkan erosi dan iliaka scl
erosis sisi subchondral sendisendi sacroiliac

Ektasia dural. Aksial postmyelographic


CT scan menunjukkan dural menonjol
ektasia dengan scalloping dari vertebra
yang berdekatan.

3. MRI
MRI mungkin memiliki peran dalam diagnosis awal sakroiliitis. Deteksi
peningkatan sinovial pada MRI ditemukan berkorelasi dengan aktivitas penyakit, yang
diukur dengan penanda laboratorium inflamasi. MRI telah ditemukan untuk menjadi
lebih unggul CT scan dalam mendeteksi perubahan tulang rawan, erosi tulang, dan
perubahan tulang subkondral. MRI juga sensitif dalam penilaian aktivitas penyakit
yang relatif dini3

Pseudoarthrosis. Sagital T1-tertimbang


MRI menunjukkan lesi T11-T12
diskovertebral menonjol (panah) dengan
keterlibatan elemen posterior (kepala
panah)

Pseudoarthrosis (pasien yang


sama seperti pada gambar
sebelumnya).

MRI lebih sensitif dibandingkan baik radiografi atau CT scan dalam mendeteksi

perubahan awal tulang rawan dan edema sumsum tulang dari sendi-sendi sacroiliaka.
Meskipun sensitif dalam mendeteksi sakroiliitis, MRI tidak spesifik untuk
mendiagnosis spondilisis ankilosis sebagai penyebab sakroiliitis.
MEDIKASI
Tidak ada tindakan pencegahan atau pengobatan definitif
untuk individu dengan Ankylosing spondylosis. Diagnosis dini
dan pendidikan pasien yang tepat adalah penting. Nonsteroidal antiinflammatory drugs (NSAIDs) biasanya digunakan untuk mengurangi
nyeri dan mengurangi peradangan. Pembedahan ini diarahkan untuk
resolusi komplikasi yang berhubungan dengan Ankylosing
Spondylosis. Tidak ada pengobatan bedah kuratif. Pengobatan konservatif
berhasil dalam 75% dari seluruh waktu 3,4.
PROGNOSIS
Hasil pada pasien dengan spondilisis ankilosis umumnya baik dibandingkan
pada pasien dengan rheumatoid arthritis. Pasien sering membutuhkan terapi antiinflamasi jangka panjang. Cacat fisik parah tidak umum di antara pasien dengan AS.
Masalah dengan mobilitas terjadi pada sekitar 47% pasien. Cacat ini berkaitan dengan
durasi penyakit, perifer arthritis, tulang belakang keterlibatan serviks, usia yang lebih
muda saat onset gejala, dan penyakit hidup bersama.

SPONDILITIS TUBERKULOSIS
DEFINISI
Spondilitis tuberkulosis atau Potts disease adalah infeksi tuberkulosis (TB)
ekstrapulmonal yang mengenai satu atau lebih ruas tulang belakang. Spondilitis
tuberkulosis disebabkan oleh infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis.

Spondilitis tuberkulosa (TB) adalah infeksi granulomatosis dan bersifat kronis


destruktif yang di sebabkan oleh Mycrobacterium tuberculosa yang mengenai tulang
vertebra. Dikenal juga dengan istilah Vertebral Osteomyelitis.

ETIOLOGI
Infeksi secara spesifik disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa. Abses
pada vertebra yang terbentuk dapat merupakan fokus primer atau penyebaran
hematogen dari paru/organ lain.
Spesies Mycobacterium yang lainpun dapat juga sebagai penyebabnya,
seperti Mycobacterium africanum (di Afrika Barat), bovine tubercle baccilus,
ataupun non-tuberculous mycobacteria (penderita HIV).

EPIDEMIOLOGI
Insidensi spondilitis tuberkulosa bervariasi di seluruh dunia dan biasanya
berhubungan dengan kualitas fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat yang tersedia
serta kondisi sosial di negara tersebut. Saat ini spondilitis tuberkulosa merupakan
sumber morbiditas dan mortalitas utama pada negara yang belum dan sedang
berkembang, terutama di Asia, dimana malnutrisi dan kepadatan penduduk masih
menjadi merupakan masalah utama. Pada negara-negara yang sudah berkembang atau
maju insidensi ini mengalami penurunan secara dramatis dalam kurun waktu 30 tahun
terakhir.
Perlu dicermati bahwa di Amerika dan Inggris insidensi penyakit ini
mengalami peningkatan pada populasi imigran, tunawisma lanjut usia dan pada orang
dengan tahap lanjut infeksi HIV. Selain itu dari penelitian juga diketahui bahwa

peminum alkohol dan pengguna obat-obatan terlarang adalah kelompok beresiko besar
terkena penyakit ini.

MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis spondilitis tuberkulosa bervariasi dan tergantung pada banyak
faktor. Biasanya onset Pott's disease berjalan secara mendadak dan berevolusi lambat.
Berbeda dengan piogenik dimana gejala cenderung lebih jelas (demam tinggi) dan
berevolusi dengan cepat.
Durasi gejala-gejala sebelum dapat ditegakkannya suatu diagnosa pasti
bervariasi dari bulan hingga tahun; sebagian besar kasus didiagnosa sekurangnya dua
tahun setelah infeksi tuberkulosa. Pada anamnesis dan inspeksi dapat ditemukan gejala
dari penyakit TB paru, seperti gambaran penyakit sistemik dan riwayat batuk lama.
Selain itu, dapat terlihat atau dikeluhkan gejala destruksi tulang belakang seperti nyeri,
kelainan bentuk tulang, bengkak (bila ada abses) serta defisit neurologis.
Salah satu defisit neurologis yang paling sering terjadi adalah paraplegia yang
dikenal dengan nama Potts paraplegia. Paraplegia ini dapat timbul secara akut
ataupun kronis (setelah hilangnya penyakit) tergantung dari kecepatan peningkatan
tekanan mekanik kompresi medula spinalis.
KLASIFIKASI
Berdasarkan lokasi infeksi awal pada korpus vertebra dikenal tiga bentuk spondilitis:
1. Peridiskal / paradiskal
Infeksi pada daerah yang bersebelahan dengan diskus (di area metafise di
bawah ligamentum longitudinal anterior / area subkondral). Banyak ditemukan pada

orang dewasa. Dapat menimbulkan kompresi, iskemia dan nekrosis diskus. Terbanyak
ditemukan di regio lumbal.
2. Sentral
Infeksi terjadi pada bagian sentral korpus vertebra, terisolasi sehingga
disalahartikan sebagai tumor. Sering terjadi pada anak-anak. Keadaan ini sering
menimbulkan kolaps vertebra lebih dini dibandingkan dengan tipe lain sehingga
menghasilkan deformitas spinal yang lebih hebat. Dapat terjadi kompresi yang bersifat
spontan atau akibat trauma. Terbanyak di temukan di regio torakal.
3. Anterior
Infeksi yang terjadi karena perjalanan perkontinuitatum dari vertebra di atas
dan dibawahnya. Gambaran radiologisnya mencakup adanya scalloped karena erosi di
bagian anterior dari sejumlah vertebra (berbentuk baji). Pola ini diduga disebabkan
karena adanya pulsasi aortik yang ditransmisikan melalui abses prevertebral dibawah
ligamentum longitudinal anterior atau karena adanya perubahan lokal dari suplai darah
vertebral.
4. Bentuk atipikal
Dikatakan atipikal karena terlalu tersebar luas dan fokus primernya tidak dapat
diidentifikasikan. Termasuk didalamnya adalah tuberkulosa spinal dengan keterlibatan
lengkung syaraf saja dan granuloma yang terjadi di canalis spinalis tanpa keterlibatan
tulang (tuberkuloma), lesi di pedikel, lamina, prosesus transversus dan spinosus, serta
lesi artikuler yang berada di sendi intervertebral posterior. Insidensi tuberkulosa yang
melibatkan elemen posterior tidak diketahui tetapi diperkirakan berkisar antara 2%10%.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
1 Pemeriksaan darah lengkap didapatkan leukositosis. Laju endap darah
2

meningkat (tidak spesifik), dari 20 sampai lebih dari 100mm/jam.


Tuberculin skin test / Mantoux test / Tuberculine Purified Protein Derivative
(PPD) positif. Tuberculin skin test ini dikatakan positif jika tampak area
berindurasi, kemerahan dengan diameter 10mm di sekitar tempat suntikan

3
4

48-72 jam setelah suntikan.


Uji kultur biakan bakteri dan BTA ditemukan Mycobacterium tuberculosis.
Apus darah tepi menunjukkan leukositosis dengan limfositosis yang

bersifat relatif
Cairan serebrospinal dapat abnormal (pada kasus dengan meningitis
tuberkulosa). Normalnya cairan serebrospinal tidak mengeksklusikan
kemungkinan infeksi TBC. Pemeriksaan cairan serebrospinal secara serial
akan memberikan hasil yang lebih baik.

Radiologi
1 Sinar Rontgen
Diperlukan pengambilan gambar dua arah ,antero-posterior (AP) dan
lateral (L). Pada fase awal, akan tampak lesi osteolitik pada bagian anterior
korpus vertebra dan osteoporosis regional. Penyempitan ruang diskus
intervertebralis, menujukkan terjadinya kerusakan diskus. Pembengkakan
jaringan lunak di sekitar vertebra menimbulkan bayangan fusiform.
Pada fase lanjut, kerusakan bagian anterior semakin parah. Korpus menjadi
kolaps dan terjadi fusi anterior yang menghasilkan angulasi yang khas
disebut gibbus. Bayangan opaque pada sisi lateral vertebra, memanjang
kearah distal, merupakan gambaran abses psoas pada torakal bawah dan
torakolumbal yang berbentuk fusiform.

Gambar 2.7 Tampak penyempitan celah sendi disertai Gibus pada foto
vertebra (Lateral)

Gambar 2.8 Tampak penyempitan celah sendi disertai Gibus pada foto
vertebra (Lateral)

Gambar 2.9 Mielografi pada penderita spondylitis tuberkulosa


Mielografi
Melalui punksi lumbal dimasukkan zat kontras kedalam ruang
subdural. Pemeriksaan ini dapat memberikan gambaran adanya penyempitan

pada kanal spinalis dan atau tekanan terhadap medulla spinalis.


CT-Scan

Dapat memperlihatkan bagian-bagian vertebra secara rinci dan


melihat kalsifikasi jaringan lunak. Membantu mencari fokus yang lebih kecil,
menentukan lokasi biopsi dan menetukan luas kerusakan.

Gambar 2.10 X-ray menunjukkan spondilitis TB pada vertebra C6-C7 dan


abses retrofaringeal (kiri). MRI T1-weight menunjukkan destruksi corpus
vertebra C6-C7 disertai kompresi pada medula spinalis pada pasien yang sama.
4

MRI
Memiliki kelebihan dalam menggambarkan jaringan lunak dan aman
digunakan. MRI juga memiliki kelebihan dalam mendiagnosa penyakit pada
masa dini atau lesi multipel dibandingkan CT dan pemeriksaan radiologik
konvensional. Gambaran lesi pada T1 weighted image adalah hypointense
sedangkan pada T2 weighted image adalah hiperintens. Lesi juga dapat

menjadi lebih jelas dengan injeksi Gadolinium DTPA intravena.


Pada spondilitis tuberkulosa akan didapat gambaran dengan lingkaran inflamasi
dibagian luar dan sekuester ditengah yang hipointens ; tetapi gambaran ini mirip
dengan infeksi piogenik dan neoplasma sehingga tidak spesifik untuk spondilitis
tuberkulosa.

Gambar 2.11 Spondilitis Tuberkulosa tipe paradiskal pada foto MRI

Gambar 2.12 Spondilitis Tuberkulosa tipe anterior pada foto MRI

Gambar 2.13 Spondilitis Tuberkulosa tipe sentral pada foto MRI


PATOFISIOLOGI
Tuberkulosis pada tulang belakang dapat terjadi karena penyebaran hematogen
atau penyebaran langsung nodus limfatikus para aorta atau melalui jalur limfatik ke
tulang dari fokus tuberkulosa yang sudah ada sebelumnya di luar tulang belakang.
Pada penampakannya, fokus infeksi primer tuberkulosa dapat bersifat tenang. Sumber
infeksi yang paling sering adalah berasal dari sistem pulmoner dan genitourinarius.1,2,3
Pada anak-anak biasanya infeksi tuberkulosa tulang belakang berasal dari
fokus primer di paru-paru sementara pada orang dewasa penyebaran terjadi dari fokus
ekstrapulmoner (usus, ginjal, tonsil).
Penyebaran basil dapat terjadi melalui arteri intercostal atau lumbar yang
memberikan suplai darah ke dua vertebra yang berdekatan, yaitu setengah bagian
bawah vertebra diatasnya dan bagian atas vertebra di bawahnya atau melalui pleksus
Batsons yang mengelilingi columna vertebralis yang menyebabkan banyak vertebra
yang terkena. Hal inilah yang menyebabkan pada kurang lebih 70% kasus, penyakit ini
diawali dengan terkenanya dua vertebra yang berdekatan, sementara pada 20% kasus
melibatkan 3 atau lebih vertebra.4,5
Infeksi tuberkulosa pada awalnya mengenai tulang cancellous dari vertebra.
Area infeksi secara bertahap bertambah besar dan meluas, berpenetrasi ke dalam
korteks tipis korpus vertebra sepanjang ligamen longitudinal anterior, melibatkan dua
atau lebih vertebrae yang berdekatan melalui perluasan di bawah ligamentum
longitudinal anterior atau secara langsung melewati diskus intervertebralis. Terkadang

dapat ditemukan fokus yang multipel yang dipisahkan oleh vertebra yang normal, atau
infeksi dapat juga berdiseminasi ke vertebra yang jauh melalui abses paravertebral.
Terjadinya nekrosis perkejuan yang meluas mencegah pembentukan tulang
baru dan pada saat yang bersamaan menyebabkan tulang menjadi avascular sehingga
menimbulkan tuberculous sequestra, terutama di regio torakal. Discus intervertebralis,
yang avaskular, relatif lebih resisten terhadap infeksi tuberkulosa. Penyempitan rongga
diskus terjadi karena perluasan infeksi paradiskal ke dalam ruang diskus, hilangnya
tulang subchondral disertai dengan kolapsnya corpus vertebra karena nekrosis dan lisis
ataupun karena dehidrasi diskus, sekunder karena perubahan kapasitas fungsional dari
end plate. Suplai darah juga akan semakin terganggu dengan timbulnya endarteritis
yang menyebabkan tulang menjadi nekrosis.

Gambar 1. Patogenesis Spondilitis Tuberkulosis2

Destruksi progresif tulang di bagian anterior dan kolapsnya bagian tersebut


akan menyebabkan hilangnya kekuatan mekanis tulang untuk menahan berat badan
sehingga kemudian akan terjadi kolaps vertebra dengan sendi intervertebral dan
lengkung syaraf posterior tetap intak, jadi akan timbul deformitas berbentuk kifosis
yang progresifitasnya (angulasi posterior) tergantung dari derajat kerusakan, level lesi
dan jumlah vertebra yang terlibat. Bila sudah timbul deformitas ini, maka hal tersebut
merupakan tanda bahwa penyakit ini sudah meluas.
Di regio torakal kifosis tampak nyata karena adanya kurvatura dorsal yang
normal; di area lumbar hanya tampak sedikit karena adanya normal lumbar lordosis
dimana sebagian besar dari berat badan ditransmisikan ke posterior sehingga akan
terjadi parsial kolaps; sedangkan di bagian servikal, kolaps hanya bersifat minimal,
kalaupun tampak hal itu disebabkan karena sebagian besar berat badan disalurkan
melalui proses articular.4
Dengan adanya peningkatan sudut kifosis di regio torakal, tulang-tulang iga
akan menumpuk menimbulkan bentuk deformitas rongga dada berupa barrel chest .2
Proses penyembuhan kemudian terjadi secara bertahap dengan timbulnya
fibrosis dan kalsifikasi jaringan granulomatosa tuberkulosa. Terkadang jaringan
fibrosa itu mengalami osifikasi, sehingga mengakibatkan ankilosis tulang vertebra
yang kolaps.2
Pembentukan abses paravertebral terjadi hampir pada setiap kasus. Dengan
kolapsnya korpus vertebra maka jaringan granulasi tuberkulosa, bahan perkejuan, dan
tulang nekrotik serta sumsum tulang akan menonjol keluar melalui korteks dan

berakumulasi di bawah ligamentum longitudinal anterior. Cold abcesss ini kemudian


berjalan sesuai dengan pengaruh gaya gravitasi sepanjang bidang fasial dan akan
tampak secara eksternal pada jarak tertentu dari tempat lesi aslinya.2
Di regio lumbal abses berjalan sepanjang otot psoas dan biasanya berjalan
menuju lipat paha dibawah ligamen inguinal. Di regio torakal, ligamentum
longitudinal menghambat jalannya abses, tampak pada radiogram sebagai gambaran
bayangan berbentuk fusiform radioopak pada atau sedikit dibawah level vertebra yang
terkena, jika terdapat tegangan yang besar dapat terjadi ruptur ke dalam mediastinum,
membentuk gambaran abses paravertebral yang menyerupai sarang burung.
Terkadang, abses torakal dapat mencapai dinding dada anterior di area parasternal,
memasuki area retrofaringeal atau berjalan sesuai gravitasi ke lateral menuju bagian
tepi leher.4
Sejumlah mekanisme yang menimbulkan defisit neurologis dapat timbul pada
pasien dengan spondilitis tuberkulosa. Kompresi saraf sendiri dapat terjadi karena
kelainan pada tulang (kifosis) atau dalam canalis spinalis (karena perluasan langsung
dari infeksi granulomatosa) tanpa keterlibatan dari tulang (seperti epidural granuloma,
intradural granuloma, tuberculous arachnoiditis).
DIAGNOSIS BANDING 2
1. Infeksi piogenik (contoh : karena staphylococcal/suppurative spondylitis).
Adanya sklerosis atau pembentukan tulang baru pada foto rontgen
menunjukkan adanya infeksi piogenik. Selain itu keterlibatan dua atau lebih
corpus vertebra yang berdekatan lebih menunjukkan adanya infeksi
tuberkulosa daripada infeksi bakterial lain.

2. Infeksi enterik (contoh typhoid, parathypoid). Dapat dibedakan dari


pemeriksaan laboratorium.
3. Tumor/penyakit keganasan (leukemia, Hodgkins disease, eosinophilic
granuloma, aneurysma bone cyst dan Ewings sarcoma)
Metastase dapat menyebabkan destruksi dan kolapsnya corpus vertebra tetapi
berbeda dengan spondilitis tuberkulosa karena ruang diskusnya tetap
dipertahankan. Secara radiologis kelainan karena infeksi mempunyai bentuk
yang lebih difus sementara untuk tumor tampak suatu lesi yang berbatas jelas.
4. Scheuermanns disease mudah dibedakan dari spondilitis tuberkulosa oleh
karena tidak adanya penipisan korpus vertebrae kecuali di bagian sudut
superior dan inferior bagian anterior dan tidak terbentuk abses paraspinal.

MANAJEMEN TERAPI
Tujuan terapi pada kasus spondilitis tuberkulosa adalah :
1. Mengeradikasi infeksi atau setidaknya menahan progresifitas penyakit
2. Mencegah atau mengkoreksi deformitas atau defisit neurologis
Untuk mencapai tujuan itu maka terapi untuk spondilitis tuberkulosa terbagi menjadi
terapi konservatif dengan perbaikan nutrisi, konsumsi obat anti tuberkulosa, dan
istirahat yang cukup dan terapi operatif untuk pasien dengan gangguan fungsi saraf.

KOMPLIKASI
1. Cedera corda spinalis (spinal cord injury). Dapat terjadi karena adanya tekanan
ekstradural sekunder karena pus tuberkulosis, sekuestra tulang, sekuester dari
diskus intervertebralis (contoh : Potts paraplegia prognosa baik) atau dapat
juga langsung karena keterlibatan korda spinalis oleh jaringan granulasi
tuberkulosis (contoh : menigomyelitis prognosa buruk). Jika cepat diterapi
sering berespon baik (berbeda dengan kondisi paralisis pada tumor). MRI dan
mielografi dapat membantu membedakan paraplegi karena tekanan atau karena
invasi dura dan corda spinalis.
2. Empyema tuberkulosa karena rupturnya abses paravertebral di torakal ke
dalam pleura.
PROGNOSIS
Prognosis pasien dengan spondilitis tuberkulosis sangat tergantung dari usia
dan kondisi kesehatan umum pasien, derajat berat dan durasi defisit neurologis serta
terapi yang diberikan. Apabila dilakukan dengan adekuat, prognosis mortalitas dan
relaps penyakit ini baik, dan apabila terdapat defisit neurologis, terapi operatif sedini
mungkin dapat memberikan prognosis lebih baik.

SPONDILITIS PIOGENIK
DEFINISI
Infeksi spinal piogenik (spondilitis piogenik) adalah gabungan dari beberapa
gangguan klinis seperti spondilodisitis, osteomielitis, dan abses epidural. Tulang
vertebra merupakan lokasi umum untuk terjadinya infeksi, dengan 2-7% dari seluruh
kasus infeksi muskuloskeletal terjadi di tulang vertebra.

ETIOLOGI
Tuberkulosis diyakini sebagai penyebab utama infeksi spinal, namun pada
studi tahun 2004-2008, infeksi tuberkulosis ditemukan hanya pada 24.2% kasus
sedangkan sisanya disebabkan oleh infeksi piogenik. Organisme yang umum menjadi
penyebab infeksi adalah Staphylococcus aureus dan spesies Streptococcus, yang
ditemukan pada lebih dari 50% kasus. Escherichia coli dan proteus dapat ditemukan
pada pasien dengan infeksi saluran kemih. Pada pasien penyalahgunaan obat, basil
gram negatif sering ditemukan. Organisme anaerobic dapat terinokulasi secara
langsung ke pasien dengan trauma tulang belakang dan umum pada pasien diabetes
mellitus. Salmonella diduga sebagai penyebab utama osteomyelitis pada anak dengan
anemia sel sabit. Namun begitu, pada sepertiga kasus organisme penyebab tidak
pernah ditemukan.
EPIDEMIOLOGI
Insidensi dilaporkan antara 0.2 dan 2 kasus per 100,000 orang per tahun, dan
terdapat bukti bahwa angka ini meningkat dengan kenaikan angka usia harapan hidup
pasien dengan penyakit kronis. Sekitar 95% kasus infeksi spinal piogenik mengenai
badan vertebra dan/atau diskus intervertebral, dengan hanya 5% mengenai bagian
posterior tulang vertebra. Spondilitis piogenik adalah penyakit yang biasanya
mengenai pasien usia di atas lima puluh tahun, dengan angka insidensi meningkat per
dekade setelahnya. Laki-laki tampak lebih sering terkena walau alasannya masih
belum diketahui. Faktor predisposisi termasuk diabetes melitus, malnutrisi,
penyalahgunaan obat, infeksi HIV, riwayat keganasan, penggunaan steroid jangka
panjang, gagal ginjal kronis, sirosis hepar, dan septicemia.

MANIFESTASI KLINIS
Diagnosis infeksi spinal piogenik berdasarkan manifestasi klinis, hasil
pemeriksaan radiologi dan mikrobiologi. Diagnosis dapat telat ditegakkan, dari 2-12
minggu setelah onset. Hal ini dapat menyebabkan destruksi tulang, kifosis, dan
komplikasi neurologis. Onset gejala biasanya tidak khas, dengan keluhan utama nyeri
leher atau punggung pada 90% kasus. Demam biasanya tidak dikeluhkan, hanya
terdapat pada kurang dari 20% kasus. Gejala lain berupa mual muntah, anoreksia,
pengurangan berat badan, lemas, dan penurunan kesadaran.
Kesulitan menelan juga merupakan salah satu gejala, dapat disebabkan abses
retrofaring diasosiasikan dengan spondilitis piogenik tulang servikal. Kelemahan
ekstremitas dengan rasa kebas dan disfungsi otot sfingter dapat disebabkan kompresi
medulla spinalis atau kauda equine. Komplikasi neurologis dapat juga disebabkan
infiltrasi dan kerusakan iskemik pada medulla spinalis.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Radiologi
Foto polos harus dilihat pada semua kasus dugaan infeksi tulang vertebra untuk
menilai keparahan destruksi tulang dan evaluasi malalignment dari proses penyakit.
Kelainan awal dapat tidak jelas terlihat. Tanda pertama yang dapat terlihat adalah
pengaburan end-plates dan penyempitan intervertebralis, yang dapat ditemukan 2-8
minggu setelah onset infeksi. Karena mayoritas pasien juga memiliki perubahan
degenerative pada tulang vertebra, perubahan akibat infeksi dapat terlewati pada tahap
pertama penyakit. Oleh karena itu, kemungkinan spondilitis tidak boleh dilupakan.
Setelah 8-12 minggu, destruksi yang lebih jelas dapat terlihat. Apabila ditemukan
destruksi tulang signifikan, scalloping dan kolaps badan vertebra akan terjadi,
menghasilkan kifosis. Ekstensi jaringan lunak dengan abses paraspinal harus dicurigai

pada foto dengan bayangan jaringan lunak abnormal, walau jarang ditemukan
dibandingkan pada kasus infeksi tuberkulosis.

Gambar MRI dengan tanda-tanda spondilitis L4/L5 dengan abses epidural


MRI adalah gold standard untuk penggambaran infeksi spinal. Terutama
berguna pada tahap awal infeksi saat modalitas lain masih terlihat normal. Tanda
utama infeksi spinal akut pada MRI adalah kenaikan sinyal cairan karena odema
sumsum tulang dengan pengurangan sinyal pada sekuen T1 dan kenaikan sinyal pada
sekuen T2 dengan kontras. Pada kebanyakan kasus, infeksi dimulai di bagian
anterolateral badan vertebra dekat endplate. Edema biasanya jelas terlihat pada badan
vertebra dan diskus intervertebral. Walau MRI tidak dapat memberikan diagnosis pasti
organisme penyebab, terdapat beberapa tanda yang khas untuk infeksi spesifik.
Sebagai contoh, spondilitis TB dikarakterisasikan dengan gejala meningeal,
penyebaran subligamen dan abses paravertebral dan intraoseus yang dapat terlihat
pada MRI kontras.
PATOFISIOLOGI
Spondilitis piogenik biasanya terjadi karena penyebaran hematogen dari
bakteri. Rute penyebaran melalui arteri lebih umum dibandingkan vena, biasanya dari

kulit, traktus respiratorius, traktus genitourinarius, traktus gastrointestinal atau rongga


mulut, menyebabkan bacteremia. Sumsum tulang yang kaya akan sel dan suplai darah
beraliran lambat namun banyak menyebabkan tulang vertebra rentan terinfeksi dan
terjadi inokulasi bakteri. Segmen arteri memberikan suplai pada diskus, bagian bawah
ruas tulang atas dan bagian atas ruas tulang bawah. Karena itu, spondilitis piogenik
biasanya mengenai dua ruas vertebra dan diskus diantaranya.
MANAJEMEN TERAPI
Tatalaksana pasien spondilitis piogenik mirip dengan spondilitis tuberkulosis.
Biasanya terapi antibiotik cukup, namun terkadang terapi operatif perlu dilakukan.
Indikasi absolut operasi adalah kompresi medulla spinalis and kauda equina dengan
defisit neurologis progresif.

GAMBAR DAN DESKRIPSI


(tambahan)
1. Spondilitis TB
Foto Rontgen Lumbosakral Lateral
Kolaps anterior vertebra L1-L2, dengan hilangnya ruang
intervertebral
Sentral vertebra L1 tampak lebih lusen

Foto MRI Lumbosakral Lateral


- Destruksi ruang intervertebral L1-L2 dan kolaps korpus
vertebra

Foto Rontgen (B) dan MRI (C) Lumbosakral Lateral


- Pria dengan deformitas gibus pada torakolumbal junction

Foto Rontgen (1), CT Scan (2), dan MRI (3) Lumbosakral


- Destruksi korpus vertebra torakolumbal kontinyu,
menyebabkan kifosis berat

Foto
-

Rontgen Lumbosakral Lateral


Erosi endplate L2-3
Ruang intervertebral L2-3 menyempit
Fraktur kompresi anterior L2-3

Foto Rontgen Lumbosakral Lateral


- Sklerosis endplate vertebra L3-4, yang mengalami kompresi
berat dan erosi

Foto Rontgen Lumbosakral AP-Lateral


- Multipel kolaps vertebra thorakal, dengan iga yang
membungkuk

Kifosis berat

2. Ankylosing Spondilitis

Foto Rontgen Lumbosakral AP


- Sendi sakroiliaka sinistra mengalami sedikit perubahan (masih
dapat mempertahankan celah sendi, sclerosis minimal)
- Sendi sakroiliaka dekstra mengalami perubahan (sclerosis,
pelebaran sendi)

Foto Rontgen Sakroiliaka AP


- Ankylosing total sendi sakroiliaka
- Karakteristik Bamboo Spine, oleh bridging syndesmophyte
osifikasi anterior, posterior, dan ligament interspinosus
longitudinal

3. Spondilitis Piogenik
Foto Rontgen Lumbosakral AP-lateral
- Spondilitis piogenik dengan destruksi diskus intervertebral
dankifosis

Foto MRI Lumbosakral AP-Lateral


- Spondilitis piogenik pada vertebra L4-5 dengan abses epidural

Foto Rontgen Servikal Lateral


- Lesi destruktif regio subkondral anterior C4-5
- Penyempitan diskus C4-5

BAB III

KESIMPULAN
Spondilitis adalah inflamasi tulang vertebra, dapat disebabkan infeksi seperti
pada spondilitis tuberkulosis dan spondilitis piogenik atau gangguan imunitas seperti
pada spondilisis ankilosis. Spondilitis dapat menyebabkan deformitas dan gangguan
neurologis. Terapi dini adalah kunci prognosis yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA
1
2

3
4

Hidalgo A. 2006. Pott disease (tuberculous spondylitis). Didapat dari http://


www.emedicine.com/med/topic1902.htm Diakses tanggal 18 Febuari 2016.
Hilman, A. 2012. Tulang Belakang dan Spondilitis Tuberculosa. (Online).
(http://kangantonhilman.blogspot.com/2012/01/sekilas-tentang-tulangbelakang-dan.html, diakses tanggal 18 Febuari 2016)
Buranda T, Djayalangkara H, Datu A, dkk. Anatomi Umum. FKUH; Makassar:
2008.
Munoz FM, Starke JR. 2004. Tuberculosis. Dalam: Berhman, RE, Kliegman
RM, Jenson HB, penyunting. Nelson Textbook of Pediatric. Edisi ke-17.

Philadelphia: WB Saunders Company; h. 958-72.


Batra V. 2009. Tuberculosis. Didapat dari http://

www.emedicine.com/ped/topic2321.htm Diakses tanggal 18 Febuari 2016.


Bedah Saraf : Infeksi Susunan Saraf ( Modul Spondilitis Tuberkosa) Didapat
dari http://www.perspebsi.org/doc/info/regulation/39/SPONDILITIS_TB.pdf

Diakses tanggal 18 Febuari 2016.


7 Vitriana. 2002. Spondilitis Tuberkulosa. (Online). (http://www.google.com/
pustaka.unpad.ac.id.spondilitis_tuberkulosa.pdf, diakses tanggal 18 Febuari
2016)
8 Martini F.H., Welch K. The Lymphatic System and Immunity. In :
Fundamentals of Anantomy and Physiology. 5th ed. New
9

Jersey : Upper Saddle River, 2001: 132,151


Natarajan M, Maxilvahanan. Tuberculosis of the spine. In :
http:/www.bonetumour org./book/APTEXT/intex.html. Book of orthopaedics

and traumatoloty.(Diakses pada tanggal 18 Febuari 2016)


10 Bohndorf K., Imhof H. Bone and Soft Tissue Inflammation. In :
Musculoskeletal Imaging : A Concise Multimodality Approach.
New York : Thieme, 2001 : 150, 334-36.
11 Moesbar, N. 2006. Infeksi Tuberkulosa pada Tulang Belakang. Majalah
Kedokteran Nusantara 39(3) pp. 279-89
12 Savant C, Rajamani K. Tropical Diseases of the Spinal Cord. In : Critchley E,
Eisen A., editor. Spinal Cord Disease : Basic Science, Diagnosis and
Management. London : Springer-Verlag, 1997 : 378-87.

13 Ombregt L, Bisschop P, ter Veer H.J, Van de Velde T. Non Mechanical


Disorders of The Lumbar Spine. In : A System of Orthopaedic
Medicine.Philadelphia : W.B. Saunders, 1995 : 615-32.
14 Currier B.L, Eismont F.J. Infections of The Spine. In : The spine. 3 ed. Rothman
Simeone editor. Philadelphia : W.B. Sauders, 1992 : 1353-64. 7
15 Tachdjian, M.O. Tuberculosis of the spine. In : Pediatric Orthopedics.2 ed.
Philadelphia : W.B. Saunders, 1990 : 1449-54.
16 Lindsay, KW, Bone I, Callander R. Spinal Cord and Root Compresion. In :
Neurology and Neurosurgery Illustrated. 2ed. Edinburgh : Churchill
Livingstone, 1991 : 388.
17 Natarajan M, Maxilvahanan. Tuberculosis of the spine. In :
http:/www.bonetumour org./book/APTEXT/intex.html. Book of orthopaedics
and traumatoloty.
18 Wood.G.W. Infections of Spine. In : Campbells Operative Orthopaedics. 7 ed.
Crenshaw A.H editor. St. Louis : C.V. Mosby Company, 1987 : 3323-45.
19 Hanson JA, Mirza S. Predisposition for spinal fracture in ankylosing
spondylitis. AJR Am J Roentgenol. Jan 2000;174(1):150
20 Wilfred CG Peh, MD, MBBS, FRCP. Imaging in Ankylosing Spondylitis.

http://emedicine.medscape.com/article/386639-overview#showall
21 Lawrence H Brent, MD. Ankylosing Spondylitis and Undifferentiated
Spondyloarthropathy http://emedicine.medscape.com/article/332945-overview
22 S Craig Humphreys, MD. Ankylosing Spondylitis in Orthopedic Surgery
http://emedicine.medscape.com/article/1263287-overview
23 Jennifer H. Jang, Michael M. Ward, Adam N. Rucker, John D. Reveille, John C.

Davis, Jr, Michael H. Weisman, and Thomas J. Learch. Ankylosing Spondylitis:


Patterns of Radiographic InvolvementA Re-examination of Accepted
Principles in a Cohort of 769 Patients. Radiology January 2011 258:192198; Published online October 22, 2010,doi:10.1148/radiol.10100426

24 Baraliakos, X., Listing, J., Rudwaleit, M., Sieper, J. and Braun, J. (2009),
Development of a radiographic scoring tool for ankylosing spondylitis only
based on bone formation: Addition of the thoracic spine improves sensitivity to
change. Arthritis Care & Research, 61: 764771. doi: 10.1002/art.24425

Anda mungkin juga menyukai