Anda di halaman 1dari 7

A.

DEFINISI
Preeklamsi adalah timbulnya hipertensi atau adanya peningkatan tekanan darah >
140/90 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu dan tes celup urin (dipstick) proteinuria
+1 atau pemeriksaan protein kuantitatif menunjukan hasil > 300 mg/24jam. Sedangkan
Preeklamsi Berat (PEB) adalah timbulnya hipertensi atau adanya peningkatan tekanan
darah > 160/110 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu dan tes celup urin (dipstick)
proteinuria > +2 atau pemeriksaan protein kuantitatif menunjukan hasil > 5 g/24jam
(Cunningham et al, 2009).
Eklamsia adalah adanya tanda dan gejala dari preeklamsia kemudian disertai
dengan kejang umum dan atau koma. Namun gejala tersebut tidak diikuti dengan adanya
kemungkinan penyebab lain (seperti misalnya meningitis, epilepsy dan perdarahan
subarachnoid (Cunningham et al, 2009).
B. KRITERIA DIAGNOSIS PREEKLAMSIA
Diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi spesifik yang
disebabkan kehamilan disertai dengan gangguan sistem organ lainnya pada usia
kehamilan diatas 20 minggu. Preeklampsia, sebelumya selalu didefinisikan dengan
adanya hipertensi dan proteinuri yang baru terjadi pada kehamilan (new onset
hypertension with proteinuria). Meskipun kedua kriteria ini masih menjadi definisi klasik
preeklampsia, beberapa wanita lain menunjukkan adanya hipertensi disertai gangguan
multsistem lain yang menunjukkan adanya kondisi berat dari preeklampsia meskipun
pasien tersebut tidak mengalami proteinuri. Sedangkan, untuk edema tidak lagi dipakai
sebagai kriteria diagnostik karena sangat banyak ditemukan pada wanita dengan
kehamilan normal. Berikut criteria diagnosis untuk preeklamsia (PNPK POGI, 2016) :
-

1. Kriteria Minimal Preeklamsia


Hipertensi
: Tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90
mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15
menit

Protein urin

menggunakan lengan yang sama, dan


: Protein urin melebihi 300 mg dalam 24 jam atau tes urin dipstick
> +1.

Jika tidak didapatkan protein urin, hipertensi dapat diikuti salah satu dibawah ini:

- Trombositopeni

: Trombosit < 100.000 / mikroliter

- Gangguan ginjal

: Kreatinin serum diatas 1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan


kadar kreatinin serum dari sebelumnya pada kondisi

dimana tidak
- Gangguan liver

ada kelainan ginjal lainnya.


: Peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau
adanya nyeri di daerah epigastrik atau region kanan atas
abdomen.

- Edema Paru
- Gejala Neurologis : Stroke, nyeri kepala, gangguan visus.
- Gangguan Sirkulasi Uteroplasenta: Oligohidroamnion, Fetal Growth Restriction
(FGR), atau didapatkan adanya absent or reversed end
diastolic

velocity (ARDV).

2. Kriteria Preeklamsi Berat (Diagnosis Preeklamsi dipenuhi dan jika didapatkan


salah satu kondisi klinis dibawah ini) :
- Hipertensi

: Tekanan darah sekurag-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110


mmHg diastolic pada dua kali pemeriksaan berjarak 15

menit

menggunakan lengan yang sama.

- Trombositopeni

: Trombosit < 100.000/ mikroliter

- Gangguan ginjal

: Kreatinin serum diatas 1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan


kadar kreatinin serum dari sebelumnya pada kondisi

dimana tidak
- Gangguan Liver

ada kelainan ginjal lainnya.


: Peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau
adanya nyeri di daerah epigastrik atau region kanan atas
abdomen.

- Edema Paru
- Gejala Neurologis : Stroke, nyeri kepala, gangguan visus.
- Gangguan Sirkulasi Uteroplasenta: Oligohidroamnion, Fetal Growth Restriction
(FGR), atau didapatkan adanya absent or reversed end
diastolic

velocity (ARDV).

C. FAKTOR RESIKO PREEKLAMSIA


Faktor resiko yang telah diidentifikasi dapat membantu dalam melakukan
penilaian risiko kehamilan pada kunjungan awal antenatal. Berdasarkan hasil penelitian
dan panduan Internasional terbaru kami membagi dua bagian besar faktor risiko yaitu
risiko tinggi atau mayor dan risiko tambahan atau minor (PNPK POGI, 2016) :
Resiko Tinggi :
1. Riwayat preeklampsia
2. Kehamilan multipel
3. Hipertensi kronis
4. Diabetes Mellitus tipe 1 atau 2
5. Penyakit ginjal
6. Penyakit autoimun (contoh: systemic lupus erythematous, antiphospholipid syndrome)
Resiko Sedang :
1. Nulipara
2. Obesitas (Indeks masa tubuh > 30 kg/m2)
3. Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan
4. Usia 35 tahun
5. Riwayat khusus pasien (interval kehamilan > 10 tahun)
D. PATOMEKANISME
Pada kehamilan normal, invasi trofoblas ke dalam jaringan desidua menghasilkan
suatu perubahan fisiologis pada arteri spiralis, karena suplai darah yang dibutuhkan
pada saat kehamilan meningkat, maka diameter arteri spiralis harus membesar, menurut
hukum Poiseuilles meningkat 4 sampai 6 kali. Kemampuan untuk melebarnya diameter
arteri spiralis merupakan kebutuhan utama untuk keberhasilan suatu kehamilan.
Perubahan fisiologis tadi memiliki hasil akhir yaitu arteri spiralis yang sebelumnya tebal
berubah menjadi kantung elastic yang lebar, bertahanan rendah, sehingga memungkinkan
suplai darah yang adekuat untuk oksigenasi dan nutrisi bagi janin (Sarwono, 2009).
Pada perempuan hamil normal, terdapat Human Leucocyte Antigen Protein
G (HLA-G) yang berfungsi sebagai perlindungan bagi embrio dari sistem imun maternal.
HLA-G pada plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel NK
ibu, sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi (plasenta). HLA-G dapat
mempermudah invasi trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu. Namun, pada plasenta
hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G. Penurunan HLA-G akan
menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua. Padahal Invasi trofoblas penting agar
jaringan desidua lunak dan gembur sehingga memudahkan dilatasi arteri spiralis
(Sarwono, 2009).

Preeklamsi memiliki dua tahap perubahan yang mendasari patogenesisnya. Tahap


pertama yaitu dimana terjadinya hipoksia plasenta karena berkurangnya aliran darah
dalam arteri spiralis. Hal tersebut dapat terjadi karena kegagalan dari invasi sel trofoblas
pada dinding artesi spiralis diawal kehamilan dan awal trimester kedua kehamilan
sehingga mengakibatkan arteri spiralis tidak dapat melebar dengan sempurna yang
nantinya akan mengakibatkan penurunan aliran darah dalam ruangan intervilus diplasenta
sehingga terjadilah hipoksia plasenta (Roeshadi, 2007).
Hipoksia plasenta yang berkelanjutan ini akan membebaskan zat-zat toksis seperti
sitokin, radikal bebas dalam bentuk lipid peroksidase dalam sirkulasi darah ibu, dan akan
menyebabkan terjadinya stres oksidatif yaitu suatu keadaan di mana radikal bebas
jumlahnya lebih dominan dibandingkan antioksidan. Stress oksidatif pada tahap
berikutnya bersama dengan zat toksis yang beredar dapat merangsang terjadinya
kerusakan pada sel endotel pembuluh darah yang disebut disfungsi endotel yang dapat
terjadi pada seluruh permukaan endotel pembuluh darah pada organ-organ penderita
preeklampsia. Pada disfungsi endotel terjadi ketidakseimbangan produksi zat-zat yang
bertindak sebagai vasodilator seperti prostasiklin dan nitrat oksida, dibandingkan dengan
vasokonstriktor seperti endotelium I, tromboksan, dan angiotensin II sehingga akan
terjadi vasokonstriksi yang luas dan terjadilah hipertensi (Roeshadi, 2007; Farid et al,
2001).
Peningkatan kadar lipid peroksidase juga akan mengaktifkan sistem koagulasi,
sehingga terjadi agregasi trombosit dan pembentukan trombus. Secara keseluruhan
setelah terjadi disfungsi endotel di dalam tubuh penderita preeklampsia jika prosesnya
berlanjut dapat terjadi disfungsi dan kegagalan organ seperti pada ginjal dapat terjadi
proteinuria yang disebabkan oleh kebocoran plasma, perubahan permeabilitas pembuluh
darah yang ditandao dengan edema paru dan edema ekstremitas, adanya trombositopenia
dan koagulapati, pada hepar dapat terjadi perdarahan dan gangguan fungsi hati, pada
susunan saraf pusat dapat terjadi kejang, kebutaan, gangguan pada retina dan perdarahan,
keudian pada plasenta dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin, hipoksia janin
dan solusio plasenta (Manuaba, 2007).

(Sumber : Petla et al, 2013)

(Sumber : Dowe et al, 2011)

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham, F.G et al. 2009. Hipertensi Gestasional dan Preeklamsi, Eklamsi. Williams
Obstetrics. Edisi 21. New York: Mc Graw Hill Medical Publising Division, 393-412.
2. PNPK POGI. 2016. Diagnosis dan Tata Laksana Pre-Eklamsia. Jakarta: POGI
3. Farid et al. 2001. Perbandingan Kadar Nitrik Oksida Serum Penderita Preeklamsia dengan
Hamil Normal. Indonesia Journal of Obstetrics and Gynecoogy, vol 25, no. 2, 69-79.
4. Manuaba. IBG, Manuaba. IAC & Manuaba. 2007. Pengantar kuliah obstetric. Jakarta: EGC
5. Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka
6. Roeshadi, RH. 2007. Upaya Menurunkan Angka Kesakitan dan Angka Kematian Ibu pada
Penderita Preeklamsia dan Eklamsia. Indonesia Journal of Obstetrics and Gynecology,
vol.31, no.3, 123-133
7. Petla, Laksmi, et al. 2013. Biomarkers Of The Management Of Pre-Eclampsia In Pregnant
Woman. IJMR vol. 130 ; 1 ; 60 - 67
8. Dowe et al.2011. Preeclampsia, a Disease of the Maternal Endothelium. AHA Journal : vol
123 ; 124

Anda mungkin juga menyukai