Pendahuluan
Hipotiroid kongenital adalah kelainan bawaan dengan kadar hormon tiroid (T3
danT4) di sirkulasi darah yang kurang dengan kadar TSH yang meningkat. Kelainan ini
diketahui sebagai penyebab terjadinya keterbelakangan mental dan kecacatan fisik pada
anak- anak. Produksi hormon tiroid yang berkurang disebabkan karena berbagai hal
antara lain: kelainan pada kelenjar pituitari, hipotalamus atau tiroid, yang menyebabkan
proses metabolism karbohidrat di dalam tubuh mengalami keterlambatan. Telah diketahui
bahwa hormon tiroid sudah diproduksi dan diperlukan oleh janin sejak usia
kehamilan 12 minggu, yang merupakan salah satu hormon yang sangat dibutuhkan dalam
proses metabolisme yang berperan pada pertumbuhan dan perkembangan, termasuk
perkembangan otak dan kematangan organ seks. Kebutuhan hormon tiroid pada segala
tingkat usia sangat diperlukan, terutama sangat berperan pada masa bayi dan anak- anak
yaitu masa dimana tumbuh kernbang sedang terjadi pada diri seseorang.1
Hipotiroid kongenital di dapat 1: 2500 sampai 4000 bayi baru lahir. Prevalensi ratarata hipotiroid kongenital di Asia adalah 1 diantara 2.720 bayi di daerah non endemis
iodium (hipotiroid kongenital sporadik) dan 1 : 1000 hipotiroid kongenital endemis di
daerah defisiensi iodium. Kekurangan hormon tiroid atau hipotiroid pada awal masa
kehidupan anak, baik permanen maupun transien akan mngakibatkan hambatan dalam
pertumbuhan fisik maupun psikis dan bila tidak diobati secara dini akan menjadi
kelainan, kelainan ini dapat berupa kretinism atau cebol yang disertai dengan gangguan
keterbelakangan mental. Angka kejadian hipotiroid kongenital di Indonesia belum
diketahui, namun apabila mengacu pada angka kejadian di Asia dan di Yogyakarta, maka
di Indonesia, dengan angka kelahiran sekitar 5 juta per tahun, diperkirakan sebanyak
1.765 sampai 3200 bayi dengan hipotiroid kongenital dan 966 sampai 3.200 bayi dengan
hipotiroid kongenital transien karena kekurangan iodium, lahir setiap tahunnya.2
Gejala hipotiroid pada bayi baru lahir biasanya tidak terlalu jelas, oleh sebab itu
sangat diperlukan skrining hipotiroid pada neonatus. Program skrining memungkinkan
bayi mendapatkan terapi dini dan memiliki prognosis yang lebih baik, terutama dalam
perkembangan sistem neurologis. Pengobatan secara dini dengan hormon tiroid
sampai usia bayi mencapai 3 bulan, dapat mencegah terjadinya morbiditas fisik
maupun mental., serta dapat meningkatkan nilai IQ diatas 85% pada saat anak sudah
mencapai dewasa. Pemantauan tetap diperlukan untuk mendapatkan hasil pengobatan dan
tumbuh kembang anak yang optimal.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi
Hipotiroid kongenital adalah suatu keadaan hormon tiroid yang tidak adekuat pada
bayi baru lahir sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan tubuh yang dapat disebabkan
oleh kelainan anatomi kelenjar tiroid, kelainan genetik, kesalahan biosintesis tiroksin serta
pengaruh lingkungan.3
2.2
Embriologi
Kelenjar tiroid janin berasal dari endoderm foregut yang kemudian bermigrasi ke
inferior sampai ke daerah kartilago tiroid. Segala sesuatu yang terjadi selama proses migrasi
ini dapat menyebabkan terjadinya tiroid ektopik. Pada usia 7 minggu, kelenjar tiroid sudah
terdiri dari 2 lobus.4
2.3
Tiroglobulin itu sendiri dihasilkan oleh kompleks golgi/ retikulum endoplasma sel folikel
tiroid. Tirosin menyatu ke dalam molekul tiroglobulin sewaktu molekul besar ini diproduksi.
Setelah diproduksi, tiroglobulin yang mengandung tirosin dikeluarkan dari sel folikel ke
dalam
koloid
melaluui
eksositosis.
Tiroid
menangkap
Iodium
dari
darah
dan
memindahkannya ke dalam koloid melalui suatu pompa Iodium yang sangat aktif atau
Iodine trapping mechanism protein pembawa yang sangat kuat dan memerlukan energi
yang terletak di membran luar sel folikel. Hampir semua Iodium di tubuh dipindahkan
melawan gradien konsentrasinya ke kelenjar tiroid untuk mensintesis hormon tiroid. Selain
untuk sintesis hormon tiroid, Iodium tidak memiliki manfaat lain di tubuh.1,2
Dalam koloid, Iodium dengan cepat melekat ke sebuah tirosin di dalam molekul
tiroglobulin. Perlekatan sebuah Iodium ke tirosin menghasilkan monoiodotirosin (MIT).
Perlekatan dua Iodium ke tirosin menghasilkan diiodotirosin (DIT). Kemudian, terjadi proses
penggabungan antara molekul-molekul tirosin beriodium untuk membentuk hormon tiroid.
Penggabungan dua DIT (masing-masing mengandung dua atom iodium) menghasilkan (T4
atau tiroksin), yaitu bentuk hormon tiroid dengan empat Iodium. Penggabungan satu MIT
(dengan satu iodium) dan satu DIT (dengan dua iodium) menghasilkan triiodotironin atau T3
(dengan tiga iodium). Penggabungan tidak terjadi antara dua molekul MIT. Karena reaksireaksi ini berlangsung di dalam molekul tiroglobulin, semua produk tetap melekat ke protein
besar tersebut. Hormon-hormon tiroid tetap disimpan dalam bentuk ini di koloid sampai
mereka dipecah dan disekresikan. Diperkirakan bahwa jumlah hormon tiroid yang secara
normal disimpan di koloid cukup untuk memasok kebutuhan tubuh untuk beberapa bulan.1,2
Pengeluaran hormon-hormon tiroid ke dalam sirkulasi sistemik memerlukan proses yang
agak rumit karena dua alasan. Pertama, sebelum dikeluarkan T4 dan T3 tetap terikat ke
molekul tiroglobulin. Kedua, hormon-hormon ini disimpan di luar lumen folikel, sebelum
dapat memasuki pembuluh darah yang berjalan di ruang interstisium, mereka harus diangkut
menembus sel folikel. Proses sekresi hormon tiroid pada dasarnya melibatkan pemecahan
sepotong koloid oleh sel folikel, sehingga molekul tiroglobulin terpecah menjadi bagianbagiannya, dan pelepasan T4 dan T3 bebas ke dalam darah. Apabila terdapat rangsangan yang
sesuai untuk mengeluarakan hormon tiroid, sel-sel folikel memasukkkan sebagian dari
kompleks hormon-tiroglobulin dengan memfagositosis sekeping koloid.
Di dalam sel, butir-butir koloid terbungkus membran menyatu dengan lisosom, yang
enzim-enzimnya kemudian memisahkan hormon tiroid yang aktif secara biologis, T4 dan T3,
serta iodotirosin yang nonaktif, MIT dan DIT. Hormon-hormon tiroid, karena sangat lipofilik,
dengan mudah melewati membran luar sel folikel dan masuk kedalam darah. MIT dan DIT
tidak memiliki nilai endokrin. Sel-sel folikel mengandung suatu enzim yang dengan cepat
mengeluarkan Iodium dari MIT dan DIT, sehingga Iodium yang dibebaskan dapat didaur
ulang untuk sintesis lebih banyak hormon. Enzim yang sangat spesifik ini akan mengeluarkan
Iodium hanya dari MIT dan DIT yang tidak berguna, bukan dari T4 dan T3.1,2
Sekitar 90 % produk sekretorik yang dikeluarkan dari kelenjar tiroid adalah dalam
bentuk T4, walaupun T3 memiliki aktivitas biologis sekitar empat kali lebih baik daripada
T4. Namun sebagian besar T4 yang disekresikan kemudian diubah menjadi T3, atau
diaktifkan melalui proses pengeluaran satu Iodium di hati dan ginjal. Sekitar 80% T3 dalam
darah berasal dari sekresi T4 yang mengalami proses pengeluaran Iodium di jaringan perifer.
Dengan demikian T3 adalah bentuk hormon tiroid yang secara biologis aktif di tingkat sel,
walaupun tiroid lebih banyak mengeluarkan T4.1
Setelah dikeluarkan ke dalam darah hormon tiroid yang sangat lipofilik dengan cepat
berikatan dengan beberapa protein plasma. Kurang dari 1 % T3 dan kurang dari 0,1% T4
tetap berada pada bentuk tidak terikat (bebas). Keadaan ini memang luar biasa mengingat
bahwa hanya hormon bebas dari keseluruhan hormon tiroid memiliki akses ke reseptor sel
sasaran dan mampu menimbulkan suatu efek.1
Terdapat tiga protein plasma yang penting dalam pengikatan hormon tiroid: globulin
pengikat tiroksin (TBG) yang secara selektif mengikat hormon tiroid55% dari T4 dan 65%
dari T3 dalam sirkulasiwalaupun namanya hanya menyebutkan secara khusus tiroksin
(T4) albumin yang secara nonselektif mengikat banyak hormon lipofilik, termasuk 10% dari
T4 dan 35% dari T3 dan thyroxine-binding prealbumin yang mengikat sisa 35% T4.1
2.4
Epidemiologi
Insiden hipotiroid kongenital bervariasi antar negara, umumnya sebesar 1 : 3000
4000 kelahiran hidup. Dengan penyebab tersering adalah, disgenesis tiroid
yang
mencakup 80% kasus. Lebih sering ditemukan pada anak perempuan daripada laki-laki
dengan perbandingan 2:1. Anak dengan sindrom Down memiliki resiko 35 kali lebih
tinggi untuk menderita hipotiroid kongenital dibanding anak normal. Insiden hipotiroid di
Indonesia diperkirakan jauh lebih tinggi yaitu sebesar 1:1500 kelahiran hidup. Prevalensi
ini lebih rendah pada Amerika Negro (1 dalam 32.000), dan lebih tinggi pada keturunan
Spanyol dan Amerika asli (1 dalam 2000).3,4
Penyebab hiptiroid yang paling sering di dunia ialah defisiensi Iodium yang
merupakan komponen pokok tiroksin (T4) dan triiodotrionin (T3). Anak yang lahir dari
ibu dengan defisinsi Iodium berat akan mengalami hipotiroid yang tidak terkompensasi
karena hormon tiroid ibu tidak dapat melewati plasenta.4
Banyak faktor yang berperan pada hipotiroid sehingga gambaran klinisnya bervariasi.
Terjadinya hipotiroid tidak dipengaruhi oleh faktor geografis, sosial ekonomi, maupun
iklim dan tidak terdapat predileksi untuk golongan etnis tertentu. Umumnya kasus tiroid
kongenital timbul secara sporadik. Faktor genetik hanya berperan pada hipotiroid tipe
tertentu yang diturunkan secara autosomal resesif.4
2.5
: Agenesis tiroid dan keadaan lain yang sejenis menyebabkan sintesis dansekresi
hormon tiroid menurun sehingga terjadi hipotiroid primer dengan peningkatan kadar TSH
tanpa adanya struma.4
Jalur 2
menurun, sehingga hipofisis non sekresi TSH lebih banyak untuk memacu kelenjar tiroid
mensintesis dan mensekresi hormon tiroid agar sesuai dengan kebutuhan. Akibatnya kadar
TSH meningkat dan kelenjer tiroid membesar (stadium kompensasi). Walaupun pada stadium
ini terdapat struma difusa dan peningkatan kadar TSH, tetapi kadar tiroid tetap normal. Bila
kompensasi inigagal, maka akan terjadi stadium dekompensasi, yaitu terdapatnya struma
difusa, peningktan kadar TSH, dan kadar hormon tiroid rendah.4
Jalur 3
: Semua hal yang terjadi pada kelenjer tiroid dapat mengganggu atau menurunkan
sintesis hormon tiroid (bahan/ obat goitrogenik, tiroiditis, pasca tiroidektomi, pasca terapi
dengan iodium radioaktif, dan adanya kelainan enzim didalam jalur sintesis hormon tiroid)
disebut dishormogenesis yang mengakibatkan sekresi hormon tiroid menurun, sehingga
terjadi hipotiroid dengan kadar TSH tinggi, dengan/tanpa struma tergantung pada
penyebabnya.4
Jalur 4A :
Semua
keadaan
yang
menyebabkan
penurunan
kadar
TSH
akibat
kelainanhipofisis akan mengakibatkan hipotiroid tanpa struma dengan kadar TSH yangsangat
rendah atau tidak terukur.4
Jalur 4B : Semua kelainan hipotalamus yang mengakibatkan yang menyebabkansekresi
TSH ynag menurun akan menyebabkan hipotiroid dengan kadar TSHrendah dan tanpa
struma.4
Jalur 1, 2, dan 3 adalah patogenesis hipotiroid primer dengan kadar TSHyang tinggi.
Jalur 1 tanpa desertai struma, jalur 2 disertai struma, dan jalur 3 dapat dengan atau tanpa
struma. Jalur 4A dan 4B adalah patogenesis hipotiroid sekunder dengan kadar TSH yang
tidak terukur atau rendah dan tidak ditemukan struma.4
Tipe Hipotiroidisme
Hipotiroidisme kongenital terdiri dari hipotiroidisme kongental primer dan sekunder.
Untuk hipotiroidisme kongenital primer, kerusakan terjadi pada bagian tiroid. Untuk kondisi
ini kita dapat membagi pasien dengan hipotiroidisme kongenital primer ke dalam 4
kelompok.6 sebagai berikut:
1.
jumlahnya hampir mencapai normal, oleh karena itu ada derajat keparahan pada kondisi
ini. Setelah kelahiran, kelenjar tiroid ektopik tidak akan bertambah besar dan turun pada
posisi normalnya. Fungsinya pun akan semakin menurun seiring perjalanan waktu.
Kelenjar tiroid ektopik juga dua kali lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria.
Kondisi tersebut merupakan 50% dari yang terdeteksi pada Newborn Screening dan
sedikit lebih sering terjadi dibandingkan atirosis. Penyebab pastinya juga tidak diketahui,
namun penyebab yang sama seperti pada atirosis dapat menimbulkan kondisi ini.6
3. Malformasi Kelenjar Tiroid pada Posisi Normal (Hypoplasia)
Kondisi ini terkadang disebut sebagai Hipoplasia Thyroid dan hanya terjadi dengan
persentase yang sangat kecil pada total seluruh kasus. Pada hipoplasia tiroid, kelenjar
berukuran kecil, tidak terbentuk secara optimal dan terkadang hanya memiliki satu lobus.6
4. Kelenjar Tiroid Tumbuh dengan Normal Namun Tidak Dapat Berfungsi Optimal
(Dysmorphogenesis)
Kondisi ini merupakan 15% dari kasus yang ditemukan pada Neonatal Screening.
Dismorfogenesis seringkali terjadi akibat defek enzim tertentu, yang dapat bersifat
transien maupun permanen. Pada bayi dengan dismorfogenesis, ukuran kelenjar tiroid
mengalami pembesaran dan dapat dilihat atau diraba pada bagian depan.
2.6
Diagnosis
A. Anamnesis
Tanpa adanya skrining pada bayi baru lahir, pasien sering datang terlambat dengan
keluhan retardasi perkembangan disertai dengan gagal tumbuh atau perawakan pendek.
Pada beberapa kasus pasien datang dengan keluhan pucat. Pada bayi baru lahir sampai
usia 8 minggu keluhan tidak spesifik. Perlu ditanya riwayat gangguan tiroid dalam
keluarga, penyakit ibu saat hamil, obat anti tiorid yang sedang diminum dan terapi
sinar.1,4
Dari anamnesis dapat digali berbagai gejala yang mengarah kepada hipotiroid
kongenital seperti ikterus lama, letargi, konstipasi, nafsu makan menurun dan kulit teraba
dingin. Selain itu, didapat pertumbuhan anak kerdil, ekstremitas pendek, fontanel
anterior dan posterior terbuka lebih lebar, mata tampak berjauhan dan hidung pesek.
Mulut terbuka, lidah yang tebal dan besar menonjol keluar, gigi terlambat tumbuh. Leher
pendek dan tebal, tangan besar dan jari-jari pendek, kulit kering, miksedema dan hernia
umbilikalis.perkembangan terganggu, otot hipotonik kadang dapat ditemukan hipertrofi
otot generalisata sehingga menghasilkan tampakan tubuh berotot. Perlu pula digali
adanya riwayat keluarga dengan hipothyroidisme, terutama kedua orang tua. Penting
juga mengevaluasi riwayat kehamilan untuk mengetahui pengobatan yang mungkin
didapat ibu selama hamil, terutama yang bekerja mempengaruhi sintesis dan kerja
hormon thyroid atau kelainan lainnya.5,7
B. Gejala Klinis
Kebanyakan anak dengan hipotiroid kongenital, gejala klinis pada periode neonatal
sangatlah jarang atau ringan dan tidak spesifik, meskipun terdapat agenesis kelenjar
tiroid komplit. 3,7
Berat badan dan panjang lahir adalah normal, tetapi ukuran kepala dapat sedikit
meningkat karena miksedema otak. Ikterus fisiologis yang berkepanjangan, yang
disebabkan oleh maturasi glukoronid konjugasi yang terlambat, mungkin merupakan
gejala paling awal. Kesulitan memberi makan, terutama kelambanan, kurang minat,
somnolen, dan serangan tersedak saat dirawat, sering muncul selama umur bulan
pertama. Kesulitan bernapas, sebagian karena lidah yang besar, termasuk episode apnea,
pernapasan berbunyi, dan hidung tersumbat. Sindrom distres pernapasan yang khas juga
dapat terjadi. Bayi yang terkena sedikit menangis, banyak tidur, tidak selera makan, dan
biasanya lamban. Mungkin ada konstipasi yang biasanya tidak berespon terhadap
pengobatan. Perut besar dan biasanya ada hernia umbilikalis. Suhu badan subnormal,
sering dibawah 350C, dan kulit terutama tungkai, mungkin dingin dan burik (mottled).
Edema genital dan tungkai mungkin ada. Nadi lambat, bising jantung, kardiomegali, dan
efusi perikardium asimptomatik biasanya ada. Anemia makrositik sering ada dan
refrakter terhadap pengobatan dengan hematinik. Karena gejala-gejala muncul secara
bertahap, diagnosis sering kali terlambat. 6
Manifestasi ini terus berkembang. Retardasi perkembangan fisik dan mental menjadi
lebih besar selama bulan-bulan berikutnya, dan pada usia 3-6 bulan, gambaran klinis
berkembang sepenuhnya. Bila hanya ada defisiensi hormon tiroid parsial, gejalanya
dapat lebih ringan, dan onsetnya terlambat. Meskipun air susu ibu mengandung sejumlah
hormon tiroid, terutama T3, hormon ini tidak cukup untuk melindungi bayi yang
menyusu dengan hipotiroidisme kongenital, dan tidak mempunyai pengaruh pada uji
skrining tiroid neonatus. 6,7
Pertumbuhan anak tersendat, ekstremitas pendek, dan ukuran kepala normal atau
bahkan meningkat. Fontanella anterior dan posterior terbuka lebar. Pengamatan tanda ini
pada saat lahir dapat berperan sebagai pedoman awal untuk mengenali hipotiroidisme
kongenital. Hanya 3% bayi baru lahir normal memiliki fontanella posterior yang lebih
besar dari 0,5cm. Matanya tampak terpisah lebar, dan jembatan hidung yang lebar
terlihat cekung. Fisura palpebra sempit dan kelopak mata membengkak. Mulut terbuka,
dan lidah yang tebal serta lebar terjulur ke luar. Pertumbuhan gigi terlambat. Leher
pendek dan tebal, terdapat endapan lemak di atas klavikula dan diantara leher dan bahu.
Tangan lebar dan jari pendek. Kulit kering dan bersisik, dan sedikit keringat. Miksedema
tampak, terutama pada kulit kelopak mata, punggung tangan, dan genitalia eksterna.
Karotenemia dapat menyebabkan warna kulit menjadi kuning, tetapi skleranya tetap
putih. Kulit kepala tebal dan rambut kasar, mudah patah dan tipis. Garis rambut menurun
jauh ke bagian bawah dahi, yang biasanya tampak mengerut, terutama ketika bayi
menangis. 7
Perkembangan biasanya terlambat. Bayi hipotiroid tampak letargi dan lamban dalam
belajar duduk dan berdiri. Suaranya serak dan bayi tidak mau belajar berbicara. Tingkat
retardasi fisik dan mental meningkat sejalan dengan usianya. Maturasi seksual dapat
terlambat atau tidak terjadi sama sekali. 6
Otot biasanya hipotonik, tetapi pada keadaan yang jarang, terjadi pseudohipertrofi
otot menyeluruh (sindrom Kocher-Debre-Semelaigne sindrome). Anak yang terkena
dapat berpenampilan atletis karena pseudohipertrofi, terutama pada otot betis.
Patogenesisnya belum diketahui. Perubahan ultrastruktural dan histokimia yang tidak
spesifik tampak pada biopsi otot yang kembali normal dengan pengobatan. Sindrom ini
cenderung berkembang pada anak laki-laki, yang telah diamati pada saudara kandung
yang lahir dari perkawinan sedarah. Penderita menderita hipotiroidisme yang lebih lama
dan lebih berat. 6
Manifestasi Klinis
Kulit dingin, kering dan pucat, rambut kasar,
kering dan rapuh, kuku tebal, lambat tumbuh.
Miksedema,
carotenemia,
Puffy
face,
enamel
Bradikardi, efusi perikardial, kardiomegali,
tekanan darah rendah.
Neuromuskuler
Lamban
(mental
dan
fisik),
gangguan
glukosa
lambat,
hiperlipidemia,
sintesis
menurun.
Obstpasi (menurunnya gerakan usus), ikterus
berkepanjangan
(fungsi
konjugasi
hepar
Hematopoetik
menurun)
Anemia karena
Skelet / somatik
menurunnya
eritropoesis,
precoks,
gangguan haid.
C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan hipotiroid kongenital ditemukan nilai TSH meningkat, dan T3
serta T4 menurun. Kadar T4 serum rendah, kadar T3 serum dapat normal dan tidak
bermanfaat pada diagnosis. Jika defeknya terutama pada tiroid, kadar TSH meningkat,
sering diatas 100U/mL. Kadar prolaktin serum meningkat, berkorelasi dengan kadar
TSH serum. Kadar Tg serum biasanya rendah pada bayi dengan disgenesis tiroid atau
defek sintesis atau sekresi Tg. Kadar Tg yang tidak dapat dideteksi biasanya
menunjukkan aplasia tiroid.3
Pemeriksaan Radiologis
Retardasi perkembangan tulang dapat ditunjukkan dengan roentgenographi saat lahir
dan sekitar 60% bayi hipotiroid kongenital menunjukkan kekurangan hormon tiroid
selama kehidupan intrauterine. Contohnya, distal femoral epiphysis, yang biasanya ada
saat lahir, sering tidak ada. Pada pasien yang tidak diobati, ketidaksesuaian antara umur
kronologis dan umur osseus meningkat. Epiphyses sering memiliki beberapa fokus
penulangan (epifisis disgenesis), deformitas (retak) dari vertebra thorakalis 12 atau ruas
lumbal 1 atau 2 sering ditemukan. Foto tengkorak menunjukkan fontanela besar dan
sutura lebar, tulang antar sutura biasanya ada. Sella tursica sering besar dan bulat, dalam
kasus-kasus langka mungkin ada erosi dan menipis. Keterlambatan pada pembentukan
dan erupsi gigi dapat terjadi. Pembesaran jantung atau efusi perikardial mungkin ada. 6
Skintigraphy dapat membantu menentukan penyebab pada bayi dengan hipotiroid
bawaan, tetapi pengobatan tidak boleh ditunda karena pemeriksaan ini. Pemeriksaan
natrium iodida lebih unggul dari
99m
123
I-
2.7
Diagnosis Banding
Sindrome Down
Kelainan bawaan sejak lahir yang terjadi pada 1 diantara 700 bayi. Mongolisma
(Downs Syndrome) ditandai oleh kelainan jiwa atau cacat mental mulai dari yang sedang
sampai berat. Kelainan ini disebabkan oleh kelainan kromosom 21 , yang seharusnya dua
menjadi tiga, dan biasanya dilahirkan oleh ibu yang berumur 36 tahun ke atas. Anak dengan
sindrom ini sangat mirip satu sama yang lain. Kemampuan berpikir tergolong idiot dan tidak
melebihi anak berumur 7 tahun.
Wajah anak sangat khas. Kepala agak kecil dan brakisefalik dengan daerah oksipital
mendatar. Mukanya lebar, tulang pipi tinggi, hidung pesek, mata letaknya berjauhan serta
sipit miring ke atas dan samping (seperti mongol). Iris mata menunjukkan bercak-bercak
(Bronsfield Spots). Lipatan epikantus jelas sekali. Telinga agak aneh, bibir tebal, lidah besar,
kasar, dan bercelah-celah (scrotal tongue). Pertumbuhan gigi sangat terganggu.Kulit halus
dan longgar, tetapi warnanya normal. Di leher terdapat lipatan-lipatan berlebihan.
Kelingkingnya pendek dan membengkok ke dalam.
Dari pemeriksaan radiologis sering ditemukan falang tengah dan distal rudimenter.
Jarak antara jari I dan II, baik pada tangan maupun kaki agak besar. Gambaran telapak tangan
tampak tidak normal, yaitu terdapat satu garis melintang (simian crease). Otot hipotonik dan
pergerakan sendi-sendi berlebihan. Secara kasar dibedakan dari hipotiroidisme kongenital
dilihat dari anak hipotiroidisme kongenital sangat lamban dan malas, sedangkan anaka dari
sindrom Down biasanya sangat aktif. Tidak ada pengobatan khusus. 4
Sering disertai hipotiroid kongenital, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan faal tiroid
secara rutin. Gejala lainnya pada penyakit mongolisme ini antara lain epikantus (+),
makroglosi (+), miksedema (-), retardasi motorik dan mental, Kariotyping (trisomi 21).
2.8
Penatalaksanaan
Walaupun pengobatan hipotiroid efisien, mudah, murah dan memberikan hasil yang
sangat memuaskan, namun perlu dilakukan pemantauan dan pengawasan yang ketat
mengingat pentingnya masa depan anak, khususnya perkembangan mentalnya. 4
Tujuan pengobatan adalah4
a. Mengembalikan fungsi metabolisme yang esensial agar menjadi normal dalam waktu
singkat. Termasuk fungsi termoregulasi, respirasi, metabolisme otot dan otot jantung
yang sangat diperlukan pada masa awal kehidupan seperti proses enzimatik di otak,
perkembangan akson, dendrite, sel glia dan proses mielinisasi neuron.
b. Mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak
c. Mengembalikan tingkat maturitas biologis yang normal, khususnya otak
Medikamentosa
Terapi harus dimulai segera setelah diagnosis hipotiroid kongenital ditegakkan.
Orang tua pasin harus diberikan penjelasan mengenai kemungkinan penyebab hipoiroid,
pentingnya kepatuhan minum obat dan prognosisnya baik jika terapi diberikan secara
dini. Natrium L-tiroksin (sodium L-thyroxin) merupakan obat yang tepat untuk
pengobatan hipotiroid kongenital. Karena 80% T3 dalam sirkulasi darah berasal dari
monodeiodinasi dari T4 maka dengan dosis yang tepat kadar T4 dan T3 akan segera
kembali normal. Dalam prakteknya pemberian dosis inisial berkisar antara 25, 37,5 atau
50 g per hari. Tiroksin sebaiknya tidak diberikan bersama-sama dengan protein kedele
atau zat besi atau makanan tinggi serat karena makanan ini akan mengikat T 4 dan atau
menghambat penyerapannya. 1,4,8
Dosis tiroksin
Pada umumnya dosis bervariasi tergantung dari berat badan dan disesuaikan
dengan respons masing-masing anak dalam menormalkan kadar T4. Sebagai pedoman,
dosis yang umum digunakan adalah :
0 6 bulan 25-50 g/hari
atau
8-15 g/kg/hari
6 12 bulan
50-75 g/hari
atau
atau
7-10 g/kg/hari
5-7 g/kg/hari
5 10 tahun
100-150 g/hari
atau
3-5 g/kg/hari
>10-12 tahun
100-200 g/hari
atau
2-4 g/kg/hari
ulang dan dapat langsung diberikan pengobatan. Setelah usia 2 atau 3 tahun, pengobatan
dihentikan untuk sementara sambil dilakukan evaluasi apakah hipotiroid yang terjadi
transien atau menetap.
Terapi Dengan Dosis Penuh Atau Bertahap4
Secara umum pengobatan langsung dengan dosis penuh aman bagi neonatus. Bila
ada tanda-tanda kelainan jantung atau tanda-tanda dekompensasi jantung, maka
pengobatan dianjurkan dimulai dengan dosis rendah, yaitu 1/3 dosis, dan setelah selang
beberapa hari dinaikkan 1/3 dosis lagi sampai dosis penuh yang dianjurkan tercapai.
Monitoring 4,8
Untuk menentukan dosis pengobatan yang diberikan, harus dilakukan pemantauan
kemajuan klinis maupun kimiawi secara berkala karena terapi setiap kasus bersifat
individual.
Pemantauan pada pasien dengan hipotiroid kongenital antara lain:
1. Pertumbuhan dan perkembangan
2. Pemantauan kadar T4 bebas dan TSH
Kadar T4 harus dijaga dalam batas normal ( 10-16 g/dl) atau T 4 bebas dalam rentang 1,42,3 ng/dl dengan TSH ditekan dalam batas normal. Bone-age tiap tahun.
Jadwal pemeriksaan kadar T4 dan TSH, yaitu setiap 1-2 bulan selama 6 bulan
pertama kehidupan, tiap 3-4 bulan pada usia 6 bulan 3 tahun, selanjutnya tiap 6-12
bulan.
Selain itu kadar T4 dan TSH juga harus diperiksa 6-8 minggu setelah perubahan
dosis. Hal ini penting untuk mencegah pengobatan yang berlebihan. Efek samping dari
pengobatan berlebihan ini adalah fusi dini dari sutura, percepatan kematangan tulang, dan
masalah pada tempramen, dan perilaku.
Hal ini penting untuk mencegah pengobatan yang berlebihan. Efek samping dari
pengobatan berlebihan ini adalah fusi dini dari sutura, percepatan kematangan tulang, dan
masalah pada tempramen, dan perilaku.
Suportif 8
Selain pengobatan hormonal juga diperlukan beberapa pengobatan suportif
lainnya. Anemia berat diobati sesuai dengan protokol anemia berat. Rehabilitasi atau
2.9
Prognosis
Dengan adanya program skrining neonatus untuk mendeteksi hipotiorid kongenital,
prognosis bayi hipotiroid kongenital lebih baik dari sebelumnya. Diagnosis awal dan
pengobatan yang cukup sejak umur minggu pertama kehidupan memungkinkan
pertumbuhan linier yang normal dan intelegensinya setingkat dengan saudara kandung
yang tidak terkena. Tanpa pengobatan bayi yang terkena menjadi cebol dan defisiensi
mental. Bila pengobatan dimulai pada usia 46 minggu IQ pasien tidak berbeda dengan IQ
populasi kontrol. Program skrinng di Quebec (AS) mendapatkan bahwa IQ pasien pada
usia 1 tahun sebesar 115, usia 18 bulan sebesar 104, dan usia 36 bulan sebesar 103. Pada
pemeriksaan di usia 36 bulan didapatkan hearing speech dan practical reasoning lebih
rendah dari populasi control. Pada sebagian kecil kasus dengan IQ normal dapat dijumpai
kelainan neurologis, antara lain gangguan koordinasi motorik kasar dan halus, ataksia,
tonus otot meningggi atau menurun, gangguan pemusatan perhatian dan gangguan bicara.
Tuli sensorineural ditemukan pada 20% kasus hipotiroid kongenital.
DAFTAR PUSTAKA
1. Schteingart, David E. Gangguan Kelenjar Tiroid. Dalam Price AS, Wilson LM.
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi ke-6, Volume 2. Jakarta: EGC,
2006. hal 1225-1234.
2. Sherwood, Lauralee. Organ Endokrin Perifer. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem
(Human Physiology: From Cells to Systems). Edisi 2. Jakarta: EGC, 2001. hal 644-651.
3. La Franchi, Stephen. Hypothyroidism. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB,
editor. Nelson textbook of pediatrics 18th ed. Philadelphia: Saunders, 2007.hal. 2319-25.
4. Batubara, Jose RL, dkk. Ganggguan Kelenjar Tiroid. Dalam : Buku Ajar Endokrinologi
Anak Edisi 1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2010. hal.205-212.