NASKAH AWAL
PENDAHULUAN
Tanah tumbuk adalah struktur yang
dibuat dengan cara menumbuk tanah
(biasanya terdiri atas pasir, lempung, dan
kerikil) diantara bekisting. Setelah itu,
bekisting dilepas dan tanah akan terekspos
kemudian mengeras secara alami menjadi
stuktur yang cukup kuat dan awet puluhan
tahun. Sebenarnya teknik ini memiliki
kesamaan dengan beton, hanya saja pada
beton digunakan semen sebagai bahan
pengikat sedangkan pada tanah tumbuk,
lempung digunakan sebagai bahan pengikat.
Meski demikian, tanah tumbuk dapat
distabilisasi dengan menggunakan semen
hanya saja penambahan semen tentunya akan
menambah energi dan biaya yang dibutuhkan
(Silva 2013).
Aplikasi tanah tumbuk umumnya
digunakan untuk pembangunan dinding
rumah tinggal. Namun seiring dengan
perkembangan zaman, tanah tumbuk dapat
digunakan pada pekerjaan jalan. Seperti
terlihat pada Gambar 1 yang memperlihatkan
salah satu proses pekerjaan jalan lokal
dengan menggunakan tanah tumbuk yang
diperkuat dengan bahan polimer.
NASKAH AWAL
KAJIAN PUSTAKA
Teknik pemodelan material telah
berkembang pesat dewasa ini seiring dengan
perkembangan teknologi di bidang komputasi
numerik. Secara umum, pemodelan material
dapat dibagi menjadi dua metode yaitu
metode kontinum dan metode diskrit. Metode
kontinum adalah metode dengan asumsi
bahwa struktur diasumsikan sebagai solid
kontinum. Solid kontinum tersebut dapat
terdiri atas beberapa elemen yang dapat
berdeformasi akibat beban. Sedangkan,
metode diskrit adalah metode yang
mengasumsikan bahwa struktur terdiri atas
beberapa partikel kecil yang memungkinkan
terdapat ruang (pori) di dalamnya. Sehingga
perilaku struktur secara global dipengaruhi
oleh pergerakan dan kontak dinamik antara
beberapa partikel. Saat ini, metode diskrit
telah berkembang pesat untuk kebutuhan
pemodelan material granular. Namun
demikian, untuk keperluan praktis pada
kajian ini digunakan metode kontinum, oleh
karena identifikasi material dapat dilakukan
dalam skala makro sesuai dengan pengujian
laboratorium konvensional (misalnya uji
tekan uniaksial, uji tarik uniaksial, triaksial,
dsb.). Dengan demikian, metode kontinum
masih sangat relevan sebagai dasar
pemodelan tanah tumbuk.
Metode kontinum sendiri ada beberapa
jenis model seperti misalnya; model
kerusakan elastis (Mazars 1989) dan model
dengan pendekatan elasto-plastis (Argyris
et.al 1974 dan Bazant 1978). Semua model
tersebut dapat ditemukan pada berbagai
macam model yang telah diusulkan untuk
material beton. Dalam hal ini, diasumsikan
perilaku tanah tumbuk berada diantara tanah
dan beton, sehingga model pada beton dapat
diaplikasikan pada tanah tumbuk. Namun,
tentunya dengan beberapa penyesuaian
parameter. Berikut ini disampaikan beberapa
model pada beton yang dapat digunakan
untuk memodelkan tanah tumbuk.
Model kerusakan elastis
Model kerusakan elastis merupakan
pendekatan yang paling sederhana oleh
karena pada prinsipnya perilaku struktur
dapat dimodelkan melalui perubahan
modulus elastis (E). Sehingga pada
pendekatan ini tidak dibutuhkan terlalu
banyak identifikasi parameter. Sebagai
= E0
( 0' )
.(1)
= E0 0 (1 A) + Ae c > 0
Dimana:
A=
f c' E0 0
0
'
' c
c
E0 ( e
0 )
Keterangan :
E0 : modulus elastis inisial (MPa)
0 : regangan batas elastis
c : regangan batas puncak
f0 : tegangan kondisi batas elastis (MPa)
fc : tegangan kondisi puncak (MPa)
Gambar 2 memperlihatkan hubungan
tegangan regangan tekan pada model
kerusakan elastis. Terlihat batas elastis
hingga f0 , kemudian struktur memiliki respon
nonlinier hingga mencapai kekuatan puncak
pada fc. Setelah itu terjadi degradasi
kekuatan (softening) hingga kondisi residual.
Kondisi ini dapat dimodelkan dengan
menambahkan parameter f0p dan 0p.
Pendekatan elasto-plastis
Pada model elasto plastis,
diasumsikan bahwa material awalnya
berespon elastis sampai kemudian berespon
plastis akibat beban. Model elasto-plastis
konvensional yang umum digunakan untuk
3
NASKAH AWAL
fs = 0
2c
N
c
tan
1 = 3
Keterangan :
dei p : perubahan deformasi plastis
s : faktor pengali plastis
gs : potensial plastis
Mohr Coulomb cukup baik dalam
memodelkan bagian elastis inisial dan
tegangan kondisi puncak. Namun demikian,
perilaku sebelum kondisi puncak sangatlah
kaku (tidak ada degradasi kekakuan sebelum
mengalami kegagalan). Oleh karena itu, pada
kajian ini diperhitungkan juga proses
hardening seperti nampak pada eksperimen
yang dilakukan oleh Florian (Gambar 4).
Hardening law didefinisikan dengan
memperhitungkan perubahan permukaan
leleh (yield surface). Sehingga keadaan
plastis dapat dimodelkan jauh lebih awal
dibandingkan Model Mohr Coulomb.
1
HIPOTESIS
Gambar 3. Kriteria
Coulomb (FLAC 2008)
kegagalan
Mohr
f s = 1 3 N + 2c N
..(2)
Keterangan :
: kohesi (MPa)
: sudut geser ()
1 + sin
1 sin
Flow rule :
deip = s
dg s
d i
...(3)
Seperti
halnya
Model
Mohr
Coulomb, Model CJS-1 akan memberikan
hasil yang relatif sangat kaku oleh karena
domain elastis sangat besar sebelum
kegagalan. Penambahan perilaku nonlinier
dengan hardening rule pada CJS-2 dapat
memberikan hasil yang lebih baik oleh
karena memungkinkan perilaku plastis dapat
dimodelkan lebih awal sebelum kegagalan.
METODE PENELITIAN
Beberapa langkah yang diperlukan
untuk mencapai tujuan penelitian yaitu
sebagai berikut :
1. Penentuan referensi eksperimental.
2. Pendefinisian model konstitutif.
3. Identifikasi parameter model.
4. Pemodelan dan simulasi.
5. Interpretasi hasil.
Referensi eksperimental
Sebagai validasi model, digunakan
referensi eksperimental yang telah dilakukan
oleh (Florian dkk 2014) terhadap sampel
tanah tumbuk yang diuji tekan. Sampel tanah
tumbuk berasal dari wilayah Rhone Alpes
yang berlokasi bagian tenggara Perancis.
Adapun referensi yang diambil yaitu
merupakan rata-rata 3 pengujian pada sampel
4
NASKAH AWAL
0.001
0
-0.002
-0.003
axial (MPa)
-0.001
3
-0.004
1
-0.005
0
0
0.001
0.002
0.003
axial
Stress_strain (exp)
0.004
-0.006
0.005
sII
def_volumic (exp)
f
Gambar 4. Hasil eksperimental uji tekan
(Florian dkk 2014)
tarik
Rc
geser
Model CJS-RE
Pada kajian ini, model konstitutif
CJS-RE yang merupakan pengembangan
Model CJS dibuat dengan menggunakan
bantuan Microsoft Visual C++. Program ini
digunakan oleh karena proses eksekusi yang
lebih cepat dibandingkan bila dibuat dalam
bentuk bahasa FISH (standar bahasa pada
FLAC).
S1
f geser
f tarik
S2
S3
( )
(+ )
I1
3Tr
3Trmax
Rt
NASKAH AWAL
&eij =
S&ij
e
2G
I&1
ij
9K e
.(4)
Keterangan:
Sij = Tensor tegangan deviator
ij = Tensor Kronecker
Ge = Modulus geser (MPa)
Ke = Modulus kompresi (MPa)
Pada Pers.1 nilai Ke dan Ge atau bisa
didefinisikan dengan E dan v diambil sebagai
konstan (elastis linier). Parameter tersebut
dapat diidentifikasi dengan menggunakan
data tegangan regangan pada uji tekan.
b. Kriteria kegagalan tarik
f t = 3 Tr 0
.(5)
Keterangan:
3 = Tegangan utama minor (MPa)
Tr = Kuat tarik material (MPa)
Kriteria
kegagalan
tarik
ditentukan
berdasarkan tegangan utama minor (3).
Sehingga apabila 3 mencapai nilai Tr, maka
terjadi kegagalan tarik pada struktur. Seperti
pada beton, kegagalan tarik pada tanah
tumbuk bersifat getas. Hal ini dapat
didefinisikan dengan penurunan mendadak
kuat tarik material (Tr).
c. Kriteria kegagalan geser
Keterangan:
qII
= Tensor deviatorik lokal
h(q) = Faktor
bentuk
yang
dapat
memperhitungkan pengaruh arah
pembebanan terhadap perilaku
material
h( q ) = (1 cos(3 q ))6
1
R
I1
Trmax
=
=
=
=
=
a. Kriteria elastis
Sudut Lode ()
Parameter disimetri
Radius kriteria leleh
Invarian pertama tensor tegangan
Parameter batas kuat tarik material
d. Hardening
Batas leleh akibat geser dapat membesar
secara isotropis dengan menggunakan
formulasi hardening sebagai berikut :
.(7)
Keterangan:
dR = perubahan radius kriteria leleh
A
= parameter hardening
df
dp = s s = s (I1 + 3Tr max )
dR
e. Deformasi volumik
Deformasi pada arah normal
didefinisikan dengan menggunakan formulasi
dilatansi sebagai berikut :
&
dp
v
dp
s II
sij .deij
= mvc 1
s II
s II
.........(8)
Keterangan:
= laju dilatansi
sII
= invarian kedua tensor tegangan
sIImvc = invarian kedua tensor tegangan
pada keadaan karakteristik
deijdp = perubahan
tensor
deviator
regangan plastis
Formulasi dilatansi tersebut menentukan
sistem mengalami kontraksi atau dilatansi
berdasarkan kondisi tegangan relatif terhadap
tegangan karakteristik (sII /sIImvc).
Identifikasi parameter model
Identifikasi parameter dibagi menjadi 2 yaitu
parameter elastis dan parameter plastis.
Parameter elastis yaitu modulus elastisitas
(E) dapat diidentifikasi langsung dari
kemiringan inisial diagram tegangan
regangan tekan (Gambar 4). Selanjutnya
rasio Poisson dapat diestimasi berkisar 0,2
s/d 0,37 (Bui dkk 2014b) sesuai dengan kadar
air.
Parameter
plastis
( dan Rfail)
dapat
diidentifikasi melalui eksperimen dengan
beban tekan dan tarik. Bila data kuat tarik
tidak tersedia maka dapat diperkirakan
dengan hubungan ft=0.1fc (Bui 2014a).
Kemudian parameter ditentukan dengan
menggunakan data kurva deformasi volumik.
Untuk memodelkan hardening pada CJS-2
diperlukan 2 tambahan parameter yaitu A dan
rini. Parameter A dapat ditentukan dengan
metode trial-error hingga sesuai eksperimen,
sedangkan Rini dapat ditentukan berdasarkan
batas elastis pada kurva tegangan regangan.
6
NASKAH AWAL
CJS-RE1
E = 5000 MPa
v = 0,25 MPa
= 3,0
= 0,894
Rfail = 0,27
Tr = 400 kPa
Trmax = 1,45 MPa
CJS-RE2
E = 5000 MPa
v = 0,25 MPa
= 3,0
= 0,894
Rfail = 0,27
Tr = 400 kPa
Trmax = 1,45 MPa
Rini = 0,05
A = 0,0002
Model axi-simetris
Spesimen berupa silinder yang memiliki
diameter 64,4 mm dan tinggi 140 mm
dimodelkan dengan model axi-simetris
(bagian berwarna abu-abu) oleh karena
pertimbangan beban dan geometri yang
simetris. Sistem dibebani dengan kecepatan
0.02 m/s.
V=0.02 m/s
5
4
3
2
Exp
CJS-RE1
CJS-RE2
1
0
0
0.001
0.002
0.003
0.004
0.005
Gambar
8.
Perbandingan
hubungan
tegangan dan regangan hasil simulasi serta
eksperimen
Gambar 9 memperlihatkan grafik
hubungan regangan volumetrik () dan
regangan aksial (1). Kedua model dapat
memodelkan kontraksi dan dilatansi. Hanya
saja pada Model CJS-RE1 dilatansi terjadi
lebih awal (tepat saat tercapai fc), sedangkan
pada model CJS-RE2 dilatansi dapat
dimodelkan sebelum beban puncak tercapai.
Deformasi volumik
140 mm
Bagian yang
dimodelkan
axial (MPa)
0.001
0
-0.001
64.4 mm
-0.003
-0.004
-0.005
0.001
0.002
0.003
0.004
0.005
-0.002
Exp
CJS-RE1
CJS-RE2
Gambar 9.
Perbandingan
deformasi
volumetrik hasil simulasi serta eksperimen
PEMBAHASAN
Hasil
simulasi
memperlihatkan
bahwa pendekatan elasto - plastis yang
diusulkan cukup baik dalam memprediksi
perilaku tanah tumbuk. Model CJS-RE1
dapat memberikan perkiraan beban puncak,
namun demikian secara umum dapat
7
NASKAH AWAL
KESIMPULAN
Beberapa kesimpulan yang dapat
diambil dari studi ini adalah sebagai berikut :
1.
2.
SARAN
Adapun saran yang dapat diambil dari studi
ini adalah sebagai berikut :
1.
2.
DAFTAR PUSTAKA
Silva R.A., Oliveira D.V., Miranda T.,
Cristelo N., Escobar M.C., Soares E..
Rammed earth construction with
granitic residual soils: The case study
of northern Portugal, Construction
and Building Materials, Vol. 47,
October 2013, 181-191.
The magazine for professional engineer,
2012,
Green-Tinted
Building
Products, National Society of
Professional Engineers
Bui T. T., Bui Q. B., Limam A., Maximilien
S., Failure of rammed earth walls:
from
observations
to
quantifications. Construction and
Building Materials, 2014a., Vol 51,
295302
Bui Q B, Morel J C, Hans S, Meunier N.
Compression
behaviour
of
nonindustrial materials in civil 450
engineering
by
three
scale
experiments: the case of rammed
earth, Materials and Structures,
Vol. 42, 451 N 8, p. 1101-1116,
2009.
Champire F., Fabbri A., Morel JC., Wong H.,
and McGregor F. (2015). A typical
mechanical behaviour of clayey
materials for building constructions
Mazars
NASKAH AWAL