Anda di halaman 1dari 12

PATOFISIOLOGI

MARASMUS

Disusun Oleh :

Anasthasya Giovani G
030.11.023

Pembimbing :

dr. Mas Wishnuwardhana, SpA

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BEKASI
PERIODE 19 DESEMBER 2016 – 24 FEBRUARI 2017
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
I. Definisi
Marasmus adalah bentuk malnutrisi energi protein yang terutama disebabkan
kekurangan kalori berat dalam jangka waktu lama, terutama terjadi selama tahun
pertama kehidupan, yang ditandai dengan retardasi pertumbuhan dan
pengurangan lemak bawah kulit dan otot secara progresif tetapi biasanya masih
ada nafsu makan dan kesadaran mental.1
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kekurangan gizi sebagai
“ketidakseimbangan seluler antara asupan nutrisi, energi dan kebutuhan tubuh
untuk menjamin pertumbuhan, pemeliharaan dan fungsi-fungsi khusus.”
Malnutrisi protein-energi (KEP) berlaku untuk gangguan yang berhubungan
dengan marasmus, kwashiokor, dan marasmus-kwashiokor. Istilah marasmus
berasal dari kata Yunani “marasmos”, yang berarti layu atau kurang tenaga.
Marasmus berhubungan dengan asupa yang tidak memadai dari kalori dan
ditandai dengan suatu kekurusan.1

II. Patofisiologi dan pathogenesis


Malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak faktor. Faktor-
faktor ini dapat digolongkan atas tiga faktor penting yaitu : tubuh sendiri (host),
agent (kuman penyebab), environment (lingkungan). Memang faktor diet
(makanan) memegang peranan penting tetapi faktor lain ikut menentukan.
Marasmus adalah compensated malnutrition atau sebuah mekanisme adaptasi
tubuh terhadap kekurangan energi dalam waktu yang lama.
Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha mempertahankan
hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh
untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang
sangat penting untuk mempertahankan kehidupan. Karbohidrat (glukosa) dapat
dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, tetapi kemampuan
tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit. Akibatnya katabolisme
protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang
segera diubah menjadi karbohidrat di hepar dan ginjal. Selama kurangnya intake
makanan, jaringan lemak akan dipecah jadi asam lemak, gliserol dan keton
bodies. Setelah lemak tidak dapat mencukupi kebutuhan energi, maka otot dapat
mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau
kekurangan makanan. Pada akhirnya setelah semua tidak dapat memenuhi
kebutuhan akan energi lain, protein akan dipecah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme basal tubuh. Proses ini berjalan menahun, dan merupakan respon
adaptasi terhadap ketidakcukupan asupan energi dan protein.2

Budaya pantangan bahan Malabsorbsi, Kegagalan


makanan tertentu, tingkat infeksi, melakukan Kemiskinan
kepadatan penduduk yang anoreksia sintesis protein
tinggi, keadaan sosial, dan dan kalori
politik tidak stabil.

Intake protein dan kalori kurang dari kebutuhan tubuh

Kekurangan Energi dan Protein (KEP)

Marasmus (Defisiensi kalori) Penurunan daya


tahan tubuh

Katabolisme Keadaan umum


karbohidrat: glukosa lemah
(inadekuat)

Katabolisme lemak: Katabolisme protein: Resiko Infeksi


asam lemak, gliserol, asam amino
dan badan keton
Risiko gangguan
keseimbangan cairan:
diare kurang dari kebutuhan
Hilangnya lemak di Penurunan asam amino tubuh
bantalan tubuh esensial dan albumin

Gangguan
Turgor kulit Atrofi/pengecilan otot kebutuhan nutrisi:
menurun dan keriput kurang dari
kebutuhan tubuh

Kerusakan Keterlambatan
integritas kulit pertumbuhan dan
perkembangan
III. Manifestasi Klinis dan Diagnosis
a. Manifestasi klinis
- Penampilan wajah seperti orang tua, terlihat sangat kurus
- Perubahan mental
- Kulit kering, dingin dan kendur
- Rambut kering, tipis dan mudah rontok
- Lemak subkutan menghilang sehingga turgor kulit berkurang
- Otot atrofi sehingga tulang terlihat jelas
- Sering diare atau konstipasi
- Kadang terdapat bradikardi
- Tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak sehat yang sebaya
- Kadang frekuensi pernafasan menurun

Marasmus
harus dapat
dibedakan
dengan kasus
malnutrisi lainnya yaitu kwashiokor agar tidak terjadi kesalahan dalam
penegakkan diagnosa yang dapat berpengaruh pada tindak lanjut kasus ini.
Berikut adalah perbedaan marasmus dan kwashiorkor3:

Marasmus Kwashiorkor
 Pertumbuhan berkurang atau berhenti  Perubahan mental sampai apatis
 Terlihat sangat kurus  Anemia
 Penampilan wajah seperti orangtua  Perubahan warna dan tekstur rambut,
 Perubahan mental
 Cengeng mudah dicabut/rontok
 Kulit kering, dingin, mengendor, keriput  Gangguan sistem gastrointestinal
 Lemak subkutan menghilang hingga  Pembesaran hati
 Perubahan kulit
turgor kulit berkurang
 Atrofi otot
 Otot atrofi sehingga kontur tulang
 Edema simetris pada kedua punggung
terlihat jelas
kaki, dapat sampai seluruh tubuh
 Vena superfisialis tampak jelas
 Ubun-ubun besar cekung
 Tulang pipi dan dagu kelihatan menonjol
 Mata tampak besar dan dalam
 Kadang terdapat bradikardi
 Tekanan darah lebih rendah
dibandingkan anak sebaya

b. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesis (penyakit & gizi)


- Anamnesis awal, Untuk mengetahui adanya tanda bahaya dan
tanda penting:
 Syok
 Letargis
 Muntah dan atau diare atau dehidrasi
- Anamnesis lanjutan, Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan
terjadinya gizi buruk:
 Riwayat kehamilan & kelahiran
 Riwayat pemberian makan
 Riwayat penyakit penyerta/penyulit
 Riwayat tumbuh kembang
 Penyebab kematian pada saudara kandung
 Status sosial, ekonomi dan budaya keluarga

2. Pemeriksaan fisik (klinis dan antropometri)

- Pemeriksaan fisik awal, untuk mengetahui adanya kedaruratan


medis :

 Ada riwayat diare sebelumnya


 Anak sangat kehausan
 Mata cekung
 Nadi lemah
 Tangan dan kaki teraba dingin
 Anak tidak buang air kecil dalam waktu cukup lama.

- Pemeriksaan fisik lanjutan: Pengukuran dan penilaian


antropometri

3. Pemeriksaan laboratorium/radiologi
- Glukosa darah, Hemoglobin, Elektrolit, Albumin, Tes HIV
- Pemeriksaan pap darah dengan mikroskop atau pengujian deteksi
langsung
- Pemeriksaan urine pemeriksaan dan kultur
- Pemeriksaan tinja dengan mikroskop untuk telur dan parasit

IV. Penatalaksanaan
1. Pengobatan atau pencegahan hipoglikemia (kadar gula dalam darah
rendah)
 Jika anak sadar dan dapat menerima makanan usahakan memberikan
makanan saring/cair 2-3 jam sekali.
 Jika anak tidak dapat makan (tetapi masih dapat minum) berikan air gula
dengan sendok.
 Jika anak mengalami gangguan kesadaran, berikan infus cairan glukosa.

2. Pengobatan dan pencegahan hipotermia (suhu tubuh rendah)


Hangatkan, dengan cara:
 Metode Kanguru
 Membungkus anak dengan selimut tebal, dan meletakkan lampu
didekatnya.

3. Pengobatan dan Pencegahan kekurangan cairan


 Jika anak masih menyusui, teruskan ASI dan berikan setiap setengah jam
sekali tanpa berhenti. Jika anak masih dapat minum, lakukan tindakan
rehidrasi oral dengan memberi minum anak 50 ml (3 sendok makan) setiap
30 menit dengan sendok. Cairan rehidrasi oral khusus untuk KEP disebut
ReSoMal.
 Jika tidak ada ReSoMal untuk anak dengan KEP berat/Gizi buruk dapat
menggunakan oralit yang diencerkan 2 kali. Jika anak tidak dapat minum,
lakukankan rehidrasi intravena (infus) cairan Ringer Laktat/Glukosa 5 %
dan NaCL dengan perbandingan 1:1.

4. Lakukan pemulihan gangguan keseimbangan elektrolit


 Makanan tanpa diberi garam/rendah garam
 Untuk rehidrasi, berikan cairan oralit 1 liter yang diencerkan 2 X (dengan
penambahan 1 liter air) ditambah 4 gr KCL dan 50 gr gula atau bila balita
KEP bisa makan berikan bahan makanan yang banyak mengandung
mineral ( Zn, Cuprum, Mangan, Magnesium, Kalium) dalam bentuk
makanan lumat/lunak.

5. Lakukan Pengobatan dan pencegahan infeksi


Pemberian antibiotik spektrum luas dengan dosis sebagai berikut:

6. Pemberian makanan balita KEP berat/Gizi buruk


Fase Stabilisasi (1-2 hari)
Formula WHO 75/modifikasi/Modisco ½
 Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa
 Energi : 100 kkal/kg/hari
 Protein : 1-1.5 gr/kg bb/hari
 Cairan : 130 ml/kg bb/hari (jika ada edema berat 100 ml/Kg bb/hari)
 Bila anak mendapat ASI teruskan , dianjurkan memberi Formula WHO
75/pengganti/Modisco ½ dengan menggunakan cangkir/gelas, bila
anak terlalu lemah berikan dengan sendok/pipet.
 Pemberian Formula WHO 75/pengganti/Modisco ½ atau pengganti dan
jadwal pemberian makanan harus disusun sesuai dengan kebutuhan
anak.

7. Perhatikan masa tumbuh kejar balita (catch- up growth)


a. Fase Transisi (minggu ke 2) :
 Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara berlahan-lahan
untuk menghindari risiko gagal jantung, yang dapat terjadi bila anak
mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.
 Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per
100 ml) dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein
2.9 gram per 100 ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi
bubur/makanan keluarga dapat digunakan asalkan dengan kandungan
energi dan protein yang sama.
 Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit
formula tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgbb/kali
pemberian (200 ml/kgbb/hari).

Setelah fase transisi dilampaui, anak diberi:


 Formula WHO 100/pengganti/Modisco 1 dengan jumlah tidak
terbatas dan sering.
 Energi : 150-220 Kkal/kg bb/hari
 Protein 4-6 gram/kg bb/hari
 Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula
WHO 100/Pengganti/Modisco 1, karena energi dan protein ASI
tidak akan mencukupi untuk tumbuh-kejar.

b. Fase Rehabilitasi (minggu ke 3-7)


Setelah fase rehabilitasi dilampaui, anak diberi :
 Formula WHO-F 135/pengganti/Modisco 1½ dengan jumlah tidak
terbatas dan sering
 Energi : 150-220 kkal/kgbb/hari
 Protein 4-6 g/kgbb/hari
 Bila anak masih mendapat ASI, teruskan ASI, ditambah dengan
makanan Formula ( lampiran 2 ) karena energi dan protein ASI
tidak akan mencukupi untuk tumbuh-kejar.
 Secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga

TAHAPAN PEMBERIAN DIET


FASE STABILISASI : FORMULA WHO 75 ATAU PENGGANTI
FASE TRANSISI : FORMULA WHO 75  FORMULA WHO
100 ATAU PENGGANTI
FASE REHABILITASI : FORMULA WHO 135 (ATAU PENGGANTI)

MAKANAN KELUARGA

8. Lakukan penanggulangan kekurangan zat gizi mikro


 Bila berat badan mulai naik berikan zat besi dalam bentuk tablet besi folat
atau sirup besi dengan dosis sebagai berikut:
UMUR TABLET BESI/FOLAT SIRUP BESI
DAN
Sulfas ferosus 200 mg + Sulfas ferosus 150 ml
BERAT BADAN
 Berikan 3 kali sehari
0,25 mg Asam Folat
 Berikan 3 kali sehari
6 sampai 12 bulan ¼ tablet 2,5 ml (1/2 sendok teh)
(7 - < 10 Kg)
12 bulan - 5 tahun ½ tablet 5 ml (1 sendok teh)

 Vitamin A oral berikan 1 kali dengan dosis


Umur Kapsul Vitamin A Kapsul Vitamin A
200.000 IU 100.000 IU
6 bln sampai 12 bln - 1 kapsul
12 bln sampai 5 Thn 1 kapsul -

9. Berikan stimulasi sensorik dan dukungan emosional


Pada KEP berat/gizi buruk terjadi keterlambatan perkembangan mental dan
perilaku, karenanya berikan:
 Kasih sayang
 Ciptakan lingkungan yang menyenangkan
 Lakukan terapi bermain terstruktur selama 15 – 30 menit/hari
 Rencanakan aktifitas fisik segera setelah sembuh
 Tingkatkan keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain)

10. Persiapan untuk tindak lanjut di rumah


Nasehatkan kepada orang tua untuk:
 Melakukan kunjungan ulang setiap minggu, periksa secara teratur di
Puskesmas.
 Ikuti nasehat pemberian makanan dan berat badan anak selalu
ditimbang setiap bulan secara teratur di posyandu/puskesmas.
 Pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan nutrien
yang padat.
 Penerapan terapi bermain dengan kelompok bermain atau Posyandu
 Pemberian suntikan imunisasi sesuai jadwal.
 Anjurkan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI atau
100.000 SI ) sesuai umur anak setiap Bulan Februari dan Agustus.
DAFTAR PUSTAKA

1. Pudjiadi Solihin; Penyakit KEP (Kurang Energi dan Protein). Ilmu Gizi Klinis
pada Anak. 4th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2005. p.
95-137.
2. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stenton BF. Nelson Textbook of
Pediatrics.18th ed. United States of America: Sunders Elsevier Inc; 2007.
3. Hay WW, MJ Levin, JM sondheimer, RR Deterding. Normal Childhood Nutrition
and its Disorders in Current Diagnosis & Treatment in Pediatrics. 18 th ed. United
States of America. 2005. p. 283-31.
4. Marasmus. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/984496-
workup#c4. Accessed on December 2016.
5. Pedoman Tatalaksana Kurang Protein. Departemen Kesehatan RI.
6. Rosli AW, Rauf S, Lisal JS, Albar H. Relationship Between Protein Energy
Malnutrition and Urinary Tract Infectiont in Children. Paediatrica Indonesiana;
2008 (48). p. 166-9.
7. Departement of Child and Adolescent Health and Development. Severe
Malnutrition in Management of The Child With a Serious Infection or Severe
Malnutrition. World Health Organization. 2004. p. 80-91.
8. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jendral Bina Gizi dan
Kesehatan Ibu Anak. 2011.p33-40.

Anda mungkin juga menyukai

  • Diare Akut
    Diare Akut
    Dokumen31 halaman
    Diare Akut
    Anasthasya Giovani
    Belum ada peringkat
  • Lapkas 1
    Lapkas 1
    Dokumen48 halaman
    Lapkas 1
    Anasthasya Giovani
    Belum ada peringkat
  • Referat Gizi Kurang
    Referat Gizi Kurang
    Dokumen27 halaman
    Referat Gizi Kurang
    Anasthasya Giovani
    Belum ada peringkat
  • Case KET
    Case KET
    Dokumen4 halaman
    Case KET
    Anasthasya Giovani
    Belum ada peringkat
  • Persiapan Kunjungan
    Persiapan Kunjungan
    Dokumen1 halaman
    Persiapan Kunjungan
    Anasthasya Giovani
    Belum ada peringkat
  • One Health Approach Pada Rabies
    One Health Approach Pada Rabies
    Dokumen4 halaman
    One Health Approach Pada Rabies
    Anasthasya Giovani
    Belum ada peringkat
  • Stemi Fix
    Stemi Fix
    Dokumen39 halaman
    Stemi Fix
    Anasthasya Giovani
    Belum ada peringkat
  • Diare Akut
    Diare Akut
    Dokumen30 halaman
    Diare Akut
    Anasthasya Giovani
    Belum ada peringkat
  • Osteo TB
    Osteo TB
    Dokumen35 halaman
    Osteo TB
    Anasthasya Giovani
    Belum ada peringkat
  • TRAUMA
    TRAUMA
    Dokumen33 halaman
    TRAUMA
    Anasthasya Giovani
    Belum ada peringkat
  • Case Referat ACS
    Case Referat ACS
    Dokumen55 halaman
    Case Referat ACS
    Anasthasya Giovani
    Belum ada peringkat
  • Askep Morbili
    Askep Morbili
    Dokumen11 halaman
    Askep Morbili
    Josep Rio Rambe
    Belum ada peringkat
  • Case Referat ACS
    Case Referat ACS
    Dokumen55 halaman
    Case Referat ACS
    Anasthasya Giovani
    Belum ada peringkat
  • Endoftalmitis
    Endoftalmitis
    Dokumen3 halaman
    Endoftalmitis
    Anasthasya Giovani
    Belum ada peringkat
  • Air Borne Disease
    Air Borne Disease
    Dokumen4 halaman
    Air Borne Disease
    Anasthasya Giovani
    Belum ada peringkat