BAB 1
PENDAHULUAN
(Kudis) adalah
sebuah
disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabei var hominis.
Penyakit skabies ini sering disebut kutu badan. Penyakit ini juga mudah menular
dari manusia ke manusia, dari hewan ke manusia dan sebaliknya. Penyakit ini
dikenal juga dengan nama lain yang berbeda seperti the itch atau gudik. Oleh
karena itu, peran kulit sebagai pelindung sangat penting dijaga dari berbagai
penyakit yang disebabkan oleh jamur, virus, bakteri dan parasit.(1)
Diperkirakan lebih dari 300 juta orang di dunia terkena skabies. Insidens
skabies di negara berkembang menunjukkan siklus fluktuasi yang sampai saat ini
belum dapat dijelaskan. Di beberapa negara berkembang prevalensinya dilaporkan
6%-27% populasi umum dan insidens tertinggi pada anak usia sekolah dan
remaja. Prevalensi cenderung lebih tinggi di daerah perkotaan terutama di daerah
yang padat penduduk. Pada musim dingin prevalensi juga cenderung meningkat
dibandingkan musim panas.(2,3)
Di Indonesia prevalensi skabies masih cukup tinggi. Menurut Departemen
Kesehatan RI 2013 prevalensi skabies di Indonesia sebesar 4,6%-12,9% dan
skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit. Berdasarkan data
penyakit kulit dan jaringan subkutan di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT)
berada pada posisi kelima dengan jumlah 287.263 kasus atau 7,63%. Sedangkan
data kabupaten di NTT penyakit kulit terbanyak adalah pioderma (17,9%), diikuti
dengan skabies (15,4%), dermatitis kronis (12,8%), dermatitis atopi (7,7%) dan
malaria (7,7%). Menurut jumlah angka kejadian penyakit Skabies di Poli Anak
Puskesmas Sikumana sebanyak 4 kasus pada tahun 2015 yang meningkat menjadi
15 kasus pada Januari-November 2016.
Penyakit kulit skabies menular dengan cepat pada suatu komunitas yang
tinggal bersama sehingga dalam pengobatannya harus dilakukan secara serentak
secara menyeluruh pada semua orang dan lingkungan pada komunitas yang
terserang skabies. Pengobatan secara individual hanya akan membuat penyakit
skabies mudah tertular kembali.(3,4,5)
Usaha penyehatan lingkungan seperti sanitasi merupakan faktor utama yang
harus diperhatikan dalam suatu pencegahan penyakit skabies. Pencegahan dan
pengobatan yang tepat pada penyakit skabies akan menurunkan angka
kekambuhan yang timbul dari penyakit. Hal ini dapat dihindari jika pasien patuh
terhadap pengobatan dan melakukan pola hidup yang bersih dan sehat. Oleh
karena itu, dibutuhkan partisipasi dan dukungan keluarga yang optimal dalam
memotivasi, mengingkatkan serta memperhatikan pasien dalam penatalaksanaan
penyakitnya.(3,4,5)
Dari pengamatan yang dilakukan, pasien skabies ini merupakan kasus baru.
Penularan pada pasien ini belum jelas diketahui karena pasien merasa tidak
pernah kontak sebelumnya dengan pasien skabies. Namun, pasien pada kasus ini
tinggal di lingkungan yang cukup padat dan disisi lain salah satu anggota
1.3 Tujuan
1. Mengetahui profil keluarga dari penderita skabies.
2. Mengetahui status kesehatan setiap anggota keluarga.
3. Mengetahui keadaan lingkungan keluarga tersebut.
4. Mengetahui peran keluarga dalam mencegah dan menanggulangi
masalah kesehatan yang terjadi pada keluarga tersebut.
5. Mengetahui upaya pencegahan penyakit tersebut oleh pihak yang terkait.
1.4 Manfaat
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Penyakit s k a b i e s
infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabei var hominis dan produknya.
Penyakit skabies ini sering disebut kutu badan. Penyakit ini juga mudah menular
dari manusia ke manusia, dari hewan ke manusia dan sebaliknya. Penyakit ini
dikenal juga dengan nama lain yang berbeda seperti the itch atau gudik.(1)
2.2 Etiologi
Sarcoptes scabei termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo
Ackarima, super family Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabei var
hominis. Selain itu, terdapat S. scabei yang lain, misalnya pada kambing dan babi.
(1)
2.3 Epidemiologi
Diperkirakan lebih dari 300 juta orang di dunia terkena skabies. Insidens
skabies di negara berkembang menunjukkan siklus fluktuasi yang sampai saat ini
belum dapat dijelaskan. Di beberapa negara berkembang prevalensinya dilaporkan
6%-27% populasi umum dan insidens tertinggi pada anak usia sekolah dan
remaja. Prevalensi cenderung lebih tinggi di daerah perkotaan terutama di daerah
yang padat penduduk. Pada musim dingin prevalensi juga cenderung meningkat
dibandingkan musim panas.(2,3)
Di Indonesia prevalensi skabies masih cukup tinggi. Menurut Departemen
Kesehatan RI 2013 prevalensi skabies di Indonesia sebesar 4,6%-12,9% dan
skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit. Berdasarkan data
penyakit kulit dan jaringan subkutan di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT)
berada pada posisi kelima dengan jumlah 287.263 kasus atau 7,63%. Sedangkan
data kabupaten di NTT penyakit kulit terbanyak adalah pioderma (17,9%), diikuti
dengan skabies (15,4%), dermatitis kronis (12,8%), dermatitis atopi (7,7%) dan
malaria (7,7%). Menurut jumlah angka kejadian penyakit Skabies di Poli Anak
Puskesmas Sikumana sebanyak 4 kasus pada tahun 2015 yang meningkat menjadi
15 kasus pada Januari-November 2016.
melalui
kontak
tidak
langsung,
misalnya
melalui
Terdapat beberapa bentuk skabies atipik yang jarang ditemukan dan sulit
dikenal, sehingga dapat menimbulkan kesalahan diagnosis. Beberapa bentuk
tersebut antara lain: (1,7,8)
1. Skabies pada orang bersih
Skabies yang terdapat pada orang yang tingkat kebersihannya baik sering
salah didiagnosis. Biasanya sangat sukar ditemukan terowongan. Kutu
biasanya hilang akibat mandi secara teratur.
2. Skabies pada bayi dan anak
Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk seluruh
kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi
sekunder berupa impetigo, ektima sehingga terowongan jarang
ditemukan. Pada bayi, lesi terdapat di muka.
3. Skabies yang ditularkan oleh hewan
Sarcoptes scabiei varian canis dapat menyerang manusia yang
pekerjaannya berhubungan erat dengan hewan tersebut, misalnya
peternak dan gembala. Gejalanya ringan, rasa gatal kurang, tidak timbul
terowongan, lesi terutama terdapat pada tempat -tempat kontak. Lesi
akan sembuh sendiri bila menjauhi hewan tersebut dan mandi bersihbersih.
4. Skabies noduler
Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal. Nodus
biasanya terdapat di daerah tertutup, terutama pada genitalia laki-laki,
inguinal dan aksila. Nodus ini timbul sebagai reaksi hipersensetivitas
terhadap tungau skabies. Pada nodus yang berumur lebih dari satu bulan
tungau jarang ditemukan. Nodus mungkin dapat menetap selama
beberapa bulan sampai satu tahun meskipun telah diberi pengobatan anti
skabies dan korticosteroid.
5. Skabies incognito
Obat steroid topical atau sistemik dapat menyamarkan gejala dan tanda
skabies, sementara infestasi tetap ada. Sebaliknya, pengobatan dengan
steroid topical yang lama dapat pula menyebabkan lesi bertambah hebat.
Hal ini mungkin dis ebabkan oleh karena penurunan respons imun
seluler.
6. Skabies terbaring di tempat tidur (bed ridden)
Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal di
tempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas.
7. Skabies krustosa (Norwegian scabies)
Skabies Norwegia atau skabies krustosa ditandai oleh lesi yang luas
dengan krusta, skuama generalisata, dan hyperkeratosis yang tebal.
Tempat predileksi biasanya kulit kepala yang berambut, siku, lutut,
telapak tangan, dan kaki ya ng dapat disertai distrofi kuku. Berbeda
dengan skabies biasa, rasa gatal pada penderita skabies Norwegia tidak
menonjol tetapi bentuk ini sangat menular karena jumlah tungau yang
menginfestasi sangat banyak (ribuan). Skabies Norwegia terjadi akibat
defisiensi imunologik sehingga sistem imun tubuh gagal membatasi
proliferasi tungau sehingga dapat berkembang biak dengan mudah.
2.7 Diagnosis
Penyakit skabies adalah penyakit menular, menahun dan disebabkan oleh
Sarcoptes scabei. Untuk menetapkan diagnosis penyakit skabies perlu dicari
tanda-tanda utama atau tanda kardinal (cardinal sign), yaitu: (1,7,8)
1. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena
aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
2. Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok, misalnya dalam
sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu
pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar
tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal
keadaan hiposensitisasi yang seluruh anggota keluarganya terkena.
Walaupun mengalami infestasi tungau, tetapi tidak memberikan gejala.
Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier).
3. Adanya terowongan (kunikulus), pada tempat-tempat predileksi yang
berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, ratarata panjang 1 cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel.
Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustule,
ekskoriasi dan lain-lain). Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat
dengan stratum korneum yang tipis yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan
tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola
10
Gambar 2.3 Gejala klinis skabies pada area badan bayi (9)
11
dengan petugas.
Pemeriksaan dimulai dari kepala sampai telapak kaki secara
sistematis
Perhatikan setiap papul, vesikel, garukan, erosi, ekskoriasi apakah
membentuk satu garis lurus seperti terowongan yang berwarna putih
atau keabu-abuan.
12
13
14
bayi,
orang-orang
lanjut
usia
dan
orang-orang
dengan
15
16
2.13 Prognosis
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat serta syarat
pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi (antara lain hygiene) maka
penyakit ini dapat diberantas dan memberi prognosis yang baik.(1)
2.14 Pencegahan
Penyakit skabies sangat erat kaitannya dengan kebersihan diri dan
lingkungan yang tidak sehat, maka pencegahan penyakit skabies yang dapat
dilakukan adalah adalah sebagai berikut :(1)
1. Menjaga kebersihan kulit dengan cara mandi minimal dua kali
sehari dengan menggunakan sabun dan menggosok kulit agar
kuman dapat diangkat dari kulit.
2. Mencuci tangan dan kaki serta menjaga agar tangan dan kaki tidak
kotor dan lembab khususnya sela-sela jari.
3. Mencuci pakaian dan sprei dengan deterjen, menyetrika dan
4.
5.
6.
7.
dan kandangnya.
8. Menjaga kelembaban, pencahayaan dan ventilasi serta kepadatan
penghuni kamar sesuai dengan persyaratan kesehatan lingkungan
rumah.
9. Menghindari kontak dengan orang-orang, hewan serta kain atau
barang-barang yang dicurigai terinfeksi skabies.
17
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 Profil Keluarga dan Status Kesehatan Keluarga
a. Nama
: Tn. DD
Usia
: 27 tahun
Status dalam keluarga
: Kepala keluarga
Pekerjaan
: Wiraswasta
Pendidikan Terakhir
: SMA
Agama
: Islam
Suku
: Alor
Keadaan umum dan TTV
: diperiksa tanggal 18 November 2016
Keluhan: gatal-gatal pada sela-sela jari tangan dan kaki terutama pada
malam hari sejak 3 bulan. Pemeriksaan Tekanan darah 120/70 mmHg, Nadi
82 kali/menit, Frekuensi napas 20 kali/menit, Suhu 36,70C.
b. Nama
: Ny. RD
Usia
: 26 tahun
Status dalam keluarga
: Istri
Pekerjaan
: Guru Honor
Pendidikan Terakhir
: SMA
Agama
: Islam
Keadaan umum dan TTV
: Pemeriksaan tanggal 18 November 2016
Keluhan: gatal-gatal pada sela-sela jari tangan dan kaki terutama pada
malam hari sejak 3 bulan. Pemeriksaan Tekanan darah 110/70 mmHg, Nadi
84 kali/menit, Frekuensi napas 18 kali/menit, Suhu 36,70C.
c. Nama
: Tn. HA
Usia
: 64 Tahun
Status dalam keluarga
: Kakek
Agama
: Islam
Keadaan umum dan TTV
: Pemeriksaan tanggal 18 November 2016
18
19
Riwayat Kehamilan :
Pasien merupakan anak pertama, Ibu ANC teratur selama kehamilan. Ibu pasien
riwayat hamil cukup bulan saat mengandung pasien hingga lahir.
Riwayat Kelahiran :
Anak lahir ditolong oleh dokter, lahir secara section caesarea dikarenakan lilitan
tai pusar dan ketuban pecah dini, berat badan lahir 3000 gram dan panjang badan
45 cm.
Riwayat Imunisasi :
20
skabies
Inspeksi
Kepala
Mata
Mulut
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
21
Telinga
Hidung
Tenggorok
Leher
Paru
Jantung
Abdomen
Genito urinaria
Anorectal
Leher : normal
Axilla : normal
Inguinal : normal
Status dermatologis :
Distribusi : regional
Ad Regio : punggung, perut, lipatan ketiak, lengan, pergelangan dan sela-sela jari
tangan, paha, betis, genitalia dan selangkangan.
Lesi : multiple, diskret, sebagian konfluens, bentuk bulat, ukuran miliar sampai
lentikuler diameter bervariasi antara 0.2-0.5 mm, berbatas tegas, menimbul dari
permukaan kulit, tepi tidak tampak lebih aktif, lesi kering tegas, dasar eritem
dengan tepi yang aktif.
Effloresensi : papul eritematous, ekskoriasi, krusta dan pustul.
22
Gambar 3.1 Lesi papul eritematous, ekskoriasi pada daerah perut, lipatan
ketiak dan lengan pasien
Gambar 3.2 Lesi papul eritematous, ekskoriasi dan krusta pada daerah lutut
23
D. Denah Rumah
Dapur
Kamar Mandi
Kamar Tidur
Kamar Mandi
Kamar Tidur
Ruang Keluarga
Ruang Keluarga
Ruang Tamu
Kamar Tidur
Teras
Gudang
Kamar Tidur
24
E. Peta Rumah
F. Keadaan Lingkungan
Tabel 3.1 Keadaan lingkungan pasien
25
1.
Perumahan
Lingkungan Fisik
Pasien dan keluarga tinggal di rumah permanen (berdinding
dan fasilitas
26
27
2.
Sumber
penerangan
3.
Ventilasi
jendela
4.
Sarana MCK
28
5.
6.
7.
1.
2.
Pembuangan
limbah
Sumber air
Sumber air minum dari air PAM dan jika air PAM tidak
minum
mengalir maka sumber air dari air tangki yang ditampung di bak
Lingkungan
penampungan.
Pasien hidup dengan kedua orangtua kandung. Pasien
keluarga dan
sekitar
Tingkat
pendapatan
keluarga
450.000,- / bulan.
Pengeluaran
rata-rata
per-
bulan
1.
Pelayanan
Lingkungan Budaya
Pasien dan keluarganya dapat mengakses pelayanan kesehatan
kesehatan
promotif/
rumah pasien
Preventif
dan
pengobatan
2. Pemeliharaan
kesehatan
anggota
keluarga lain
Jaminan
3.
Pemeliharaan
kesehatan
Lingkungan Ergonomis
29
111Pola
makan Pasien makan tiga kali sehari, pasien mengonsumsi nasi dan
pasien
30
31
32
3.4 Diagnosis
1. Diagnosa Kerja (ICD 10)
B86. Scabies
2. Diagnosis holistik
a. Aspek personal
Alasan pasien berobat yaitu adanya bintik-bintik disertai gatal yang
tak tertahankan pada tubuh sejak 3 bulan.
b. Aspek risiko interna
Keluarga pasien tidak menyadari dimana pernah mengalami kontak
dengan pasien skabies. Keluarga pasien tidak ada yang menderita
skabies sebelumnya. Namun, diketahui bahwa salah satu anggota
keluarga pasien ada yang sedang memelihara monyet di rumah.
Kemungkinan pasien dan kedua orang tuanya tertular karena kontak
dengan hewan tersebut.
Keadaan lingkungan dalam rumah yang cukup padat jumlah orang,
keluarga baik.
Hubungan pasien dengan tetangga dan lingkungan rumah juga
baik.
3.5 Penatalaksanaan
33
Melakukan
Evaluasi
kunjungan
rumah
yang
pertama,
34
19 November 2016
rumah
pasien.
Melakukan
identifikasi
35
BAB 4
PEMBAHASAN DAN DISKUSI
Penyakit s k a b i e s
infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabei var hominis dan produknya.
Penyakit skabies ini sering disebut kutu badan. Penyakit ini juga mudah menular
dari manusia ke manusia, dari hewan ke manusia dan sebaliknya. Penyakit ini
dikenal juga dengan nama lain yang berbeda seperti the itch atau gudik. Atas
dasar definisi tersebut, maka untuk mendiagnosis kusta dicari kelainan yang
tampak pada kulit.(1)
Pasien pada kasus ini adalah seorang anak datang ke Puskesmas diantar
oleh ibunya dengan keluhan gatal. Gatal diawali dengan munculnya bintik-bintik
yang dirasakan sudah 3 bulan. Gatal dirasakan terutama pada malam hari di
daerah punggung, perut, lipatan ketiak, pergelangan dan sela jari tangan serta
kaki. Gatal tidak dipengaruhi cuaca maupun makanan yang dikonsumsi. Selama
ini ibu pasien mengira hanya gatal biasa saja tetapi gatal ini sudah semakin
memburuk dan menyebar hampir ke seluruh tubuh pasien. Pasien sering
menggaruk bagian tubuh yang gatal sehingga timbul koreng dan bekas luka.
Pasien sering menggunakan pakaian yang sama berulang kali sebelum dicuci.
Pasien menggunakan handuk bergantian dengan ibunya yang juga memiliki
keluhan gatal yang serupa. Tidak ada demam. Nafsu makan baik. BAK dan BAB
baik. Pada pemeriksaan fisik ditemukan lesi pada kulit kemerahan disertai papul
milier multipel serta ditemukan bekas garukan dengan erosi dan ekskoriasi.
Berdasarkan teori, untuk menetapkan diagnosis penyakit skabies perlu dicari
tanda-tanda utama atau tanda cardinal (cardinal signs), yaitu :(1,7,8)
1. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena
aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
2. Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok, misalnya dalam
sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu
pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian
besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut.
Dikenal keadaan hiposensitisasi yang seluruh anggota keluarganya
36
komunitas
didasarkan
pada
prinsip-prinsip
diagnosis
klinis;
37
2. Masalah komunitas
a. Penyakit skabies merupakan penyakit menular, sehingga anggota
keluarga lainnya mempunyai risiko tertular.
b. Pengetahuan keluarga pasien yang kurang mengenai penyakit skabies.
c. Lingkungan rumah yang padat, hygiene lingkungan dan perorangan
yang kurang dapat menjadi tempat hidup tungau Sarcoptes scabei.
d. Terdapat hewan peliharaan berupa monyet yang dipelihara di
lingkungan rumah tetapi tidak diperhatikan mengenai kebersihannya.
Diduga hewan peliharaan ini merupakan salah satu faktor risiko dari
terkena skabies. Penyebab kejadian skabies pada wilayah ini
disebabkan karena pengetahuan masyarakat yang rendah tentang
penyakit skabies, cara penularan skabies dan pentingnya mengonsumsi
obat serta mengenai kebersihan lingkungan dalam dan sekitar rumah.
Selain itu, beberapa tetangga pasien memiliki sanitasi rumah yang
buruk.
3. Prioritas masalah
38
melalui
kontak
tidak
langsung,
misalnya
melalui
39
penderita dan pada sebagian besar penderita hanya terdapat 1-5 tungau per
penderita.
Skabies adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroskopis tungau parasit.
Hal ini terjadi pada orang dengan sistem kekebalan tubuh rendah. Penelitian
menunjukkan bahwa sel kulit seperti fibroblas dan keratinosit merespon adanya
infeksi tungau dengan mengeluarkan produk inflamasi. Namun tungau skabies
mengandung molekul yang menekan ekspresi molekul adhesi sel vaskular.
Penekanan ini menghambat atau mengurangi ekstravasasi limfosit, neutrofil dan
sel-sel lain ke dalam dermis yang terinfeksi tungau sehingga menghambat respon
protektif kulit. Gatal yang disebabkan tungau menyebabkan ketidaknyamanan
kepada pasien. Namun, komplikasi serius dapat terjadi seperti infeksi pioderma
yang sering disebabkan oleh Streptococcus pyogenes atau Staphylococcus aureus.
Di daerah tropis, kerusakan kulit akibat skabies telah diduga sebagai akibat
penting dalam patogenesis penyakit yang berhubungan dengan demam rematik
akut dan glomerulonephritis poststreptococcal.
Penatalaksanaan yang diberikan pertama kali salep Scabimite krim
Permetrin 5%. Permetrin sebagai anti skabies efektif untuk semua stadium dan
lebih poten jika dibandingkan dengan lindan (gameksan) atau preparat sulfur, juga
lebih poten dan aman pada bayi dan anak.(1) Sehingga pasien dan anggota keluarga
yang terkena menggunakan krim permetrin 5% dan didapatkan hasil keluhan yang
berkurang.
Penularan skabies terutama melalui kontak langsung yang erat, maka untuk
keberhasilan terapi seluruh keluarga yang tinggal dalam 1 rumah harus diobati
dengan anti skabies secara serentak. Pengobatan secara umum untuk skabies
adalah ivermectin oral dikombinasikan dengan krim kulit anti skabies seperti
permetrin, benzyl benzoat. Pemberian durasi oral ivermectin menggunakan skala
berdasarkan pemeriksaan kulit yang diklasifikasikan dengan skor. Pengobatan
skabies juga dapat menurunkan prevalensi infeksi sekunder karena bakteri pada
kulit.(1)
Pada kunjungan kedua di rumah pasien, dicari faktor faktor yang
menyebabkan masalah kesehatan pada pasien berupa skabies. Diantaranya,
40
41
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah mempelajari dan melakukan kunjungan rumah pada pasien dalam
42
43
tetangga sekitar.
Agar dapat meningkatkan koordinasi yang lebih baik dengan
pasien mengenai pengobatan skabies dan selalu memantau pasien
yang sedang dalam masa pengobatan.
d. Bagi masyarakat
Masyarakat dapat memanfaatkan pelayanan kesehatan Puskesmas
dengan baik dan pengobatan yang dilakukan pada anggota keluarga
dapat didukung oleh seluruh anggota keluarga dan mencegah hal yang
sama menimpa anggota keluarga yang lain. Mengetahui pentingnya
menjaga hygiene lingkungan dan perorangan guna meningkatkan
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
44
DAFTAR PUSTAKA
2012. Kementerian
Kesehatan Republik
Indonesia.
(cited: 2016 Nov 18). Available from:http://www.depkes.go.id/
Resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-indonesia-2012.pdf
3. Akmal Suci, dkk. Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian Skabies di
Pondok Pendidikan Islam Darul Ulun, Palarik Air Pacah, Kecamatan Koto
Tangah Padang Tahun 2013. Jurnal Kesehatan Andalas. Fakultas Kedokteran
Andalas. 2013.
4. Mentari Vindita. A 2,5 Years Old Boy With Scabies. J Medula Unila V.
Volume 3 Nomor 1. September 2014.
5. Gutri Carla. Scabies Management of Patient Children 5 Years Old. J Medula
Unila. Volume 3 Nomor 1. September 2014.
6. Putra, KWN. Treatment of Secondary Infection Scabies On 8 Years Old Girl
With Family Medicine Approach. J Medula Unila. Volume 3 Nomor 1.
September 2014.
7. Kearns TM, et all. Impact of an Ivermectin Mass Drug Administration on
Scabies Prevalence in a Remote Australian Aboriginal Community. PLOS
Neglected Tropical Diseases. DOI:10.1371/journal.pntd.0004151. 2015 Oct
30.
8. Sistri Syafni. Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian Skabies di
Pondok Pesantren AS-Salam Surakarta 2013. Skripsi. Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2013.
9. Lindsey R. Baden, MD. Scabies. Images In Clinical Medicine. The New
England Journal of Medicine. 2016. [cited: 2016 Nov 18] Available from:
http://www.nejm.org.com.//
LAMPIRAN
45
46