Anda di halaman 1dari 9

NASKAH AWAL

PEMODELAN PERILAKU TEKAN TANAH TUMBUK DENGAN


PENDEKATAN ELASTO-PLASTIS
MODELING COMPRESSION BEHAVIOUR OF RAMMED EARTH
BY USING ELASTO-PLASTIC APPROACH
Winarputro Adi Riyono1,2
1)

Pusat Litbang Jalan dan Jembatan


Jl. A.H. Nasution No. 264, Bandung 40294
Email : winarputro.adi@pusjatan.pu.go.id
i R 2) Kandidat Doktor
Laboratoire de Tribologie et Dynamique des Systemes (LTDS)
Ecole Centrale de Lyon-France
iyonono
ABSTRAK
Tanah telah banyak digunakan secara luas sejak lama sebagai material konstruksi bangunan.
Tanah tumbuk (rammed earth) adalah salah satu teknologi berkelanjutan yang diterapkan di
beberapa negara termasuk Perancis, dimana banyak bangunan bersejarah terbuat dari tanah
tumbuk. Namun, oleh karena belum ada peraturan yang mengatur tentang perencanaan dan
preservasi untuk bahan tersebut, pemilik bangunan mengalami kesulitan saat harus melakukan
perbaikan pada struktur yang mengalami kerusakan. Studi ini merupakan bagian dari penelitian
nasional yang bertujuan untuk memahami perilaku struktur yang terbuat dari tanah tumbuk.
Sebagai validasi, beberapa pengujian mekanik dilakukan terhadap tanah tumbuk yang ada di
Perancis. Pada studi ini, disajikan pemodelan numerik dengan menggunakan model konstitutif
elasto-plastis CJS-RE untuk memodelkan perilaku tekan tanah tumbuk. Model ini dikembangkan
dengan bahasa C++ dan diimplementasi pada program FLAC. Model dibuat secara hierarkis
sesuai dengan informasi yang tersedia untuk mengidentifikasi parameter model. Pada paper ini
disajikan model elasto-plastis level 1 dan level 2. Hasil simulasi memperlihatkan kesesuaian yang
baik terhadap eksperimen.
Kata kunci : rammed earth, model konstitutif, elasto-plastis, level 1 dan level 2
ABSTRACT
Earth has been widely used through ages as a suitable material for building construction. Rammed
earth is one of the sustainable technology used in many countries include France, where many
heritage structures made from this materials. However, as no regulation exists for rammed earth
structures, the owners of such structures are helpless at the time when repairing damages
appearing in any aging heritage structures. This work is part of a national research project
devoted to the study of construction building involving rammed earth. In particular, mechanical
tests were carried out on some representative materials used in France for rammed earth
buildings. In this study, a numerical modelling by using an elastoplastic constitutive law named
CJS-RE model is developed for modeling the compression behavior of rammed earth. The model
was developed in C++ language and implemented in FLAC. It is based on a hierarchical approach
of the modeling in relation to the information available to identify the set of model parameters. The
first and second levels of the model are presented herein. The simulation results shown a good
agreement with the experiments.
Keywords : rammed earth, constitutive model, elasto-plastic, level 1 and level 2
1

NASKAH AWAL

PENDAHULUAN
Tanah tumbuk adalah struktur yang
dibuat dengan cara menumbuk tanah
(biasanya terdiri atas pasir, lempung, dan
kerikil) diantara bekisting. Setelah itu,
bekisting dilepas dan tanah akan terekspos
kemudian mengeras secara alami menjadi
stuktur yang cukup kuat dan awet puluhan
tahun. Sebenarnya teknik ini memiliki
kesamaan dengan beton, hanya saja pada
beton digunakan semen sebagai bahan
pengikat sedangkan pada tanah tumbuk,
lempung digunakan sebagai bahan pengikat.
Meski demikian, tanah tumbuk dapat
distabilisasi dengan menggunakan semen
hanya saja penambahan semen tentunya akan
menambah energi dan biaya yang dibutuhkan
(Silva 2013).
Aplikasi tanah tumbuk umumnya
digunakan untuk pembangunan dinding
rumah tinggal. Namun seiring dengan
perkembangan zaman, tanah tumbuk dapat
digunakan pada pekerjaan jalan. Seperti
terlihat pada Gambar 1 yang memperlihatkan
salah satu proses pekerjaan jalan lokal
dengan menggunakan tanah tumbuk yang
diperkuat dengan bahan polimer.

Gambar 1. Aplikasi tanah tumbuk untuk


jalan lokal (NSPE 2012).
Teknik konstruksi ini makin populer di
beberapa negara di Eropa seperti Perancis,
oleh karena material tersebut memenuhi
kriteria pembangunan yang berkelanjutan
dimana energi yang dibutuhkan untuk
konstruksi yang sangat rendah, penggunaan
material lokal, dan memberikan kenyamanan
bagi penghuni di dalam struktur (Bui, 2014a).
Namun, satu aspek dasar yang perlu
diperhatikan
yaitu
berkaitan
dengan
preservasi bangunan yang terbuat dari tanah

tumbuk. Hal ini disebabkan belum ada


peraturan yang mengatur secara detail
perencanaan
dan
preservasi
struktur
bangunan yang terbuat dari tanah tumbuk.
Sehingga pemilik bangunan kesulitan untuk
menentukan teknik perbaikan yang memadai
terhadap struktur yang mengalami kerusakan.
Oleh karena itu diperlukan pengetahuan yang
memadai tentang perilaku struktur yang
terbuat dari tanah tumbuk.
Penelitian ini merupakan penelitian
yang ditujukan untuk memahami perilaku
tanah tumbuk khususnya secara mekanik.
Perilaku mekanik terdiri atas perilaku
terhadap beban tekan, beban tarik, dan
pembebanan berulang (siklik). Adapun
sasaran penelitian pada tahap awal yaitu
tersedianya suatu model material yang
sederhana yang dapat memprediksi perilaku
struktur tanah tumbuk terhadap beban tekan.
Saat ini beberapa eksperimen telah banyak
dilakukan untuk mengetahui karakteristik
tekan tanah tumbuk. Misalnya Bui (2009)
melakukan eksperimen uji tekan tanah
tumbuk pada 3 skala yang berbeda.
Kemudian Florian (2014) telah melakukan uji
tekan tanpa kekangan pada tanah tumbuk
dengan metode image processing .
Disamping
eksperimen,
beberapa
peneliti telah melakukan kajian numerik
dengan pendekatannya masing-masing. Pada
studi ini, kajian numerik dilakukan dengan
menggunakan metode kontinum pendekatan
elasto-plastis. Model konstitutif yang
digunakan yaitu Model CJS (kepanjangan
Cambou-Jafari-Sidoroff yang merupakan
pencipta model ini). Pada prinsipnya, model
ini dapat dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan pemodelan. Sehingga, tingkat
kompleksitas model konstitutif ini didasarkan
atas ketersediaan data eksperimen yang ada
serta tipe pembebanan. Oleh karena itu,
model konstitutif ini dapat dideskripsikan
dalam beberapa level. Namun demikian, pada
kajian ini digunakan model pada level 1
(CJS-1) yang pada dasarnya memiliki
kesamaan dengan Model Mohr-Coulomb
serta model level 2 (CJS-2) dengan
penambahan isotropic hardening. Tentunya
kedua model tersebut telah melalui adaptasi
model oleh karena Model CJS awalnya hanya
digunakan untuk tanah non kohesif. Pada
kasus tanah tumbuk, diredefinisi menjadi
Model CJS-RE (CJS-Rammed Earth).
2

NASKAH AWAL

KAJIAN PUSTAKA
Teknik pemodelan material telah
berkembang pesat dewasa ini seiring dengan
perkembangan teknologi di bidang komputasi
numerik. Secara umum, pemodelan material
dapat dibagi menjadi dua metode yaitu
metode kontinum dan metode diskrit. Metode
kontinum adalah metode dengan asumsi
bahwa struktur diasumsikan sebagai solid
kontinum. Solid kontinum tersebut dapat
terdiri atas beberapa elemen yang dapat
berdeformasi akibat beban. Sedangkan,
metode diskrit adalah metode yang
mengasumsikan bahwa struktur terdiri atas
beberapa partikel kecil yang memungkinkan
terdapat ruang (pori) di dalamnya. Sehingga
perilaku struktur secara global dipengaruhi
oleh pergerakan dan kontak dinamik antara
beberapa partikel. Saat ini, metode diskrit
telah berkembang pesat untuk kebutuhan
pemodelan material granular. Namun
demikian, untuk keperluan praktis pada
kajian ini digunakan metode kontinum, oleh
karena identifikasi material dapat dilakukan
dalam skala makro sesuai dengan pengujian
laboratorium konvensional (misalnya uji
tekan uniaksial, uji tarik uniaksial, triaksial,
dsb.). Dengan demikian, metode kontinum
masih sangat relevan sebagai dasar
pemodelan tanah tumbuk.
Metode kontinum sendiri ada beberapa
jenis model seperti misalnya; model
kerusakan elastis (Mazars 1989) dan model
dengan pendekatan elasto-plastis (Argyris
et.al 1974 dan Bazant 1978). Semua model
tersebut dapat ditemukan pada berbagai
macam model yang telah diusulkan untuk
material beton. Dalam hal ini, diasumsikan
perilaku tanah tumbuk berada diantara tanah
dan beton, sehingga model pada beton dapat
diaplikasikan pada tanah tumbuk. Namun,
tentunya dengan beberapa penyesuaian
parameter. Berikut ini disampaikan beberapa
model pada beton yang dapat digunakan
untuk memodelkan tanah tumbuk.
Model kerusakan elastis
Model kerusakan elastis merupakan
pendekatan yang paling sederhana oleh
karena pada prinsipnya perilaku struktur
dapat dimodelkan melalui perubahan
modulus elastis (E). Sehingga pada
pendekatan ini tidak dibutuhkan terlalu
banyak identifikasi parameter. Sebagai

contoh Sima dkk. 2007 mendefinisikan


formulasi tegangan-regangan akibat beban
tekan sebagai:

= E0


( 0' )

.(1)

= E0 0 (1 A) + Ae c > 0

Dimana:

A=

f c' E0 0
0

'
' c
c

E0 ( e

0 )

Keterangan :
E0 : modulus elastis inisial (MPa)
0 : regangan batas elastis
c : regangan batas puncak
f0 : tegangan kondisi batas elastis (MPa)
fc : tegangan kondisi puncak (MPa)
Gambar 2 memperlihatkan hubungan
tegangan regangan tekan pada model
kerusakan elastis. Terlihat batas elastis
hingga f0 , kemudian struktur memiliki respon
nonlinier hingga mencapai kekuatan puncak
pada fc. Setelah itu terjadi degradasi
kekuatan (softening) hingga kondisi residual.
Kondisi ini dapat dimodelkan dengan
menambahkan parameter f0p dan 0p.

Gambar 2. Hubungan tegangan-regangan


pada model elastis (Sima 2007)

Pendekatan elasto-plastis
Pada model elasto plastis,
diasumsikan bahwa material awalnya
berespon elastis sampai kemudian berespon
plastis akibat beban. Model elasto-plastis
konvensional yang umum digunakan untuk
3

NASKAH AWAL

pemodelan beton atau tanah yaitu Model


Mohr Coulomb (Gambar 3). Model ini
umumnya digunakan dalam pemodelan
kegagalan geser pada tanah atau batuan
(Vermeer 1984). Kriteria kegagalan pada
Model Mohr Coulomb pada bidang tegangan
utama dapat dilihat pada Gambar 3. Jika
kondisi tegangan berada pada garis fs=0 maka
dapat dikatakan bahwa struktur mengalami
kegagalan geser.

fs = 0

2c
N

c
tan

1 = 3

Keterangan :
dei p : perubahan deformasi plastis
s : faktor pengali plastis
gs : potensial plastis
Mohr Coulomb cukup baik dalam
memodelkan bagian elastis inisial dan
tegangan kondisi puncak. Namun demikian,
perilaku sebelum kondisi puncak sangatlah
kaku (tidak ada degradasi kekakuan sebelum
mengalami kegagalan). Oleh karena itu, pada
kajian ini diperhitungkan juga proses
hardening seperti nampak pada eksperimen
yang dilakukan oleh Florian (Gambar 4).
Hardening law didefinisikan dengan
memperhitungkan perubahan permukaan
leleh (yield surface). Sehingga keadaan
plastis dapat dimodelkan jauh lebih awal
dibandingkan Model Mohr Coulomb.

1
HIPOTESIS

Gambar 3. Kriteria
Coulomb (FLAC 2008)

kegagalan

Mohr

Beberapa komponen yang perlu didefinisikan


pada model elasto-plastis yaitu : kriteria leleh
dan flow rule. Di dalam kriteria leleh
didefinisikan kombinasi tegangan (tegangan
utama
atau
invarian)
yang
dapat
menyebabkan kegagalan geser. Sedangkan,
flow rule digunakan untuk perhitungan
deformasi plastis. Sebagai contoh kriteria
leleh dan flow rule pada Model Mohr
Coulomb adalah sebagai berikut :
Kriteria leleh :

f s = 1 3 N + 2c N

..(2)

Keterangan :

1 : tegangan utama mayor (MPa)


3 : tegangan utama minor (MPa)
c

: kohesi (MPa)
: sudut geser ()

1 + sin
1 sin

Flow rule :

deip = s

dg s
d i

...(3)

Seperti
halnya
Model
Mohr
Coulomb, Model CJS-1 akan memberikan
hasil yang relatif sangat kaku oleh karena
domain elastis sangat besar sebelum
kegagalan. Penambahan perilaku nonlinier
dengan hardening rule pada CJS-2 dapat
memberikan hasil yang lebih baik oleh
karena memungkinkan perilaku plastis dapat
dimodelkan lebih awal sebelum kegagalan.

METODE PENELITIAN
Beberapa langkah yang diperlukan
untuk mencapai tujuan penelitian yaitu
sebagai berikut :
1. Penentuan referensi eksperimental.
2. Pendefinisian model konstitutif.
3. Identifikasi parameter model.
4. Pemodelan dan simulasi.
5. Interpretasi hasil.
Referensi eksperimental
Sebagai validasi model, digunakan
referensi eksperimental yang telah dilakukan
oleh (Florian dkk 2014) terhadap sampel
tanah tumbuk yang diuji tekan. Sampel tanah
tumbuk berasal dari wilayah Rhone Alpes
yang berlokasi bagian tenggara Perancis.
Adapun referensi yang diambil yaitu
merupakan rata-rata 3 pengujian pada sampel
4

NASKAH AWAL

tanah tumbuk dengan kelembapan relatif


25% (Gambar 4). Terlihat bahwa terhadap
beban tekan, material memiliki respon elastis
di awal hingga tegangan 0,4 MPa kemudian
diperoleh respon nonlinier hingga beban
puncak (4 MPa) sebelum akhirnya runtuh
(garis putus-putus). Perilaku pada arah
normal memperlihatkan struktur mengalami
kontraksi hingga regangan 0.0015 sebelum
kemudian mengalami dilatansi yang cukup
tajam (garis tegas).

0.001
0

-0.002

-0.003

axial (MPa)

-0.001
3

-0.004
1

-0.005

0
0

0.001

0.002

0.003

axial

Stress_strain (exp)

0.004

-0.006
0.005

Produk dari C++ yaitu berupa file dalam


bentuk *.DLL yang kemudian akan
digunakan untuk simulasi pada program Fast
Lagrangian Analysis Continua (FLAC).
Model CJS-RE terdiri atas 2
mekanisme kegagalan, yaitu kegagalan tarik
dan geser. Kriteria kegagalan dalam bidang
deviator dapat dilihat pada Gambar 5.
Kondisi di dalam kriteria menunjukkan
sistem berada dalam keadaan elastis
sedangkan kondisi kegagalan terjadi apabila
sistem berada pada garis batas kriteria.
Apabila sistem berada di luar kriteria maka
hal tersebut mencerminkan kondisi yang
tidak mungkin secara fisik sehingga harus
dilakukan koreksi plastis agar kembali pada
garis batas kriteria. q yaitu sudut yang
menggambarkan
kondisi
pembebanan
sehingga pada q=0 sistem mengalami
beban tekan uniaksial dan q=60 sistem
mengalami beban tarik uniaksial.

sII

def_volumic (exp)

f
Gambar 4. Hasil eksperimental uji tekan
(Florian dkk 2014)

tarik

Rc

geser

Model CJS-RE
Pada kajian ini, model konstitutif
CJS-RE yang merupakan pengembangan
Model CJS dibuat dengan menggunakan
bantuan Microsoft Visual C++. Program ini
digunakan oleh karena proses eksekusi yang
lebih cepat dibandingkan bila dibuat dalam
bentuk bahasa FISH (standar bahasa pada
FLAC).
S1

f geser
f tarik

S2

S3

Gambar 5. Kriteria kegagalan pada bidang


deviator (I1=0.0)

( )

(+ )
I1
3Tr
3Trmax

Rt

Gambar 6. Kriteria kegagalan pada bidang


meridian pada model CJS (q =0 dan
q =60).
Apabila kita melihat pada bidang
meridian tekan dan tarik (Gambar 6) maka
terlihat 2 buah garis yang menggambarkan
batas kegagalan tarik dan geser. Bagian
putus-putus merupakan bagian yang tidak
diperhitungkan sebagai batas kegagalan oleh
karena kurang representatif secara fisik.
Sehingga kegagalan didefinisikan sesuai
dengan bagian garis yang tegas. Sisi positif
menggambarkan sistem dalam pembebanan
tekan sedangkan sisi negatif dalam
pembebanan tarik.
5

NASKAH AWAL

&eij =

S&ij
e

2G

I&1
ij
9K e

.(4)

Keterangan:
Sij = Tensor tegangan deviator
ij = Tensor Kronecker
Ge = Modulus geser (MPa)
Ke = Modulus kompresi (MPa)
Pada Pers.1 nilai Ke dan Ge atau bisa
didefinisikan dengan E dan v diambil sebagai
konstan (elastis linier). Parameter tersebut
dapat diidentifikasi dengan menggunakan
data tegangan regangan pada uji tekan.
b. Kriteria kegagalan tarik

f t = 3 Tr 0

.(5)

Keterangan:
3 = Tegangan utama minor (MPa)
Tr = Kuat tarik material (MPa)
Kriteria
kegagalan
tarik
ditentukan
berdasarkan tegangan utama minor (3).
Sehingga apabila 3 mencapai nilai Tr, maka
terjadi kegagalan tarik pada struktur. Seperti
pada beton, kegagalan tarik pada tanah
tumbuk bersifat getas. Hal ini dapat
didefinisikan dengan penurunan mendadak
kuat tarik material (Tr).
c. Kriteria kegagalan geser

= q II h( q ) R (I1 + 3Tr max ) 0 ..(6)

Keterangan:
qII
= Tensor deviatorik lokal
h(q) = Faktor
bentuk
yang
dapat
memperhitungkan pengaruh arah
pembebanan terhadap perilaku
material

h( q ) = (1 cos(3 q ))6
1

R
I1
Trmax

=
=
=
=
=

dR = A R fail Rini exp ( Ap )dp

a. Kriteria elastis

Sudut Lode ()
Parameter disimetri
Radius kriteria leleh
Invarian pertama tensor tegangan
Parameter batas kuat tarik material

d. Hardening
Batas leleh akibat geser dapat membesar
secara isotropis dengan menggunakan
formulasi hardening sebagai berikut :

.(7)

Keterangan:
dR = perubahan radius kriteria leleh
A
= parameter hardening
df
dp = s s = s (I1 + 3Tr max )
dR
e. Deformasi volumik
Deformasi pada arah normal
didefinisikan dengan menggunakan formulasi
dilatansi sebagai berikut :

&

dp
v

dp
s II
sij .deij
= mvc 1
s II
s II

.........(8)

Keterangan:
= laju dilatansi
sII
= invarian kedua tensor tegangan
sIImvc = invarian kedua tensor tegangan
pada keadaan karakteristik
deijdp = perubahan
tensor
deviator
regangan plastis
Formulasi dilatansi tersebut menentukan
sistem mengalami kontraksi atau dilatansi
berdasarkan kondisi tegangan relatif terhadap
tegangan karakteristik (sII /sIImvc).
Identifikasi parameter model
Identifikasi parameter dibagi menjadi 2 yaitu
parameter elastis dan parameter plastis.
Parameter elastis yaitu modulus elastisitas
(E) dapat diidentifikasi langsung dari
kemiringan inisial diagram tegangan
regangan tekan (Gambar 4). Selanjutnya
rasio Poisson dapat diestimasi berkisar 0,2
s/d 0,37 (Bui dkk 2014b) sesuai dengan kadar
air.
Parameter
plastis
( dan Rfail)
dapat
diidentifikasi melalui eksperimen dengan
beban tekan dan tarik. Bila data kuat tarik
tidak tersedia maka dapat diperkirakan
dengan hubungan ft=0.1fc (Bui 2014a).
Kemudian parameter ditentukan dengan
menggunakan data kurva deformasi volumik.
Untuk memodelkan hardening pada CJS-2
diperlukan 2 tambahan parameter yaitu A dan
rini. Parameter A dapat ditentukan dengan
metode trial-error hingga sesuai eksperimen,
sedangkan Rini dapat ditentukan berdasarkan
batas elastis pada kurva tegangan regangan.
6

NASKAH AWAL

Tabel 1. Parameter model


No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

CJS-RE1
E = 5000 MPa
v = 0,25 MPa
= 3,0
= 0,894
Rfail = 0,27
Tr = 400 kPa
Trmax = 1,45 MPa

CJS-RE2
E = 5000 MPa
v = 0,25 MPa
= 3,0
= 0,894
Rfail = 0,27
Tr = 400 kPa
Trmax = 1,45 MPa
Rini = 0,05
A = 0,0002

Model axi-simetris
Spesimen berupa silinder yang memiliki
diameter 64,4 mm dan tinggi 140 mm
dimodelkan dengan model axi-simetris
(bagian berwarna abu-abu) oleh karena
pertimbangan beban dan geometri yang
simetris. Sistem dibebani dengan kecepatan
0.02 m/s.

V=0.02 m/s

5
4
3
2
Exp
CJS-RE1
CJS-RE2

1
0
0

0.001

0.002

0.003

0.004

0.005

Gambar
8.
Perbandingan
hubungan
tegangan dan regangan hasil simulasi serta
eksperimen
Gambar 9 memperlihatkan grafik
hubungan regangan volumetrik () dan
regangan aksial (1). Kedua model dapat
memodelkan kontraksi dan dilatansi. Hanya
saja pada Model CJS-RE1 dilatansi terjadi
lebih awal (tepat saat tercapai fc), sedangkan
pada model CJS-RE2 dilatansi dapat
dimodelkan sebelum beban puncak tercapai.
Deformasi volumik

140 mm

Bagian yang
dimodelkan

lebih awal pada level 0,4 MPa. Terlihat


perilaku nonlinier struktur sebelum akhirnya
runtuh pada beban puncak.

axial (MPa)

Semua parameter tersebut direkapitulasi pada


Tabel 1.

0.001
0

-0.001

64.4 mm

-0.003
-0.004
-0.005

Tegangan dan regangan tekan


Gambar 8 memperlihatkan grafik
hubungan tegangan dan regangan tekan.
Terlihat Model CJS-RE1 memberikan
keruntuhan struktur pada level 4 MPa pada
regangan mendekati 0,1 %. Dapat dikatakan
domain elastis sangatlah besar sebelum
runtuh pada beban puncak. Model CJS-RE2
memberikan hasil struktur mengalami leleh

0.001

0.002

0.003

0.004

0.005

-0.002

Gambar 7. Model spesimen pada uji tekan

HASIL DAN ANALISIS

Exp
CJS-RE1
CJS-RE2

Gambar 9.
Perbandingan
deformasi
volumetrik hasil simulasi serta eksperimen

PEMBAHASAN
Hasil
simulasi
memperlihatkan
bahwa pendekatan elasto - plastis yang
diusulkan cukup baik dalam memprediksi
perilaku tanah tumbuk. Model CJS-RE1
dapat memberikan perkiraan beban puncak,
namun demikian secara umum dapat
7

NASKAH AWAL

dikatakan struktur berespon kaku sebelum


akhirnya runtuh. Deformasi volumik pada
model CJS-RE1 terdiri atas 2 garis linier
yang
menggambarkan
kontraksi
dan
dilatansi. Kontraksi terjadi akibat proses
densifikasi material saat pemadatan. Seiring
dengan proses pembebanan hingga tidak ada
ruang bagi partikel untuk berpindah sehingga
terjadi slip pada bidang geser yang
menyebabkan dilatansi. Model CJS-RE1
membutuhkan
7
parameter
untuk
diidentifikasi yang terdiri atas 2 parameter
elastis dan 5 parameter plastis.
Model CJS-RE2 merupakan CJSRE1 dengan penambahan model hardening.
Model hardening yang merupakan fungsi
eksponensial cukup baik dalam memodelkan
bagian nonlinier sebelum beban puncak.
Deformasi volumik pada Model CJS-RE2
dapat dimodelkan dengan sangat baik hingga
regangan 0,3%. Namun demikian, respon
dilatansi yang sangat tajam tidak dapat
diperoleh oleh karena diperkirakan material
sudah tidak kontinyu lagi. Model CJS-RE1
membutuhkan
9
parameter
untuk
diidentifikasi yang terdiri atas 2 parameter
elastis dan 7 parameter plastis. 2 Parameter
plastis tambahan yaitu parameter hardening
(A) yang diperoleh dengan trial-error dan Rini
yang diperoleh sesuai dengan level elastis
eksperimen.
Simulasi pada kajian ini merupakan
simulasi dengan beban tekan uniaksial pada
penampang silinder, sehingga sebenarnya
kriteria tarik tidak akan menentukan
kegagalan. Hal ini akan berbeda apabila
dilakukan simulasi tekan diagonal atau
simulasi beban tarik uniaksial, dimana
kriteria tarik akan memberikan kontribusi
pada proses kegagalan material.

KESIMPULAN
Beberapa kesimpulan yang dapat
diambil dari studi ini adalah sebagai berikut :
1.

2.

Model elasto-plastis CJS-RE1 dengan 7


parameter
mampu
memodelkan
beberapa perilaku dasar tanah tumbuk
terhadap beban tekan.
Model elasto-plastis CJS-RE2 dengan 9
parameter dan
penambahan model
hardening mampu lebih baik dalam
memodelkan perilaku nonlinier tanah
tumbuk.

SARAN
Adapun saran yang dapat diambil dari studi
ini adalah sebagai berikut :
1.

2.

Perlu dilakukan kajian lebih lanjut untuk


melihat performa model terhadap
pembebanan tarik.
Untuk mengetahui respon terhadap
pembebanan berulang (mis : gempa),
maka perlu dikaji pengembangan model
yang mampu berespon secara histeresis.

DAFTAR PUSTAKA
Silva R.A., Oliveira D.V., Miranda T.,
Cristelo N., Escobar M.C., Soares E..
Rammed earth construction with
granitic residual soils: The case study
of northern Portugal, Construction
and Building Materials, Vol. 47,
October 2013, 181-191.
The magazine for professional engineer,
2012,
Green-Tinted
Building
Products, National Society of
Professional Engineers
Bui T. T., Bui Q. B., Limam A., Maximilien
S., Failure of rammed earth walls:
from
observations
to
quantifications. Construction and
Building Materials, 2014a., Vol 51,
295302
Bui Q B, Morel J C, Hans S, Meunier N.
Compression
behaviour
of
nonindustrial materials in civil 450
engineering
by
three
scale
experiments: the case of rammed
earth, Materials and Structures,
Vol. 42, 451 N 8, p. 1101-1116,
2009.
Champire F., Fabbri A., Morel JC., Wong H.,
and McGregor F. (2015). A typical
mechanical behaviour of clayey
materials for building constructions
Mazars

J., Pijauder-Cabot, G., 1989,


Continuum damage theory
Aplication to concrete, Journal of
engineering mechanics 115, 345-365
8

NASKAH AWAL

Argyris, J. H., Faust, G., Szimmat, J.,


Warnke, E. P., & Willam, K. J.
(1974). Recent developments in the
finite element analysis of prestressed
concrete reactor vessels. Nuclear
Engineering and Design, 28(1), 4275
Bazant,

ZP., 1978., On endochronic


inelasticity
and
incremental
plasticity. International Journal of
Solids Structures 14, 691-714

Sima, JF, Roca P, Molins C, Cyclic


constitutive model for concrete,
Engineering structures 2007

Concrete and Rock, Heron, 29(3),


3-64 (1984)
Itasca Consulting Group, Inc 2008. FLAC
Fast Lagrangian Analysis of
Continua, Version 6 User Manual,
Minneapolis, MN : Itasca
Bui, Q. B., Morel, J. C., Hans, S., & Walker,
P. (2014b). Effect of moisture
content
on
the
mechanical
characteristics of rammed earth.
Construction and Building materials,
54, 163-169

Vermeer, P. A., and R. de Borst. NonAssociated Plasticity for Soils,

Anda mungkin juga menyukai