Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

DIARE AKUT DENGAN DEHIDRASI RINGAN-SEDANG DAN


GIZI KURANG

Pembimbing:
dr. Hj. Siti Rahma, Sp.A

Penyusun:
Anasthasya Giovani G
030.11.023

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BEKASI
PERIODE 19 DESEMBER 2016 28 FEBRUARI 2017
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

LEMBAR PENGESAHAN

Nama mahasiswa

: Anasthasya Giovani G

Bagian

: Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi

Periode

: Periode 19 Desember 2016 28 Februari 2017

Judul

: Diare Akut dengan dehidrasi ringan-sedang Dan Gizi Kurang


1

Pembimbing

: dr. Hj. Siti Rahma, Sp.A

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal:


Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik
Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi.

Jakarta, Januari 2017

dr. Hj. Siti Rahma, Sp.A

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan atas segala nikmat,
rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul Diare Akut dengan dehidrasi ringan-sedang Dan Gizi Kurang dengan baik
dan tepat waktu.

Case ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di RSUD Bekasi. Di samping itu,
laporan kasus ini ditujukan untuk menambah pengetahuan bagi kita semua tentang
diare akut dengan dehidrasi.
Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar
besarnya kepada dr. Hj. Siti Rahma, Sp.A selaku pembimbing dalam penyusunan
laporan kasus ini, serta kepada dokterdokter pembimbing lain yang telah
membimbing penulis selama di Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekanrekan anggota Kepaniteraan
Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi serta berbagai pihak yang telah memberi
dukungan dan bantuan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna dan
tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya masukan,
kritik maupun saran yang membangun. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih yang
sebesarbesarnya, semoga tugas ini dapat memberikan tambahan informasi bagi kita
semua.

Jakarta, Januari 2017

Penulis

DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................................2
KATA PENGANTAR.................................................................................................3
DAFTAR ISI .............................................................................................................4
3

BAB I

PENDAHULUAN ..................................................................................5

BAB II

LAPORAN KASUS ...............................................................................6

BAB III

ANALISIS KASUS ...............................................................................14

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................15
4.1 Definisi..............................................................................................15
4.2 Epidemiologi....................................................................................15
4.3 Klasifikasi........................................................................................15
4.4 Faktor risiko.....................................................................................16
4.5 Etiologi.............................................................................................18
4.6 Patogenesis.......................................................................................19
4.7 Patofisiologi.....................................................................................21
4.8 Manifestasi klinis.............................................................................23
4.9 Diagnosis..........................................................................................24
4.10 Penatalaksanaan..............................................................................26
4.11 Komplikasi......................................................................................32

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................33

BAB I
PENDAHULUAN
Diare adalah buang air besar yang frekuensinya lebih dari 3 kali perhari,
disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah.
4

Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk


di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan tertinggi
pada anak, terutama pada usia dibawah 5 tahun. Di dunia, sebanyak 6 juta anak
meninggal setiap tahunnya karena diare dan sebagian besar kejadian tersebut terjadi di
negara berkembang. Sebagai gambaran, 17% kematian anak di dunia disebabkan oleh
diare sedangkan di Indonesia, hasil Riskesdas 2007 diperoleh bahwa diare masih
merupakan penyebab kematian bayi yang terbanyak yaitu 42%, dibanding pneumonia
24%, dan untuk golongan umur 1-4 tahun penyebab kematian karena diare adalah
sekitar 25,2% dibanding pneumonia yang 15,5%.
Secara umum penangan diare ditujukan untuk mencegah atau menanggulangi
dehidrasi serta gangguan elektrolit dan keseimbangan asam basa, kemungkinan
terjadinya intoleransi, mengobati kausa diare yang spesifik, serta mencegah dan
menanggulangi gangguan gizi serra mengobati penyakit peserta. Untuk melaksanakan
terapi secara komprehensif, efisien dan efektif harus dilakukan secara rasional.
Pemakaian cairan rehidrasi oral secara umum efektif dalam menangani dehidrasi.
Pemberian cairan intravena diperlukan jika terdapat kegagalan oleh karena tingginya
frekuensi diare, muntah yang tidak terkontrol dan terganggunya masukan oral karena
infeksi. Beberapa cara pencegahan dengan vaksinasi serta pemakaian probiotik telah
banyak diungkap dan penanganan menggunakan antibiotika yang spesifik dan
antiparasit.

BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Data
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat

Pasien
By. A
23 hari
Laki-laki

Ayah
Ibu
Tn. K
Ny. H
32 Tahun
30 tahun
Laki laki
Perempuan
Cikiwul, Bantar Gebang
5

Agama
Suku bangsa
Pendidikan
Pekerjaan
Tanggal Masuk

Islam
Indonesia
09 Januari 2017

Islam

Islam

SMP
Karyawan Swasta
-

SMA
IRT
-

RS (IGD)
II. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis kepada ibu kandung pasien pada tanggal 10 Januari
2017 di ruang perinatologi RSUD Kota Bekasi.
a. Keluhan Utama
Mencret sebanyak 7x sejak 2 hari SMRS
b. Keluhan Tambahan
Demam, Rewel, Lemas, dan Pucat
c. Riwayat Penyakit Sekarang
OS datang ke IGD RSUD Kota Bekasi pada tanggal 09 Januari 2017
dengan keluhan BAB cair sebanyak 7x/hari sejak 2 hari SMRS . Konsistensi
tinja cair, berwarna kekuningan, tidak ada ampas, tidak berlendir, tidak ada
darah, saat BAB tidak menyemprot dan tidak berbau asam. Disertai dengan
demam yang naik turun, sesak napas, lemas dan pucat. OS menjadi lebih rewel
setelah mengalami keluhan seperti ini. BAK jarang, dalam 12 jam terakhir
hanya 2x berwarna kuning pekat. Ibu OS juga mengatakan adanya putih-putih
di dalam mulut pasien. Sejak lahir OS tidak diberi minum ASI, dengan alasan
ASI tidak keluar. Sehingga sejak usia 0 hari OS mengkonsumsi susu formula.
Nafsu minum susu tidak berkurang, saat menangis juga OS masih
mengeluarkan air mata. Riwayat kejang demam disangkal. OS baru pertama
kali mengalami hal ini.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit

Umur

Penyakit

Alergi

Cacingan

Umur

Penyakit

Umur

Candidiasis -

Jantung

Diare

Ginjal

DBD

Kejang

Darah

Thypoid

Gastritis

Radang paru

Otitis

Herpes

Tuberkulosis -

Zooster
Parotis

Operasi

paru
-

Morbili

e. Riwayat Penyakit Keluarga :

Diare (-)
TB Paru (-)
Alergi (-)
Asma (-)
Riw. sakit jantung (-)

f. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran :

KEHAMILAN

Morbiditas kehamilan

Tidak ditemukan kelainan

Perawatan antenatal

Kontrol rutin ke bidan 1 kali


sebulan.

Tempat kelahiran

Klinik Bersalin

Penolong persalinan

Bidan

Cara persalinan

Normal

Masa gestasi

38 Minggu
Berat lahir 2300 g

KELAHIRAN

Panjang badan 49cm


Keadaan bayi

Lingkar kepala tidak ingat


Nilai apgar tidak tahu
Tidak ada kelainan bawaan

g. Riwayat Makanan
Kesan: OS tidak mengkonsumsi ASI, hanya minum susu formula.
h. Riwayat Imunisasi
Kesan: sudah dapat imunisasi polio dan hepatitis B
i. Riwayat Perumahan dan Sanitasi

OS tinggal di rumah pribadi, dinding terbuat dari tembok, atap terbuat dari
genteng, dan ventilasi kurang. Menurut pengakuan keluarga OS, keadaan
lingkungan rumah padat, pencahayaan baik, sumber air bersih berasal dari
PAM, sumber air minum dari galon isi ulang.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pemeriksaan fisik pada tanggal 10 Januari 2017 di ruang perinatologi
RSUD Kota Bekasi.
Status generalis
a. Keadaan umum
b. Tanda Vital
Kesadaran
Frekuensi nadi
Frekuensi pernapasan
Suhu tubuh

: Tampak sakit sedang, rewel


: Compos mentis
: 140 x/m
: 52 x/m (cepat dan dalam)
: 37,80C

c. Data antropometri
Berat badan
: 2,7 kg
Tinggi badan
: 49cm
Status gizi berdasarkan grafik WHO : BB/TB Z score < -2 (Gizi Kurang)

Kepala
Bentuk
Rambut
Mata
Telinga
Hidung
Mulut

: Normocephali, simetris, ubun-ubun cekung (+)


: Rambut hitam, distribusi merata
: Konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-,
pupil bulat isokor, cekung (+)
: Normotia, sekret -/-, otalgia -/: Bentuk normal, sekret -/-, hematom (-)
: Bibir kering (+), lidah kotor (+)
8

Leher
Thorax
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Pulmo
Cor
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi

: Bentuk simetris, pembesaran KGB (-)


: Pergerakan dinding dada simetris, retraksi (+)
minimal
: Gerak napas simetris
: Sonor pada kedua lapang paru
: Suara napas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/: BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

: Perut datar
: Bising usus normal, frekuensi 2x/menit
: Teraba supel, nyeri tekan (-) pada regio epigastrika,
turgor kembali lama (>2 detik)
: Shifting dullness (-) , nyeri ketuk (-), timpani diseluruh
lapang abdomen
: Pucat (+), ikterik (-), petekie (-)

Kulit
Ekstremitas
Atas : simetris, tidak ada deformitas, akral hangat, tidak ada edema
Bawah : simetris, tidak ada deformitas, tidak ada edema
Anus dan Rectum : tidak ditemukan eritema natum
Genitalia

: dbn

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan laboratorium tanggal 9 Januari 2017
Nama Test
Darah Rutin DHF
Leukosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
Kimia Klinik
GDS
Elektrolit
Natrium (Na)
Kalium (K)
Chlorida (Cl)

Hasil

Unit

Nilai Rujukan

16.8
6.3
18.0
449

ribu/ul
g/dl
%
ribu/uL

9 20
11-14.5
40-54
150-400

109

mg/dL

60-110

143
4.4
119

mmol/L
mmol/L
mmol/L

135-145
3,5-5,0
94-111

Pemeriksaan laboratorium tanggal 12 Januari 2017


9

Nama Test
Darah Rutin DHF
Leukosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit

Hasil

Unit

Nilai Rujukan

18.3
7.9
24.0
368

ribu/ul
g/dl
%
ribu/uL

9 20
11-14.5
40-54
150-400

V. RESUME
Seorang anak laki-laki usia 23 hari, BB 2,7kg datang dengan keluhan BAB
cair sejak 2 hari SMRS. Frekuensi per hari 7x berupa cairan kekuningan tanpa
lendir maupun darah, tidak berampas dan tidak berbau. Keluhan BAB cair
didahului oleh demam. Ibu pasien juga mengatakan pasien terlihat lemas dan pucat,
ketika menangis air mata pasien masih keluar dan nafsu minum susu masih mau
tapi sedikit. BAK 2x berwarna kuning pekat/12 jam.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis, RR 52 x/menit, HR 140 x/menit dan suhu 37,5 0C. Status
gizi pasien menurut WHO gizi kurang. Didapatkan ubun-ubun cekung, mata
cekung, bibir kering, lidah kotor dan turgor kulit sedikit lambat. Pada pemeriksaan
laboratorium hematologi ditemukan Hemoglobin 6.3 , Hematokrit 18,0% dan
trombosit 449ribu/ul.
VI. DIAGNOSIS KERJA

Diare Akut dengan Dehidrasi Sedang


Anemia
Gizi buruk

VII.DIAGNOSIS BANDING
Diare Akut ec Enteritoxigenic E.Coli dengan Dehidrasi Sedang
Diare Akut ec Virus
Diare Akut ec Intoleransi Lacktosa dengan Dehidrasi Sedang
VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN
Kultur Feses
Elektrolit
Darah rutin dan Glukosa Darah Sewaktu
IX. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
10

Kaen 3B 20 tpm

Zinkid 1x cth

Sanmol k/p

Transfusi PRC

X. PROGNOSIS
Ad vitam
Ad fungsionam
Ad sanationam

: ad bonam
: ad bonam
: dubia ad bonam

XI. FOLLOW UP
S
11/01/2017 -

12/01/2017 -

KU: TSS
RR: 56 x/mnt
HR: 129x/mnt, SpO2
96%,
Abd: supel, BU +
(), NT (-), turgor
menurun
Ekstremitas: Akral
hangat (+)
S: 79 mg/dl
T: 36.30C
A: retraksi B: sianosis -,pallor
-,mottled L: E: KU: TSS
RR: 60 x/mnt
HR: 130x/mnt, SpO2
96%,
Abd: supel, BU +
(), NT (-), turgor
menurun
Ekstremitas: Akral
hangat (+)
S: 84 mg/dl
T: 360C
A: retraksi B: sianosis -,pallor

- Diare akut dengan


dehidrasi ringansedang
- Anemia

- IVFD KAEN 3B
12cc/jam]
- BE 20cc/hari
- ampisilin 2 x 232.5
mg
- gentamiain
15.5mg/24jam
- transfusi PRC 35cc
- minum 8 x 20cc
- cek GDS harian

- Diare akut dengan - IVFD KAEN 3B


dehidrasi ringan12cc/jam
sedang
- BE 20cc/hari
- ampisilin 2 x 232.5
mg
- gentamiain
15.5mg/24jam
- minum 8 x 20cc
- Cek GDS harian

11

13/01/2017 -

14/01/2017 -

-,mottled L: E: KU: TSS


RR: 58 x/mnt
HR: 144x/mnt, SpO2
96%,
Abd: supel, BU +
(), NT (-), turgor
menurun
Ekstremitas: Akral
hangat (+)
S: mg/dl
T: 360C
A: retraksi B: sianosis -,pallor
-,mottled L: E: KU: TSS
RR: 60 x/mnt
HR: 130x/mnt, SpO2
96%,
Abd: supel, BU +
(), NT (-), turgor
menurun
Ekstremitas: Akral
hangat (+)
S: 84 mg/dl
T: 360C
A: retraksi B: sianosis -,pallor
-,mottled L: E: -

- Diare akut dengan - IVFD KAEN 3B


dehidrasi ringan12cc/jam
sedang
- BE 20cc/hari
- ampisilin 2 x 232.5
mg
- gentamiain
15.5mg/24jam
- minum 8 x 20cc
- cek GDS harian

- Diare akut dengan - IVFD KAEN 3B


dehidrasi ringan12cc/jam
sedang
- BE 20cc/hari
- ampisilin 2 x 232.5
mg
- gentamiain
15.5mg/24jam
- minum 8 x 20cc
- cek GDS harian

BAB III
ANALISIS KASUS

12

No.
1.

Kasus

Teori

Anamnesis

Mencret

terjadi akibat adanya gangguan fungsi


absorbsi pada usus halus yang menyebabkan
meningkatnya tekanan osmotik pada usus.
Selain itu juga dapat disebabkan oleh adanya

Demam

tidak

terlalu

peningkatan

tinggi

selama 1 hari

sekresi

pada

usus

yang

disebabkan oleh rangsangan tertentu.


Proses inflamasi yang terjadi selama masa
inkubasi (4-8 minggu) dimana kuman
berkembang hingga mencapai jumlah 10 3104,

jumlah

yang

cukup

untuk

merangsang respons imunitas selular


Lemas dan Pucat

Pemeriksaan Fisik
2.

yaitu

produksi sitokin pro-inflamasi.


Karena, adanya penurunan hemoglobin
sehingga asupan oksigen ke otak menurun.

ubun-ubun cekung, mata cekung,

Tanda dehidrasi sedang

Bisa terjadi karena konsumsi susu formula.

Dimasukkan ke dalam kriteria WHO, maka

bibir kering, dan turgor kembali

sedikit lambat.
Lidah kotor
Data antropometri: BB/TB: <-2
SD (gizi kurang)

termasuk gizi kurang.

Pemeriksaan Penunjang

Hemoglobin : 6.3 g/dL


Hematokrit : 18%

Tanda anemia, bisa karena anemia defisiensi


besi akibat pola makan yang buruk (gizi

3.

kurang),

bisa

juga

karena

gangguan

penyerapan usus sehingga zat besi tidak bisa


diserap maksimal.

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

4.1 DEFINISI
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali
perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir
13

dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu. Pada bayi yang minum ASI
sering frekuensi buang air besar lebih dari 3-4 hari per hari, keadaan ini tidak
dapat disebut diare, tetapi masih bersifat fisiologis atau normal. Selama berat
badan bayi meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong diare, tetapi
merupakan

intoleransi

laktosa

sementara

akibat

belum

sempurnanya

perkembangan saluran cerna. Untuk bayi yang minum ASI secara eksklusif
definisi diare yang praktis adalah meningkatnya frekuensi buang air besar atau
konsistensinya menjadi cair yang menurut ibunya abnormal atau tidak seperti
biasanya. Kadang-kadang pada seorang anak buang air besar kurang dari 3 kali
perhari, tetapi konsistensinya cair, keadaan ini sudah dapat disebut diare.2
4.2 EPIDEMIOLOGI
Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang
termasuk di Indonesia dan merupakan salahs satu penyebab kematian dan
kesakitan tertinggi pada anak, terutama usia di bawah 5 tahun. Di dunia,
sebanyak 6 juta anak meninggal tiap tahunnya karena diare dan sebagian besar
kejadian tersebut terjadi di negara berkembang. Sebagai gambaran 17% kematian
anak di dunia disebabkan oleh diare sedangkan di Indonesia, hasil Rikesdas 2007
diperoleh bahwa diare masih merupakan penyebab kematian bayi yang terbanyak
yaitu 42% dibanding pneumonia 24%, untuk golongan 1-4 tahun penyebab
kematian karena diare 25,2% dibanding pneumonia 15,5%.2
4.3 KLASIFIKASI DIARE
Menurut WHO (2005) diare dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Diare akut
Diare akut adalah diare cair lebih dari 3 kali sehari yang berlangsung kurang
dari 14 hari tanpa disertai adanya lendir dan darah.2
2. Kolera
Kolera adalah diare yang disebabkan oleh suatu enterotoksin kuman Vibrio
cholerae dengan feses yang memiliki penampakan yang khas yaitu cairan
agak keruh dengan lendir namun tidak ada darah dan berbau agak amis.
Kolera dijuluki seperti air cucian beras (rise water stool), karena kemiripannya
dengan air yang telah digunakan untuk mencuci beras. Kolera dimulai dengan
diare berair tanpa rasa nyeri (tenesmus) secara tiba tiba yang mungkin cepat,
menjadi sangat banyak dan sering langsung disertai muntah.(3)
3. Disentri
Disentri yaitu peradangan pada usus besar yang ditandai dengan buang air
besar yang encer secara terus menerus dengan tinja disertai darah dan lendir.(3)
14

4. Diare persisten
Diare persisten adalah diare yang berlangsung lebih dari 14 hari atau lebih dan
berdasarkan etiologinya dibedakan menjadi diare persisten infeksi dan non
infeksi. Diare persisten infeksi bisa disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit
sedangkan diare persisten non infeksi, penyebab umumnya meliputi intoleransi
protein susu sapi/kedelai, biasanya pada anak usia ku rang dari 6 bulan, dan
tinja sering disertai dengan darah.(2)
5. Diare yang disertai dengan malnutrisi berat
Diare apapun yang disertai tanda gizi buruk, contohnya Marasmus atau
Kwashiorkor dengan bahaya utama adalah infeksi sistemik berat dengan
defisiensi vitamin dan mineral.(3)
4.4 CARA PENULARAN DAN FAKTOR RESIKO
Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal-oral yaitu melalui
makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung
tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita
atau tidak langsung melalui lalat ( melalui 4F = finger, flies, fluid, field).(2)
Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain,
tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama kehidupan bayi,
tidak memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya
sarana kebersihan (MCK), kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk,
penyiapan dan penyimpanana makanan yang tidak higienis dan cara penyapihan
yang tidak baik. Selain hal-hal tersebut, beberapa faktor pada penderita dapat
meningkatkan kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain : gizi buruk,
imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung, menurunnya motilitas usus,
menderita campak dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetik.(2)
1.

Faktor Umur
Insiden tertinggi kasus diare pada anak terjadi pada usia 2 tahun pertama
kehidupan atau biasanya terjadi pada kelompok umur 6 11 bulan pada saat
diberikan makanan pendamping ASI. Hal ini disebabkan karena penurunan
kadar antibodi ibu yang disalurkan ke bayi yang menyebabkan kurangnya
kekebalan aktif bayi. Hal lain contohnya pengenalan makanan yang mungkin
terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau
binatang pada saat bayi mulai merangkak.(2)
2. Infeksi asimtomatik
Sebagaian besar infeksi usus bersifat asimtomatik ini meningkat setelah umur
2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas aktif. Pada infeksi asimtomatik
yang mungkin berlangsung beberapa hari atau beberapa minggu, tinja
penderita mengandung virus, bakteri atau kista protozoa yang infeksius. Orang
15

dengan infeksi asimtomatik berperan penting dalam penyebaran banyak


enteropatogen terutama bila mereka tidak menyadari adanya infeksi, tidak
menjaga kebersihan dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain.(2)
3. Faktor musim
Letak geografis mempengaruhi variasi pola musiman diare. Di daerah
subtropik, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas,
sedangkan diare karena virus terutama rotavirus puncaknya lebih sering terjadi
karena musim dingin. Didaerah tropik termasuk Indonesia, diare yang
disebabkan oleh rotavirus dapat terjadi sepanjang tahun dengan peningkatan
sepanjang musim kemarau, sedangkan diare karena bakteri cenderung
meningkat pada musim hujan.(2)
4. Epidemi dan Pandemi
Epidemi dan Pandemi dapat disebabkan oleh Vibrio cholera 0.1 dan Shigella
dysentriae 1 yang dapat mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan
kematian pada semua golongan usia.(2)
4.5 ETIOLOGI
Penyebab diare pada anak kini telah lebih dari 80% diketahui penyebabnya,
secara garis besar dapat disebabkan oleh 2 faktor, yaitu faktor penyebab diare
yang bersifat non-infeksi dan faktor penyebab diare yang bersifat infeksi. Untuk
faktor penyebab diare yang bersifat non-infeksi dapat disebabkan oleh beberapa
hal yaitu alergi atau intoleransi makanan tertentu seperti intoleransi pada protein
susu sapi / kedelai, makanan asam dan pedas, keracunan makanan akibat bahan
bahan kimia tertentu dan bisa juga disebabkan oleh karena penggunaan obat
obatan tertentu contohnya golongan antibiotika yang akan menekan flora normal
usus sehingga organisme yang tidak biasa atau yang kebal terhadap antibiotika
dapat berkembang bebas.(4)
Pada saat ini telah dapat diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis
mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare pada anak dan bayi. Penyebab
infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus, bakteri, dan
parasit. Mikroorganisme penyebab diare pada anak ini digolongkan sebagai
penyebab diare yang bersifat infeksi. Dua tipe dasar diare akut oleh karena
infeksi adalah non inflammatory dan inflammatory.
Enteropatogen menimbulkan non inflammatory diare melalui produksi
enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan oleh
parasite, perlekatan dan/atau translokasi dari bakteri. Sedangkan inflammatory
16

diare biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus secara langsung
atau memproduksi sitotoksin.(2) Untuk penyebab diare yang bersifat infeksi itu
sendiri dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu : (4)
Tabel 1. Organisme patogen penyebab Diare pada anak
Organisme

Mekanisme Patogenik
VIRUS
Rotavirus (40 60 %)
Merusak mikrovili
Calicvirus
Lesi mukosa
Astrovirus
Lesi mukosa
Adenovirus enterik (serotipe 40 dan Lesi mukosa
41)
Campylobacter

jejuni

Clostridium defficile
Escherichia coli
Salmonella
Shigella
Vibrio cholerae
Vibrio parahaemolyticus
Yersinia enterocolitica
Entamoeba histolytica

BAKTERI
dan Menginvasi usus dengan enterotoksin
sitotoksin
Enterotoksin
Invasif, enterotoksin
Invasif, enterotoksin, sitotoksin
Enterotoksin
Invasif, sitotoksin
Invasif, enterotoksin
PARASIT
Invasif,
produksi
enzim
sitotoksin,

kista

tidak

dan
dapat

dihancurkan (cyst resistant) terhadap


Giardia lamblia
Protozoa pembentuk spora diusus
Cryptosporidium parvum
Isospora belli
Cyclospora cayetanensis

destruksi fisis
Menempel pada mukosa, kista tidak
dapat dihancurkan
Menempel dan

terjadi

proses

peradangan
Sumber : Buku Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial

4.6 PATOGENESIS DIARE


Cara penyebaran penyakit diare adalah dengan kontak erat dari orang ke orang,
melalui makanan yang terkontaminasi, serta dari binatang ke manusia. Seringkali
kuman menyebar melalui berbagai rute. Kemampuan kuman untuk menyebabkan
penyakit tergantung pada modus penyebaran, kemampuan untuk membentuk koloni di
saluran cerna, dan jumlah minimal kuman untuk menyebabkan penyakit.(4)
Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan oleh virus (Rotavirus, Calicvirus,
Astrovirus dan Adenovirus enterik) yaitu virus akan menginvasi lapisan epithalium
17

dan vili di usus halus yang menyebabkan rusaknya villus usus halus. Hal ini akan
menyebabkan fungsi absorbsi usus halus terganggu. Sel sel epitel usus halus yang
rusak diganti oleh enterosit yang baru, berbentuk kuboid yang belum matang sehingga
fungsinya masih belum baik. Villus mengalami atrofi dan tidak dapat mengabsorbsi
cairan dan makanan dengan baik. Selanjutnya, cairan dan makanan yang tidak
terserap akan menyebabkan meningkatnya tekanan koloid osmotik usus dan terjadi
hiperplastik usus sehingga cairan beserta makanan yang tidak terserap terdorong
keluar usus melalui anus, menimbulkan diare osmotik dari penyerapan air dan nutrien
yang tidak sempurna.(4)
Diare yang disebabkan oleh bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang
berhubungan dengan pengaturan transpor ion dalam sel sel usus, contohnya
peningkatan kadar cyclic adenosine monophosphate (cAMP), yang disebabkan oleh
masuknya bakteri Vibrio cholerae dan toksin E.coli yang masuk ke lambung lalu ke
duodenum kemudian berkembang biak dan mengeluarkan enzim mucinase yang akan
mencairkan lapisan lendir sehingga bakteri bisa masuk ke membran dan menghasilkan
cAMP. Hal tersebut merangsang usus untuk melakukan sekresi cairan usus,
menghambat absorbsi tanpa menimbulkan kerusakan sel epitel tersebut namun karena
volume dalam usus begitu banyak, hal ini akan menyebabkan dinding usus menjadi
teregang dan terjadilah diare.(4)
Bakteri Salmonella baik yang tifoid dan non-tifoid dapat juga menyebabkan
diare. Pada penyakit demam tifoid, bakteri tifoid ini hanya dapat menginfeksi manusia
(masa inkubasi 7 14 hari). Infeksi ini ditandai dengan demam berkepanjangan dan
manifestasi ekstraintestinal, sedangkan manifestasi diare sifatnya inkonsisten. Pasien
tifoid tanpa gejala atau karier kronik dapat menjadi reservoar dan menjadi sumber
penyebaran penyakit secara terus menerus. Untuk Salmonella non-tifoid akan
menyebabkan diare dengan cara menginvasi mukosa usus. Kuman ditransmisikan
melalui kontak dengan binatang terinfeksi (ayam, iguana atau binatang reptil lainnya
seperti kura kura) atau dari makanan yang terkontaminasi, yaitu produk produk
dari susu, telur, dan daging unggas. Inokulasi dalam jumlah besar (sekitar 1000 10
juta kuman) dibutuhkan kuman untuk menimbulkan penyakit, karena kuman
Salmonella dapat terbunuh oleh asam lambung. Masa inkubasi gastroenteritis berkisar
antara 6 72 jam, tetapi umumnya kurang dari 24 jam.(4)
Diare berdarah atau yang disebut dengan disentri disebabkan oleh bakteri yang
bernama Shigella dysentriae. Bakteri ini dapat menyebabkan penyakit dengan cara
memproduksi toksin shiga, secara berdiri sendiri maupun berkombinasi dengan invasi
18

jaringan. Masa inkubasi sekitar 1 7 hari. Pasien dewasa yang terinfeksi dapat
menyebarkan bakteri selama 1 bulan. Infeksi menyebar dengan cara kontak dari
individu ke individu, ataupun dengan cara mengonsumsi makanan yang telah
terkontaminasi oleh 10 100 bakteri. Toksin Shigella juga bisa dapat masuk ke dalam
serabut saraf otak, sehingga selain terjadi diare, dapat juga terjadi demam tinggi dan
kejang.(4)
Campylobacter jejuni menular dengan cara kontak dari individu ke individu
melalui air dan makanan yang terkontaminasi, terutama produk susu mentah, keju dan
daging unggas. Kuman menyerang mukosa jejunum, ileum dan kolon. Yersinia
enterocolitica menular melalui hewan peliharaan dan makanan yang terkontaminasi
terutama jeroan babi. Clostridium difficile menyebabkan C.difficile associated
diarrhea atau antibiotic-associated diarrhea, akibat toksinnya. Kuman memproduksi
spora yang dapat menyebar dari individu ke individu. C.difficile associated
diarrhea dapat terjadi setelah pemberian berbagai jenis antibiotik.(4)
Entamoeba histolytica (amebiasis), Giardia lamblia, dan Cryptosporidium
paryum merupakan parasit enterik. Amebiasis timbul di daerah yang beriklim hangat,
sedangkan giardiasis umumnya ditemukan pada bayi yang berada di tempat penitipan.
E.histolytica menyerang usus besar, amuba dapat menembus dinding usus dan
menyerang hati, paru dan otak. Diare yang terjadi umumnya akut, berdarah dan
mengandung leukosit. G.lamblia ditransmisikan melalui kista yang tertelan, baik
dengan cara kontak langsung dengan penderita atau dari makanan atau minuman yang
terkontaminasi oleh tinja yang terinfeksi. Kuman melekat pada mikrovili epitel
duodenum dan jejunum. Cryptosporidium menyebabkan diare cair ringan pada pasien
imunokompeten yang dapat sembuh tanpa pemberian terapi. Tetapi pada penderita
AIDS dapat memanjang lebih hebat.(4)
4.7 PATOFISIOLOGI DIARE
Diare dapat disebabkan oleh beberapa mekanisme ditinjau dari patofisiologinya,
yaitu diare akibat adanya gangguan osmotik, gangguan sekretorik, gangguan motilitas
usus dan karena adanya inflamasi.(5)
1. Mukosa usus halus adalah epitel berpori yang dapat dilewati oleh air dan elektrolit
dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara isi usus dengan
cairan ekstraseluler. Diare akibat gangguan osmotik terjadi karena adanya
makanan atau zat yang tidak dapat diserap dan akan menyebabkan tekanan
osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan
elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan
19

merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare. Diare terjadi jika
bahan sulit diserap. Bahan tersebut berupa larutan isotonik dan hipertonik. Larutan
isotonik, air dan bahan yang larut didalamnya akan lewat tanpa diabsorbsi
sehingga terjadi diare. Bila substansi yang diabsorbsi berupa larutan hipertonik,
air, dan elektrolit akan pindah dari cairan ekstraseluler ke dalam lumen usus
sampai osmolaritas dari usus sama dengan cairan ekstraseluler dan darah,
sehingga terjadi pula diare.
2. Gangguan sekresi dapat juga menyebabkan diare akibat rangsangan tertentu,
misalnya oleh toksin pada dinding usus akan menyebabkan peningkatan sekresi
air dan elektrolit kedalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena
terdapat peningkatan isi rongga usus. Rangsangan mediator abnormal misalnya
enterotoksin, akan menyebabkan villi gagal mengabsorbsi natrium, sedangkan
sekresi klorida disel epitel berlangsung terus atau meningkat. Hal ini
menyebabkan peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam rongga usus. Isi
rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus mengeluarkannya sehingga
timbul diare.
3. Gangguan motilitas usus memang jarang menjadi penyebab utama malabsorbsi,
tetapi perubahan motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorbsi. Baik
peningkatan maupun penurunan motilitas, keduanya dapat menyebabkan diare.
Penurunan motilitas dapat menyebabkan bakteri tumbuh secara berlebihan.
Perlambatan transit obat obatan atau nutrisi akan meningkatkan absorbsi.
Kegagalan motilitas usus yang berat menyebabkan stasis intestinal berakibat
inflamasi,

dekonjugasi

garam

empedu

dan

malabsorbsi.

Diare

akibat

hiperperistaltik pada anak jarang terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena
hipermotilitas pada kasus kolon iritable pada bayi. Gangguan motilitas mungkin
merupakan penyebab diare pada thyrotoksikosis, malabsorbsi asam empedu dan
berbagai penyakit lain.
4. Diare karena inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada beberapa
keadaan. Hal ini mengakibatkan hilangnya sel epitel dan kerusakan tight junction,
tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah dan limfatik menyebabkan air,
elektrolit, mukus, protein dan seringkali sel darah merah dan sel darah putih
menumpuk dalam lumen. Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan dengan
tipe diare lain contohnya diare osmotik dan diare sekretorik.
4.8 MANIFESTASI KLINIS DIARE
20

Manifestasi klinis diare bergantung dari patogen dan dosis inokulum. Demam
biasanya terjadi akibat proses peradangan atau akibat dehidrasi sehingga lebih umum
terjadi pada penderita diare inflamasi. Nyeri perut yang lebih hebat dan tenesmus
yang terjadi pada perut bagian bawah serta rektum menunjukkan daerah yang terkena
adalah usus besar. Mual dan muntah merupakan gejala non-spesifik tetapi dapat
menandakan adanya organisme yang menginfeksi saluran cerna bagian atas. Selain
itu, muntah juga sering terjadi pada diare non-inflamasi.
Tabel 2. Gejala khas pada diare akut oleh berbagai penyebab
Gejala

Rotavirus

Shigella

Salmonella

ETEC

EIEC

Kolera

Masa tunas

17-72 jam

24-48 jam

6-72 jam

6-72 jam

6-72 jam

48-72 jam

Panas

++

++

++

Sering

Jarang

Sering

Sering

Tenesmus

Tenesmus

kramp

kolik

5-7 hari

> 7 hari

3-7 hari

2-3 hari

Variasi

3 hari

Klinik

Mual
muntah
Nyeri perut
Nyeri
Kepala
Lamanya
Sakit

Tenesmus

Tenesmus
kramp

Kramp

Sifat tinja
Volume

Sedang

Sedikit

Sedikit

Banyak

Sedikit

Banyak

Frekuensi

5-10 x/hr

> 10x/hr

Sering

Sering

Sering

Terusmenerus

Konsistensi

Cair

Lembek

Lembek

Cair

Lembek

Cair

Darah

Sering

Kadang

Bau

Langu

Busuk

Kuning-

Merah-

hijau

hijau

Leukosit

Lain-lain

Anorexia

Kejang

Warna

Amis
Tak

Merah-

Seperti air

berwarna

hijau

cucian beras

Sepsis

Meteorismus

Kehijauan

Infeksi
sistemik

Sumber : Sunoto 1991


Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion
natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada
muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan
21

dehidrasi, asidosis metabolik, dan hipovolemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang


paling berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan
kematian bila tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas
plasma dapat berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau
dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi
ringan, dehidrasi sedang atau dehidrasi berat.(4)
4.9 DIAGNOSIS DIARE PADA ANAK
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal hal sebagai berikut : lama diare, frekuensi
buang air besar per hari, volume tinja, konsistensi tinja, warna, bau, ada atau tidak ada
lendir dan darah. Bila diare juga disertai muntah, harus ditanyakan juga volume, isi
muntah, apakah ada lendir dan darah dan frekuensi muntahnya. Keadaan buang air
kecil pasien juga harus ditanyakan, apakah frekuensinya sama seperti biasanya,
berkurang, jarang atau tidak ada kencing dalam 6 8 jam terakhir. Makanan dan
minuman yang dikonsumsi pasien sebelum dan sesudah diare juga penting untuk
diperhatikan, hal ini berhubungan untuk mencari etiologi dari diare yang terjadi serta
menilai higienitas dari makanan dan minuman itu sendiri. Tanyakan juga kepada
pasien, apakah diare juga disertai keluhan atau penyakit lain, seperti adanya panas,
batuk, pilek, otitis media, campak dll. Selain hal hal tersebut, saat anamnesis juga
perlu ditanyakan apakah pasien sudah mendapatkan pertolongan pertama atau belum,
seperti pemberian cairan oralit atau sudah diberikan obat obatan untuk penanganan
diare.(2)
Bukan hanya anamnesis, untuk menentukan diagnosis pada pasien anak dengan
diare, kita juga harus melakukan pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan fisik seperti
biasa, awalnya kita perlu melakukan pemeriksaan tanda tanda vital seperti
kesadaran, suhu, nadi, frekuensi pernafasan dan tekanan darah. Setelah itu, karena
akibat utama dari penyakit diare ini adalah paling sering terjadinya dehidrasi, maka
dari itu kita harus segera mencari apakah ada tanda tanda dehidrasi pada pasien atau
tidak. Harus diperiksa kesadaran, rasa haus, dan turgor kulit abdomen dan tanda
tanda tambahan lainnya seperti ubun - ubun besar, cekung atau tidak, mata terlihat
cowong atau tidak, masih ada atau tidaknya air mata, keadaan bibir, mukosa mulut
dan lidah kering atau basah.(2)
Pernapasan yang cepat dan dalam merupakan indikasi adanya asidosis metabolik.
Bising usus yang lemah atau tidak ada dapat terjadi bila terdapat hipokalemia.
Pemeriksaan ekstremitas juga perlu dilakukan untuk menilai keadaan perfusi dan
22

pemeriksaan capillary refill time juga dapat menentukan derajat dehidrasi yang
terjadi.(2)
Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara obyektif
yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare atau dengan cara
subyektif dengan menggunakan criteria WHO dan SKOR Maurice King sebagai
berikut : (3)
Tabel 3. Penilaian derajat dehidrasi menurut WHO 1995
Penilaian
Keadaan umum

A
Baik, sadar

B
Gelisah, rewel

C
Lesu, lunglai, tidak

Mata
Air mata

Normal
Ada

Cekung
Berkurang

sadar
Sangat cekung
Sangat berkurang, tidak

Mukosa bibir dan

Basah

Kering

ada
Sangat kering

lidah
Rasa haus

Tidak haus

Haus

Malas minum, tidak mau

Turgor kulit
Hasil

Kembali cepat
Tanpa dehidrasi

Kembali lambat
Dehidrasi Ringan

minum
Kembali sangat lambat
Dehidrasi Berat

pemeriksaan
Sedang
Rencana Terapi
Terapi A
Terapi B
Terapi C
Sumber : Buku Saku WHO Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit

Tabel 4. Penentuan derajat dehidrasi menurut Skor Maurice King


Bagian

tubuh Nilai untuk gejala yang ditemukan


0
1
2
yang diperiksa
Keadaan Umum
Sehat
Gelisah, cengeng, Mengiggau, koma,
Turgor Kulit
Mata
Ubun ubun besar
Mulut
Denyut nadi/menit

Normal
Normal
Normal
Normal
Kuat < 120

apatis, ngantuk
Sedikit kurang
Sedikit cekung
Sedikit cekung
Kering
Sedang (120 140)

syok
Sangat kurang
Sangat cekung
Sangat cekung
Kering & Sianosis
Lemah > 140
23

Sumber : Buku Ajar IDAI Gastroenterologi Hepatologi


Nilai : 0 2 = Ringan

3 6 = Sedang

7 12 = Berat

Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut umumnya tidak diperlukan,


hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan, misalnya penyebab dasarnya tidak
diketahui atau ada sebab - sebab lain selain diare akut atau pada penderita dengan
dehidrasi berat. Contohnya pemeriksaan darah lengkap, kultur urine dan tinja.
Pemeriksaan darah meliputi darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah,
glukosa darah, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika. Pemeriksaan urine
contohnya urine lengkap, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika. Pemeriksaan
tinja baik makroskopik maupun mikroskopik dapat dilakukan untuk menentukan
diagnosa yang pasti. Secara makroskopik harus diperhatikan bentuk, warna tinja, ada
tidaknya darah, lendir, pus, lemak, dan lain - lain. Pemeriksaan mikroskopik untuk
melihat ada tidaknya leukosit, eritrosit, telur cacing, parasit, bakteri, dan lain lain.
Pemeriksaan ph tinja juga dapat dilakukan apabila kita curiga terdapat kasus
intoleransi laktosa. Biasanya hasil pemeriksaan ph bersifat asam atau ph kurang dari
5.(2)
4.10 TATALAKSANA DIARE PADA ANAK
Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita adalah
LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan Dokter
Anak Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu - satunya cara
untuk mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta mempercepat
penyembuhan atau menghentikan diare dan mencegah anak kekurangan gizi akibat
diare juga menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun program LINTAS DIARE
yaitu : (6)
1. Rehidrasi
Penanganan diare dengan rehidrasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
rehidrasi oral atau secara parenteral. WHO dan UNICEF telah merekomendasikan
cairan Oralit baru dengan osmolaritas yang lebih rendah dibanding dengan yang lama.
Oralit formula lama dikembangkan dari kejadian luar biasa diare di Asia Selatan yang
terutama disebabkan karena disentri, yang menyebabkan berkurangnya lebih banyak
elektrolit tubuh, terutama natrium. Sedangkan diare yang lebih banyak terjadi akhir
akhir ini dengan tingkat sanitasi yang lebih baik adalah disebabkan oleh virus. Diare
karena virus tidak menyebabkan tubuh kehilangan elektrolit seberat pada disentri.
24

Karena itu, para ahli mengembangkan formula oralit baru yang osmolaritasnya lebih
rendah sehingga lebih mendekati osmolaritas plasma, dan mengurangi resiko
terjadinya berlebihan elektrolit dalam tubuh. Komposisi oralit formula baru yaitu
sebagai berikut : (6)
Tabel 5. Komposisi Oralit
Komposisi

Oralit

Natrium
Klorida
Glukosa
Kalium
Sitrat
Total

(Mmol/liter)
90
80
111
20
30
331

Lama Oralit Baru (Mmol/liter)


75
65
75
20
10
245

Osmolaritas
Sumber : WHO 2006
Diare tanpa rehidrasi
Penderita diare tanpa dehidrasi harus segera diberikan cairan rumah tangga untuk
mencegah terjadinya dehidrasi, seperti air tajin, larutan gula garam, kuah sayur
sayuran dan sebagainya. Pengobatan dapat dilakukan dirumah oleh keluarga
penderita. Jumlah cairan yang diberikan adalah 10 ml/kgBB atau untuk anak usia < 2
tahun adalah 50 100 ml dan untuk anak usia > 2 tahun atau lebih, diberikan 100
200 ml setiap kali anak buang air besar. Untuk anak dibawah umur 2 tahun cairan
harus diberikan dengan sendok dengan cara 1 sendok setiap 1 sampai 2 menit.
Pemberian dengan botol tidak boleh dilakukan. Untuk anak yang lebih besar dapat
minum langsung dari cangkir. Bila terjadi muntah hentikan dulu selama 10 menit
kemudian mulai lagi perlahan, misalnya 1 sendok setiap 2 3 menit. Pemberian
cairan ini dilakukan sampai dengan diare berhenti.(6)
Diare dengan dehidrasi ringan sedang
Pada umumnya, anak anak dengan dehidrasi ringan sedang harus segera
dirawat di sarana kesehatan dan langsung segera diberikan terapi rehidrasi oral
dengan oralit. Jumlah oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama adalah 75 cc/kgBB.
Bila berat badan penderita tidak diketahui, perkiraan pemberian cairan juga dapat
ditentukan dengan menggunakan umur penderita, yaitu untuk umur < 4 bulan adalah
200 400 ml, usia 4 12 bulan adalah 400 700 ml, usia 1 2 tahun adalah 700
900 ml dan usia 2 5 tahun adalah 900 1400 ml. Bila penderita masih haus dan
masih ingin minum, cairan harus diberikan lagi. Sebaliknya bila dengan volume diatas
25

kelopak mata menjadi bengkak, pemberian oralit harus dihentikan sementara dan
digantikan dengan minum air putih. Bila bengkak pada kelopak mata hilang, dapat
diberikan lagi. Apabila pemberian oralit tidak bisa diberikan secara oral, oralit juga
dapat diberikan melalui nasogastrik dengan volume yang sama dengan kecepatan 20
ml/kgBB/jam. Setelah terapi oralit dilakukan selama 3 jam, keadaan penderita harus
dievaluasi apakah membaik atau memburuk. Bila keadaan membaik, perawatan
penderita bisa dilanjutkan dengan melakukan perawatan diare tanpa dehidrasi, namun
apabila keadaan pasien jadi memburuk atau cenderung ke arah dehidrasi berat, pasien
harus segera dirawat dan diberikan terapi cairan melalui parenteral.(6)
Diare dengan dehidrasi berat
Penderita diare dengan dehidrasi berat harus dirawat di sarana kesehatan dan
pengobatan yang terbaik adalah dengan terapi rehidrasi parenteral. Pasien yang masih
dapat minum meski sedikit harus diberikan oralit sampai cairan infus terpasang.
Disamping itu, semua anak harus diberikan oralit sebanyak 5 ml/kgBB/jam selama
pemberian cairan intravena. Pada bayi, apabila dapat minum dengan baik, biasanya
diberikan selama 3 4 jam dan untuk anak yang lebih besar biasanya diberikan
selama 1 2 jam. Pemberian tersebut dilakukan untuk memberi tambahan basa dan
kalium yang mungkin tidak dapat disuplai dengan cukup dengan pemberian intravena.
Untuk rehidrasi parenteral biasanya digunakan cairan Ringer Laktat dengan dosis 100
ml/kgBB. Cara pemberiannnya yaitu, untuk usia < 1 tahun, pada 1 jam pertama
diberikan 30 cc/kgBB kemudian dilanjutkan untuk 5 jam berikutnya menjadi 70
cc/kgBB. Untuk anak usia > 1 tahun, pada jam pertama diberikan 30 cc/kgBB dan
dilanjutkan 2 jam berikutnya menjadi 70 cc/kgBB. Lakukan evaluasi setiap jam.
Apabila dehidrasi tidak membaik, tetesan intravena dapat dipercepat. Setelah 6 jam
pada bayi atau setelah 3 jam pada anak lebih besar, lakukan lagi evaluasi untuk
menentukan pengobatan selanjutnya yang sesuai, apakah pengobatan diare dengan
dehidrasi ringan sedang atau diare tanpa dehidrasi.(6)
2. Terapi Zinc
Zinc adalah mikronutrien yang terdapat dalam tubuh dengan jumlah yang
sangat kecil dan mutlak diperlukan untuk memelihara kehidupan yang optimal.
Sumber zinc terbaik pada makanan adalah protein hewani terutama daging, hati,
kerang dan telur. Pemberian zinc pada anak yang diare dapat mengurangi lama
dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan anak. Zinc
mempunyai efek terhadap enterosit dan sel-sel imun yang berinteraksi dengan
agen infeksius pada diare. Zinc terutama bekerja pada jaringan dengan kecepatan
26

turnover yang tinggi seperti saluran cerna dan sistem imun dimana zinc
dibutuhkan untuk sintesa DNA dan protein. Zinc bekerja pada tight junction level
untuk mencegah meningkatnya permeabilitas usus, mencegah pelepasan histamin
oleh sel mast dan respon kontraksi serta sekretori terhadap histamin dan serotonin
pada usus dan mencegah peningkatan permeabilitas endotel yang diprakarsai TNF
yang juga merangsang kerusakan permeabilitas epitel usus. Pemberian zinc pada
diare dapat meningkatkan absorbsi air dan elektrolit oleh usus halus,
meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus halus, dan juga meningkatkan
respon imun yang mempercepat pembersihan pathogen dari usus. Dosis
pemberian zinc pada anak anak adalah, anak dibawah umur 6 bulan dosisnya
adalah 10 mg/hari dan usia anak diatas 6 bulan adalah 20 mg/hari. Menurut
rekomendasi WHO, zinc diberikan dari awal terjadinya diare sampai 10 14 hari
kedepan meskipun anak sudah sembuh dari diare.(7)
3. ASI dan makanan tetap diteruskan
Pemberian makanan harus diteruskan selama diare dan ditingkatkan
pemberiannya setelah anak sembuh. Tujuannya adalah untuk mempercepat
kembalinya fungsi usus menjadi normal kembali termasuk kemampuan menerima
dan mengabsorbsi berbagai nutrien, sehingga memburuknya status gizi dapat
dicegah atau paling tidak dikurangi. Makanan yang diberikan pada anak yang
diare tergantung dari umur, makanan yang disukai dan pola makan sebelum sakit
serta budaya setempat. Pada umumnya makanan yang tepat untuk anak diare sama
dengan yang dibutuhkan dengan anak sehat. Bayi yang minum ASI harus
diteruskan sesering mungkin dan selama anak mau. Bayi yang tidak minum ASI
harus diberi susu formula dan diminum paling tidak setiap 3 jam. Namun untuk
kasus diare yang disebabkan oleh intoleransi laktosa, pemberian ASI atau susu
dapat diberhentikan sementara atau susu yang diberikan diganti dengan susu
rendah laktosa atau bebas laktosa. Setelah diare berhenti, pemberian tetap
dilanjutkan selama 2 hari kemudian coba kembali dengan susu atau formula
biasanya diminum secara bertahap selama 2 3 hari. Bila anak berumur 4 bulan
atau lebih dan sudah mendapatkan makanan lunak atau padat, makanan ini harus
diteruskan. Paling tidak 50% dari energi diet harus berasal dari makanan dan
diberikan dalam porsi kecil atau sering (6 kali atau lebih) dan anak dibujuk untuk
makan. Pada anak yang lebih besar, dapat diberikan makanan yang terdiri dari
makanan pokok setempat, misalnya nasi, kentang atau roti. Untuk meningkatkan
27

kandungan energinya dapat ditambahkan 5 10 ml minyak nabati untuk setiap


100 ml makanan. Minyak kelapa sawit sangat bagus karena kaya akan karoten.
Campur makanan pokok tersebut dengan kacang kacangan dan sayur sayuran
serta ditambahkan tahu, tempe, daging atau ikan. Sari buah segar atau pisang
lunak baik diberikan untuk menambah kalium. Makanan yang berlemak atau
makanan yang mengandung banyak gula seperti sari buah manis yang
diperdagangkan, minuman ringan sebaiknya dihindari.(7)
4. Antibiotik selektif
Antibiotika tidak diberikan secara rutin pada diare akut, meskipun dicurigai
adanya bakteri sebagai penyebab keadaan tersebut, karena sebagian besar kasus
diare akut merupakan self limiting disease. Pemberian antibiotika yang tidak tepat
justru akan memperpanjang keadaan diare akibat disregulasi mikroflora usus.
Antibiotik hanya bermanfaat pada anak dengan diare berdarah atau kemungkinan
besar karena Shigellosis, suspek kolera, dan infeksi berat lain yang tidak
berhubungan dengan saluran pencernaan contohnya pneumonia. Obat antidiare
tidak boleh diberikan pada anak kecil, karena obat obatan ini tidak mencegah
dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak, justru obat obatan antidiare
memiliki efek samping yang fatal pada anak, contohnya menyebabkan ileus
paralitik. Hanya sebagian kecil atau sekitar 10 20 % diare yang disebabkan oleh
bakteri patogen contohnya Vibrio cholera, Shigella, Enterotoksigenik E.coli,
Salmonella, Camphylobacter dan sebagainya. Berikut adalah contoh antibiotik
pilihan yang bisa diberikan sebagai terapi pada anak yang terkena diare : (2)
Tabel 6. Antibiotik selektif pada diare
Penyebab
Kolera
Shigella dysentry

Antibiotik Selektif
Tetracycline
12,5 mg/kgBB
4x sehari selama 3 hari
Ciprofloxacin
15 mg/kgBB
2x sehari selama 3 hari

Alternatif
Erythromycin
12,5 mg/kgBB
4x sehari selama 3 hari
Pivmecillinam
20 mg/kgBB
4x sehari selama 5 hari
Ceftriaxone
50 100 mg/kgBB
1x sehari IM selama 2
5 hari

Amoebiasis

Metronidazole
10 mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari (10 hari pada kasus berat)
28

Giardiasis

Metronidazole
5 mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari
Sumber : WHO 2006

5. Edukasi kepada orang tua atau pengasuh


Nasihat atau edukasi bagi pengasuh anak dirumah juga sangat penting
dilakukan oleh dokter untuk penanganan kasus diare. Edukasi yang diberikan
penting apabila terjadi hal hal kegawatdaruratan akibat diare, setelah anak
dibawa pulang kerumah, contohnya bila terjadi demam, kejang, muntah yang
menetap, dan sebagainya. Pada kasus seperti ini, berikan edukasi kepada pengasuh
pasien agar pasien segera dibawa kembali ke rumah sakit. Selain itu, edukasi juga
penting untuk mencegah terjadinya penularan atau diare kembali pada anak.
Edukasi yang bisa diberikan dapat berupa menjaga kebersihan diri anak seperti
rutin mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan setelah buang air besar,
harus juga menjaga kebersihan makanan, minuman dan alat makan, pemberian
ASI yang benar, penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI, dan
sebagainya.(7)
4.11 KOMPLIKASI DIARE
Komplikasi utama dari diare yang tidak teratasi dengan baik adalah dehidrasi dan
gangguan fungsi kardiovaskular akibat hipovolemia berat. Kejang dapat terjadi
dengan adanya demam tinggi, terutama pada infeksi Shigella. Abses intestin dapat
terjadi pada infeksi Shigella dan Salmonella, terutama pada demam tifoid yang dapat
memicu terjadinya perforasi usus, suatu komplikasi yang dapat mengancam jiwa.
Kematian akibat diare mencerminkan adanya masalah gangguan sistem homeostasis
cairan dan elektrolit yang memicu terjadinya dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit
dan instabilitas vaskular, serta syok.(4)

29

DAFTAR PUSTAKA

1.

Muliadi, Awi. Situasi Diare di Indonesia. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI.

2.

2011. Hal 1 6
Juffrie, Mohammad, dkk. Buku Ajar Gastroenterologi Hepatologi Jilid 1.

3.

Jakarta: IDAI. 2012


Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit, Pedoman Bagi Rumah Sakit
Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota. Jakarta : World Health

4.

Organization. 2009. Hal 133 152


Marcdante, Karen. Ilmu Kesehatan Anak Esensial Nelson, edisi Keenam.

5.

Jakarta : IDAI. 2011. Hal 481 486


Vany, Ndarumas, dkk. Penatalaksanaan Diare Terbaru pada Anak [referat].

6.

Surakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2012.


Tanto, Chris, dkk. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1. Jakarta : Media

7.

Aesculapius. 2014. Hal 41 45


Elfi, Rahmawati, dkk. Jurnal Berita Kedokteran Masyarakat, Analisis
Kebutuhan Program Promosi Kebutuhan Pencegahan Diare Anak Usia di
Bawah Dua Tahun, Volume 24. Yogyakarta : 2008. Hal 111 - 119

30

Anda mungkin juga menyukai

  • Lapkas 1
    Lapkas 1
    Dokumen48 halaman
    Lapkas 1
    Anasthasya Giovani
    Belum ada peringkat
  • Diare Akut
    Diare Akut
    Dokumen31 halaman
    Diare Akut
    Anasthasya Giovani
    Belum ada peringkat
  • Referat Gizi Kurang
    Referat Gizi Kurang
    Dokumen27 halaman
    Referat Gizi Kurang
    Anasthasya Giovani
    Belum ada peringkat
  • Patof Marasmus
    Patof Marasmus
    Dokumen12 halaman
    Patof Marasmus
    Anasthasya Giovani
    Belum ada peringkat
  • One Health Approach Pada Rabies
    One Health Approach Pada Rabies
    Dokumen4 halaman
    One Health Approach Pada Rabies
    Anasthasya Giovani
    Belum ada peringkat
  • Case KET
    Case KET
    Dokumen4 halaman
    Case KET
    Anasthasya Giovani
    Belum ada peringkat
  • Persiapan Kunjungan
    Persiapan Kunjungan
    Dokumen1 halaman
    Persiapan Kunjungan
    Anasthasya Giovani
    Belum ada peringkat
  • Osteo TB
    Osteo TB
    Dokumen35 halaman
    Osteo TB
    Anasthasya Giovani
    Belum ada peringkat
  • Stemi Fix
    Stemi Fix
    Dokumen39 halaman
    Stemi Fix
    Anasthasya Giovani
    Belum ada peringkat
  • TRAUMA
    TRAUMA
    Dokumen33 halaman
    TRAUMA
    Anasthasya Giovani
    Belum ada peringkat
  • Case Referat ACS
    Case Referat ACS
    Dokumen55 halaman
    Case Referat ACS
    Anasthasya Giovani
    Belum ada peringkat
  • Case Referat ACS
    Case Referat ACS
    Dokumen55 halaman
    Case Referat ACS
    Anasthasya Giovani
    Belum ada peringkat
  • Endoftalmitis
    Endoftalmitis
    Dokumen3 halaman
    Endoftalmitis
    Anasthasya Giovani
    Belum ada peringkat
  • Air Borne Disease
    Air Borne Disease
    Dokumen4 halaman
    Air Borne Disease
    Anasthasya Giovani
    Belum ada peringkat
  • Askep Morbili
    Askep Morbili
    Dokumen11 halaman
    Askep Morbili
    Josep Rio Rambe
    Belum ada peringkat