Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

SESAK NAFAS DISPNEA

Pembimbing :
dr. Indah Rahmawati, Sp.P

Disusun Oleh:
Riza Revina G4A015056

SMF ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO

2016

1
HALAMAN PENGESAHAN

Telah dipresentasikan serta disetujui referat dengan judul :

SESAK NAFAS DISPNEA

Diajukan untuk memenuhi salah satu ujian


kepanitraan klinik dokter muda SMF Ilmu Penyakit Dalam
RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Disusun Oleh:
Riza Revina G4A015056

Purwokerto, Maret 2016

Mengetahui,
Dokter Pembimbing,

dr. Indah Rahmawati, Sp.P

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan nikmat dan karuniaNya, sehingga
dapat menyelesaikan referat ini. Referat yang berjudul Sesak Nafas (Dispnea) ini merupakan
salah satu syarat ujian kepanitraan klinik dokter muda SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUD. Porf.
Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dr. Indah Rahmawati, Sp.P sebagai
pembimbing atas waktu yang diluangkan, bimbingan, dan saran yang sifatnya membangun
dalam penyusunan referat ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini masih belum sempurna serta
banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik
membangun dari pembimbing serta seluruh pihak.

Purwokerto, Maret 2016

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Sistem pernapasan berperan penting untuk mengatur pertukaran oksigen dan karbon
dioksida antara udara dan darah. Oksigen di perlukan oleh semua sel unutk menghasilkan sumber
energi, adenosis trifosfat (ATP). Karbon dioksida dihasilkan oleh sel-sel yang secara metabolis
aktif dan membentuk asam yang harus dibuang dari tubuh. Untuk melakukan pertukaran gas,
sistem kardiovaskular dan sistem respirasi harus bekerja sama. Sistem kardiovaskular
bertanggung jawab atas perfusi darah melalui paru dan sistem pernapasan melakukan dua fungsi
terpisah yaitu ventilasi dan respirasi (Corwin, 2009).

Manusia dapat merasakan sensasi pernapasan yang bermacam-macam, seperti keinginan


untuk batuk, nyeri pada saat bernafas, ketidaknyamanan saat bernafas, sesak nafas, dan lain-lain.
Dari sekian banyak sensasi yang dapat dirasakan, aspek spesifik berupa sesak nafas, perlunya
usaha lebih untuk bernafas, dan ketidaknyamanan saat bernafas dapat dikenal dengan dyspneu.
Dyspneu muncul bukan sebagai satu keluhan tunggal, melainkan bersamaan dengan keluhan-
keluhan lain. Dyspneu merupakan suatu keluhan yang sering membuat para pasien dengan
penyakit tertentu mencari bantuan medis atau menuju rumah sakit. Dyspneu juga biasanya
disebabkan oleh penyakit-penyakit seperti kanker, penyakit paru, gagal jantung, penyakit
neuromuscular, dan lain-lain. Oleh karena itu, dyspneu perlu ditelisik dengan teliti dan cermat
agar penegakan diagnosa untuk penyakitnya juga tepat (Nishino, 2011).

4
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Sistem Pernafasan


1. Saluran Nafas Atas
a. Hidung
Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari paru-paru,
dapat juga berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan serta
menghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru-paru. Hidung juga
bertanggungjawab terhadap olfaktori (penghidu) karena reseptor olfaktori
terletak dalam mukosa hidung, fungsi tersebut dapat berkurang sejalan dengan
pertambahan usia. Hidung memiliki dua bagian yaitu eksternal dan internal.
Bagian eksternal hidung menonjol dari wajah dan disangga oleh tulang hidung
dan kartilago. Bagian internal hidung adalah rongga berlorong yang
dipisahkan menjadi rongga hidung kanan dan kiri oleh pembagi vertical yang
sempit disebut juga septum (Modul Praktikum Anatomi 2010).
b. Faring
Faring atau biasa kita sebut sebagai tenggorokan merupakan suatu struktur
seperti tuba dimana menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring.
Faring berfungsi sebagai penyedia saluran pada traktur respiratorius dan
digestifus. Faring terbagi atas tiga bagian yaitu nasal (nasofaring), oral
(orofaring) dan laring (laringofaring) (Modul Praktikum Anatomi 2010).
c. Laring
Laring atau biasa kita sebut sebagai organ suara merupakan struktur epitel
kartilago yang menghubungkan faring dan trakea. Faring memiliki fungsi
utama yaitu untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi. Fungsi lainnya
berupa melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda asing dan
memudahkan batuk. Laring memiliki bagian yang terdiri dari :
Epiglotis : daun katup kartilago yang menutupi ostium kea rah laring
selama menelan.
Glotis: ostium antara pita suara dan laring.
Kartilago tiroid: kartilago terbesar pada trakea, sebagian dari kartilago
ini membentuk jakun (Adams apple).

5
Kartilago krikoid: satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam
laring (terletak dibawah kartilago tiroid).
Pita suara: ligament yang dikontrol oleh gerakan otot yang
menghasilkan bunyi suara (pita suara melekat pada lumen laring)
(Modul Praktikum Anatomi 2010).
d. Trakea
Trakea biasa kita sebut sebagai batang tenggorok. Ujung trakea bercabang
menjadi dua bronkus yang disebut sebagai karina (Modul Praktikum Anatomi
2010).
2. Saluran Nafas Bawah
a. Bronkus
Bronkus terdiri dari 2 bagian yaitu bronkus kanan dan kiri. Disebut juga
sebagai bronkus lobaris kanan (3 lobus) dan bronkus lobaris kiri (2 lobus).
Pada bagian bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10 bronkus segmental dan
bronkus lobaris kiri terbagi menjadi 9 bronkus segmental. Bronkus
segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi bronkus sub segmental yang
dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki arteri, limfatik dan saraf (Modul
Praktikum Anatomi 2010).
b. Bronkiolus
Percabangan-percabangan bronkus segmental disebut sebagai bronkiolus.
Bronkiolus mengandung kelenjar submukosa yang memproduksi lender yang
membentuk selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan nafas
(Modul Praktikum Anatomi 2010).
c. Bronkiolus Terminalis
Percabangan-percabangan bronkiolus disebut sebagai bronkiolus terminalis
(tidak memiliki kelenjar lender dan silia) (Modul Praktikum Anatomi 2010).

d. Bronkiolus Respiratori
Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori. Bronkiolus
respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara jalan nafas konduksi
dan sebagai jalan udara dalam pertukaran gas (Modul Praktikum Anatomi
2010).
e. Duktus alveolar dan Sakus alveolar

6
Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan
sakus alveolar dan kemudian menjadi alveoli (Modul Praktikum Anatomi
2010).
f. Alveoli
Merupakan tempat pertukaran O2 dan CO2. Terdapat sekitar 300 juta yang
jika bersatu membentuk satu lembar akan seluas 70 m2. Terdiri atas 3 tipe:
Sel-sel alveolar tipe I
Merupakan sel epitel yang membentuk dinding alveoli
Sel-sel alveolar tipe II
Merupak sel yang aktif secara metabolik dan mensekresi surfaktan (suatu
fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar
tidak kolaps)
Sel-sel alveolar tipe III
Merupakan makrofag yang merupakan sel-sel fagositosis dan bekerja
sebagai mekanisme pertahanan (Modul Praktikum Anatomi 2010).
g. Paru-paru
Merupakan organ yang elastic berbentuk kerucut. Terletak dalam rongga dada
atau toraks. Kedua paru dipisahkan oleh mediastinum sentral yang berisi
jantung dan beberapa pembuluh darah besar. Setiap paru mempunyai apeks
dan basis. Paru kanan lebih besar dan terbagi menjadi 3 lobus oleh fisura
interlobaris. Paru kiri lebih kecil dan terbagi menjadi 2 lobus. Lobus-lobus
tersebut terbagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen
bronkusnya (Modul Praktikum Anatomi 2010).

h. Pleura
Merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastic.
Terbagi menjadi 2 yaitu pleura parietalis (yang melapisi rongga dada) dan
pleura visceralis (yang menyelubungi setiap paru). Diantara pleura terdapat
rongga pleura yang berisi cairan tipis pleura yang berfungsi untuk
memudahkan kedua permukaan itu bergerak selama pernapasan, juga untuk
mencegah pemisahan toraks dengan paru. Tekanan dalam rongga pleura lebih
rendah dari tekanan atmosfir, hal ini untuk mencegah kolaps paru (Modul
Praktikum Anatomi 2010).

7
Gambar 1. Anatomi Sistem Pernafasan

B. Fisiologi Sistem Pernapasan


Proses bernafas terdiri dari 3 bagian, yaitu:
1. Ventilasi yaitu masuk dan keluarnya udara atmosfir dari alveolus ke paru-paru
atau sebaliknya.
Proses keluar masuknya udara ke paru tergantung pada perbedaan tekanan antara
udara atmosfir dengan alveoli. Pada inspirasi, dada mengembang, diafragma
turun dan volume paru bertambah. Sedangkan ekspirasi merupakan gerakan

8
pasif. Faktor-faktor yang mempengaruhi ventilasi berupa tekanan udara atmosfir,
jalan nafas yang bersih, dan pengembangan paru yang adekuat.
2. Difusi yaitu pertukaran gas-gas (oksigen dan karbondioksida) antara elveolus
dan kapiler paru-paru.
Proses keluar masuknya udara yaitu dari darah yang bertekanan/konsentrasi
lebih besar ke darah dengan tekanan/konsentrasi yang lebih rendah. Karena
dinding alveoli sangat tipis dan dikelilingi oleh jaringan pembuluh darah kapiler
yang sangat rapat, membran ini kadan disebut sebagai membran respirasi.
Perbedaan tekanan pada gas-gas yang terdapat pada masing-masing sisi
membran respirasi sangat mempengaruhi proses difusi. Secara normal gradient
tekanan oksigen antara alveoli dan darah yang memasuki kapiler pulmonal
sekitar 40 mmHg. Beberapa faktor yang mempengaruhi difusi adalah luas
permukaan paru, tebal membran respirasi, jumlah darah, keadaan kapiler darah,
afinitas, dan waktu adanya udara di alveoli.
3. Transport yaitu pengangkutan oksigen melalui darah ke sel-sel haringan tubuh
dan sebaliknya karbondioksida dari jaringan tubuh ke kapiler.
Oksigen perlu ditransportasikan dari paru ke jaringan dan karbondioksida harus
ditransportasikan dari jaringan kembali ke paru. Secara normal 97% oksigen
akan berikatan dengan hemoglobin di dalam sel darah merah ndan dibawa ke
jaringan sebagai oksihemoglobin. Sisa 3% ditransportasikan ke dalam cairan
plasma dan sel-sel. Faktor yang mempengaruhi laju transportasi adalah curah
jantung, jumlah sel darah merah, hematokrit darah,dan latihan.
C. Gangguan Pola Pernapasan
Bernafas bukan hanya masalah menghirup udara bagus (O2) dan menghembuskan
udara buruk yang sudah terpakai (CO2), namun keseluruhan proses dan pola
pernapasan itulah yang perlu diperhatikan. Laju pernapasan, dalamnya pernapasan,
waktu pernapasan, dan konsistensi pernapasan merupakan hal yan penting untuk
mengetahui bagaimana keadaan keseimbangan pernapasan dan metabolisme pasien.
Beberapa penyakit atau luka dapat menyebabkan perubahan pada pola pernapasan.
Perubahan dari pernapasan lambat menjadi cepat merupakan suatu hal yang umum
pada beberapa kondisi. Berikut merupakan beberapa gangguan pola pernapasan
(DUrbano, 2011):
1. Pernapasan Cheyne-Stokes

9
Pola pernapasan ini memiliki karakteristik berupa perubahan volume tidal yang
berawal dangkal kemudian berubah secara progresif menjadi dalam dan
kembali menjadi dangkal lagi. Pola dangkal-dalam-dangkal ini biasanya
diikutin dengan periode apnea yang signifikan dan dapat bertahan sekitar 30
detik atau lebih, kemudian pola dangkal-dalam-dangkal ini akan muncul
kembali sehingga terdapat suatu siklus yang berulang. Siklus ini dapat muncul
kapanpun antara 30 detik dan 2 menit atau lebih (DUrbano, 2011).
Penyebab pola pernapasan Cheyne-Stokes biasanya adalah keadaan stroke,
luka traumatis pada otak, tumor otak, keracunan karbon monoksida, dan
encephalopati metabolik. Pola ini juga dapat muncul pada orang-orang yang
mengalami High Altitude Sickness untuk pertama kali, dan efek samping dari
administrasi morfin (DUrbano, 2011).
2. Pernapasan Biot (Cluster Respiration)
Pola pernapasan ini memiliki karakteristik berupa periode pernapasan cepat
dan diikuti dengan periode apnea yang regular. Penyebab pola pernapasan Biot
berupa kerusakan medulla oblongata karena stroke atau trauma, dan penekanan
pada medulla oblongata karena herniasi. Pola pernapasan ini juga dapat
disebabkan penggunaan opioid berkepanjangan (DUrbano, 2011).
3. Pernapasan Kussmaul
Pola pernapasan ini memiliki karakteristik berupa hiperventilasi yang dalam,
konsisten, dan cepat. Penyebab pola pernapasan Kussmaul ini biasanya adalah
keadaan asidosis metabolik yang parah (ketoasidosis diabetikum). Pasien akan
merasakan air-hungry dan akan berusaha dengan sangat untuk menghirup
udara, serta keadaan ini biasanya terjadi secara tidak disadari/involunter
(DUrbano, 2011).

4. Pernapasan Apneustic
Pola pernapasan ini memiliki karakteristik berupa fase inspirasi yang
memanjang dan diikuti dengan fase ekspirasi yang memanjang juga. Penyebab
pola pernapasan Apneustic ini adalah kerusakan pada bagian atas pons, dimana
merupakan bagian atas dari batang otak. Pons inilah yang dipercayai sebagai
pusat pernapasan pada otak manusia (DUrbano, 2011).
5. Pernapasan Ataxia

10
Pola pernapasan ini memiliki karakteristik berupa pola yang irregular, disertai
dengan jeda yang irregular, dan keadaan apnea yang semakin meningkat.
Penyebab pola pernapasan ataksia ini berupa kerusakan pada medulla
oblongata karena stroke atau trauma, dan biasanya pola ini mengindikasikan
prognosis yang kurang baik (DUrbano, 2011).

D. Sesak Nafas / Dispnea


1. Definisi
Dispnea berasal dari kata yunani yaitu dys- dan pnoia yang memiliki arti
kesulitan bernafas atau sesak nafas. Klinisi menggunakan istilah dispnea untuk
keadaan nafas pendek, rasa sesak dibagian dada, perlunya usaha lebih untuk
bernafas, dan air hunger yang biasanya dikeluhkan oleh seorang pasien.
Perbedaan istilah yang dikeluhkan oleh pasien ini juga menjelaskan bahwa
dispnea merupakan suatu keadaan kompleks dan dapat berbeda-beda pada tiap
pasien (Mourik, 2014).
Dispnea merupakan suatu pengalaman subjektif atau persepsi suatu orang
terhadap ketidaknyamananan yang dia rasakan ketika melakukan proses
bernapas (Gonzales, 2015).
Berbagai Penyebab Sesak Nafas Sesak nafas atau kesulitan bernafas, dimana
seseorang akan merasa seperti kekurangan udara atau tidak bisa leluasa
menghirup udara sehingga frekuensi nafasnya menjadi cepat, rasa sesak di dada
dan sangat menakutkan. Mungkin gejala akan bervariasi tergantung pada
penyebab sesak nafas nya. Dalam dunia kedokteran sesak nafas disebut
dyspnea. Tergantung pada penyebab sesak nya, ada yang mengalami sesak
napas hanya sekali atau memiliki episode berulang yang bisa menjadi konstan.
Latihan yang sangat berat, suhu ekstrim, obesitas dan ketinggian semuanya
dapat menyebabkan sesak napas pada orang yang sehat. Di luar contoh-contoh
ini, sesak napas bisa disebabkan oleh masalah medis atau penyakit. Berikut ini
akan kita pelajari penyebab sesak nafas yang muncul tiba-tiba (akut) dan juga
sesak nafas yang memang sering muncul atau jangka panjang (kronis).
Penyebab sesak nafas tiba-tiba (Akut) Sesak nafas yang tiba-tiba dan tak
terduga kemungkinan besar disebabkan oleh salah satu kondisi kesehatan
berikut ini: Masalah pada paru-paru atau saluran nafas Asma. Pada penderita

11
asma terjadi penyempitan saluran nafas dan tak jarang menghasilkan lebih
banyak dahak (lendir lengket), yang akan menyebabkan mengi (ngik..
ngik..)dan batuk. Pneumonia (radang paru-paru). Menyebabkan batuk, sesak
nafas dan demam. Hal ini biasanya disebabkan oleh infeksi, sehingga
pengobatan akan membutuhkan antibiotik . Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK). Seseorang yang memiliki penyakit ini kemudian tiba-tiba sesak nafas
maka kemungkinan penyakit PPOKnya ini tiba-tiba memburuk. Sumbatan pada
saluran nafas bagian atas Masalah jantung Serangan Jantung. Ada jenis
serangan jantung tanpa mengalami semua gejala yang jelas, seperti nyeri dada
dan kecemasan yang luar biasa. Dalam hal ini, sesak napas mungkin satu-
satunya tanda peringatan bahwa seseorang mengalami serangan jantung. Gagal
jantung. Kondisi ini juga bisa menjadi penyebab sesak nafas yang mengancam
jiwa dimana jantung mengalami kesulitan memompa cukup darah ke seluruh
tubuh, biasanya karena otot jantung telah menjadi terlalu lemah atau kaku
sehingga tak dapat berfungsi dengan benar. Hal ini dapat menyebabkan
penumpukan air di dalam paru-paru, sehingga menimbulkan sesak nafas.
Penyebab Sesak napas lainnya yaitu berhubungan dengan masalah denyut
jantung atau iramanya, seperti fibrilasi atrium (denyut jantung tidak teratur dan
cepat) atau takikardia supraventricular (denyut jantung yang teratur dan cepat).
Tamponade jantung Serangan panik atau kecemasan Serangan panik atau
kecemasan dapat menyebabkan sesak napas yang berupa nafas cepat atau
dalam, yang dikenal sebagai hiperventilasi. Penyebab sesak nafas akut lainnya
Keracunan karbon monoksida (CO) Collapse (runtuh) sebagian paru-paru yang
disebabkan oleh sobekan kecil di permukaan paru-paru, sehingga udara
terjebak dalam ruang di sekitar paru-paru (pneumotoraks) Penyumbatan di
salah satu pembuluh darah di paru-paru (pulmonary embolism) Fibrosis paru
idiopatik, suatu kondisi paru-paru yang langka dan kurang dipahami yang
menyebabkan jaringan parut pada paru-paru Koleksi cairan di samping paru-
paru (efusi pleura) komplikasi diabetes yang dikenal sebagai diabetic
ketoacidosis, dimana asam sangat tinggi kadarnya dalam darah dan urine
Penyebab Sesak Nafas Jangka Panjang (Kronis) Sesak napas jangka panjang

12
biasanya disebabkan oleh: Obesitas atau berat badan berlebih Asma yang tidak
terkontrol dengan baik Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), yaitu
kerusakan permanen pada paru-paru biasanya disebabkan oleh perilaku
merokok dalam kurun waktu tahunan. Tuberkulosis (TBC) Anemia Gagal
jantung masalah denyut jantung atau iramanya, seperti fibrilasi atrium (denyut
jantung tidak teratur dan cepat) atau takikardia supraventricular (denyut
jantung yang teratur dan cepat). Penyebab sesak napas jangka panjang lainnya
yang jarang : Bronkiektasis. Suatu kondisi paru-paru, di mana saluran napas
melebar secara abnormal dan penderita mengalami batuk berdahak persisten
serta sesak napas. Penyumbatan berulang di salah satu pembuluh darah di paru-
paru (pulmonary embolism ) Collapse sebagian paru-paru yang disebabkan
oleh kanker paru-paru Koleksi cairan di samping paru-paru (efusi pleura) yang
tak segera teratasi Penyempitan katup jantung utama, membatasi aliran darah
ke seluruh tubuh sering serangan panik , yang dapat menyebabkan Anda
hiperventilasi (mengambil napas cepat atau mendalam) Kapan Harus Ke
Dokter? Periksalah ke dokter jika Anda mengalami sesak napas yang disertai
dengan: Bengkak di kaki dan pergelangan kaki Sesak nafas ketika berbaring
Demam tinggi, menggigil dan batuk Bibir atau ujung jari membiru Mengi atau
wheezing Stridor suara bernada tinggi yang muncul ketika bernafas Sesak
nafas yang semakin memburuk Dan segera ke UGD jika mengalami sesak
napas berat yang datang tiba-tiba apalagi disertai dengan nyeri dada, pingsan
atau mual. Karena sesak nafas yang seperti ini bisa jadi merupakan tanda-tanda
serangan jantung atau emboli paru (Mourik, 2014)..
2. Etiologi
Beberapa kondisi klinis yang berkaitan dengan dispnea dapat diklasifikasikan
sebagai berikut (Parshall, 2011):
a. Meningkatkan kebutuhan kontrol respirasi
1) Stimulasi reseptor paru
Inhalasi iritan dan zat-zat beracun (Parshall, 2011).
2) Efusi pleura
Ateletaksis kompresif (Parshall, 2011).
3) Penyakir vaskular paru
Tromboemboli, hipertensi pulmoner idiopatik (Parshall, 2011).
4) Gagal jantung kongestif
5) Stimulasi kemoreseptor

13
Keadaan yang mengarah kepada hipoksemia, hiperkapnia, dan atau
asidemia (Parshall, 2011).
6) Disfungsi pertukaran gas
Asma, emboli paru, pneumonia, gagal jantung, eksaserbasi PPOK,
dan edema paru berat (Parshall, 2011).
7) Hipoksia karena lingkungan
Perubahan ketinggian, dan keadaan ruang tertutup dengan api
(Parshall, 2011).
8) Asidosis metabolik
Penyakit ginjal seperti gagal ginjal, dan asidosis tubular ginjal
(Parshall, 2011).
9) Penurunan kapasitas pembawa oksigen
Anemia (Parshall, 2011).
10) Penurunan asupan oksigen ke jaringan
Hemoglobinopati (Parshall, 2011).
11) Penurunan Cardiac Output
12) Kehamilan
13) Faktor perilaku
Sindrom hiperventilasi, gangguan kecemasan, dan serangan panik
(Parshall, 2011).
b. Kerusakan/disfungsi alat respirasi
1) Obstruksi aliran udara
Asma, PPok, spasme laring, inhalasi benda asing, dan bronchitis
(Parshall, 2011).
2) Kelemahan otot
Myasthenia gravis, sindrom Guillain-Bare, trauma medula spinalis,
miopati, sindrom post poliomyelitis (Parshall, 2011).
3) Penurunan compliance/keelastisan dinding thoraks
Kifosis berat, obesitas, dan efusi pleura (Parshall, 2011).
3. Patofisiologi
Mengingat dispnea merupakan suatu sekumpulan keadaan kompleks dan dapat
berbeda-beda pada tiap individu, maka pasti terdapat suatu dasar neuroanatomi
untuk hal ini. Pada patofisiologi dispnea ini perlu kita fokuskan kepada
reseptor sensori, jalur sensorik, dan pusat thalamus atau korteks yang
bertanggung jawab terhadap persepsi dari dispnea ini (Nishino, 2011).
a. Reseptor sensorik
1) Kemoreseptor
Perubahan pada kadar pH darah, PCO2, dan PO2 dapat dideteksi
oleh kemoreseptor pusat dan tepi, perubahan ini dapat
menyebabkan peningkatan aktivitas otot pernafasan guna

14
mengkompensasi keadaan tersebut. Dispnea yang disebabkan oleh
hiperkapnia dan hipoksia akan menghasilkan perubahan aktivitas
otot pernafasan yang besar, sehingga kebutuhan O2 akan tercukupi
oleh tubuh. Beberapa penelitian juga telah membuktikan bahwa
sinyal dari kemoreseptor ini akan diproyeksikan langsung menuju
korteks otak (Nishino, 2011).
2) Metaboreseptor
Metaboreseptor terletak pada otot skelet manusia dan akan
merepson terhadap perubahan lokal pada lingkungan jaringan
tersebut karena kebutuhan metabolisme. Metaboreseptor
merupakan sumber dari sinyal neurologis aferen yang
menyebabkan terjadinya sensasi dispnea pada saat aktivitas berat,
meskipun subyek tidak mengalami keadaan hiperkapnia ataupun
hipoksia (Nishino, 2011).
3) Reseptor dinding thoraks
Sinyal aferen dari mekanoreseptor pada sendi, tendon, dan otot di
bagian thoraks diproyeksikan langsung menuju ke otak dan
berkontribusi terhadap terjadinya dispnea. Ketika terdapat suatu
getaran atau stimulus mekanik dari dinding dada yang bukan
berasal dari siklus respirasi normal manusia, stimulus tersebut akan
diubah menjadi sinyal kepada korteks otak dan menimbulkan
sensasi dispnea (Nishino, 2011).
b. Jalur sensorik
Penelitian neuroimaging baru-baru ini menunjukan bahwa dispnea
mengaktifkan beberapa area pada korteks otak seperti insula anterior
dekstra, vermis cerebellum, corpus amygdala, korteks singulata anterior,
dan korteks singulata posterior. Area ini jgua diaktivasi ketika adanya
sensasi nyeri dan sensasi yang tidak menyenangkan lainnya. Mengingat
dispnea melibatkan beberapa tipe sensasi, maka dapat dipastikan bahwa
mekanisme aferen juga bertanggung jawab terhadap terjadinya dispnea.
Pada saat ini hanya sedikit yang dapat diketahui mengenai jalur asenden
yang bertanggung jawab terhadap dispnea, namun dipercayai bahwa jalur

15
asenden ini akan lebih rumit apabila dibandingkan dengan jalur nyeri
yang terhitung sudah sangat rumit (Nishino, 2011).
c. Pusat persepsi dispnea
Pusat persepsi dispnea sampai saat ini masih diperdebatkan, karena
beberapa studi terakhir menunjukan bahwa terdapat aktivasi korteks
insula anterior, korteks singulata posterior, corpus amygdala pada saat
subjek mengalami keadaan dispnea. Pusat-pusat inilah yang sampai saat
ini dipercayai bertanggung jawab terhadap terjadinya sensasi dispnea
(Nishino, 2011).
Terdapat pula teori yang dipercaya dapat menjelaskan terjadinya dispnea, teori
tersebut dikenal sebagai Afferent Mismatch. Berdasarkan teori ini, dispnea
muncul ketika terjadi gangguan antara tekanan yang dihasilkan oleh otot
pernapasan dengan perubahan yang dihasilkan oleh panjang otot dan volume
paru. Teori ini diperkuat juga dengan observasi klinis berupa aktivitas berbicara
dan makan yang akan menekan ventilasi paru sehingga terjadi ketidakcocokan
sinyal aferen yang dikirimkan menuju ke otak. Fenomena serupa juga
ditemukan pada pasien yang menggunakan ventilasi mekanik (ventilator),
dimana pasien akan merasakan dispnea karena ketidakcocokan antara daya
hantar ventilator dengan meningkatnya kebutuhan bernapas pasien. Dengan
kata lain, teori ini menunjukan bahwa terdapat disosiasi antara aktivitas yang
diperintahkan oleh pusat pernapasan di otak dengan sinyal feedback yang
menuju ke otak. Ketika terdapat suatu ketidak tepatan antara kedua hal
tersebut, maka dispnea akan terjadi dan begitu juga sebaliknya (Nishino, 2011).
4. Penegakan Diagnosis
a. Anamnesis
Perlu ditanyakan apakah keadaan dispnea yang dirasakan oleh pasien
bersifat akut, seperti pada keadaan asma bronchial, emboli paru, dan
pneumothoraks atau sudah berkepanjangan seperti pada keadaan
eksaserbasi penyakit paru yang kronik atau bahkan keadaan tersebut
berkembang sedikit demi sedikit seperti pada efusi pleura, dan gagal
jantung kongestif (Gonzales, 2015).
Perlu ditanyakan pula gejala yang menyertai seperti nyeri dada (emboli
paru, penyakit pleura), batuk (sputum purulen pada infeksi pernapasan

16
atau proses radang kronik), hemoptosis (rupture kapiler karena emboli
paru, tumor atau radang saluran pernapasan) dan keluhan lain yang
berkaitan dengan infeksi saluran pernapasan (Gonzales, 2015).
Perlu ditanyakan juga pajanan lingkungan atau penggunaan obat-obat
tertentu seperti terpajan allergen atau debu, asap dan bahan kimia (yang
dapat menyebabkan bronkospasme), penggunaan obat-obatan (yang
dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas sehingga terjadi dispneu).
Serta kita perlu memperhatikan beberapa kasus tertentu terkait dengan
keluhan dispnea atau sesak, seperti (Gonzales, 2015):
1) Pneumonia
Gejala sesak timbul mendadak, dan dapat didahului dengan infeksi
saluran napas bagian atas dengan gejala batuk, demam, kebiruan
daerah mulut, nyeri dada, menggigil, dan nyeri dada. Pada kasus ini
pasien akan cenderung lebih suka berbaring ke bagian yang sakit
(Gonzales, 2015).
2) Bronkiolitis
Gejala sesak didahului dengan batuk, pilek, demam tidak tinggi
kemudian diikuti dengan dispnea. Biasanya pasien merupakan
anak-anak dengan usia kurang dari 2 tahun. Pasien tampak gelisah,
tidak mau makan, dan muntah (Gonzales, 2015).
3) Tuberculosis
Gejala sesak diawali dengan adanya batuk lebih dari 3 minggu,
nafsu makan menurun, berat badan sulit naik, demam tanpa sebab
jelas, dan ada riwayat kontak dengan pasien penderita TB
(Gonzales, 2015).
4) Asma bronchial
Gejala sesak sering kambuh terutama pada saat tertentu
(bergantung pada allergen/pemicu serangan), nafas berbunyi,
pasien biasanya memiliki riwayat alergi (meskipun terkadang
pasien tidak mengetahui allergennya), dan dapat juga dicetuskan
oleh stress (Gonzales, 2015).
5) Efusi pleura
Gejala sesak dialami oleh pasien dengan onset yang lama dan
cenderung akan lebih merasa nyaman ketika istiratah (tidur) pada

17
posisi yang sakit, biasanya akan disertai dengan demam (Gonzales,
2015).
6) Defek septum ventrikel
Gejala sesak disertai dengan keadaan cepat lelah, berat badan sulit
naik, terdapat gangguan pertumbuhan, dan sering menderita infeksi
saluran napas bagian atas (Gonzales, 2015).
7) Tetralogi fallot
Gejala sesak disertai dengan keadaan cepat lelah, bibir pasien
kebiruan, terdapat gangguan pertumbuhan gigi, dan pasien
cenderung lebih sering duduk/berjongkok ketika kelelahan
(Gonzales, 2015).
8) Gagal jantung
Gejala sesak dapat muncul ketika melakukan aktivitas ringan atau
sedang, sering berkeringat, bengkak pada tungkai, terdapat
gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak, gejala sesak
akan terasa berkurang ketika pasien beristirahat, dan cenderung
lebih nyaman ketika berbaring menggunakan bantal dengan posisi
agak tinggi (Gonzales, 2015).
b. Pemeriksaan Fisik
Beberapa hal yang harus diperhatikan ketika melakukan pemeriksaan
fisik kepada pasien dengan keluhan sesak napas adalah (Gonzales, 2015):
1) Inspeksi
Ada atau tidak adanya takipnea, retraksi interkostal dan atau
substernal, napas cuping hidung, sianosis, Clubbing Finger, pola
napas yang tidak normal (Gonzales, 2015).
2) Palpasi
Ada atau tidak adanya ketinggalan gerak, perbedaan fremitus,
krepitasi pada thoraks ketika melakukan inspirasi atau ekspirasi,
dan kelainan bentuk dada (Gonzales, 2015).
3) Perkusi
Pada perkusi perlu diperhatikan apakah sonor, redup atau
hipersonor, dan perlu diukur batas paru hepar (Gonzales, 2015).
4) Auskultasi
Perlu dinilai bagaimana suara tracheal, bronchial, bronkovesikuler,
dan suara vesikuler. Serta apakah ada atau tidak adanya suara

18
tambahan paru seperti wheezing, ronkhi basah halus, ronkhi basah
kasar, dan pemanjangan ekspirasi (Gonzales, 2015).
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien dengan keluhan sesak dapat berupa
(Gonzales, 2015):
1) Pemeriksaan dahak
2) Analisis gas darah arterial
3) Spirometri (Peak Expiratory Flow Rate)
4) Radiologi berupa foto thorak.
5. Penatalaksanaan
a. Manajemen dipsnea yang paling penting adalah mengobati penyakit
dasar serta komplikasinya
b. Penatalaksanaan simptomatis antara lain:
1) Pemberian oksigen 3tl/menit untuk nasal atau 5lt/menit dengan
sungkup
2) Mengurangi aktivitas yang dapat menyebabkan sesak dengan tirah
baring
3) Posisi
4) Bronkodilator (theoplylline)
5) Pada keadaan psikogenik dapat diberikan sedatif
6) Edukasi
7) Psikoterapi

c. Penggunaan ventilasi mekanis


Suatu alat bantu mekanik yang berfungsi memberikan bantuan nafas
pasien dengan cara memberikan tekanan udara positif pada paru-paru
melalui jalan nafas buatan.

19
BAB III

KESIMPULAN

Dispnea berasal dari kata yunani yaitu dys- dan pnoia yang memiliki arti kesulitan
bernafas atau sesak nafas. Klinisi menggunakan istilah dispnea untuk keadaan nafas pendek, rasa
sesak dibagian dada, perlunya usaha lebih untuk bernafas, dan air hunger yang biasanya
dikeluhkan oleh seorang pasien. Perbedaan istilah yang dikeluhkan oleh pasien ini juga
menjelaskan bahwa dispnea merupakan suatu keadaan kompleks dan dapat berbeda-beda pada
tiap pasien (Mourik, 2014). Berdasarkan etiologi beberapa kondisi klinis yang berkaitan dengan
dispnea dapat diklasifikasikan karena meningkatkan kebutuhan kontrol respirasi dan
kerusakan/disfungsi alat respirasi. Penegakan diagnosis untuk dispnea dapat berupa anamnesis,
pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi dan bila diperlukan dilakukan
pemeriksaan penunjang. Manajemen dipsnea yang paling penting adalah mengobati penyakit
dasar serta komplikasinya lalu dilanjutkan dengan penatalaksanaan simptomatis.

20
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku saku patofisiologi edisi 3. EGC: Jakarta.

DUrbano, J. 2011. Breathing Patterns dalam The Breaths Sounds. Diakses melalui
http://www.BreathSounds.org/ReportRoom. Diakses pada tanggal 2 Maret 2016.

Gonzales, Ralph. Paul L Nadler. 2015. Common Symptoms: Dyspnea dalam Current Medical
Diagnosis and Treatment 2015 edisi 54. Mc Graw Hill Education: California.

Nishino, T. 2011. Dyspnoea: Underlying Mechanisms and Treatment. British Journal of


Anaesthesia. 2011;106(4):463-474. Diunduh melalui
http://www.medscape.com/viewarticle/739379_2. Diakses pada tanggal 2 Maret 2016.

Modul Praktikum Anatomi 2010

Parshall, Mark B. Richard M Schwartzstein. 2011. An Official American Thoracic Society


Statement: Update on the Mechanisms, Assessment, and Management of Dyspnea.
American Thoracic Society Documents. 2011;11(4)435-452. Diunduh melalui
http://www.thoracic.org/statements/resources/copd/update-on-mamd.pdf. Diakses pada
tanggal 2 Maret 2016.

21

Anda mungkin juga menyukai