Jaras penglihatan terdiri dari serial sel dan sinaps yang membawa informasi
visual dari lingkungan hingga ke otak untuk kemudian diproses. Terdiri dari retina,
saraf optik, optik kiasma, traktus optik, nukleus geniculatum lateral (LGN), radiasi
optik, dan korteks striae.1
Traumatic Optic Neuropathy (TON) merupakan suatu cedera akut pada saraf
optik oleh karena trauma.Akson-akson saraf optik dapat rusak secara langsung
maupun tidak langsung dan kehilangan penglihatan dapat parsial hingga
komplit.Cedera tidak langsung pada saraf optik terjadi akibat adanya transmisi
tekanan ke kanal optik pada saat trauma tumpul.Sebaliknya, cedera langsung yang
mengakibatkan kerusakan anatomis saraf optik terjadi pada luka tusuk orbital, adanya
fragmen tulang dalam kanal optik, atau hematoma pada pembungkus saraf.2
Penyebab TON tersering adalah kecelakaan kendaraan bermotor dan sepeda,
diikuti oleh jatuh dan tindak kekerasan.TON terjadi sebanyak 1.5-5% pasien dengan
trauma kepala tertutup dan terjadi kerusakan pada jaras penglihatan (4-6/100.000
populasi/tahun.Laki-laki penderita terkait TON mencapai 60-95% kasus (4:1
dibandingkan dengan wanita), dan banyak pada dekade pertama hingga kedua usia
hidup mereka. Di Amerika Serikat terjadi sebanyak 0,5-5% pada pasien dengan
trauma kepala tertutup dan 2.5% pada pasien dengan fraktur midfasial. Angka
kejadian TON oleh karena trauma kraniofasial dilaporkan sekitar 0.5-1.5%.Prevalensi
internasional terhadap angka kejadian TON bervariasi di setiap negara, tergantung
pada angka kejadian kecelakaan atau tindak kekerasan.2,3,4
ANATOMI SARAF OPTIK
Saraf Optik merupakan saraf kranial kedua yang terdiri dari lebih 1juta akson
yang berasal dari lapisan sel ganglion retina dan menyebar menuju ke korteks
oksipital. Jumlah serabut saraf optik bervariasi dari 1 juta hingga 2.22 juta, dengan
ukuran diameter kecil hingga serabut saraf berdiameter besar.1
1
Regio
Panjang (mm)
Diameter (mm)
Intraokular
1.0
1,5 x 1,75
Intraorbital
25
34
Intrakanalikular
4 10
34
Optic Disc
Prelaminar
Laminar
Intrakranial
10
47
Tabel 2.1. Ukuran saraf optik berdasarkan regio(Dikutip dari :Skuta GL, Cantor LB,
Weiss JS. Fundamentals and Principles of Ophtalmology Singapore: American
Academy of Ophtalmology; 2012.)
Berdasarkan perkembangannya, saraf optik merupakan bagian dari otak, dan lapisan
fibernya dikelilingi oleh lapisan glial, bukan sel Schwann.Panjang saraf optik
bervariasi antara 35 sampai 55 millimeter. Bagian yang dapat dilihat dari pemeriksaan
oftalmoskopi adalah saraf optik regio intraokular.1,6
Gambar 2.1. Empat regio saraf optik(Dikutip dari : Steinsapir KD, Goldberg RA.
Traumatic Optic Neuropathies. In Miller NR, Newman NJ, editors. Walsh & Hoyt's
Clinical Neuro-Ophtalmology, 6th Edition. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins; 2005. p. 431 - 446.)
a. Regio Intraokular
Puncak saraf optik adalah tempat berawalnya penyakit kongenital maupun penyakit
okular yang didapat.Bagian anterior dapat dilihat dengan pemeriksaan oftalmoskopi
sebagai optic disc. Strukturnya berbentuk oval dengan ukuran horizontal 1,5
millimeter dan vertikal 1,75 millimeter. Berbentuk cekung dengan dua pembuluh
darah yang melewati titik pusatnya, yaitu arteri retina medial dan vena retina medial.
Bagian ini dapat dibagi menjadi 4 bagian, yaitu1 :
a. Lapisan fiber superfisial
b. Area prelaminar
c. Area laminar
d. Area retrolaminar
b. Regio Intraorbital
Regio intraorbital terdiri dari 2 bagian, yaitu1:
a. Annulus of Zinn
b. Meningeal Sheaths
Gambar 2.2.Meningeal Sheaths(Dikutip dari :Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS.
Fundamentals and Principles of Ophtalmology Singapore: American Academy of
Ophtalmology; 2012.)
c. Regio Intrakanalikular
Didalam kanal optik, suplai darah saraf optik berasal dari pembuluh pial yang
merupakan percabangan dari arteri oftalmika.Saraf optik dan araknoid yang
mengelilinginya terhubung ke kanalperiosteum.
d. Regio Intrakranial
Setelah melewati kanal optik, 2 saraf optik akan membentang di atas arteri oftalmika
dan arteri karotis interna. Arteri serebri anterior juga melintasi saraf optik dimana
arteri komunikans anterior juga akan saling berhubungan sehingga membentuk
sirkulus Willisi. Kemudian saraf optik melintas kearah posterior melewati sinus
kavernosus dan mencapai kiasma optikum.
Kiasma optikum dibagi menjadi dua yaitu jalur kanan dan kiri yang berakhir di
korpus genikulatum lateralis.Dari daerah ini keluar jalur genikulokalkarin yang
melewati setiap korteks penglihatan primer.Kiasma optikum dilapisi oleh pia dan
araknoid dan memiliki vaskularisasi yang sangat banyak.Ukuran kiasma optikum
diperkirakan memiliki lebar 12 millimeter dan panjang 8 millimeter pada daerah
anteroposterior dengan ketebalan 4 millimeter.
Arteri oftalmika membentang dibawah saraf optik.Suplai darah dari saraf optik
berbeda dari satu bagian ke bagian lainnya.Daerah retrolamina disuplai oleh
pembuluh darah pial dan pembuluh darah silier posterior.Daerah lamina disuplai oleh
arteri silier posterior.Daerah prelaminar disuplai oleh arteri silier posterior dan arteri
koroidal.Daerah lapisan fiber disuplai oleh arteri retina medial.Daerah intraorbital
disuplai oleh pembuluh darah pial bagian proksimal dan cabang-cabang kecil dari
arteri oftalmika.Daerah intrakanalikular disuplai oleh sebagian besar arteri oftalmika.
Daerah intrakranial disuplai oleh cabang utama dari arteri oftalmika dan arteri karotis
interna.1
FISIOLOGI PENGLIHATAN
Saraf optik merupakan indera khusus untuk penglihatan.Cahaya dideteksi oleh
sel-sel batang dan kerucut di retina, yang dapat dianggap sebagai end-organ sensorik
khusus untuk penglihatan.Badan sel dari reseptor-reseptor ini mengeluarkan tonjolan
(prosesus) yang bersinaps dengan sel bipolar, neuron kedua di jalur penglihatan.Selsel bipolar kemudian bersinaps dengan sel-sel ganglion retina.Akson-akson sel
ganglion membentuk lapisan serat saraf pada retina dan menyatu membentuk saraf
optikus.Saraf keluar dari bagian belakang bola mata dan berjalan ke posterior di
dalam kerucut otot untuk masuk ke dalam rongga tengkorak melalui kanal optik.
Di dalam tengkorak, dua saraf optikus menyatu membentuk kiasma optikum. Di
kiasma, lebih dari separuh serat mengalami dekusasio dan menyatu dengan serat-serat
temporal yang tidak menyilang dari saraf optikus sisi lain untuk membentuk traktus
optikus.
Masing-masing
traktus
optikus
berjalan
ke
nukleus
genikulatum
lateral.Dengan demikian, semua serat yang menerima impuls dari separuh kanan
lapang pandang masing-masing mata membentuk traktus optikus kiri dan berproyeksi
ke hemisfer serebrum kiri dan separuh kiri lapang pandang berproyeksi ke hemisfer
serebrum kanan.Dua puluh persen serat di traktus melayani fungsi pupil. Serat-serat
ini menuju ke nukleus pretektalis otak tengah, sementara serat lainnya bersinaps di
ETIOLOGI
TON dikaitkan dengan kecelakaan dengan momentum tinggi dan trauma
wajah.Kecelakaan sepeda motor, kekerasan, luka tumpul, luka tusuk, luka tembak,
dan pembedahan endoskopi sinus merupakan penyebab TON.Luka tumpul umumnya
terjadi akibat deselerasi cedera pada region antefrontal kepala.Keparahan trauma
tidak selalu terkait dengan derajat penurunan penglihatan.4
KLASIFIKASI
Cedera saraf optik dapat diklasifikasikan menjadi cedera langsung dan tidak
langsung berdasarkan jenis cedera.
a. Cedera Tidak Langsung Saraf Optik
Cedera tidak langsung terjadi pada trauma tertutup pada kepala, menyebabkan
timbulnya tekanan yang kemudian menekan saraf optik.Pada pemeriksaan, tidak
terdapat perubahan cepat pada pemeriksaan fundus.Diskus optik dapat normal
hingga 3-5 minggu setelahnya dan berubah pucat seiring atrofi diskus terjadi.4,6
b. Cedera Langsung Saraf Optik
Cedera langsung saraf optik terjadi akibat dari avulsi saraf atau akibat adanya
penetrasi pada orbita, penetrasi fragmen tulang dan mengenai saraf optik
menyebabkan neuropati optikus parsial atau komplit pada pembungkus saraf
optikus.Perdarahan didalam dan sekitar saraf optik juga dapat terjadi.7,8
PATOFISIOLOGI
TON terjadi secara multifaktorial, beberapa penelitian menyimpulkan adanya
mekanisme primer dan sekunder dari cedera yang terjadi.Cedera langsung terjadi
pada trauma tajam, fraktur orbita dengan fraktur midfasial. Cedera tidak langsung
umumnya disebabkan oleh adanya gaya tekanan pada cedera kepala yang
ditransmisikan hingga ke saraf optik. Baik cedera langsung maupun tidak langsung
menyebabkan kerusakan mekanis ataupun iskemia pada saraf optik.Terkadang cedera
okuli sangat kecil hingga tidak terlihat adanya penyebab eksternal.Edema pada
rongga tertutup, nekrosis akibat kontusio, robekan serabut saraf, dan infark oleh
karena thrombus dan spasme berpotensial menyebabkan cedera saraf optik.2,9
a. Primer
Mekanisme primer menyebabkan kerusakan permanen pada akson saraf optik
pada saat terjadinya cedera.Kontusio pada akson saraf optik menyebabkan
iskemia dan edema lokal saraf optik, selanjutnya menyebabkan kompresi neural
dalam rongga kanal optik.Abnormalitas axon fokal terangsang, dengan
karakteristik gangguan transpor aksonal, hingga terjadi apoptosis sel. Robekan
pada mikrovaskular dan cedera akson menyebabkan terjadinya perdarahan dalam
saraf optik dan pembungkusnya.4,6,8
b. Sekunder
9
neuron. Prostaglandin
GAMBARAN KLINIS
TON posterior terkadang sulit dinilai terutama pada pasien dengan cedera multipel,
terutama pada pasien tidak sadarkan diri.Pemeriksaan teliti harus dilakukan secepat
mungkin, kemungkinan hanya diperoleh defek aferen pupil pada pemeriksaan. Defisit
penglihatan bervariasi dari penglihatan normal dengan defek lapangan pandang
hingga kehilangan total terhadap persepsi cahaya.3
10
DIAGNOSIS
Diagnosis TON berdasarkan klinis, dengan adanya trauma kepala dan wajah
yang menyebabkan gangguan penglihatan.Pasien mengalami kehilangan penglihatan
yang mendadak, berat, dan unilateral. Kondisi ini dapat bermanifestasi segera atau
dalam hitungan jam hingga hari setelah trauma. Riwayat penyakit perlu ditanyakan
apakah adanya defisit penglihatan sebelum trauma, riwayat penyakit sebelumnya,
obat-obatan dan alergi obat.2,4
PEMERIKSAAN FISIK
Pada situasi akut, dimana pasien dalam keadaan tidak sadar dan penilaian
ketajaman penglihatan
terhambat. Pada pasien sadar, dapat dilakukan berbagai tes untuk membantu
penegakan diagnosis , antara lain:
1. Ketajaman penglihatan. Diperiksa dengan menggunakan Snellen's chart atau
kartu baca jarak dekat. Angka kejadian tidak respon cahaya bervariasi
tergantung pada kejadian trauma. Harus diingat bahwa kurang dari 10% kasus
terjadi
penurunan
penglihatan
akibat
cedera
saraf
optik
sekunder.
11
pendek pada semua pasien stabil. Evaluasi sirkulasi retinal dan koroidal,
morfologi saraf optik. Adanya perdarahan berbentuk cincin didekat kepala
saraf optik menunjukkan adanya avulsi parsial atau komplit saraf optik.
Neuropati optik anterior menyebabkan gangguan sirkulasi berakibat obstruksi
arteri dan vena dan pembengkakan diskus optikus. Atrofi optik pada trauma
kepala akut dengan neuropati optikus menunjukkan gangguan saraf optik
sudah ada sebelum trauma. Kerusakan pada saraf optik distal pada orbita,
kanal optik, atau rongga intrakranial tidak menunjukkan perubahan tampilan
selama 3-5 minggu
informasi
apakah
fungsi
penglihatan
intak
ataupun
13
PENATALAKSANAAN
Berbagai kontroversial muncul dalam penanganan TON.Sebagian besar
penanganan pada TON meliputi observasi, steroid dan dekompresi bedah.
1. Medikamentosa.
Selama beberapa decade, kortokosteroid diyakini dapat menstabilisasi
membran lipid, mengurangi spasme, meningkatkan pemasokan darah, dan
mengurangi edema jaringan neural dan nekrosis. Penanganan medikamentosa TON
dengan steroid mega-dose dilakukan oleh National Acute Spinal Cord Injury StudyII
(NASCIS II) yang dievaluasi pada pasien cedera tulang belakang akut. Pada studi ini,
pasien
diterapi
dengan
plasebo,
metilprednisolone,
atau
naloxone.Secara
14
Pada
kasus
TON
dimana
tidak
terdapat
kontraindikasi
pemberian
2. Pembedahan
Dekompresi bedah optik kanal dan pembungkus saraf optik digunakan sebagai
terapi TON indirek.Tetapi tidak terdapat konsensus waktu optimum untuk intervensi
optimum.Peningkatan tekanan intrakanalikuli dapat menyebabkan gangguan vaskular
dengan iskemia hingga kebutaan, dan dekompresi saraf optik secara teori
membebaskan strangulasi dan memngembalikan fungsi saraf.Prosedur ini ditambah
dengan pemberian steroid untuk mengurangi inflamasi dan edema.Berbagai metode
bedah yang digunakan berupa kraniotomi trans nasalis, extra-nasal trans-ethmoidalis,
trans-nasal trans-ethmoidalis, lateral fasial, sublabial, dan endoskopi.4,9
15
1.
2.
3.
b.
steroid.
c. Jika terdapat fraktur kanal optik disertai dengan adanya penekanan
oleh fragmen tulang.
d. Jika terdapat hematoma pada pembungkus saraf.
e. Jika respon visual evoked potential (VEP) memburuk seiring waktu.3
keadaan
tidak
terdapat
kontraindikasi,
pasien
dapat
diberikan
16
setelah trauma, segera setelah terapi bedahm dan selama periode pemberian terapi
kortikosteroid mega-dosis. Observasi jangka panjang dilakukan 3 bulan atau lebih
sejak terjadinya cedera untuk menilai keadaan final fungsi visual.4
PROGNOSIS
Secara umum cedera langsung memiliki prognosis yang lebih buruk
dibandingkan dengan cedera tidak langsung saraf optik. Berdasarkan studi, ada 4
variabel yang dianggap sebagai faktor prognosis yang buruk untuk perbaikan fungsi
visual, antara lain :
1. Adanya darah dalam rongga ethmoid posterior
2. Usia diatas 40 tahun
3. Kehilangan kesadaran diikuti dengan TON
4. Tidak adanya perbaikan setelah 48 jam pemberian terapi steroid.3,4,13
Selain itu, fraktur orbita posterior menyebabkan penglihatan yang lebih buruk
dibandingkan dengan fraktur anterior.Pasien dengan tidak adanya persepsi terhadap
cahaya kemungkinan besar tidak akan terjadi perbaikan dalam kemampuan melihat.
Hingga saat ini, terdapat berbagai konsensus menyatakan pilihan terapi terbaik TON
adalah cukup observasi tanpa terapi saja. Perbaikan penglihatan dapat terjadi
meskipun dengan perbaikan yang minimal, dan rata-rata perbaikan secara spontan
berkisar antara 20-57% pada berbagai studi. 2,4,10
17
PENUTUP
saraf
optik,
yang
kemudian
mengakibatkan
gangguan
penglihatan.
Dokumentasi klinis yang cermat pada pasien dengan keadaan sadarkan diri dalam
penilaian ketajaman penglihatan, fungsi pupil, hingga CT-scan perlu dilakukan untuk
menilai adanya abnormalitas struktural seperti avulsi saraf optik, hematoma
pembungkus saraf, hematoma orbital, atau fraktur kanal optik.
Berdasarkan data dari International Optik Nerve Trauma, pilihan penangan
berupa observasi tanpa intervensi. Pemberitahuan kepada pasien dan keluarga penting
terkait dengan terapi kortikosteroid mega-dosis. Jika ketajaman penglihatan menurun,
dapat dipertimbangkan pemberian kortikosteroid. Jika ditemui kelainan struktural
yang dapat menyebabkan gangguan fungsi saraf optik (hematoma atau fragmen
tulang), atau tajam penglihatan memburuk pada terapi kortikosteroid,
dapat
langsung
umumnya
memiliki
prognosis
yang
lebih
buruk
dibandingkan dengan cedera tidak langsung. Prognosis buruk muncul pada keadaan
dimana tidak ada persepsi cahaya dan pada pasien-pasien dengan berbagai faktor
resiko lainnya, seperti adanya darah dalam rongga ethmoid, usia diatas 40 tahun,
18
kehilangan kesadaran diikuti TON, dan tidak respon terhadap terapi kortikosteroid
setelah 48 jam.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Remington, Lee Ann. 2005. Visual Pathway. In: Remington, Lee Ann.
Clinical Anatomy Of The Visual System, Second Edition. USA: Elsevier.
P:232-253.
2. Zoumalan, Christopher. 2012. Traumatic Optic Neuropathy. Available in :
[http://emedicine.medscape.com/article/868129-overview].
Accessed
at
20
9. Girkin, Christopher A dan Kline, Lanning B. 2002. Optic Nerve and Visual
Pathway. In: Kuhn, Ferenc. Ocular Trauma, Principles and Practice.
Italy:Thieme. P:392-404
10. Sarkies, N. 2003. Traumatic Optic Neuropathy. Available in :
[http://www.nature.com/eye/journal/v18/n11/full/6701571a.html]. Accessed at
September 24,2012.
11. Boughton, Barbara. 2009. Traumatic Optik Neuropathy:Previous Therapies
Now Questioned or Shelved. Available in:
[http://www.aao.org/publications/eyenet/200911/trauma.efm]. Accessed at
September 24,2012.
12. Man, Yu Wai dan Griffiths. 2011. Steroids for Traumatic Optic Neuropathy.
Available in : [www.ncni.nlm.nih.gov/pubmed/21249673]. Accessed at
September 24, 2012.
13. Yogiantoro, Siti Moesbadiany. 2005. Traumatic Optik Neuropathy In The
Division Of Neuro-Ophthalmology, Department of Ophthalmology, Dr.
Soetomo
Teaching
Hospital,
Surabaya.
Available
in:
21
22
1 Remington, Lee Ann. 2005. Visual Pathway. In: Remington, Lee Ann. Clinical Anatomy
Of The Visual System, Second Edition. USA: Elsevier. P:232-253
2
Zoumalan,
Christopher.
2012.
Traumatic
Optik
Neuropathy.
Available
in
Awan,
Ayyaz
Hussain.
2007.
Traumatic
Optik
Neuropathy.
Available
in
N.
2003.Traumatic
Optik
Neuropathy.Available
[http://www.nature.com/eye/journal/v18/n11/full/6701571a.html].
in
Accessed
:
at
September 24,2012.
10 Boughton, Barbara. 2009. Traumatic Optik Neuropathy:Previous Therapies Now
Questioned
or
Shelved.
Available
in:
Available
in:
[journal.unair.ac.id/filerpdf/FMI-41-1-09.pdf].
Accessed
at