Anda di halaman 1dari 46

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit s k a b i e s

(Kudis) adalah

sebuah

penyakit kulit yang

disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabei var hominis.
Penyakit skabies ini sering disebut kutu badan. Penyakit ini juga mudah menular
dari manusia ke manusia, dari hewan ke manusia dan sebaliknya. Penyakit ini
dikenal juga dengan nama lain yang berbeda seperti the itch atau gudik. Oleh
karena itu, peran kulit sebagai pelindung sangat penting dijaga dari berbagai
penyakit yang disebabkan oleh jamur, virus, bakteri dan parasit.(1)
Diperkirakan lebih dari 300 juta orang di dunia terkena skabies. Insidens
skabies di negara berkembang menunjukkan siklus fluktuasi yang sampai saat ini
belum dapat dijelaskan. Di beberapa negara berkembang prevalensinya dilaporkan
6%-27% populasi umum dan insidens tertinggi pada anak usia sekolah dan
remaja. Prevalensi cenderung lebih tinggi di daerah perkotaan terutama di daerah
yang padat penduduk. Pada musim dingin prevalensi juga cenderung meningkat
dibandingkan musim panas.(2,3)
Di Indonesia prevalensi skabies masih cukup tinggi. Menurut Departemen
Kesehatan RI 2013 prevalensi skabies di Indonesia sebesar 4,6%-12,9% dan
skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit. Berdasarkan data
penyakit kulit dan jaringan subkutan di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT)
berada pada posisi kelima dengan jumlah 287.263 kasus atau 7,63%. Sedangkan
data kabupaten di NTT penyakit kulit terbanyak adalah pioderma (17,9%), diikuti
dengan skabies (15,4%), dermatitis kronis (12,8%), dermatitis atopi (7,7%) dan
malaria (7,7%). Menurut jumlah angka kejadian penyakit Skabies di Poli Anak
Puskesmas Sikumana sebanyak 4 kasus pada tahun 2015 yang meningkat menjadi
15 kasus pada Januari-November 2016.

Salah satu faktor pendukung yang

mengakibatkan tingginya prevalensi skabies antara lain kelembaban yang tinggi,


rendahnya sanitasi, kepadatan, malnutrisi, personal hygiene yang buruk,
pengetahuan, sikap dan perilaku yang kurang mendukung pola hidup sehat.(2,3)

Penyakit skabies biasanya banyak ditemukan pada tempat dengan sanitasi


buruk dan biasanya menyerang manusia yang hidup secara berkelompok seperti
asrama, barak-barak tentara, rumah tahanan, pesantren dan panti asuhan.(1,4)
Skabies mudah menyebar baik secara langsung seperti bersentuhan dengan
penderita, maupun secara tidak langsung melalui baju, sprai, handuk, bantal, air,
sisir penderita yang belum dibersihkan dan masih terdapat tungau sarcoptesnya.
Penyakit ini sangat mudah menular dan sangat gatal terutama malam hari.
Predileksi dari skabies ialah biasanya pada axilla, aerola mammae, sekitar
umbilicus, genital, bokong, pergelangan tangan, sela-sela jari tangan, siku flexor,
telapak tangan dan kaki.(1,4)
Pelayanan kesehatan primer memegang peranan penting pada penyakit
skabies dalam hal penegakan diagnosis pertama kali, terapi yang tepat dan edukasi
komunitas dalam pencegahan penyakit dan menularnya penyakit ke komunitas,
karena penyakit ini mudah sekali menular terutama pada pemukiman yang padat.
(3,4,5)

Penyakit kulit skabies menular dengan cepat pada suatu komunitas yang
tinggal bersama sehingga dalam pengobatannya harus dilakukan secara serentak
secara menyeluruh pada semua orang dan lingkungan pada komunitas yang
terserang skabies. Pengobatan secara individual hanya akan membuat penyakit
skabies mudah tertular kembali.(3,4,5)
Usaha penyehatan lingkungan seperti sanitasi merupakan faktor utama yang
harus diperhatikan dalam suatu pencegahan penyakit skabies. Pencegahan dan
pengobatan yang tepat pada penyakit skabies akan menurunkan angka
kekambuhan yang timbul dari penyakit. Hal ini dapat dihindari jika pasien patuh
terhadap pengobatan dan melakukan pola hidup yang bersih dan sehat. Oleh
karena itu, dibutuhkan partisipasi dan dukungan keluarga yang optimal dalam
memotivasi, mengingkatkan serta memperhatikan pasien dalam penatalaksanaan
penyakitnya.(3,4,5)
Dari pengamatan yang dilakukan, pasien skabies ini merupakan kasus baru.
Penularan pada pasien ini belum jelas diketahui karena pasien merasa tidak
pernah kontak sebelumnya dengan pasien skabies. Namun, pasien pada kasus ini
tinggal di lingkungan yang cukup padat dan disisi lain salah satu anggota

keluarga sementara memelihara hewan peliharaan yaitu monyet, dimana


merupakan reservoir penyakit scabies tersebut. Keterbatasan pengetahuan
membuat keluarga pasien tidak mengenali gejala skabies sebelumnya sehingga
pasien dan keluarganya tidak sadar sudah tertular.
Penyakit skabies memberikan dampak luas bagi penderita dan keluarganya,
yang meliputi seseorang yang menderita penyakit skabies ini pasti akan sangat
terganggu dalam melakukan segala kegiatan dan aktivitas sehari-hari karena rasa
yang sangat gatal ini akan memaksa penderita skabies untuk menggaruk kulit
tersebut dan dalam pengobatannya butuh waktu yang cukup lama. Pasien dan
keluarganya yang menderita skabies butuh penjelasan tahap demi tahap dalam
menggunakan terapi spesifik dimana pada anggota keluarga yang tidak
mempunyai keluhan dan tidak mengalami kontak langsung dengan penderita
juga membutuhkan pengobatan. Kemudian pasien dan keluarganya perlu
mengetahui bagaimana menjaga kebersihan lingkungannya dan juga termasuk
mengelola pakaian, selimut, handuk, lantai, matras, pakaian. Oleh karena itu
mengingat akan hal ini maka perlu perhatian khusus terhadap penderita skabies
oleh para tenaga kesehatan.(5,6)
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana profil keluarga dari penderita skabies?
2. Bagaimana status kesehatan setiap anggota keluarga?
3. Bagaimana keadaan lingkungan keluarga tersebut?
4. Bagaimana peran keluarga dalam mencegah dan menanggulangi
masalah kesehatan yang terjadi pada keluarga tersebut?
5. Bagaimana upaya pencegahan penyakit tersebut?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui profil keluarga dari penderita skabies.
2. Mengetahui status kesehatan setiap anggota keluarga.
3. Mengetahui keadaan lingkungan keluarga tersebut.
4. Mengetahui peran keluarga dalam mencegah dan menanggulangi
masalah kesehatan yang terjadi pada keluarga tersebut.
5. Mengetahui upaya pencegahan penyakit tersebut oleh pihak yang terkait.
1.4 Manfaat

1. Keluarga dapat mengetahui tentang masalah kesehatan pasien serta


dapat melakukan upaya dan memberikan dukungan yang dibutuhkan
dalam proses penyembuhan.
2. Keluarga dapat memahami masalah kesehatan yang sedang dihadapi
dan dapat melakukan upaya untuk mencegah penularan pada anggota
keluarga lain.
3. Keluarga dapat mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
kesehatan keluarga dan sadar untuk berperilaku sehat.
4. Dokter muda memiliki kemampuan mengelola kesehatan berbasis
keluarga serta memaksimalkan peran keluarga untuk mencapai derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Penyakit s k a b i e s

adalah sebuah penyakit kulit yang disebabkan oleh

infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabei var hominis dan produknya.
Penyakit skabies ini sering disebut kutu badan. Penyakit ini juga mudah menular
dari manusia ke manusia, dari hewan ke manusia dan sebaliknya. Penyakit ini
dikenal juga dengan nama lain yang berbeda seperti the itch atau gudik.(1)
2.2 Etiologi
Sarcoptes scabei termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo
Ackarima, super family Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabei var
hominis. Selain itu, terdapat S. scabei yang lain, misalnya pada kambing dan babi.
(1)

Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya


cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini translusen, berwarna putih kotor
dan tidak bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330-450 mikron x 250350 mikron sedangkan yang jantan lebih kecil yakni 200-240 mikron x 150-200
mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan
sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan
rambut sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut
dan keempat berakhir dengan alat perekat.(1)
Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan) yang
terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup
beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang
telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 23 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai
mencapai jumlah 40 atau 50. Bentuk betina yang dibuahi ini dapat hidup sebulan
lamanya. Telur akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari dan menjadi larva
yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan tetapi
dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2
bentuk, jantan dan betina dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai
dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari.(1)

Gambar 2.1 Morfologi Sarcoptes scabei (9)

Gambar 2.2 Siklus Hidup Sarcoptes scabei (9)

2.3 Epidemiologi
Diperkirakan lebih dari 300 juta orang di dunia terkena skabies. Insidens
skabies di negara berkembang menunjukkan siklus fluktuasi yang sampai saat ini
belum dapat dijelaskan. Di beberapa negara berkembang prevalensinya dilaporkan
6%-27% populasi umum dan insidens tertinggi pada anak usia sekolah dan
remaja. Prevalensi cenderung lebih tinggi di daerah perkotaan terutama di daerah
yang padat penduduk. Pada musim dingin prevalensi juga cenderung meningkat
dibandingkan musim panas.(2,3)
Di Indonesia prevalensi skabies masih cukup tinggi. Menurut Departemen
Kesehatan RI 2013 prevalensi skabies di Indonesia sebesar 4,6%-12,9% dan
skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit. Berdasarkan data
penyakit kulit dan jaringan subkutan di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT)
berada pada posisi kelima dengan jumlah 287.263 kasus atau 7,63%. Sedangkan
data kabupaten di NTT penyakit kulit terbanyak adalah pioderma (17,9%), diikuti
dengan skabies (15,4%), dermatitis kronis (12,8%), dermatitis atopi (7,7%) dan
malaria (7,7%). Menurut jumlah angka kejadian penyakit Skabies di Poli Anak

Puskesmas Sikumana sebanyak 4 kasus pada tahun 2015 yang meningkat menjadi
15 kasus pada Januari-November 2016.

Salah satu faktor pendukung yang

mengakibatkan tingginya prevalensi skabies antara lain kelembaban yang tinggi,


rendahnya sanitasi, kepadatan, malnutrisi, personal hygiene yang buruk,
pengetahuan, sikap dan perilaku yang kurang mendukung pola hidup sehat.(2,3)
2.4 Patogenesis
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies tetapi juga
oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh
sensitisasi terhadap sekreta dan eksreta tungau yang memerlukan waktu kira-kira
sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis
dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat
timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder.(1)
2.5 Cara Penularan
Penularan skabies dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung,
adapun cara penularannya adalah: (1,7,8)
1. Kontak langsung (kulit dengan kulit)
Penularan skabies terutama melalui kontak langsung seperti berjabat
tangan, tidur bersama dan hubungan seksual. Pada orang dewasa
hubungan seksual merupakan hal tersering, sedangkan pada anak-anak
penularan didapat dari orang tua atau temannya.
2. Kontak tidak langsung (melalui benda)
Penularan

melalui

kontak

tidak

langsung,

misalnya

melalui

perlengkapan tidur, pakaian atau handuk dahulu dikatakan mempunyai


peran kecil pada penularan. Namun demikian, penelitian terakhir
menunjukkan bahwa hal tersebut memegang peranan penting dalam
penularan skabies dan dinyatakan bahwa sumber penularan utama
adalah selimut.
2.6 Klasifikasi

Terdapat beberapa bentuk skabies atipik yang jarang ditemukan dan sulit
dikenal, sehingga dapat menimbulkan kesalahan diagnosis. Beberapa bentuk
tersebut antara lain: (1,7,8)
1. Skabies pada orang bersih
Skabies yang terdapat pada orang yang tingkat kebersihannya baik sering
salah didiagnosis. Biasanya sangat sukar ditemukan terowongan. Kutu
biasanya hilang akibat mandi secara teratur.
2. Skabies pada bayi dan anak
Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh
kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi
sekunder berupa impetigo, ektima sehingga terowongan jarang
ditemukan. Pada bayi, lesi terdapat di muka.
3. Skabies yang ditularkan oleh hewan
Sarcoptes scabiei varian canis dapat menyerang manusia yang
pekerjaannya berhubungan erat dengan hewan tersebut, misalnya
peternak dan gembala. Gejalanya ringan, rasa gatal kurang, tidak timbul
terowongan, lesi terutama terdapat pada tempat -tempat kontak. Lesi
akan sembuh sendiri bila menjauhi hewan tersebut dan mandi bersihbersih.
4. Skabies noduler
Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal. Nodus
biasanya terdapat di daerah tertutup, terutama pada genitalia laki-laki,
inguinal dan aksila. Nodus ini timbul sebagai reaksi hipersensetivitas
terhadap tungau skabies. Pada nodus yang berumur lebih dari satu bulan
tungau jarang ditemukan. Nodus mungkin dapat menetap selama
beberapa bulan sampai satu tahun meskipun telah diberi pengobatan anti
skabies dan korticosteroid.
5. Skabies incognito
Obat steroid topical atau sistemik dapat menyamarkan gejala dan tanda
skabies, sementara infestasi tetap ada. Sebaliknya, pengobatan dengan
steroid topical yang lama dapat pula menyebabkan lesi bertambah hebat.
Hal ini mungkin dis ebabkan oleh karena penurunan respons imun
seluler.
6. Skabies terbaring di tempat tidur (bed ridden)

Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal di
tempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas.
7. Skabies krustosa (Norwegian scabies)
Skabies Norwegia atau skabies krustosa ditandai oleh lesi yang luas
dengan krusta, skuama generalisata, dan hyperkeratosis yang tebal.
Tempat predileksi biasanya kulit kepala yang berambut, siku, lutut,
telapak tangan, dan kaki ya ng dapat disertai distrofi kuku. Berbeda
dengan skabies biasa, rasa gatal pada penderita skabies Norwegia tidak
menonjol tetapi bentuk ini sangat menular karena jumlah tungau yang
menginfestasi sangat banyak (ribuan). Skabies Norwegia terjadi akibat
defisiensi imunologik sehingga sistem imun tubuh gagal membatasi
proliferasi tungau sehingga dapat berkembang biak dengan mudah.
2.7 Diagnosis
Penyakit skabies adalah penyakit menular, menahun dan disebabkan oleh
Sarcoptes scabei. Untuk menetapkan diagnosis penyakit skabies perlu dicari
tanda-tanda utama atau tanda kardinal (cardinal sign), yaitu: (1,7,8)
1. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena
aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
2. Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok, misalnya dalam
sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu
pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar
tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal
keadaan hiposensitisasi yang seluruh anggota keluarganya terkena.
Walaupun mengalami infestasi tungau, tetapi tidak memberikan gejala.
Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier).
3. Adanya terowongan (kunikulus), pada tempat-tempat predileksi yang
berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, ratarata panjang 1 cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel.
Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustule,
ekskoriasi dan lain-lain). Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat
dengan stratum korneum yang tipis yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan
tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola

10

mammae (wanita), umbilicus, bokong, genitalia eksterna (pria) dan perut


bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki.
4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat
ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini.
Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda cardinal tersebut.

Gambar 2.3 Gejala klinis skabies pada area badan bayi (9)

Gambar 2.4 Gejala klinis skabies pada tangan (9)

Gambar 2.5 Gejala klinis skabies pada kaki (9)

11

Gambar 2.6 Gejala klinis skabies pada alat genitalia (9)

2.8 Pemeriksaan Klinis


Pemeriksaan klinis meliputi:(1,7,8)
1. Anamnesis
Pada anamnesis ditanyakan secara lengkap mengenai riwayat penyakitnya.
a. Kapan timbul keluhan (gatal, papul, vesikel, erosi, ekskoriasi) yang ada?
b. Apakah gatalnya timbul terutama pada malam hari?
c. Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai keluhan yang sama
(apakah ada riwayat kontak)?
d. Bagian tubuh mana saja yang mengalami keluhan?
e. Riwayat pengobatan sebelumnya?
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Pandang
- Orang yang diperiksa menghadap ke sumber cahaya, berhadapan
-

dengan petugas.
Pemeriksaan dimulai dari kepala sampai telapak kaki secara

sistematis
Perhatikan setiap papul, vesikel, garukan, erosi, ekskoriasi apakah
membentuk satu garis lurus seperti terowongan yang berwarna putih
atau keabu-abuan.

2.9 Pemeriksaan Penunjang

12

Diagnosis pasti skabies ditegakkan dengan ditemukannya tungau melalui


pemeriksaan mikroskop, yang dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara
lain: (1,7,8)
1. Kerokan kulit
Kerokan kulit dilakukan dengan mengangkat atap terowongan atau
papula menggunakan skalpel nomor 15. Kerokan diletakkan pada
kaca objek, diberi minyak mineral atau minyak imersi, diberi kaca
penutup, dan dengan mikroskop pembesaran 20x atau 100x dapat
dilihat tungau, telur atau fecal pellet.
2. Mengambil tungau dengan jarum
Jarum dimasukkan ke dalam terowongan pada bagian yang gelap
(kecuali pada orang kulit hitam pada titik yang putih) dan
digerakkan tangensial. Tungau akan memegang ujung jarum dan
dapat diangkat keluar.
3. Epidermal shave biopsy
Menemukan terowongan atau papul yang dicurigai antara ibu jari
dan jari telunjuk, dengan hati -hati diiris puncak lesi dengan scalpel
nomor 15 yang dilakukan sejajar dengan permukaan kulit. Biopsi
dilakukan sangat superfisial sehingga tidak terjadi perdarahan atau
tidak perlu anestesi. Spesimen diletakkan pada gelas objek lalu
ditetesi minyak mineral dan diperiksa dengan mikroskop.
4. Kuretase terowongan
Kuretase superfisial mengikuti sumbu panjang terowongan atau
puncak papula kemudian kerokan diperiksa dengan mikroskop,
setelah diletakkan di gelas objek atau ditetesi minyak mineral.
5. Tes tinta burowi
Papul skabies dilapisi dengan tinta pena, kemudia segera dihapus
dengan alkohol, maka jejak terowongan akan terlihat sebagai garis
yang karakteristik, berkelok-kelok, karena ada tinta yang masuk. Tes
ini tidak sakit dan dapat dikerjakan pada anak dan pada penderita
yang non-koperatif.
6. Tetrasiklin topikal
Larutan tetrasiklin dioleskan pada terowongan yang dicurigai.
Setelah dikeringkan selama 5 menit, hapus larutan tersebut dengan

13

isopropilalkohol. Tetrasiklin akan berpenetrasi ke dalam melalui


kerusakan stratum korneum dan terowongan akan tampak dengan
penyinaran lampu Wood, sebagai garis linier berwarna kuning
kehijauan sehingga tungau dapat ditemukan.
7. Apusan kulit
Kulit dibersihkan dengan eter, kemudian diletakkan selotip pada lesi
dan diangkat dengan gerakan cepat. Selotip kemudian diletakk an di
atas gelas objek (enam buah dari lesi yang sama pada satu gelas
objek) dan diperiksa dengan mikroskop.
8. Biopsi plong (punch biopsy)
Biopsi berguna pada lesi yang atipik, untuk melihat adanya tungau
atau telur. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa jumlah tungau
hidup pada penderita dewasa hanya sekitar 12, sehingga biopsi
berguna bila diambil dari lesi yang meradang. Secara umum
digunakan punch biopsy, tetapi epidermal shave biopsy adalah lebih
sederhana dan biasanya dilakukan tanpa anestetik lokal pada
penderita yang tidak kooperatif.
2.10 Diagnosis Banding
Ada pendapat yang mengatakan penyakit scabies ini merupakan the great
imitator karena dapat menyerupai banyak penyakit kulit dengan keluhan gatal.
Sebagai diagnosis banding adalah prurigo, pedikulosis korporis dan lain-lain.(1,7,8)
1. Prurigo : biasanya berupa papul, gatal, predileksi bagian ekstensor
ekstremitas.
2. Folikulitis : nyeri, pustule miliar dikelilingi eritema
3. Gigitan serangga : timbul setelah gigitan berupa urtikaria dan papul
4. Papular urtikaria : biasanya terjadi pada anak-anak berumur diantara
2-10 tahun. Yang membedakannya dari skabies adalah tidak ada
terowongan pada lesinya. Pada umumnya tidak terdapat karakteristik
gatal seperti pada skabies.
5. Dermatitis Atopik : terdapat gatal dan erupsi vesikopapular yang
predominan di fleksor. Yang membedakannya dengan skabies adalah
adanya terowongan dan pembungkusan ruang jaringan.

14

6. Lichen Planus : ditandai dengan sebuah gatal di lengan bawah, kaki


dan punggung. Selain gatal, simetris dari lesi dan kejadian lesinya,
penyakit ini tidak menyerupai skabies.
7. Dermatitis Herpetiformis : ditandai dengan gatal yang kronis,
simetris dan erupsi vesikopapular yang meliputi ekstremitas atas dan
ekstremitas bawah. Gatal bersifat persisten dan hamper setiap hari.
Penyakit ini sering salah didiagnosis sebagai skabies, meskipun
jarang terjadi.
8. Infantile Acropustulosis : penyakit ini bisa dibedakan dengan scabies
dengan tidak adanya lesi pada jaringan cutaneous di badan dan juga
tidak ada gatal.
2.11 Pengobatan
Merupakan hal yang penting untuk menerangkan kepada pasien dengan
sejelas-jelasnya tentang bagaimana cara memakai obat-obatan yang digunakan,
lebih baik lagi bila disertai penjelasan tertulis. Semua anggota keluarga dan orangorang yang secara fisik berhubungan erat dengan pasien hendaknya secara
simultan diobati juga. Obat-obat topikal harus dioleskan mulai daerah leher
sampai jari kaki dan pasien diingatkan untuk tidak membasuh tangannya sesudah
melakukan pengobatan.(1,9)
Pada

bayi,

orang-orang

lanjut

usia

dan

orang-orang

dengan

immunokompromais, terowongan tungan dapat terjadi pada kepala dan leher,


sehingga pemakaian obat perlu diperluas pada daerah tersebut. Sesudah
pengobatan rasa gatal tidak dapat segera hilang tetapi pelan-pelan akan terjadi
perbaikan dalam waktu 2-3 minggu saat epidermis superfisial yang mengandung
tungau alergenik terkelupas.(7,8)
Syarat obat yang ideal adalah :(1)
1. Harus efektif terhadap semua stadium tungau.
2. Harus tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksik.
3. Tidak berbau atau kotor serta tidak merusak atau mewarnai pakaian.
4. Mudah diperoleh dan harganya murah.
Cara pengobatannya adalah seluruh anggota keluarga harus diobati
(termasuk penderita yang hiposensitisasi).(1)

15

Jenis obat topikal : (1)


1. Belerang endap (sulfur presipitatum) dengan kadar 4-20% dalam
bentuk salap atau krim. Preparat ini karena tidak efektif terhadap
stadium telur maka penggunaannya tidak boleh kurang dari 3 hari.
Kekurangannya yang lain adalah berbau dan mengotori pakaian serta
kadang-kadang menimbulka iritasi. Dapat dipakai pada bayi
berumur kurang dari 2 tahun.
2. Emulsi benzyl-benzoas (20-25%) efektif terhadap semua stadium,
diberikan setiap malam selama tiga hari. Obat ini sulit diperoleh,
sering memberi iritasi dan kadang-kadang makin gatal setelah
dipakai.
3. Gama Benzena Heksa Klorida (gameksan=gamexane) kadarnya 1%
dalam krim atau losion, termasuk obat pilihan karena efektif
terhadap semua stadium, mudah digunakan dan jarang memberi
iritasi. Obat ini tidak dianjurkan pada anak dibawah 6 tahun dan
wanita hamil karena toksik terhadap susunan saraf pusat.
Pemberiannya cukup sekali kecuali jika masih ada gejala diulangi
seminggu kemudian.
4. Krotamiton 10% dalam krim atau losion juga merupakan obat
pilihan, mempunyai dua efek sebagai antiskabies dan antigatal harus
dijauhkan dari mata, mulut dan uretra.
5. Permetrin dengan kadar 5% dalam krim kurang toksik dibandingkan
gameksan, efektivitasnya sama, aplikasinya hanya sekali dan
dihapus setelah 10 jam. Bila belum diulangi setelah seminggu. Tidak
dianjurkan pada bayi dibawah umur 2 bulan.
2.12 Komplikasi
Komplikasi pada skabies yang sering dijumpai adalah infeksi sekunder
seperti lesi impetiginosa, ektima, furunkulosis dan selulitis. Kadang-kadang dapat
timbul infeksi sekunder sistemik yang memberatkan perjalanan penyakit.
Stafilokokkus dan streptokokkus yang berada dalam lesi skabies dapat

16

menyebabkan pielonefritis, abses interna, pneumonia piogenik dan septikemia.


(1,7,8)

2.13 Prognosis
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat serta syarat
pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi (antara lain hygiene) maka
penyakit ini dapat diberantas dan memberi prognosis yang baik.(1)
2.14 Pencegahan
Penyakit skabies sangat erat kaitannya dengan kebersihan diri dan
lingkungan yang tidak sehat, maka pencegahan penyakit skabies yang dapat
dilakukan adalah adalah sebagai berikut :(1)
1. Menjaga kebersihan kulit dengan cara mandi minimal dua kali
sehari dengan menggunakan sabun dan menggosok kulit agar
kuman dapat diangkat dari kulit.
2. Mencuci tangan dan kaki serta menjaga agar tangan dan kaki tidak
kotor dan lembab khususnya sela-sela jari.
3. Mencuci pakaian dan sprei dengan deterjen, menyetrika dan
4.
5.
6.
7.

menyimpannya di tempat yang bersih.


Menjemur kasur dan bantal minimal sekali seminggu.
Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain.
Membersihkan tempat tidur dan kamar tidur setiap hari.
Apabila memelihara hewan peliharaan agar merawat hewan tersebut

dan kandangnya.
8. Menjaga kelembaban, pencahayaan dan ventilasi serta kepadatan
penghuni kamar sesuai dengan persyaratan kesehatan lingkungan
rumah.
9. Menghindari kontak dengan orang-orang, hewan serta kain atau
barang-barang yang dicurigai terinfeksi skabies.

17

BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 Profil Keluarga dan Status Kesehatan Keluarga
a. Nama
: Tn. DD
Usia
: 27 tahun
Status dalam keluarga
: Kepala keluarga
Pekerjaan
: Wiraswasta
Pendidikan Terakhir
: SMA
Agama
: Islam
Suku
: Alor
Keadaan umum dan TTV
: diperiksa tanggal 18 November 2016
Keluhan: gatal-gatal pada sela-sela jari tangan dan kaki terutama pada
malam hari sejak 3 bulan. Pemeriksaan Tekanan darah 120/70 mmHg, Nadi
82 kali/menit, Frekuensi napas 20 kali/menit, Suhu 36,70C.
b. Nama
: Ny. RD
Usia
: 26 tahun
Status dalam keluarga
: Istri
Pekerjaan
: Guru Honor
Pendidikan Terakhir
: SMA
Agama
: Islam
Keadaan umum dan TTV
: Pemeriksaan tanggal 18 November 2016
Keluhan: gatal-gatal pada sela-sela jari tangan dan kaki terutama pada
malam hari sejak 3 bulan. Pemeriksaan Tekanan darah 110/70 mmHg, Nadi
84 kali/menit, Frekuensi napas 18 kali/menit, Suhu 36,70C.
c. Nama
: Tn. HA
Usia
: 64 Tahun
Status dalam keluarga
: Kakek
Agama
: Islam
Keadaan umum dan TTV
: Pemeriksaan tanggal 18 November 2016

18

Tidak ada keluhan. TD 160/80 mmHg, Nadi 81x/menit, Frekuensi napas 18


kali/menit, Suhu 36,60C.
d. Nama
: Ny. NA
Usia
: 54 Tahun
Status dalam keluarga
: Nenek
Agama
: Islam
Keadaan umum dan TTV
: Pemeriksaan tanggal 18 November 2016
Tidak ada keluhan. TD 100/60 mmhg Pemeriksaan Nadi 80 kali/menit,
Frekuensi napas 20 kali/menit, Suhu 36,60C.
e. Nama
: An. IA
Usia
: 16 Tahun
Status dalam keluarga
: Adik kandung istri
Agama
: Islam
Keadaan umum dan TTV
: Pemeriksaan tanggal 18 November 2016
Tidak ada keluhan. TD 120/80 mmhg Pemeriksaan Nadi 80 kali/menit,
Frekuensi napas 22 kali/menit, Suhu 36,60C.
f. Nama
: Tn. AA
Usia
: 28 Tahun
Status dalam keluarga
: Saudara sepupu
Agama
: Islam
Keadaan umum dan TTV
: Pemeriksaan tanggal 18 November 2016
Tidak ada keluhan. TD 120/80 mmhg Pemeriksaan Nadi 80 kali/menit,
Frekuensi napas 22 kali/menit, Suhu 36,60C.
3.2 Profil Pasien dan Status Kesehatan Pasien
A. Identitas
Nama
: An. P.D.
Umur
: 1 tahun 8 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : 31 Maret 2014
Alamat
: Jl. Kecubung No. 20 RT 19 RW 07
Kelurahan
: Naikolan
Kecamatan
: Maulafa
Agama
: Islam
Status
: Anak Kandung
B. Anamnesis
Dilakukan dirumah pasien pada hari Kamis, 10 November 2016 secara
autoanamnesis pukul 08.00 Wita.
Keluhan Utama

: gatal-gatal pada tubuh pasien

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke Puskesmas diantar oleh ibunya dengan keluhan gatal. Gatal

19

diawali dengan munculnya bintik-bintik yang dirasakan sudah 3 bulan. Gatal


dirasakan terutama pada malam hari di daerah punggung, perut, lipatan ketiak,
pergelangan dan sela jari tangan serta kaki. Gatal tidak dipengaruhi cuaca
maupun makanan yang dikonsumsi. Selama ini ibu pasien mengira hanya gatal
biasa saja tetapi gatal ini sudah semakin memburuk dan menyebar hampir ke
seluruh tubuh pasien. Pasien sering menggaruk bagian tubuh yang gatal sehingga
timbul koreng dan bekas luka. Pasien sering menggunakan pakaian yang sama
berulang kali sebelum dicuci. Pasien menggunakan handuk bergantian dengan
ibunya yang juga memiliki keluhan gatal yang serupa. Tidak ada demam. Nafsu
makan baik. BAK dan BAB baik.
Riwayat Penyakit Terdahulu :
Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Selama ini
pasien hanya sakit batuk dan pilek.
Riwayat Penyakit dalam Keluarga :
Di keluarga ayah dan ibunya yang memiliki keluhan yang sama seperti pasien.
Riwayat Penyakit Tetangga :
Keluarga pasien sendiri mengaku bahwa tidak mengetahui ada tetangganya yang
menderita penyakit yang sama.

Riwayat Kehamilan :
Pasien merupakan anak pertama, Ibu ANC teratur selama kehamilan. Ibu pasien
riwayat hamil cukup bulan saat mengandung pasien hingga lahir.
Riwayat Kelahiran :
Anak lahir ditolong oleh dokter, lahir secara section caesarea dikarenakan lilitan
tai pusar dan ketuban pecah dini, berat badan lahir 3000 gram dan panjang badan
45 cm.
Riwayat Imunisasi :

20

Anak mendapat imunisasi lengkap sesuai usianya.


Riwayat Makanan :
Pasien tidak mendapatkan ASI Eksklusif karena sejak usia 3 bulan ibu pasien
sudah memberikannya susu formula. Saat ini pasien sudah mengonsumsi makanan
keluarga seperti nasi dan lauk pauk disertai susu formula. Nafsu makan pasien
cukup baik.
Riwayat Alergi :
Menurut pengakuan ibu pasien tidak memiliki alergi apapun sebelumnya baik
makanan, obat-obatan dan cuaca.
Riwayat Kontak dengan Pasien Skabies:
Keluarga pasien tidak menyadari dimana pernah mengalami kontak dengan
pasien skabies. Keluarga pasien tidak ada yang menderita

skabies

s e b e l u m n y a . Namun, diketahui bahwa salah satu anggota keluarga pasien


ada yang sedang memelihara monyet di rumah. Kemungkinan pasien dan kedua
orang tuanya tertular karena kontak dengan hewan tersebut.
Riwayat Pengobatan :
Pasien belum pernah mendapatkan pengobatan apapun sebelumnya.
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Frekuensi nadi : 110 x/menit
Frekuensi nafas : 26 x/menit
Suhu
: 37oC
Organ

Inspeksi

Kepala

Rambut hitam tebal.

Mata

Tidak ada kelainan

Mulut

Tidak ada kelainan

Palpasi

Perkusi

Auskultasi

21

Telinga

Tidak ada kelainan

Hidung

Tidak ada kelainan

Tenggorok

Tidak ada kelainan

Leher
Paru

Jantung

Abdomen

Tidak ada pembesaran KGB, teraba saraf menebal seperti kawat.


Bunyi nafas vesikuler,
Pengembangan paru vocal fremitus
tidak ada ronchi, tidak
Sonor
simetris
simetris
ada wheezing
-/Ictus cordis
teraba di ICS
BJ 1 dan 2
Ictus cordis
5 lateral
Pekak
tunggal, tidak ada gallop,
tidak terlihat
midclavicula
tidak ada murmur
sinistra
tampak rata, tidak
tidak ada
Timpani
Bising Usus normal
ada massa
kelainan

Genito urinaria

Tidak dilakukan pemeriksaan

Anorectal

Tidak dilakukan pemeriksaan

Refleks Fisiologis Tidak dilakukan pemeriksaan


Pemeriksaan
Kelenjar getah
bening.

Leher : normal
Axilla : normal
Inguinal : normal

Status dermatologis :
Distribusi : regional
Ad Regio : punggung, perut, lipatan ketiak, lengan, pergelangan dan sela-sela jari
tangan, paha, betis, genitalia dan selangkangan.
Lesi : multiple, diskret, sebagian konfluens, bentuk bulat, ukuran miliar sampai
lentikuler diameter bervariasi antara 0.2-0.5 mm, berbatas tegas, menimbul dari
permukaan kulit, tepi tidak tampak lebih aktif, lesi kering tegas, dasar eritem
dengan tepi yang aktif.
Effloresensi : papul eritematous, ekskoriasi, krusta dan pustul.

22

Gambar 3.1 Lesi papul eritematous, ekskoriasi pada daerah perut, lipatan
ketiak dan lengan pasien

Gambar 3.2 Lesi papul eritematous, ekskoriasi dan krusta pada daerah lutut

23

dan betis pasien

D. Denah Rumah
Dapur

Kamar Mandi

Kamar Tidur

Kamar Mandi
Kamar Tidur

Ruang Keluarga

Ruang Keluarga

Ruang Tamu

Kamar Tidur

Teras

Gudang
Kamar Tidur

Gambar 3.3 Denah rumah pasien

24

E. Peta Rumah

Gambar 3.4 Peta lokasi rumah pasien

F. Keadaan Lingkungan
Tabel 3.1 Keadaan lingkungan pasien

25

1.

Perumahan

Lingkungan Fisik
Pasien dan keluarga tinggal di rumah permanen (berdinding

dan fasilitas

tembok semen dan berlantaikan keramik) dengan ukuran 13 x 8


meter. Rumah tersebut, terdiri dari 4 kamar, 1 ruang tamu, 1
ruang keluarga, dan 1 dapur, Masing-masing kamar tidur besar
berisi 1 tempat tidur beserta springbed, 1 lemari pakaian, dan 1
meja.
Juga terdapat 2 buah mandi cuci kakus (MCK).
Ventilasi pada rumah baik kecuali pada kamar tidur yang kurang
baik karena tidak adanya jendela.

Gambar 3.5 Tampak depan rumah pasien

26

Gambar 3.6 Samping kanan rumah pasien

Gambar 3.7 Halaman belakang rumah pasien

Gambar 3.8 Dapur yang sehari-hari digunakan pasien

27

2.

Sumber

Sumber penerangan yang digunakan adalah lampu listrik PLN

penerangan
3.

Ventilasi

Terdapat ventilasi jendela yang baik, kecuali pada kamar tidur

jendela

pasien. Pada kamar tidur pasien tidak ada jendela sehingga


ventilasi dan pencahayaan juga kurang baik.

4.

Sarana MCK

Gambar 3.9 Kamar tidur pasien


Kamar mandi: ada 2. Berdinding tembok semen dan
berlantaikan semen. Jamban permanen.

Gambar 3.10 Kamar mandi pasien

28

5.

6.

7.

1.

2.

Pembuangan

Limbah rumah dan dapur langsung dibuang ditempat sampah

limbah

yang disediakan yang kemudian ditumpuk kemudian di bakar.

Sumber air

Sumber air minum dari air PAM dan jika air PAM tidak

minum

mengalir maka sumber air dari air tangki yang ditampung di bak

Lingkungan

penampungan.
Pasien hidup dengan kedua orangtua kandung. Pasien

keluarga dan

merupakan anak pertama. Hubungan pasien dengan semua

sekitar

anggota keluarga baik. Lingkungan tempat tinggal pasien

Tingkat

berada bersebelahan dengan keluarga dan tetangga.


Lingkungan Ekonomi
Ayah pasien belum memiliki pekerjaan. Ibu pasien merupakan

pendapatan

guru honor di SD depan rumah. Jumlah penghasilan berkisar Rp

keluarga

450.000,- / bulan.

Pengeluaran

Besar pengeluaran rata-rata per bulan tidak menentu.

rata-rata

per-

bulan
1.

Pelayanan

Lingkungan Budaya
Pasien dan keluarganya dapat mengakses pelayanan kesehatan

kesehatan

di Puskesmas Sikumana dengan jarak kurang lebih 2 km dari

promotif/

rumah pasien

Preventif

dan

pengobatan
2. Pemeliharaan
kesehatan

Semua anggota keluarga mendapat pelayanan kesehatan tingkat


pertama di Puskesmas Sikumana.

anggota
keluarga lain
Jaminan
3.

Pemeliharaan

Semua anggota keluarga memiliki kartu jaminan kesehatan.

kesehatan
Lingkungan Ergonomis

29

111Pola

makan Pasien makan tiga kali sehari, pasien mengonsumsi nasi dan

pasien

sayur serta lauk. Pasien jarang mengkonsumsi buah-buahan.


Pasien juga kadang-kadang mengkonsumsi susu tetapi tidak
rutin. Nafsu makan pasien kurang dan asupannya juga kurang
bergizi.

G. Identifikasi Masalah Keluarga


1. Masalah dalam fungsi biologis
Pasien tidak memiliki faktor risiko penyakit turunan dalam keluarga.
2. Masalah organisasi dalam keluarga
Pasien tinggal bersama dengan kedua orangtua beserta kakek, nenek, paman
dan saudara sepupu pasien. Komunikasi dengan seluruh anggota keluarga
baik.
3. Masalah Ekonomi dan pemenuhan kebutuhan
Kebutuhan sehari-hari dipenuhi dari penghasilan ibu sebagai guru honor di
SD. Dari penghasilan kepala keluarga ini kurang lebih dapat membiayai
kehidupan sehari-hari.
4. Masalah Pendidikan dan perilaku hidup sehat.
Pasien sekarang masih berusia 1 tahun 8 bulan dimana masih membutuhkan
bimbingan dan pengawasan oleh kedua orang tuanya. Pengetahuan orang
tua pasien mengenai penerapan pola hidup bersih dan sehat sudah cukup
baik. Hal ini didukung dengan latar belakang pendidikan kedua orang tua
adalah tamat SMA. Namun, pengetahuan pasien ataupun orang tua pasien
masih rendah mengenai penyakit skabies.
5. Masalah Psikologis
Pasien bersama keluarga tinggal di rumah sendiri. Interaksi pasien dengan
orang tua, keluarga, dan teman-temannya baik. Pasien dikenal sangat
banyak memiliki teman baik di lingkungan rumah.
6. Masalah Lingkungan dan Sosial budaya
Pasien tinggal di rumah yang cukup besar dengan dinding dan lantai yang
permanen

di wilayah Sikumana. Lingkungan sekitar rumah pasien

higienenya kurang tetapi bertetangga dengan rumah tetangga lainnya cukup


baik. Pasien dan keluarga pasien sangat akrab dengan tetangga di sekitarnya.
H. Analisis Faktor Risiko

30

1. Penyakit skabies merupakan penyakit menular, sehingga anggota keluarga


lainnya mempunyai risiko tertular.
2. Pengetahuan keluarga pasien yang kurang mengenai penyakit skabies.
3. Lingkungan rumah yang padat, hygiene lingkungan dan perorangan yang
kurang dapat menjadi tempat hidup tungau Sarcoptes scabei.
4. Pasien dan keluarganya terutama kedua orang tuanya masih menggunakan
peralatan sehari-hari secara bersama-sama.
5. Terdapat hewan peliharaan berupa monyet yang dipelihara di lingkungan
rumah tetapi tidak diperhatikan mengenai kebersihannya. Diduga hewan
peliharaan ini merupakan salah satu faktor risiko dari terkena skabies.
Penyebab kejadian skabies pada wilayah ini disebabkan karena
pengetahuan masyarakat yang rendah tentang penyakit skabies, cara
penularan skabies dan pentingnya mengonsumsi obat serta mengenai
kebersihan lingkungan dalam dan sekitar rumah. Selain itu, beberapa
tetangga pasien memiliki sanitasi rumah yang buruk.

31

3.3 Peta Genogram

Genogram Keluarga Putra

32

Skema 3.1 Peta Genogram Keluarga Pasien

3.4 Diagnosis
1. Diagnosa Kerja (ICD 10)
B86. Scabies
2. Diagnosis holistik
a. Aspek personal
Alasan pasien berobat yaitu adanya bintik-bintik disertai gatal yang
tak tertahankan pada tubuh sejak 3 bulan.
b. Aspek risiko interna
Keluarga pasien tidak menyadari dimana pernah mengalami kontak
dengan pasien skabies. Keluarga pasien tidak ada yang menderita
skabies sebelumnya. Namun, diketahui bahwa salah satu anggota
keluarga pasien ada yang sedang memelihara monyet di rumah.
Kemungkinan pasien dan kedua orang tuanya tertular karena kontak
dengan hewan tersebut.
Keadaan lingkungan dalam rumah yang cukup padat jumlah orang,

kurangnya ventilasi dan pencahayaan, hygiene lingkungan yang


kurang serta pakaian dan alat mandi yang digunakan secara bersama
merupakan faktor risiko pasien dan kedua orang tuanya terkena
penyakit skabies.
Pasien mempunyai kebiasaan makan yang agak susah. Selain itu,

pola makan tidak teratur dan tidak seimbang dengan demikian


daya tahan tubuh pasien menurun.
c. Aspek psikososial keluarga
Pasien tinggal bersama kedua orang tua, kakek, nenek dan kedua
saudara sepupunya. Hubungan pasien dengan kedua orang tua dan

keluarga baik.
Hubungan pasien dengan tetangga dan lingkungan rumah juga
baik.

3.5 Penatalaksanaan

33

Pengobatan untuk penderita adalah sebagai berikut


CTM 3x1/2 tab
Salep Scabimite (krim Permetherin 5%)
3.6 Edukasi
1. Edukasi pada pasien dan keluarganya :
Penjelasan mengenai penyakit skabies
Bagaimana penularannya yaitu kontak langsung dan tidak langsung
Mengonsumsi obat teratur sehingga terhindar dari komplikasi dan risiko

untuk menularkan pada orang lain


Rajin memeriksa kesehatan ke puskesmas
Bila ada anggota keluarga yang menunjukan gejala penyakit segera

memeriksakan diri ke dokter


Sebaiknya seluruh keluarga yang tinggal dan kontak dengan pasien juga

harus ikut diobati


2. Upaya pencegahan yang disampaikan pada keluarganya
Pencegahan primer :
- Menyarankan untuk selalu membuka jendela dan pintu rumah agar
-

sirkulasi udara dan sinar matahari yang masuk baik


Menjaga hygiene lingkungan dan perorangan
Mencuci pakaian dan sprei dengan deterjen, menyetrika dan

menyimpannya di tempat yang bersih.


- Menjemur kasur dan bantal minimal sekali seminggu
- Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain
- Membersihkan tempat tidur dan kamar tidur setiap hari
- Menjaga kebersihan hewan peliharaan
Pencegahan sekunder
- Menyarankan kepada pasien agar mengonsumsi obat secara teratur
- Menyarankan kepada keluarga pasien agar ikut serta untuk diperiksa
dan diobati
Pencegahan tertier
- Menyarankan kepada pasien dan keluarga apabila keadaan pasien
tampak memburuk segera dibawa ke pusat pelayanan kesehatan.
3.7 Follow Up dan Evaluasi
Tabel 3.2 Follow up dan evaluasi
Waktu Kunjungan
10 November 2016

Melakukan

Evaluasi
kunjungan
rumah

yang

pertama,

34

memperkenalkan diri, dan memberitahukan tujuan kami.


Melakukan anamnesa seputar keluhan pasien tentang
keadaan pasien, mengisi data identitas pasien dan
keluarga, mengisi form inform consent oleh pasien.
Keadaan pasien saat ini mengeluhkan adanya bintikbintik disertai rasa gatal yang tertahankan hampir
seluruh tubuh. Pasien dan kedua orang tuanya
18 November 2016

mengonsumsi obat secara teratur.


Melengkapi data profil keluarga dan pemeriksaan status
kesehatan pasien dan keluarga.
Melakukan peninjauan dalam rumah dan lingkungan
sekitar

19 November 2016

rumah

pasien.

Melakukan

identifikasi

lingkungan rumah tangga pasien.


Melakukan dokumentasi pada rumah dan lingkungannya
Membawa pasien datang ke puskesmas, mengontrol
perkembangan penyakit skabiesnya dan pengambilan
obat.
Keadaan pasien saat ini, rasa gatal berkurang dan pasien
tetap minum teratur. Risiko penularan minimal.

35

BAB 4
PEMBAHASAN DAN DISKUSI

Penyakit s k a b i e s

adalah sebuah penyakit kulit yang disebabkan oleh

infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabei var hominis dan produknya.
Penyakit skabies ini sering disebut kutu badan. Penyakit ini juga mudah menular
dari manusia ke manusia, dari hewan ke manusia dan sebaliknya. Penyakit ini
dikenal juga dengan nama lain yang berbeda seperti the itch atau gudik. Atas
dasar definisi tersebut, maka untuk mendiagnosis kusta dicari kelainan yang
tampak pada kulit.(1)
Pasien pada kasus ini adalah seorang anak datang ke Puskesmas diantar
oleh ibunya dengan keluhan gatal. Gatal diawali dengan munculnya bintik-bintik
yang dirasakan sudah 3 bulan. Gatal dirasakan terutama pada malam hari di
daerah punggung, perut, lipatan ketiak, pergelangan dan sela jari tangan serta
kaki. Gatal tidak dipengaruhi cuaca maupun makanan yang dikonsumsi. Selama
ini ibu pasien mengira hanya gatal biasa saja tetapi gatal ini sudah semakin
memburuk dan menyebar hampir ke seluruh tubuh pasien. Pasien sering
menggaruk bagian tubuh yang gatal sehingga timbul koreng dan bekas luka.
Pasien sering menggunakan pakaian yang sama berulang kali sebelum dicuci.
Pasien menggunakan handuk bergantian dengan ibunya yang juga memiliki
keluhan gatal yang serupa. Tidak ada demam. Nafsu makan baik. BAK dan BAB
baik. Pada pemeriksaan fisik ditemukan lesi pada kulit kemerahan disertai papul
milier multipel serta ditemukan bekas garukan dengan erosi dan ekskoriasi.
Berdasarkan teori, untuk menetapkan diagnosis penyakit skabies perlu dicari
tanda-tanda utama atau tanda cardinal (cardinal signs), yaitu :(1,7,8)
1. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena
aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
2. Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok, misalnya dalam
sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu
pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian
besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut.
Dikenal keadaan hiposensitisasi yang seluruh anggota keluarganya

36

terkena. Walaupun mengalami infestasi tungau, tetapi tidak memberikan


gejala. Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier).
3. Adanya terowongan (kunikulus), pada tempat-tempat predileksi yang
berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok,
rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau
vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf
(pustule, ekskoriasi dan lain-lain). Tempat predileksinya biasanya
merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis yaitu sela-sela jari
tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak
bagian depan, areola mammae (wanita), umbilicus, bokong, genitalia
eksterna (pria) dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang
telapak tangan dan telapak kaki.
4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat
ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini.
Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda cardinal
tersebut.(1)
Selain diagnosis klinis berdasarkan ICD 10, terdapat juga diagnosis
komunitas yang harus ditegakkan pada pasien ini. Diagnosis komunitas ini
merupakan komponen penting dalam perencanaan program kesehatan.
Kegiatan ini menilai dan menghubungkan masalah, kebutuhan, keinginan, dan
fasilitas yang ada dalam komunitas. Dari hubungan keempat hal tersebut,
dipikirkan suatu solusi atau intervensi untuk pemecahan masalah yang ada dalam
komunitas tersebut. Kata diagnosis digunakan karena pada dasarnya proses
diagnosis

komunitas

didasarkan

pada

prinsip-prinsip

diagnosis

klinis;

perbedaannya adalah bahwa diagnosis komunitas diaplikasikan pada komunitas


dalam peran dokter yang lebih luas, sedangkan diagnosis klinis diaplikasikan pada
tingkat yang lebih personal. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan dalam
melaksanakan diagnosis komunitas adalah sebagai berikut:
1. Komunitas :
Keluarga PD bertempat tinggal di RT 19 RW 07, kelurahan Naikolan,
kecamatan Maulafa, Kupang Nusa Tenggara Timur, yang mana diketahui
bahwa daerah ini telah ditemukan peningkatan kasus skabies yang mengenai
satu keluarga inti.

37

2. Masalah komunitas
a. Penyakit skabies merupakan penyakit menular, sehingga anggota
keluarga lainnya mempunyai risiko tertular.
b. Pengetahuan keluarga pasien yang kurang mengenai penyakit skabies.
c. Lingkungan rumah yang padat, hygiene lingkungan dan perorangan
yang kurang dapat menjadi tempat hidup tungau Sarcoptes scabei.
d. Terdapat hewan peliharaan berupa monyet yang dipelihara di
lingkungan rumah tetapi tidak diperhatikan mengenai kebersihannya.
Diduga hewan peliharaan ini merupakan salah satu faktor risiko dari
terkena skabies. Penyebab kejadian skabies pada wilayah ini
disebabkan karena pengetahuan masyarakat yang rendah tentang
penyakit skabies, cara penularan skabies dan pentingnya mengonsumsi
obat serta mengenai kebersihan lingkungan dalam dan sekitar rumah.
Selain itu, beberapa tetangga pasien memiliki sanitasi rumah yang
buruk.
3. Prioritas masalah

Pengetahuan pasien dan keluarga pasien yang masih kurang tentang


penyakit skabies dan lingkungan rumah yang padat, hygiene lingkungan dan
perorangan yang kurang dapat menjadi tempat hidup tungau Sarcoptes
scabei serta terdapat hewan peliharaan monyet yang tidak diperhatikan
kebersihannya merupakan reservoir dari kejadian skabies.
4. Evaluasi
Keluarga pasien mengerti dan memahami tentang sakit yang sedang
diderita, faktor risiko yang dimiliki dan pengobatan serta komplikasi dan
tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya perburukan
terhadap sakit yang diderita. Edukasi juga diberikan kepada keluarga pasien
agar mereka mengerti tentang penyakit yang diderita oleh pasien dan kedua
orang tuanya, faktor risiko terjadinya penularan, pentingnya memeriksakan
diri ke fasilitas kesehatan jika ada keluhan penyakit, dan selalu menjaga
kebersihan lingkungan

dan kesehatan serta pentingnya memberikan

dukungan agar pasien melaksanakan terapi pengobatan teratur. Petugas

38

kesehatan juga disarankan untuk selalu rutin memberikan penyuluhan


tentang penyakit skabies kepada masyarakat dan melakukan pemeriksaan
kontak serumah pada pasien skabies.
Penyebab keadaan ini adalah lingkungan rumah yang padat, hygiene
lingkungan dan perorangan yang kurang yang dapat menjadi tempat hidup
tungau Sarcoptes scabei.
Penularan skabies dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung,
adapun cara penularannya adalah: (1,7,8)
1. Kontak langsung (kulit dengan kulit)
Penularan skabies terutama melalui kontak langsung seperti berjabat
tangan, tidur bersama dan hubungan seksual. Pada orang dewasa
hubungan seksual merupakan hal tersering, sedangkan pada anak-anak
penularan didapat dari orang tua atau temannya.
2. Kontak tidak langsung (melalui benda)
Penularan

melalui

kontak

tidak

langsung,

misalnya

melalui

perlengkapan tidur, pakaian atau handuk dahulu dikatakan mempunyai


peran kecil pada penularan. Namun demikian, penelitian terakhir
menunjukkan bahwa hal tersebut memegang peranan penting dalam
penularan skabies dan dinyatakan bahwa sumber penularan utama
adalah selimut.
Ditemukannya tungau pada pemeriksaan kerokan kulit memastikan
diagnosis skabies. Kerokan kulit dilakukan dengan mengangkat atap terowongan
atau papula menggunakan scalpel nomor 15. Kerokan diletakkan pada kaca objek,
diberi minyak mineral atau minyak imersi, diberi kaca penutup dan dengan
pembesaran 20X atau 100X dapat dilihat tungau, telur atau fecal pellet. Namun
pemeriksaan ini tidak dapat dilakukan karena tidak tersedianya preparat KOH atau
mikroskop di puskesmas. Penegakkan diagnosis scabies dilakukan atas dasar
terpenuhinya 2 dari 4 tanda kardinal, yaitu pruritus nokturna, menyerang manusia
secara berkelompok, ditemukannya terowongan, dan ditemukannya tungau.
Diagnosis pasti ditetapkan dengan menemukan tunga atau telur, namun tungau
sulit ditemukan. Dari 900 pasien scabies rata-rata hanya terdapat 11 tungau per

39

penderita dan pada sebagian besar penderita hanya terdapat 1-5 tungau per
penderita.
Skabies adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroskopis tungau parasit.
Hal ini terjadi pada orang dengan sistem kekebalan tubuh rendah. Penelitian
menunjukkan bahwa sel kulit seperti fibroblas dan keratinosit merespon adanya
infeksi tungau dengan mengeluarkan produk inflamasi. Namun tungau skabies
mengandung molekul yang menekan ekspresi molekul adhesi sel vaskular.
Penekanan ini menghambat atau mengurangi ekstravasasi limfosit, neutrofil dan
sel-sel lain ke dalam dermis yang terinfeksi tungau sehingga menghambat respon
protektif kulit. Gatal yang disebabkan tungau menyebabkan ketidaknyamanan
kepada pasien. Namun, komplikasi serius dapat terjadi seperti infeksi pioderma
yang sering disebabkan oleh Streptococcus pyogenes atau Staphylococcus aureus.
Di daerah tropis, kerusakan kulit akibat skabies telah diduga sebagai akibat
penting dalam patogenesis penyakit yang berhubungan dengan demam rematik
akut dan glomerulonephritis poststreptococcal.
Penatalaksanaan yang diberikan pertama kali salep Scabimite krim
Permetrin 5%. Permetrin sebagai anti skabies efektif untuk semua stadium dan
lebih poten jika dibandingkan dengan lindan (gameksan) atau preparat sulfur, juga
lebih poten dan aman pada bayi dan anak.(1) Sehingga pasien dan anggota keluarga
yang terkena menggunakan krim permetrin 5% dan didapatkan hasil keluhan yang
berkurang.
Penularan skabies terutama melalui kontak langsung yang erat, maka untuk
keberhasilan terapi seluruh keluarga yang tinggal dalam 1 rumah harus diobati
dengan anti skabies secara serentak. Pengobatan secara umum untuk skabies
adalah ivermectin oral dikombinasikan dengan krim kulit anti skabies seperti
permetrin, benzyl benzoat. Pemberian durasi oral ivermectin menggunakan skala
berdasarkan pemeriksaan kulit yang diklasifikasikan dengan skor. Pengobatan
skabies juga dapat menurunkan prevalensi infeksi sekunder karena bakteri pada
kulit.(1)
Pada kunjungan kedua di rumah pasien, dicari faktor faktor yang
menyebabkan masalah kesehatan pada pasien berupa skabies. Diantaranya,

40

mengidentifikasi penyebab yang memungkinkan terjadinya keluhan gatal yang


sama di anggota keluarga. Dilakukan identifikasi kemungkinan adanya penyakit
yang mendasari terjadinya keluhan tersebut. Diduga disebabkan oleh lingkungan
rumah yang padat, hygiene lingkungan dan perorangan yang kurang dapat
menjadi tempat hidup tungau Sarcoptes scabei serta terdapatnya hewan peliharaan
monyet yang tidak diperhatikan kebersihannya. Lama kelamaan ibu pasien
terkena keluhan gatal tersebut pula. Sehingga penyakit ini ditularkan melalui
kontak langsung yang erat. Pada kunjungan kedua ini juga dilakukan perencanaan
intervensi edukasi pada ibu dan keluarga pasien tentang penyakit skabies,
memberikan dukungan pada keluarga untuk mengobati seluruh anggota keluarga
yang mengalami keluhan yang sama dengan menggunakan krim pemetrin 5% dan
antihistamin sedative oral.
Pencegahan skabies adalah memberikan edukasi kepada keluarga pasien
untuk mencuci pakaian, sprei, gorden dan menjemur sofa dan tempat tidur. Hal ini
dilakukan untuk mematikan semua tungau dewasa dan telur sehingga tidak terjadi
kekambuhan. Penularan melalui kontak tidak langsung seperti melalui
perlengkapan tidur, pakaian, atau handuk memegang peranan penting. Penularan
pasien dengan scabies dengan kontak secara langsung kurang lebih 10-20 menit
sangatlah penting diperhatikan. Penularan dapat melalui kontak langsung seperti
penggunaan kasur, handuk atau pun pakaian secara bersamaan.(1)
Dalam menatalaksana pasien, seorang dokter perlu memperhatikan pasien
seutuhnya, tidak hanya tanda dan gejala penyakit namun juga psikologisnya.
Pembinaan keluarga yang dilakukan pada kasus ini tidak hanya mengenai
penyakit pasien, tetapi juga mengenai masalah-masalah lainnya seperti fungsi
ekonomi dan pemenuhan kebutuhan keluarga, perilaku kesehatan keluarga, dan
lingkungan.
Masalah ekonomi yang dialami adalah tidak adanya tabungan keluarga dan
ayah pasien belum mempunyai pekerjaan serta ibu pasien yang bekerja sebagai
guru honor di sebuah SD. Hal ini karena rendahnya pendapatan keluarga sehingga
hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan dan sandang. Keluarga
dimotivasi untuk menyisihkan uang untuk ditabung.

41

Masalah lingkungan rumah pada keluarga adalah ventilasi dan penerangan


di dalam rumah yang masih kurang serta banyaknya pakaian ditumpuk dan
digantung di sembarang tempat, yang merupakan lingkungan yang baik untuk
berkembang biaknya parasit seperti skabies. Keluarga dimotivasi untuk
memperbaiki ventilasi dan penerangan dengan membuka pintu rumah pada siang
hari dan selalu mencuci dan menyeterika pakaian setelah digunakan dan
menyimpannya dalam lemari.
Selain itu, penemuan kasus skabies pada beberapa tempat telah dilaporkan
kepada Puskesmas setempat. Setelah dilakukan pelaporan ke pihak Puskesmas,
mereka hanya dapat menyediakan pengobatan simptomatis skabies.
Prognosis ditegakkan berdasarkan dari anamnesa dan pemeriksaan fisik
yang didapatkan pada pasien. Secara klinis, pada pasien ini tidak terdapat risiko
yang mengancam kehidupan sehingga prognosis quo ad vitam adalah ad bonam.
Lalu secara fungsional, berdasarkan hasil pemeriksaan fisik masih beraktivitas
sehingga prognosis quo ad fungsionam adalah ad bonam. Berdasarkan fungsi
sosialnya, pasien yang mengalami skabies memiliki risiko menular ke orang lain
apabila pengobatan tidak adekuat sehingga prognosis quo ad sanationam adalah
dubia ad bonam.

BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah mempelajari dan melakukan kunjungan rumah pada pasien dalam

42

kasus ini, maka dapat disimpulkan :


1. An. PD usia 1 tahun 8 bulan adalah seorang anak yang menderita Skabies.
Keluarga pasien yaitu kedua orang tua juga menderita penyakit serupa.
Status ekonomi keluarga pasien adalah ekonomi menengah dan lingkungan
tempat tinggal pasien hygienenya kurang baik.
2. Penyebab skabies yang dialaami oleh beberapa anggota keluarga
dikarenakan ketidaktahuan terhadap penyakit dan higienitas personal dan
lingkungan yang kurang serta adanya hewan peliharaan monyet yang tidak
diperhatikan kebersihannya.
3. Dalam menatalaksana pasien, seorang dokter perlu memperhatikan pasien
seutuhnya, tidak hanya tanda dan gejala penyakit namun juga psikologisnya.
Pembinaan keluarga yang dilakukan pada kasus ini tidak hanya mengenai
penyakit pasien, tetapi juga mengenai masalah-masalah lainnya seperti
fungsi ekonomi dan pemenuhan kebutuhan keluarga, perilaku kesehatan
keluarga, dan lingkungan.
4. Penatalaksaaan pada pasien dan anggota keluarga seperti ibu pasien terkait
skabies sudah berhasil terbukti menggunakan salep scabimite (krim
permetrin 5%) dengan hasil keluhan gatal malam hari dan lesi pada kulit
yang berkurang.
5.2 Saran
a. Bagi pasien
Agar rutin mengonsumsi obat
Rutin memeriksakan kesehatan di puskesmas, terutama bila terdapat

keluhan selama pengobatan


Agar selalu menjaga kebersihan dan stamina tubuh dengan selalu

makan makanan bergizi


b. Bagi keluarga pasien
Agar selalu memberikan dukungan, motivasi dan mendampingi

pasien dalam menjalankan pengobatan


Segara melakukan pemeriksaan ke fasilitas kesehatan terdekat bila

terdapat gangguan kesehatan


Ikut serta dalam pengobatan penyakit skabies karena menurut teori

43

semua anggota keluarga yang tinggal bersama dan kontak dengan


pasien juga harus ikut diobati
Selalu menjaga pola hidup bersih dan sehat
Selalu mengonsumsi makan makanan bergizi
c. Bagi Pelaksanaan pelayanan kesehatan di Puskesmas:
Agar dapat lebih aktif melakukan promosi kesehatan tentang
pengertian, bahaya, cara penularan, dan pencegahan penyakit

skabies pada masyarakat.


Agar dapat dilakukan home visit pada rumah pasien skabies serta
selalu rutin melakukan pemeriksaan kontak serumah juga terhadap

tetangga sekitar.
Agar dapat meningkatkan koordinasi yang lebih baik dengan
pasien mengenai pengobatan skabies dan selalu memantau pasien
yang sedang dalam masa pengobatan.

d. Bagi masyarakat
Masyarakat dapat memanfaatkan pelayanan kesehatan Puskesmas
dengan baik dan pengobatan yang dilakukan pada anggota keluarga
dapat didukung oleh seluruh anggota keluarga dan mencegah hal yang
sama menimpa anggota keluarga yang lain. Mengetahui pentingnya
menjaga hygiene lingkungan dan perorangan guna meningkatkan
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

44

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan


Kelamin. 6th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2013. 122-125 p.
2. Profil Kesehatan Indonesia

2012. Kementerian

Kesehatan Republik

Indonesia.
(cited: 2016 Nov 18). Available from:http://www.depkes.go.id/
Resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-indonesia-2012.pdf
3. Akmal Suci, dkk. Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian Skabies di
Pondok Pendidikan Islam Darul Ulun, Palarik Air Pacah, Kecamatan Koto
Tangah Padang Tahun 2013. Jurnal Kesehatan Andalas. Fakultas Kedokteran
Andalas. 2013.
4. Mentari Vindita. A 2,5 Years Old Boy With Scabies. J Medula Unila V.
Volume 3 Nomor 1. September 2014.
5. Gutri Carla. Scabies Management of Patient Children 5 Years Old. J Medula
Unila. Volume 3 Nomor 1. September 2014.
6. Putra, KWN. Treatment of Secondary Infection Scabies On 8 Years Old Girl
With Family Medicine Approach. J Medula Unila. Volume 3 Nomor 1.
September 2014.
7. Kearns TM, et all. Impact of an Ivermectin Mass Drug Administration on
Scabies Prevalence in a Remote Australian Aboriginal Community. PLOS
Neglected Tropical Diseases. DOI:10.1371/journal.pntd.0004151. 2015 Oct
30.
8. Sistri Syafni. Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian Skabies di
Pondok Pesantren AS-Salam Surakarta 2013. Skripsi. Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2013.
9. Lindsey R. Baden, MD. Scabies. Images In Clinical Medicine. The New
England Journal of Medicine. 2016. [cited: 2016 Nov 18] Available from:
http://www.nejm.org.com.//

LAMPIRAN

45

Wawancara keluarga pasien Skabies

Pemeriksaan keluarga pasien Skabies

46

Poster Promosi Kesehatan kepada pasien skabies.

Anda mungkin juga menyukai