Pembimbing:
dr. Hj. Siti Rahma, Sp.A
Penyusun:
Anasthasya Giovani G
030.11.023
LEMBAR PENGESAHAN
Nama mahasiswa
: Anasthasya Giovani G
Bagian
Periode
Judul
Pembimbing
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan atas segala nikmat,
rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul Diare Akut dengan dehidrasi ringan-sedang Dan Gizi Kurang dengan baik
dan tepat waktu.
Case ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di RSUD Bekasi. Di samping itu,
laporan kasus ini ditujukan untuk menambah pengetahuan bagi kita semua tentang
diare akut dengan dehidrasi.
Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar
besarnya kepada dr. Hj. Siti Rahma, Sp.A selaku pembimbing dalam penyusunan
laporan kasus ini, serta kepada dokterdokter pembimbing lain yang telah
membimbing penulis selama di Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekanrekan anggota Kepaniteraan
Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi serta berbagai pihak yang telah memberi
dukungan dan bantuan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna dan
tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya masukan,
kritik maupun saran yang membangun. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih yang
sebesarbesarnya, semoga tugas ini dapat memberikan tambahan informasi bagi kita
semua.
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................................2
KATA PENGANTAR.................................................................................................3
DAFTAR ISI .............................................................................................................4
3
BAB I
PENDAHULUAN ..................................................................................5
BAB II
BAB III
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................15
4.1 Definisi..............................................................................................15
4.2 Epidemiologi....................................................................................15
4.3 Klasifikasi........................................................................................15
4.4 Faktor risiko.....................................................................................16
4.5 Etiologi.............................................................................................18
4.6 Patogenesis.......................................................................................19
4.7 Patofisiologi.....................................................................................21
4.8 Manifestasi klinis.............................................................................23
4.9 Diagnosis..........................................................................................24
4.10 Penatalaksanaan..............................................................................26
4.11 Komplikasi......................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................33
BAB I
PENDAHULUAN
Diare adalah buang air besar yang frekuensinya lebih dari 3 kali perhari,
disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah.
4
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Data
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Pasien
By. A
23 hari
Laki-laki
Ayah
Ibu
Tn. K
Ny. H
32 Tahun
30 tahun
Laki laki
Perempuan
Cikiwul, Bantar Gebang
5
Agama
Suku bangsa
Pendidikan
Pekerjaan
Tanggal Masuk
Islam
Indonesia
09 Januari 2017
Islam
Islam
SMP
Karyawan Swasta
-
SMA
IRT
-
RS (IGD)
II. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis kepada ibu kandung pasien pada tanggal 10 Januari
2017 di ruang perinatologi RSUD Kota Bekasi.
a. Keluhan Utama
Mencret sebanyak 7x sejak 2 hari SMRS
b. Keluhan Tambahan
Demam, Rewel, Lemas, dan Pucat
c. Riwayat Penyakit Sekarang
OS datang ke IGD RSUD Kota Bekasi pada tanggal 09 Januari 2017
dengan keluhan BAB cair sebanyak 7x/hari sejak 2 hari SMRS . Konsistensi
tinja cair, berwarna kekuningan, tidak ada ampas, tidak berlendir, tidak ada
darah, saat BAB tidak menyemprot dan tidak berbau asam. Disertai dengan
demam yang naik turun, sesak napas, lemas dan pucat. OS menjadi lebih rewel
setelah mengalami keluhan seperti ini. BAK jarang, dalam 12 jam terakhir
hanya 2x berwarna kuning pekat. Ibu OS juga mengatakan adanya putih-putih
di dalam mulut pasien. Sejak lahir OS tidak diberi minum ASI, dengan alasan
ASI tidak keluar. Sehingga sejak usia 0 hari OS mengkonsumsi susu formula.
Nafsu minum susu tidak berkurang, saat menangis juga OS masih
mengeluarkan air mata. Riwayat kejang demam disangkal. OS baru pertama
kali mengalami hal ini.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit
Umur
Penyakit
Alergi
Cacingan
Umur
Penyakit
Umur
Candidiasis -
Jantung
Diare
Ginjal
DBD
Kejang
Darah
Thypoid
Gastritis
Radang paru
Otitis
Herpes
Tuberkulosis -
Zooster
Parotis
Operasi
paru
-
Morbili
Diare (-)
TB Paru (-)
Alergi (-)
Asma (-)
Riw. sakit jantung (-)
KEHAMILAN
Morbiditas kehamilan
Perawatan antenatal
Tempat kelahiran
Klinik Bersalin
Penolong persalinan
Bidan
Cara persalinan
Normal
Masa gestasi
38 Minggu
Berat lahir 2300 g
KELAHIRAN
g. Riwayat Makanan
Kesan: OS tidak mengkonsumsi ASI, hanya minum susu formula.
h. Riwayat Imunisasi
Kesan: sudah dapat imunisasi polio dan hepatitis B
i. Riwayat Perumahan dan Sanitasi
OS tinggal di rumah pribadi, dinding terbuat dari tembok, atap terbuat dari
genteng, dan ventilasi kurang. Menurut pengakuan keluarga OS, keadaan
lingkungan rumah padat, pencahayaan baik, sumber air bersih berasal dari
PAM, sumber air minum dari galon isi ulang.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pemeriksaan fisik pada tanggal 10 Januari 2017 di ruang perinatologi
RSUD Kota Bekasi.
Status generalis
a. Keadaan umum
b. Tanda Vital
Kesadaran
Frekuensi nadi
Frekuensi pernapasan
Suhu tubuh
c. Data antropometri
Berat badan
: 2,7 kg
Tinggi badan
: 49cm
Status gizi berdasarkan grafik WHO : BB/TB Z score < -2 (Gizi Kurang)
Kepala
Bentuk
Rambut
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Leher
Thorax
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Pulmo
Cor
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
: Perut datar
: Bising usus normal, frekuensi 2x/menit
: Teraba supel, nyeri tekan (-) pada regio epigastrika,
turgor kembali lama (>2 detik)
: Shifting dullness (-) , nyeri ketuk (-), timpani diseluruh
lapang abdomen
: Pucat (+), ikterik (-), petekie (-)
Kulit
Ekstremitas
Atas : simetris, tidak ada deformitas, akral hangat, tidak ada edema
Bawah : simetris, tidak ada deformitas, tidak ada edema
Anus dan Rectum : tidak ditemukan eritema natum
Genitalia
: dbn
Hasil
Unit
Nilai Rujukan
16.8
6.3
18.0
449
ribu/ul
g/dl
%
ribu/uL
9 20
11-14.5
40-54
150-400
109
mg/dL
60-110
143
4.4
119
mmol/L
mmol/L
mmol/L
135-145
3,5-5,0
94-111
Nama Test
Darah Rutin DHF
Leukosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
Hasil
Unit
Nilai Rujukan
18.3
7.9
24.0
368
ribu/ul
g/dl
%
ribu/uL
9 20
11-14.5
40-54
150-400
V. RESUME
Seorang anak laki-laki usia 23 hari, BB 2,7kg datang dengan keluhan BAB
cair sejak 2 hari SMRS. Frekuensi per hari 7x berupa cairan kekuningan tanpa
lendir maupun darah, tidak berampas dan tidak berbau. Keluhan BAB cair
didahului oleh demam. Ibu pasien juga mengatakan pasien terlihat lemas dan pucat,
ketika menangis air mata pasien masih keluar dan nafsu minum susu masih mau
tapi sedikit. BAK 2x berwarna kuning pekat/12 jam.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis, RR 52 x/menit, HR 140 x/menit dan suhu 37,5 0C. Status
gizi pasien menurut WHO gizi kurang. Didapatkan ubun-ubun cekung, mata
cekung, bibir kering, lidah kotor dan turgor kulit sedikit lambat. Pada pemeriksaan
laboratorium hematologi ditemukan Hemoglobin 6.3 , Hematokrit 18,0% dan
trombosit 449ribu/ul.
VI. DIAGNOSIS KERJA
VII.DIAGNOSIS BANDING
Diare Akut ec Enteritoxigenic E.Coli dengan Dehidrasi Sedang
Diare Akut ec Virus
Diare Akut ec Intoleransi Lacktosa dengan Dehidrasi Sedang
VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN
Kultur Feses
Elektrolit
Darah rutin dan Glukosa Darah Sewaktu
IX. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
10
Kaen 3B 20 tpm
Zinkid 1x cth
Sanmol k/p
Transfusi PRC
X. PROGNOSIS
Ad vitam
Ad fungsionam
Ad sanationam
: ad bonam
: ad bonam
: dubia ad bonam
XI. FOLLOW UP
S
11/01/2017 -
12/01/2017 -
KU: TSS
RR: 56 x/mnt
HR: 129x/mnt, SpO2
96%,
Abd: supel, BU +
(), NT (-), turgor
menurun
Ekstremitas: Akral
hangat (+)
S: 79 mg/dl
T: 36.30C
A: retraksi B: sianosis -,pallor
-,mottled L: E: KU: TSS
RR: 60 x/mnt
HR: 130x/mnt, SpO2
96%,
Abd: supel, BU +
(), NT (-), turgor
menurun
Ekstremitas: Akral
hangat (+)
S: 84 mg/dl
T: 360C
A: retraksi B: sianosis -,pallor
- IVFD KAEN 3B
12cc/jam]
- BE 20cc/hari
- ampisilin 2 x 232.5
mg
- gentamiain
15.5mg/24jam
- transfusi PRC 35cc
- minum 8 x 20cc
- cek GDS harian
11
13/01/2017 -
14/01/2017 -
BAB III
ANALISIS KASUS
12
No.
1.
Kasus
Teori
Anamnesis
Mencret
Demam
tidak
terlalu
peningkatan
tinggi
selama 1 hari
sekresi
pada
usus
yang
jumlah
yang
cukup
untuk
Pemeriksaan Fisik
2.
yaitu
sedikit lambat.
Lidah kotor
Data antropometri: BB/TB: <-2
SD (gizi kurang)
Pemeriksaan Penunjang
3.
kurang),
bisa
juga
karena
gangguan
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
4.1 DEFINISI
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali
perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir
13
dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu. Pada bayi yang minum ASI
sering frekuensi buang air besar lebih dari 3-4 hari per hari, keadaan ini tidak
dapat disebut diare, tetapi masih bersifat fisiologis atau normal. Selama berat
badan bayi meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong diare, tetapi
merupakan
intoleransi
laktosa
sementara
akibat
belum
sempurnanya
perkembangan saluran cerna. Untuk bayi yang minum ASI secara eksklusif
definisi diare yang praktis adalah meningkatnya frekuensi buang air besar atau
konsistensinya menjadi cair yang menurut ibunya abnormal atau tidak seperti
biasanya. Kadang-kadang pada seorang anak buang air besar kurang dari 3 kali
perhari, tetapi konsistensinya cair, keadaan ini sudah dapat disebut diare.2
4.2 EPIDEMIOLOGI
Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang
termasuk di Indonesia dan merupakan salahs satu penyebab kematian dan
kesakitan tertinggi pada anak, terutama usia di bawah 5 tahun. Di dunia,
sebanyak 6 juta anak meninggal tiap tahunnya karena diare dan sebagian besar
kejadian tersebut terjadi di negara berkembang. Sebagai gambaran 17% kematian
anak di dunia disebabkan oleh diare sedangkan di Indonesia, hasil Rikesdas 2007
diperoleh bahwa diare masih merupakan penyebab kematian bayi yang terbanyak
yaitu 42% dibanding pneumonia 24%, untuk golongan 1-4 tahun penyebab
kematian karena diare 25,2% dibanding pneumonia 15,5%.2
4.3 KLASIFIKASI DIARE
Menurut WHO (2005) diare dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Diare akut
Diare akut adalah diare cair lebih dari 3 kali sehari yang berlangsung kurang
dari 14 hari tanpa disertai adanya lendir dan darah.2
2. Kolera
Kolera adalah diare yang disebabkan oleh suatu enterotoksin kuman Vibrio
cholerae dengan feses yang memiliki penampakan yang khas yaitu cairan
agak keruh dengan lendir namun tidak ada darah dan berbau agak amis.
Kolera dijuluki seperti air cucian beras (rise water stool), karena kemiripannya
dengan air yang telah digunakan untuk mencuci beras. Kolera dimulai dengan
diare berair tanpa rasa nyeri (tenesmus) secara tiba tiba yang mungkin cepat,
menjadi sangat banyak dan sering langsung disertai muntah.(3)
3. Disentri
Disentri yaitu peradangan pada usus besar yang ditandai dengan buang air
besar yang encer secara terus menerus dengan tinja disertai darah dan lendir.(3)
14
4. Diare persisten
Diare persisten adalah diare yang berlangsung lebih dari 14 hari atau lebih dan
berdasarkan etiologinya dibedakan menjadi diare persisten infeksi dan non
infeksi. Diare persisten infeksi bisa disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit
sedangkan diare persisten non infeksi, penyebab umumnya meliputi intoleransi
protein susu sapi/kedelai, biasanya pada anak usia ku rang dari 6 bulan, dan
tinja sering disertai dengan darah.(2)
5. Diare yang disertai dengan malnutrisi berat
Diare apapun yang disertai tanda gizi buruk, contohnya Marasmus atau
Kwashiorkor dengan bahaya utama adalah infeksi sistemik berat dengan
defisiensi vitamin dan mineral.(3)
4.4 CARA PENULARAN DAN FAKTOR RESIKO
Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal-oral yaitu melalui
makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung
tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita
atau tidak langsung melalui lalat ( melalui 4F = finger, flies, fluid, field).(2)
Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain,
tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama kehidupan bayi,
tidak memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya
sarana kebersihan (MCK), kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk,
penyiapan dan penyimpanana makanan yang tidak higienis dan cara penyapihan
yang tidak baik. Selain hal-hal tersebut, beberapa faktor pada penderita dapat
meningkatkan kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain : gizi buruk,
imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung, menurunnya motilitas usus,
menderita campak dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetik.(2)
1.
Faktor Umur
Insiden tertinggi kasus diare pada anak terjadi pada usia 2 tahun pertama
kehidupan atau biasanya terjadi pada kelompok umur 6 11 bulan pada saat
diberikan makanan pendamping ASI. Hal ini disebabkan karena penurunan
kadar antibodi ibu yang disalurkan ke bayi yang menyebabkan kurangnya
kekebalan aktif bayi. Hal lain contohnya pengenalan makanan yang mungkin
terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau
binatang pada saat bayi mulai merangkak.(2)
2. Infeksi asimtomatik
Sebagaian besar infeksi usus bersifat asimtomatik ini meningkat setelah umur
2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas aktif. Pada infeksi asimtomatik
yang mungkin berlangsung beberapa hari atau beberapa minggu, tinja
penderita mengandung virus, bakteri atau kista protozoa yang infeksius. Orang
15
diare biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus secara langsung
atau memproduksi sitotoksin.(2) Untuk penyebab diare yang bersifat infeksi itu
sendiri dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu : (4)
Tabel 1. Organisme patogen penyebab Diare pada anak
Organisme
Mekanisme Patogenik
VIRUS
Rotavirus (40 60 %)
Merusak mikrovili
Calicvirus
Lesi mukosa
Astrovirus
Lesi mukosa
Adenovirus enterik (serotipe 40 dan Lesi mukosa
41)
Campylobacter
jejuni
Clostridium defficile
Escherichia coli
Salmonella
Shigella
Vibrio cholerae
Vibrio parahaemolyticus
Yersinia enterocolitica
Entamoeba histolytica
BAKTERI
dan Menginvasi usus dengan enterotoksin
sitotoksin
Enterotoksin
Invasif, enterotoksin
Invasif, enterotoksin, sitotoksin
Enterotoksin
Invasif, sitotoksin
Invasif, enterotoksin
PARASIT
Invasif,
produksi
enzim
sitotoksin,
kista
tidak
dan
dapat
destruksi fisis
Menempel pada mukosa, kista tidak
dapat dihancurkan
Menempel dan
terjadi
proses
peradangan
Sumber : Buku Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial
dan vili di usus halus yang menyebabkan rusaknya villus usus halus. Hal ini akan
menyebabkan fungsi absorbsi usus halus terganggu. Sel sel epitel usus halus yang
rusak diganti oleh enterosit yang baru, berbentuk kuboid yang belum matang sehingga
fungsinya masih belum baik. Villus mengalami atrofi dan tidak dapat mengabsorbsi
cairan dan makanan dengan baik. Selanjutnya, cairan dan makanan yang tidak
terserap akan menyebabkan meningkatnya tekanan koloid osmotik usus dan terjadi
hiperplastik usus sehingga cairan beserta makanan yang tidak terserap terdorong
keluar usus melalui anus, menimbulkan diare osmotik dari penyerapan air dan nutrien
yang tidak sempurna.(4)
Diare yang disebabkan oleh bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang
berhubungan dengan pengaturan transpor ion dalam sel sel usus, contohnya
peningkatan kadar cyclic adenosine monophosphate (cAMP), yang disebabkan oleh
masuknya bakteri Vibrio cholerae dan toksin E.coli yang masuk ke lambung lalu ke
duodenum kemudian berkembang biak dan mengeluarkan enzim mucinase yang akan
mencairkan lapisan lendir sehingga bakteri bisa masuk ke membran dan menghasilkan
cAMP. Hal tersebut merangsang usus untuk melakukan sekresi cairan usus,
menghambat absorbsi tanpa menimbulkan kerusakan sel epitel tersebut namun karena
volume dalam usus begitu banyak, hal ini akan menyebabkan dinding usus menjadi
teregang dan terjadilah diare.(4)
Bakteri Salmonella baik yang tifoid dan non-tifoid dapat juga menyebabkan
diare. Pada penyakit demam tifoid, bakteri tifoid ini hanya dapat menginfeksi manusia
(masa inkubasi 7 14 hari). Infeksi ini ditandai dengan demam berkepanjangan dan
manifestasi ekstraintestinal, sedangkan manifestasi diare sifatnya inkonsisten. Pasien
tifoid tanpa gejala atau karier kronik dapat menjadi reservoar dan menjadi sumber
penyebaran penyakit secara terus menerus. Untuk Salmonella non-tifoid akan
menyebabkan diare dengan cara menginvasi mukosa usus. Kuman ditransmisikan
melalui kontak dengan binatang terinfeksi (ayam, iguana atau binatang reptil lainnya
seperti kura kura) atau dari makanan yang terkontaminasi, yaitu produk produk
dari susu, telur, dan daging unggas. Inokulasi dalam jumlah besar (sekitar 1000 10
juta kuman) dibutuhkan kuman untuk menimbulkan penyakit, karena kuman
Salmonella dapat terbunuh oleh asam lambung. Masa inkubasi gastroenteritis berkisar
antara 6 72 jam, tetapi umumnya kurang dari 24 jam.(4)
Diare berdarah atau yang disebut dengan disentri disebabkan oleh bakteri yang
bernama Shigella dysentriae. Bakteri ini dapat menyebabkan penyakit dengan cara
memproduksi toksin shiga, secara berdiri sendiri maupun berkombinasi dengan invasi
18
jaringan. Masa inkubasi sekitar 1 7 hari. Pasien dewasa yang terinfeksi dapat
menyebarkan bakteri selama 1 bulan. Infeksi menyebar dengan cara kontak dari
individu ke individu, ataupun dengan cara mengonsumsi makanan yang telah
terkontaminasi oleh 10 100 bakteri. Toksin Shigella juga bisa dapat masuk ke dalam
serabut saraf otak, sehingga selain terjadi diare, dapat juga terjadi demam tinggi dan
kejang.(4)
Campylobacter jejuni menular dengan cara kontak dari individu ke individu
melalui air dan makanan yang terkontaminasi, terutama produk susu mentah, keju dan
daging unggas. Kuman menyerang mukosa jejunum, ileum dan kolon. Yersinia
enterocolitica menular melalui hewan peliharaan dan makanan yang terkontaminasi
terutama jeroan babi. Clostridium difficile menyebabkan C.difficile associated
diarrhea atau antibiotic-associated diarrhea, akibat toksinnya. Kuman memproduksi
spora yang dapat menyebar dari individu ke individu. C.difficile associated
diarrhea dapat terjadi setelah pemberian berbagai jenis antibiotik.(4)
Entamoeba histolytica (amebiasis), Giardia lamblia, dan Cryptosporidium
paryum merupakan parasit enterik. Amebiasis timbul di daerah yang beriklim hangat,
sedangkan giardiasis umumnya ditemukan pada bayi yang berada di tempat penitipan.
E.histolytica menyerang usus besar, amuba dapat menembus dinding usus dan
menyerang hati, paru dan otak. Diare yang terjadi umumnya akut, berdarah dan
mengandung leukosit. G.lamblia ditransmisikan melalui kista yang tertelan, baik
dengan cara kontak langsung dengan penderita atau dari makanan atau minuman yang
terkontaminasi oleh tinja yang terinfeksi. Kuman melekat pada mikrovili epitel
duodenum dan jejunum. Cryptosporidium menyebabkan diare cair ringan pada pasien
imunokompeten yang dapat sembuh tanpa pemberian terapi. Tetapi pada penderita
AIDS dapat memanjang lebih hebat.(4)
4.7 PATOFISIOLOGI DIARE
Diare dapat disebabkan oleh beberapa mekanisme ditinjau dari patofisiologinya,
yaitu diare akibat adanya gangguan osmotik, gangguan sekretorik, gangguan motilitas
usus dan karena adanya inflamasi.(5)
1. Mukosa usus halus adalah epitel berpori yang dapat dilewati oleh air dan elektrolit
dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara isi usus dengan
cairan ekstraseluler. Diare akibat gangguan osmotik terjadi karena adanya
makanan atau zat yang tidak dapat diserap dan akan menyebabkan tekanan
osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan
elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan
19
merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare. Diare terjadi jika
bahan sulit diserap. Bahan tersebut berupa larutan isotonik dan hipertonik. Larutan
isotonik, air dan bahan yang larut didalamnya akan lewat tanpa diabsorbsi
sehingga terjadi diare. Bila substansi yang diabsorbsi berupa larutan hipertonik,
air, dan elektrolit akan pindah dari cairan ekstraseluler ke dalam lumen usus
sampai osmolaritas dari usus sama dengan cairan ekstraseluler dan darah,
sehingga terjadi pula diare.
2. Gangguan sekresi dapat juga menyebabkan diare akibat rangsangan tertentu,
misalnya oleh toksin pada dinding usus akan menyebabkan peningkatan sekresi
air dan elektrolit kedalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena
terdapat peningkatan isi rongga usus. Rangsangan mediator abnormal misalnya
enterotoksin, akan menyebabkan villi gagal mengabsorbsi natrium, sedangkan
sekresi klorida disel epitel berlangsung terus atau meningkat. Hal ini
menyebabkan peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam rongga usus. Isi
rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus mengeluarkannya sehingga
timbul diare.
3. Gangguan motilitas usus memang jarang menjadi penyebab utama malabsorbsi,
tetapi perubahan motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorbsi. Baik
peningkatan maupun penurunan motilitas, keduanya dapat menyebabkan diare.
Penurunan motilitas dapat menyebabkan bakteri tumbuh secara berlebihan.
Perlambatan transit obat obatan atau nutrisi akan meningkatkan absorbsi.
Kegagalan motilitas usus yang berat menyebabkan stasis intestinal berakibat
inflamasi,
dekonjugasi
garam
empedu
dan
malabsorbsi.
Diare
akibat
hiperperistaltik pada anak jarang terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena
hipermotilitas pada kasus kolon iritable pada bayi. Gangguan motilitas mungkin
merupakan penyebab diare pada thyrotoksikosis, malabsorbsi asam empedu dan
berbagai penyakit lain.
4. Diare karena inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada beberapa
keadaan. Hal ini mengakibatkan hilangnya sel epitel dan kerusakan tight junction,
tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah dan limfatik menyebabkan air,
elektrolit, mukus, protein dan seringkali sel darah merah dan sel darah putih
menumpuk dalam lumen. Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan dengan
tipe diare lain contohnya diare osmotik dan diare sekretorik.
4.8 MANIFESTASI KLINIS DIARE
20
Manifestasi klinis diare bergantung dari patogen dan dosis inokulum. Demam
biasanya terjadi akibat proses peradangan atau akibat dehidrasi sehingga lebih umum
terjadi pada penderita diare inflamasi. Nyeri perut yang lebih hebat dan tenesmus
yang terjadi pada perut bagian bawah serta rektum menunjukkan daerah yang terkena
adalah usus besar. Mual dan muntah merupakan gejala non-spesifik tetapi dapat
menandakan adanya organisme yang menginfeksi saluran cerna bagian atas. Selain
itu, muntah juga sering terjadi pada diare non-inflamasi.
Tabel 2. Gejala khas pada diare akut oleh berbagai penyebab
Gejala
Rotavirus
Shigella
Salmonella
ETEC
EIEC
Kolera
Masa tunas
17-72 jam
24-48 jam
6-72 jam
6-72 jam
6-72 jam
48-72 jam
Panas
++
++
++
Sering
Jarang
Sering
Sering
Tenesmus
Tenesmus
kramp
kolik
5-7 hari
> 7 hari
3-7 hari
2-3 hari
Variasi
3 hari
Klinik
Mual
muntah
Nyeri perut
Nyeri
Kepala
Lamanya
Sakit
Tenesmus
Tenesmus
kramp
Kramp
Sifat tinja
Volume
Sedang
Sedikit
Sedikit
Banyak
Sedikit
Banyak
Frekuensi
5-10 x/hr
> 10x/hr
Sering
Sering
Sering
Terusmenerus
Konsistensi
Cair
Lembek
Lembek
Cair
Lembek
Cair
Darah
Sering
Kadang
Bau
Langu
Busuk
Kuning-
Merah-
hijau
hijau
Leukosit
Lain-lain
Anorexia
Kejang
Warna
Amis
Tak
Merah-
Seperti air
berwarna
hijau
cucian beras
Sepsis
Meteorismus
Kehijauan
Infeksi
sistemik
pemeriksaan capillary refill time juga dapat menentukan derajat dehidrasi yang
terjadi.(2)
Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara obyektif
yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare atau dengan cara
subyektif dengan menggunakan criteria WHO dan SKOR Maurice King sebagai
berikut : (3)
Tabel 3. Penilaian derajat dehidrasi menurut WHO 1995
Penilaian
Keadaan umum
A
Baik, sadar
B
Gelisah, rewel
C
Lesu, lunglai, tidak
Mata
Air mata
Normal
Ada
Cekung
Berkurang
sadar
Sangat cekung
Sangat berkurang, tidak
Basah
Kering
ada
Sangat kering
lidah
Rasa haus
Tidak haus
Haus
Turgor kulit
Hasil
Kembali cepat
Tanpa dehidrasi
Kembali lambat
Dehidrasi Ringan
minum
Kembali sangat lambat
Dehidrasi Berat
pemeriksaan
Sedang
Rencana Terapi
Terapi A
Terapi B
Terapi C
Sumber : Buku Saku WHO Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit
Normal
Normal
Normal
Normal
Kuat < 120
apatis, ngantuk
Sedikit kurang
Sedikit cekung
Sedikit cekung
Kering
Sedang (120 140)
syok
Sangat kurang
Sangat cekung
Sangat cekung
Kering & Sianosis
Lemah > 140
23
3 6 = Sedang
7 12 = Berat
Karena itu, para ahli mengembangkan formula oralit baru yang osmolaritasnya lebih
rendah sehingga lebih mendekati osmolaritas plasma, dan mengurangi resiko
terjadinya berlebihan elektrolit dalam tubuh. Komposisi oralit formula baru yaitu
sebagai berikut : (6)
Tabel 5. Komposisi Oralit
Komposisi
Oralit
Natrium
Klorida
Glukosa
Kalium
Sitrat
Total
(Mmol/liter)
90
80
111
20
30
331
Osmolaritas
Sumber : WHO 2006
Diare tanpa rehidrasi
Penderita diare tanpa dehidrasi harus segera diberikan cairan rumah tangga untuk
mencegah terjadinya dehidrasi, seperti air tajin, larutan gula garam, kuah sayur
sayuran dan sebagainya. Pengobatan dapat dilakukan dirumah oleh keluarga
penderita. Jumlah cairan yang diberikan adalah 10 ml/kgBB atau untuk anak usia < 2
tahun adalah 50 100 ml dan untuk anak usia > 2 tahun atau lebih, diberikan 100
200 ml setiap kali anak buang air besar. Untuk anak dibawah umur 2 tahun cairan
harus diberikan dengan sendok dengan cara 1 sendok setiap 1 sampai 2 menit.
Pemberian dengan botol tidak boleh dilakukan. Untuk anak yang lebih besar dapat
minum langsung dari cangkir. Bila terjadi muntah hentikan dulu selama 10 menit
kemudian mulai lagi perlahan, misalnya 1 sendok setiap 2 3 menit. Pemberian
cairan ini dilakukan sampai dengan diare berhenti.(6)
Diare dengan dehidrasi ringan sedang
Pada umumnya, anak anak dengan dehidrasi ringan sedang harus segera
dirawat di sarana kesehatan dan langsung segera diberikan terapi rehidrasi oral
dengan oralit. Jumlah oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama adalah 75 cc/kgBB.
Bila berat badan penderita tidak diketahui, perkiraan pemberian cairan juga dapat
ditentukan dengan menggunakan umur penderita, yaitu untuk umur < 4 bulan adalah
200 400 ml, usia 4 12 bulan adalah 400 700 ml, usia 1 2 tahun adalah 700
900 ml dan usia 2 5 tahun adalah 900 1400 ml. Bila penderita masih haus dan
masih ingin minum, cairan harus diberikan lagi. Sebaliknya bila dengan volume diatas
25
kelopak mata menjadi bengkak, pemberian oralit harus dihentikan sementara dan
digantikan dengan minum air putih. Bila bengkak pada kelopak mata hilang, dapat
diberikan lagi. Apabila pemberian oralit tidak bisa diberikan secara oral, oralit juga
dapat diberikan melalui nasogastrik dengan volume yang sama dengan kecepatan 20
ml/kgBB/jam. Setelah terapi oralit dilakukan selama 3 jam, keadaan penderita harus
dievaluasi apakah membaik atau memburuk. Bila keadaan membaik, perawatan
penderita bisa dilanjutkan dengan melakukan perawatan diare tanpa dehidrasi, namun
apabila keadaan pasien jadi memburuk atau cenderung ke arah dehidrasi berat, pasien
harus segera dirawat dan diberikan terapi cairan melalui parenteral.(6)
Diare dengan dehidrasi berat
Penderita diare dengan dehidrasi berat harus dirawat di sarana kesehatan dan
pengobatan yang terbaik adalah dengan terapi rehidrasi parenteral. Pasien yang masih
dapat minum meski sedikit harus diberikan oralit sampai cairan infus terpasang.
Disamping itu, semua anak harus diberikan oralit sebanyak 5 ml/kgBB/jam selama
pemberian cairan intravena. Pada bayi, apabila dapat minum dengan baik, biasanya
diberikan selama 3 4 jam dan untuk anak yang lebih besar biasanya diberikan
selama 1 2 jam. Pemberian tersebut dilakukan untuk memberi tambahan basa dan
kalium yang mungkin tidak dapat disuplai dengan cukup dengan pemberian intravena.
Untuk rehidrasi parenteral biasanya digunakan cairan Ringer Laktat dengan dosis 100
ml/kgBB. Cara pemberiannnya yaitu, untuk usia < 1 tahun, pada 1 jam pertama
diberikan 30 cc/kgBB kemudian dilanjutkan untuk 5 jam berikutnya menjadi 70
cc/kgBB. Untuk anak usia > 1 tahun, pada jam pertama diberikan 30 cc/kgBB dan
dilanjutkan 2 jam berikutnya menjadi 70 cc/kgBB. Lakukan evaluasi setiap jam.
Apabila dehidrasi tidak membaik, tetesan intravena dapat dipercepat. Setelah 6 jam
pada bayi atau setelah 3 jam pada anak lebih besar, lakukan lagi evaluasi untuk
menentukan pengobatan selanjutnya yang sesuai, apakah pengobatan diare dengan
dehidrasi ringan sedang atau diare tanpa dehidrasi.(6)
2. Terapi Zinc
Zinc adalah mikronutrien yang terdapat dalam tubuh dengan jumlah yang
sangat kecil dan mutlak diperlukan untuk memelihara kehidupan yang optimal.
Sumber zinc terbaik pada makanan adalah protein hewani terutama daging, hati,
kerang dan telur. Pemberian zinc pada anak yang diare dapat mengurangi lama
dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan anak. Zinc
mempunyai efek terhadap enterosit dan sel-sel imun yang berinteraksi dengan
agen infeksius pada diare. Zinc terutama bekerja pada jaringan dengan kecepatan
26
turnover yang tinggi seperti saluran cerna dan sistem imun dimana zinc
dibutuhkan untuk sintesa DNA dan protein. Zinc bekerja pada tight junction level
untuk mencegah meningkatnya permeabilitas usus, mencegah pelepasan histamin
oleh sel mast dan respon kontraksi serta sekretori terhadap histamin dan serotonin
pada usus dan mencegah peningkatan permeabilitas endotel yang diprakarsai TNF
yang juga merangsang kerusakan permeabilitas epitel usus. Pemberian zinc pada
diare dapat meningkatkan absorbsi air dan elektrolit oleh usus halus,
meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus halus, dan juga meningkatkan
respon imun yang mempercepat pembersihan pathogen dari usus. Dosis
pemberian zinc pada anak anak adalah, anak dibawah umur 6 bulan dosisnya
adalah 10 mg/hari dan usia anak diatas 6 bulan adalah 20 mg/hari. Menurut
rekomendasi WHO, zinc diberikan dari awal terjadinya diare sampai 10 14 hari
kedepan meskipun anak sudah sembuh dari diare.(7)
3. ASI dan makanan tetap diteruskan
Pemberian makanan harus diteruskan selama diare dan ditingkatkan
pemberiannya setelah anak sembuh. Tujuannya adalah untuk mempercepat
kembalinya fungsi usus menjadi normal kembali termasuk kemampuan menerima
dan mengabsorbsi berbagai nutrien, sehingga memburuknya status gizi dapat
dicegah atau paling tidak dikurangi. Makanan yang diberikan pada anak yang
diare tergantung dari umur, makanan yang disukai dan pola makan sebelum sakit
serta budaya setempat. Pada umumnya makanan yang tepat untuk anak diare sama
dengan yang dibutuhkan dengan anak sehat. Bayi yang minum ASI harus
diteruskan sesering mungkin dan selama anak mau. Bayi yang tidak minum ASI
harus diberi susu formula dan diminum paling tidak setiap 3 jam. Namun untuk
kasus diare yang disebabkan oleh intoleransi laktosa, pemberian ASI atau susu
dapat diberhentikan sementara atau susu yang diberikan diganti dengan susu
rendah laktosa atau bebas laktosa. Setelah diare berhenti, pemberian tetap
dilanjutkan selama 2 hari kemudian coba kembali dengan susu atau formula
biasanya diminum secara bertahap selama 2 3 hari. Bila anak berumur 4 bulan
atau lebih dan sudah mendapatkan makanan lunak atau padat, makanan ini harus
diteruskan. Paling tidak 50% dari energi diet harus berasal dari makanan dan
diberikan dalam porsi kecil atau sering (6 kali atau lebih) dan anak dibujuk untuk
makan. Pada anak yang lebih besar, dapat diberikan makanan yang terdiri dari
makanan pokok setempat, misalnya nasi, kentang atau roti. Untuk meningkatkan
27
Antibiotik Selektif
Tetracycline
12,5 mg/kgBB
4x sehari selama 3 hari
Ciprofloxacin
15 mg/kgBB
2x sehari selama 3 hari
Alternatif
Erythromycin
12,5 mg/kgBB
4x sehari selama 3 hari
Pivmecillinam
20 mg/kgBB
4x sehari selama 5 hari
Ceftriaxone
50 100 mg/kgBB
1x sehari IM selama 2
5 hari
Amoebiasis
Metronidazole
10 mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari (10 hari pada kasus berat)
28
Giardiasis
Metronidazole
5 mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari
Sumber : WHO 2006
29
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
2011. Hal 1 6
Juffrie, Mohammad, dkk. Buku Ajar Gastroenterologi Hepatologi Jilid 1.
3.
4.
5.
6.
7.
30