Anda di halaman 1dari 7

Transesterifikasi Crude Palm Oil dan Uji Karakteristik Semprotan

Menggunakan Injektor Motor Diesel


Bambang Sudarmanta, Djoko Sungkono
Jurusan Teknik Mesin FTI - ITS
Kampus ITS Jalan Arief Rahman Hakim Keputih-Sukolilo Surabaya (60111)

Abstrak

Minyak nabati Crude palm oil merupakan bahan bakar alternatif yang dapat menggantikan
bahan bakar solar. Pemakaian minyak nabati sebagai pengganti bahan bakar solar menghadapi
kesulitan pada proses penginjeksian. Hal ini dikarenakan properties minyak nabati, terutama
viskositas, densitas dan tegangan permukaan terlalu tinggi dibandingkan bahan bakar solar.
Kesulitan tersebut dapat diatasi dengan memberikan perlakuan kimia berupa proses
transesterifikasi minyak nabati menjadi biodiesel. Hasil transesterifikasi menunjukkan adanya
penurunan viskositas yang signifikan (turun dari 39,60 menjadi 5,86 cSt) mendekati viskositas
bahan bakar solar(4,6 cSt).
Hal ini mendorong dilakukan penelitian secara eksperimental dan simulasi komputer.
Eksperimental dilakukan untuk mendapatkan biodiesel hasil transesterifikasi dan visualisasi dari
semprotan bahan bakar. Sedangkan simulasi komputer dengan computational fluid dynamics
menggunakan software FLUENT 6.0 untuk mendapatkan karakteristik semprotan yang
berpengaruh terhadap proses penguapan dan pembakaran.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa properties biodiesel hasil transesterifikasi, dalam hal ini
viskositas, densitas dan tegangan permukaan masih sedikit lebih tinggi daripada properties bahan
bakar solar. Uji kerakteristik semprotan secara eksperimental maupun simulasi komputer
menunjukkan bahwa viskositas yang lebih tinggi menghasilkan karakteristik atomisasi yang kurang
baik, yaitu berupa evaporasi yang lebih miskin. Sedangkan densitasdan tegangan permukaan yang
lebih tinggi menghasilkan bentuk, penetrasi dan droplet fase cair sedikit lebih banyak sehingga
distribusi fase gas menjadi lebih sempit.
Kata kunci : Biodiesel, crude palm oil, solar, karakteristik semprotan, properties bahan bak
Perkembangan dunia pada umumnya dan
bangsa Indonesia pada khususnya dihadapkan
pada keadaan dimana terdapat tuntutan untuk
melaksanakan penghematan pemakaian energi.
Energi hidrokarbon berupa minyak bumi masih
menjadi tumpuan dan mendominasi di berbagai
sektor kehidupan. Dengan laju konsumsi bahan
bakar seperti tahun 1987, maka kandungan
minyak bumi di dunia ini akan habis pada tahun
2028 [6]. Keterbatasan kandungan minyak bumi
dan kelangkaannya untuk masa mendatang
menjadi dorongan untuk mencari cara
menghemat pemakaian minyak bumi dan
mencari sumber energi alternatif untuk
menggantikan pemakaian minyak bumi tersebut.
Program konservasi dan diversifikasi
energi seperti alkohol, gasohol, minyak nabati
telah dilakukan secara intensif oleh beberapa
negara untuk menghadapi tantangan berupa

keterbatasan kandungan minyak bumi tersebut.


Hasil menunjukkan bahwa minyak nabati
memiliki potensi yang cukup besar, baik
sebagai bahan bakar pengganti (fuel subtitute)
maupun penambah (fuel extender) (Jones,
2001).
Menurut CRE [3] di dunia telah ada lebih
dari 85 pabrik biodiesel dengan kapasitas
produksi mulai 500 s/d 120.000 ton/tahun.
Sepuluh tahun terakhir, 28 negara telah
menguji coba dan 21 diantaranya kemudian
melakukan produksi. Bahan mentah biodiesel
yang dikembangkan oleh suatu negara
tergantung dari sumber yang tersedia, yaitu
minyak rapeseed di Eropa, minyak soybean di
USA, minyak kelapa di Filipina, minyak sawit
di Malaysia, serta minyak goreng bekas di
Hawaii. Biodiesel telah merebut 5% pangsa
pasar ADO (Automotive Diesel Oil) di Eropa.
62

Sudarmanta, Transesterifikasi Crude Palm Oil dan Uji Karakteristik Semprotan 63

Target Uni-Eropa adalah 12 % pada tahun


2010.
Indonesia akan mulai menjadi netimporter minyak bumi tahun 2007 atau paling
lambat 2015. Sekarang Indonesia sudah
mengimpor ADO sebesar 6 milyar liter per
tahun. Nampaknya Indonesia perlu memikirkan
dan merealisasi program substitusi minyak
tersebut dari sumber-sumber domestik,
khususnya yang dapat terbarukan dan dimiliki
oleh alam Indonesia.
Indonesia produsen dan eksportir utama
crude palm oil (sekarang no. 2. dunia ) dan
terus meningkat dari tahun ke tahun. Biodiesel
dari crude palm oil adalah salah satu bahan
bakar alternatif menggantikan bahan bakar
minyak bumi, khususnya bahan bakar solar,
selengkapnya properties kedua bahan bakar
dapat dilihat di Tabel 1.
Menurut Bhattacharyya [2] test motor
diesel dengan bahan bakar minyak nabati
dalam jangka waktu pendek secara umum dapat
dilakukan dengan baik, sedangkan test untuk
jangka
waktu
panjang
menunjukkan
keterbatasan bahan bakar terhadap kontaminasi
pelumas, deposit pada permukaan komponen
mesin dan masalah injeksi, dimana hal ini akan
mempengaruhi daya tahan dan unjuk kerja
mesin dalam jangka panjang. Salah satu cara
untuk mengatasi masalah tersebut adalah
dengan transesterifikasi minyak nabati.
Karakteristik semprotan bahan bakar
dipengaruhi oleh properties fisik bahan bakar
berupa densitas, viskositas dan tegangan
permukaan. Untuk semprotan pada ruang
terbuka (ambient atmosferic pressure), semakin
tinggi properties fisik bahan bakar akan
menghasilkan
penetrasi semprotan yang
semakin panjang [9,24]. Sedangkan kenaikan
tekanan dan suhu ambient menyebabkan phase
cairan semprotan menjadi lebih pendek dan
tipis. Hal ini disebabkan oleh kenaikan
momentum dan perpindahan panas droplet ke
udara ambient [10,23].
Pengujian unjuk kerja dan emisi gas buang
motor diesel memakai bahan bakar biodiesel
telah banyak dilakukan. Secara umum konsumsi
bahan bakar spesifik, sfc untuk bahan bakar
biodiesel lebih tinggi dibandingkan dengan solar
dan emisi HC untuk bahan bakar biodiesel lebih
rendah dibandingkan solar [1,6,13,14,18].
Scholl et al [19] meneliti proses pembakaran

Soybean Methyl Ester (SME) pada motor diesel


sistem injeksi langsung dengan variasi diameter
nozzle. Tekanan dan kenaikan laju tekanan
didalam silinder untuk bahan bakar SME lebih
sensitif terhadap variasi diameter nozzle
dibandingkan bahan bakar solar. Ignition delay
period untuk bahan bakar SME kurang sensitif
terhadap variasi diameter nozzle dibandingkan
bahan bakar solar. Bahan bakar solar
mempunyai kelambatan penyalaan sedikit lebih
panjang dan mempunyai laju pembakaran
maksimum sedikit lebih tinggi selama
pembakaran tingkat premixed.
Permasalahan
dirumuskan
untuk
mendapatkan proses transesterifikasi crude
palm oil dengan konversi yang optimum dan
kualitas mendekati minyak diesel serta ingin
diketahui karakteristik semprotan dari bahan
bakar biodiesel baru ini. Karakteristik
semprotan bahan bakar (spray tip penetration,
spray cone angle and atomization) mempunyai
pengaruh yang besar terhadap proses
pencampuran bahan bakar-udara di ruang
bakar [7]. Karakteristik semprotan bahan bakar
solar sebagai acuan menghasilkan penguapan
dan pembakaran yang paling baik sehingga
karakteristis semprotan biodiesel diinginkan
menyerupai bahan bakar solar.
Metode Penelitian
Penelitian
dilaksanakan
secara
eksperimental
dan
simulasi
komputer.
Eksperimental dilaksanakan di laboratorium
Bahan Bakar dan Teknik Pembakaran, Jurusan
Teknik Mesin FTI - ITS. Rangkaian penelitian
dimulai dari pembuatan biodiesel melalui
proses transesterifikasi, pengukuran properties
biodiesel hasil transesterifikasi serta uji
karakteristik semprotan untuk bahan bakar
solar dan biodiesel. Sedangkan simulasi
kpmputer menggunakan software aplikasi
FLUENT 6.0. dimulai dengan pemodelan
daerah semprotan pada program Computational
Fluid Dynamics dan tambahan data-data yang
didapat melalui eksperimental.
Proses transesterifikasi minyak nabati
Peralatan reaktor yang digunakan dalam
proses transesterifikasi adalah mengacu pada
Allen [27] dengan sedikit penyederhanaan,
yaitu rancangan reaktor pada tekanan atmosfir.

64 Jurnal Teknik Mesin, Volume 5, Nomor 2, Mei 2005

Reaktor ini terdiri dari dua buah bejana, yang


satu diletakkan didalam yang lain. Skema unit
transesterifikasi disajikan dalam gambar
berikut :

Uji Properties Biodiesel


Properties biodiesel hasil proses transesterifikasi diuji karakteristik sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Suhu Penyalaan
Viskositas
Nilai Kalor
Densitas
Bilangan Setana
Tegangan permukaan

Uji Karakteristik Semprotan


Uji karakteristik semprotan dilakukan
dengan menggunakan rangkaian peralatan
sebagai berikut :
Gambar 1. Skema unit transesterifikasi
Parameter transesterifikasi mengacu hasil
proses transesterifikasi secara bed yang
dilakukan oleh Prakoso [17] dan Farida [4]
yaitu dengan parameter sebagai berikut;
1. Jenis alkohol : Methanol dengan rasio berat
30 % terhadap berat minyak
2. Katalis basa : NaOH dengan rasio berat 0,5
% terhadap berat minyak
3. Suhu reaksi : 60 0C
4. Waktu reaksi : 60 menit

Keterangan:
1. Layar hitam
2. Nozzle injektor
3. Saluran pipa
injeksi
4. Manual injektor
5. Pressure gage
6. Katup shut off
7. Filter
8. Tangki bahan
bakar
9. Tuas
10. Lampu
11. Kamera digital
12. Semprotan

Gambar 2. Peralatan uji visualisasi semprotan


Pelaksanaan transesterifikasi secara bed
sebagai berikut :
1. 1000 ml minyak nabati dipanaskan hingga
suhu mencapai 60 0C
2. Ditambahkan campuran methanol sebesar
300 ml dan NaOH sebesar 5 ml kedalam
minyak nabati yang sedang dipanaskan.
3. Proses
pemanasan
yang
disertai
pengadukan tersebut dilakukan selama 1
jam
4. Hasil reaksi didiamkan selama beberapa
saat sampai membentuk dua lapisan,
lapisan atas methyl ester asam lemak
sebagai produk utama dan lapisan bawah
berupa gliserol yang merupakan produk
samping.
5. Kedua lapisan dipisahkan, selanjutnya sisasisa methanol dalam methyl ester asam
lemak dipisahkan secara distilasi atau
pemanasan hingga suhu 70 0C.
6. Dilakukan uji properties terhadap methyl
ester asam lemak yang dihasilkan.

Simulasi Komputer
Pelaksanaan simulasi komputer dengan
menggunakan software aplikasi FLUENT 6.0.
dimulai dengan pemodelan daerah semprotan
pada program Computational Fluid Dynamics
dengan tambahan data-data yang didapat
melalui eksperimental. Algoritma simulasi
sebagai berikut :
GRID. Grid diimport dari software GAMBIT
dengan proses pembuatan model, pembuatan
mesh elemen hingga dan penentuan daerah
analisa.
MODEL. Pemodelan bentuk aliran denagn
menentukan solver (segregated solver),
linearisasi(impicit), jenis analisa (3D dan
unsteady), viscous model (k-epsilon model),
pemodelan fase diskrit, setting kondisi awal
partikel (tekanan injeksi 150 bar dan suhu
300C),
1. MATERIAL. Material yang digunakan
adalah solar dan biodiesel dengan
properties seperti pada Tabel 1.

Sudarmanta, Transesterifikasi Crude Palm Oil dan Uji Karakteristik Semprotan 65

2. OPERATING CONDITIONS. Kondisi


daerah operasi berupa tekanan ambient
semprotan.
3. BOUNDARY CONDITIONS. Kondisi batas
pada inlet (titik injeksi) adalah velocity
inlet dan pada outlet adalah outflow.
4. SOLUTION.
7. POSTPROCESSING.
Hasil Penelitian
Properties bahan bakar
Biodiesel hasil proses transesterifikasi
diukur propertiesnya, kemudian dilanjutkan
dengan diuji karakteristiknya. Properties bahan
bakar ditabelkan dalam Tabel 1 :
Tabel.1. Perbandingan properties bahan bakar
Propeties

Satuan

Densitas
kg/m3
Viskositas kin. cSt
Teg. Permukaan dyne/cm
0
Flash point
F
Bilangan
Setana
Nilai Kalor
Kal/kg

Bahan Bakar
Biodiese
Solar
l
856,6
886,4
4,60
5,86
66
68
158
163
46

46

9600

7200

visualisasi semprotan bahan bakar pada tekanan


injeksi 150 bar.
Hasil visualisasi semprotan bahan bakar
pada Gambar 3. menunjukkan bahwa untuk
bahan bakar solar, penetrasi relatif lebih pendek
dan sudut semprotan lebih besar dibandingkan
biodiesel. Viskositas yang lebih rendah
menyebabkan momentum aliran lebih kecil
sehingga penetrasi semprotan menjadi lebih
pendek. Sedangkan tegangan permukaan yang
lebih kecil berperan dalam mempercepat
butiran-butiran droplet bahan bakar untuk
pecah menjadi butiran-butiran lebih kecil
(secondary break-up) yang selanjutnya akan
menyebar ke segala arah. Penyebaran ini
menyebabkan permukaan kontak butiran
droplet bahan bakar dengan udara lebih besar,
sehingga penguapan yang terjadi akan lebih
cepat. Sedangkan perubahan tekanan ambient
dari 1 bar menjadi 10 bar, sedikit memberikan
pengaruh pada semprotan, yaitu berupa
pengurangan
penetrasi
semprotan
dan
penambahan sudut semprotan.
Hasil pemodelan simulasi numerik berupa
gambar semprotan yang menggambarkan
kedalaman penetrasi, sudut penyebaran
semprotan serta variasi ukuran droplet. Proses
pembentukan droplet dari bahan bakar berawal
dari adanya aliran bahan bakar dalam nozzle
exit tip yang kemudian keluar dari nozzle
berupa jet bahan bakar.

Bahan bakar Biodiesel


Bahan bakar Solar
1 bar
10 bar
1 bar
10 bar
Gambar 3. Visualisasi semprotan bahan bakar
Karakteristik Semprotan
Uji karakteristik semprotan dilakukan
secara visual maupun simulasi numerik. Hasil
dari visualisasi semprotan ditunjukkan pada
Gambar 4 dan 5. Gambar 4. menyatakan

Kecepatan jet bahan bakar menimbulkan


gaya aerodinamis terhadap udara, sehingga
menyebabkan jet tersebut terdeformasi dan
terpecah menjadi ligament. Ligament tersebut
pecah menjadi butiran droplet, dan selanjutnya

66 Jurnal Teknik Mesin, Volume 5, Nomor 2, Mei 2005

terdeformasi sebelum kemudian pecah lagi


menjadi butiran-butiran dengan berbagai
macam ukuran (secondary break up) dan
menyebar. Secondary break up terjadi karena
diameter butiran yang dihasilkan pada first
break up kecil dan mempunyai kecepatan yang
tinggi sehingga butiran masih dapat pecah lagi.
Dalam proses semprotan bahan bakar, ada
kemungkinan
butiran
hasil
pemecahan
bertumbukan (collision) satu dengan yang
lainnya membentuk droplet yang lebih besar.
Hasil simulasi dengan bahan bakar solar dan
biodiesel pada tekanan 1 bar dapat dilihat
karakteristik semprotannya pada Gambar 4.

0,01 s

0,1 s
Solar

1s

berbagai macam ukuran diameter, dimana di


daerah tengah semprotan mempunyai diameter
lebih besar. Hal itu disebabkan karena adanya
tumbukan dari butiran hasil secondary break up
yang berada pada sisi terluar dari daerah
semprotan dengan butiran yang berada di sisi
dalam daerah semprotan.
Pada t = 0,1 s terlihat daerah semprotan
mulai membentuk sudut tetapi belum terisi
penuh. Hal itu disebabkan droplets yang
terbentuk belum cukup banyak dan gerakan
dari butiran tersebut masih cepat sehingga
terlihat acak.

0,01 s

0,1 s
Biodiesel

1s

Gambar 4. Simulasi Semprotan pada Pamb =1 bar


b. Biodiesel

Diameter, mm

Diameter, mm

a. Solar

Lintasan, mm

Lintasan, mm

Gambar 5. Distribusi diameter droplet terhadap panjang lintasan


Pembesaran Gambar 4. pada t = 0,01s,
menunjukkan sudah mulai terjadi secondary
break up. Pada awalnya semprotan berbentuk
garis lurus dan kemudian terjadi secondary
break up yang tidak beraturan, tetapi belum
membentuk sudut semprotan karena butiran
yang terjadi masih sedikit. Terjadinya
secondary
break
up
diikuti
dengan
terbentuknya partikel yang mempunyai

Semprotan yang sudah lengkap terlihat


pada t = 1s, dimana pada gambar tersebut sudah
terbentuk sudut semprotan dan da daerah
semprotan terisi penuh, yang disebabkan
karena sudah mulai stabilnya gerakan dari
droplet. Dari gambar tersebut terlihat bahwa
pola semprotan solar hampir sama dengan pola
semprotan bahan bakar pada motor diesel. Saat
semprotan solar sudah mencapai 1 s, yang

Sudarmanta, Transesterifikasi Crude Palm Oil dan Uji Karakteristik Semprotan 67

merupakan
waktu
dalam
satu
kali
penyemprotan, terlihat semprotan mencapai
penetrasi maksimum, yaitu jarak maksimum
yang dapat ditempuh droplet ketika keluar dari
injector. Pada penetrasi maksimum, droplet
telah kehilangan energi kinetik sehingga
gerakannya dikendalikan oleh gravitasi dan
gerakan udara di sekitarnya, selanjutnya
droplet mengalami proses penguapan.
Gambar 5 menunjukkan bahwa semakin
jauh lintasan yang ditempuh droplet maka
semakin kecil ukurannya. Bahan bakar cair
keluar dari atomizer berupa ligamen-ligamen
dengan kecepatan dan tekanan berfluktuasi
serta berinteraksi dengan gas disekelilingnya
sehingga menyebabkan ketidakstabil-an. Jika
ligamen sudah tidak mampu lagi menahan
ketidakstabilan ini maka ligamen selanjutnya
akan pecah menjadi droplet. Jika droplet ini
masih memiliki kecepatan tinggi, maka akan
terpecah lagi menjadi droplet yang lebih kecil
lagi dan akhirnya hilang karena adanya
perubahan fase menjadi uap. Sedangkan dari
kedua jenis bahan bakar tersebut terlihat bahwa
biodiesel memiliki diameter relatif besar
dibandingkan solar. Hal ini mengindikasikan
bahwa semakin tinggi viskositas dan tegangan
permukaan bahan bakar maka droplet akan
lebih stabil sehingga memerlukan gaya yang
lebih besar untuk memecahkannya.
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari
tulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Proses
transesterifikasi
menghasilkan
biodiesel
dengan properties
berupa
viskositas,
densitas
dan
tegangan
permukaan sedikit lebih tinggi daripada
bahan bakar solar. Sedangkan bilangan
Setana setara untuk kedua jenis bahan bakar
dan nilai kalor bahan bakar biodiesel lebih
rendah dibandingkan dengan bahan bakar
solar.
2. Properties bahan bakar mempengaruhi
karakteristik semprotan sebagai berikut :
a. Viskositas yang lebih tinggi menghasilkan penetrasi semprotan lebih panjang.
b. Tegangan permukaaan dan densitas
lebih tinggi menghasilkan atomisasi
lebih rendah, yaitu berupa penguapan
lebih miskin (sudut penyebaran lebih
kecil).

3. Pengaruh tekanan ambient terhadap


karakteristik
semprotan
menunjukkan
bahwa penambahan tekanan ambient dari
semprotan
cenderung
menghasilkan
penetrasi cairan menjadi lebih pendek dan
lebih tipis. Hal ini disebabkan terjadinya
pengurangan momentum cairan bahan
bakar serta bertambahnya perpindahan
panas ke udara.
Referensi
[1] Altin, R., Cetinkaya, S., Yucesu, H.S.,
2001, The potential of using vegetable
oil fuel as fuel for diesel engines, Energy
Conversion and Management, Vol. 42,
pp. 529-538
[2] Bhattacharyya, B. and Reddy, C.S., 1994,
Vegetable oils as fuels for internal
combustion engine: a review, Agric.
Eng. Res. Journal, pp. 157 166,
[3] Center for Research Engineering (CRE),
ITB Profile, 2001.
[4] Farida, N.A., dkk, 2004, Pembuatan
biodiesel dari minyak jarak (Ricinus
Communis)
dengan
proses
transesterifikasi, Tugas Akhir, Jurusan
Teknik Kimia, ITS.
[5] Hohmann, S., Renz, U., 2003, Numerical
simulation of fuel sprays at high ambient
pressure: the influence of real gas effects
and
gas
solubility
on
droplet
vaporization, International journal of
heat and mass transfer, Vol. 46, pp. 3017
3028
[6] Kalam, M.A., Masjuki, H.H., 2002,
Biodiesel from palmoil-an analysis of its
properties and potential, Journal
Biomass and Bioenergy, Vol. 23, pp.
471 479,
[7] Kamimoto, T., 1991, Kobayashi H.,
Combustion
processes
in
diesel
engines, Prog. Energy Combust. Sci.,
Vol. 17, pp 163-189
[8] Lee
C.S., Park S.W., 2002, An
experimental and numerical study on fuel
atomization characteristics of highpressure diesel injection sprays, Journal
Fuel, Vol. 81, pp. 24172423

68 Jurnal Teknik Mesin, Volume 5, Nomor 2, Mei 2005

[9] Lee , S.W., Tanaka., D., Kusaka, J.,


Daisho, Y., 2002, Effect of diesel fuel
characteristics on spray and combustion
in a diesel engine , JSAE Review 23, pp.
407 414.
[10] Lee , S.W., Kusaka, J., Daisho, Y, 2001,
Spray characteristics of alternative fuels
in constant volume chamber (comparison
of the spray characteristics of LPG, DME
and n-dodecane), JSAE Review 22, pp.
271-276.
[11] Lefebvre, H., Artur, 1991, Fuel
Atomization, Droplet Evaporation and
Spray
Combustion,
Fosil
Fuel
Combustion, John Willley & Sons, Inc.,
pp. 529-642
[12] Ma, F., Hanna, A. M., 1999, Biodiesel
production a review, Bio-resource
Technology Journal, pp. 1-15
[13] Machacon, H.T.C., Shiga, S., Karasawa,
T., Nakamura, H., 2001, Performance
and emission characteristics of diesel
engine fueled with coconut oil-diesel fuel
blend, Biomass and bioenergy, Vol. 20,
pp. 63-69
[14] Nwafor, O.M.I., 2004,
Emission
characteris-tics of diesel engine operating
on rapeseed methyl ester, Renewable
energy, Vol. 29, pp. 119-129,
[15] Nwafor, O.M.I., Rice, G., Ogbonna, A.I.,
2000, Effect of advanced injection
timing on the performance of rapeseed oil
in diesel engines, Renewable energy,
Vol. 21, pp. 433-444
[16] OCallaghan, Paul W., 1993, Energy
Management,
McGraw-Hill
Book
Company Europe,
[17] Prakoso, T., d.k.k., 2003, Esterifikasi
asam lemak bebas dalam CPO untuk
produksi metil ester, Proseding Seminar
Nasional Teknik Kimia Indonesia
[18] Reksowardojo,
I.K.,
Nurudin,
Brodjonegoro, T.P., Soerawidjaja, T.H.,
Dewi,
R.G.,
Syaharuddin,
I.,
Arismunandar, W. 2004, Pengaruh
bahan bakar biodiesel minyak goreng dari
kelapa sawit (refined bleached deodorized
palm oil) pada sebuah motor diesel
penyemprotan
langsung
(direct
injection), Proseding Seminar Nasional
Tahunan Teknik Mesin III, Universitas
Hassanuddin, Makassar,

[19] Scholl, K.W., Sorenson, S.C., 1996,


Combustion of Soybean Oil Methyl
Ester in a direct Injection Diesel Engine,
SAE Paper.
[20] Srivastava, A., Prasad, R., 2000,
Triglycerides-based
diesel
fuels,
Renewable and sustainable Energy
Reviews Journal, pp. 111-133,.
[21] Stone, R. 1987, Introduction to Internal
Combustion Engines, 2nd Edition, Mc.
Graw Hill,.
[22] Sudarmanta, B., Sungkono, D., 2005,
Karakteristik semprotan biodiesel pada
ruang bertekanan, Proseding Seminar
Nasional Riset dan Teknologi, UGMJogja,
[23] Sudarmanta, B., 2005,
Pemodelan
numerik Penetrasi semprotan bahan
bakar, Jurnal Teknik Mesin FTI-ITS,
Vol. 1, Januari,.
[24] Sudarmanta, B., Sungkono, D., 2004,
Pemodelan
numerik
karakteristik
semprotan biodiesel minyak jarak dengan
type injektor pressurized swirl atomizer,
Proseding Seminar Nasional Tahunan
Teknik
Mesin
III,
Universitas
Hassanuddin, Makassar.
[25] Sudarmanta, B., Sungkono, D., 2004,
Pemodelan
numerik
karakteristik
semprotan biodiesel minyak kelapa sawit
dengan type injektor pressurized swirl
atomizer, Proseding Seminar Nasional
Pasca Sarjana IV, ITS-Surabaya
[26] Turns, S. R., 2000, An Introduction To
Combustion; Concepts and Application,
2nd Edition, Mc. Graw Hill.
[27] Allen, C.A.W., Watt K. C., 1996, A Batch
Type for Methil and Ethil Biodiesel
Fuels, SAE Journal, pp: 396-404

Anda mungkin juga menyukai