Asma Bronkial
Asma Bronkial
BAB I
KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. JW
Umur : 45 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Ciledug
Pekerjaan : Pekerja Lapangan
Status : Menikah
Agama : Islam
Masuk RS : 27 Juni 2015
B. ANAMNESIS (Auto-anamnesis)
Keluhan Utama
Sesak napas
C. Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran : Komposmentis
b. Keadaan umum : tampak sakit sedang
c. Tanda Vital
- Tekanan Darah : 110/70 mmHg
- Nadi : 84x/menit
- Napas : 36x/menit
- Suhu : 36 oC
d. Pemeriksaan Head to toe
Kepala
- Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat,
isokor, diameter 3 mm, reflek cahaya +/+.
- Hidung : Pernapasan cuping hidung (-), krepitasi (-), nyeri tekan (-)
- Mulut dan tenggorokan : Sianosis (-) sariawan (-)
tonsil membesar (-) faring hiperemis (-)
Toraks
a. Thoraks Anterior
- Paru: Inspeksi : bentuk thorax normal, gerakan dada kanan =
kiri
Palpasi : Nyeri tekan (-)
fremitus taktil kiri dan kanan sama
Ekspansi pernapasan simetris
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : VBS (-/-), wheezing (+/+), ronkhi (+/+)
- Jantung : Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung kanan : Linea parasternalis
dekstra ICS 4
Batas jantung kiri : Linea parasternalis
sinistra ICS 3
Batas apeks jantung : Linea midclavicula
sinistra ICS 5
Auskultasi : Suara jantung I dan II reguler, Gallop (-),
murmur (-)
b. Thoraks Posterior
Inspeksi : - Kifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-)
- pergerakan nafas simetris (kanan = kiri)
Palpasi : - Nyeri tekan (-)
- fremitus taktil kiri dan kanan sama
- Ekspansi pernapasan simetris
Perkusi : Sonor semua lapang paru
Auskultasi: VBS (-/-), wheezing (+/+), ronkhi (+/+)
Abdomen
Inspeksi : perut datar Massa abnormal (-)
venektasi (-) Tidak tampak pembesaran organ
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani
hepatosplenomegali (-)
Palpasi : Supel hepatosplenomegali (-)
nyeri tekan epigastrium (+) Ginjal tidak teraba
Ekstremitas
Akral hangat, edema tungkai (-), clubbing finger (-)
D. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan BTA sputum : negatif
- Laboratorium darah rutin
Hb : 15 gr %
Leukosit : 10.400/mm3
Trombosit : 241.000/mm3
Hematokrit: 44 gr %
Diff count : 0/4/0/69/20/7
MCH : 28,3
MCV : 82,1
MCHC : 34,5
SGOT : 42,9
SGPT : 30,5
- Rontgen thorax PA normal
E. RESUME
Tn. JW 45 tahun datang ke RSUD Waled dengan keluhan utama sesak napas
sejak 1 minggu SMRS. Dari anamnesis didapatkan sesak semakin memberat, pasien
mengeluhkan sesak tiap hari dan terasa lebih berat ketika pasien bekerja, dikarenakan
pasien menghirup debu sehingga terjadi penurunan aktivitas oleh pasien. Pasien juga
mengeluhkan batuk berdahak namun sulit dikeluarkan, batuk darah (-), demam (+) 1
minggu yang lalu. Pasien lebih nyaman dengan posisi duduk. BAB dan BAK normal,
tidak ada mual muntah dan tidak ada nyeri dada ataupun keringat dingin.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan ekspirasi memanjang, suara nafas
tambahan yaitu wheezing dan rhonkhi. Dari pemeriksaan radiologi didapatkan
corakan paru normal.
F. Diagnosis Banding
- Asma bronkial
- PPOK
- Decomp Cordis
G. Diagnosis
Asma Bronkial
H. PENATALAKSANAAN
Non Farmakologi : Hindari faktor pencetus
Farmakologi :
- Metilprednisolon 16 mg
- Amroxol 3x1 mg
- Zibramax 1x500 mg
- Berotec 2x3 puff selang 20 menit (bila sesak)
I. ANALISIS KASUS
Pada pasien ini ditegakkan diagnosis asma bronkial karena adanya keluhan
sesak napas yang dipicu debu. Sesak napas dirasakan setiap hari serta dirasakan pula
saat malam. Sesak mengganggu aktivitas sehari-hari pasien. Pasien merasa paling
nyaman dalam posisi duduk. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya ekspirasi
memanjang dan whezing serta rhonkhi pada kedua lapangan paru. Sementara pada
pemeriksaan penunjang rontgen thoraks didapatkan corakan lapangan paru yang
normal.
Asma bronkial dicirikan sebagai suatu penyakit kesulitan bernapas, batuk,
dada sesak dan adanya wheezing episodik. Gejala asma dapat terjadi secara spontan
ataupun diperberat dengan pemicu yang berbeda antar pasien. Frekuensi asma
mungkin memburuk di malam hari oleh karena tonus bronkomotor dan reaktifitas
bronkus mencapai titik terendah antara jam 3-4 pagi, meningkatkan gejala
bronkokontriksi.
Terapi pengobatan asma meliputi beberapa hal diantaranya yaitu menjaga
saturasi oksigen arteri tetap adekuat dengan oksigenasi, membebaskan obstruksi jalan
napas dengan pemberian bronkodilator inhalasi kerja cepat (2-agonis dan
antikolinergik) dan mengurangi inflamasi saluran napas serta mencegah kekambuhan
dengan pemberian kortikosteroid sistemik yang lebih awal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Difinisi
Asma adalah penyakit gangguan inflamasi kronis saluran pernapasan yang
dihubungkan dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversibel dan
gejala pernapasan.1,2 Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan respon saluran nafas
yang menimbulkan gejala episodik berulang, mengi, sesak nafas, rasa berat di dada
serta batuk terutama malam hari dan atau dini hari. Gejala ini umumnya berhubungan
dengan pengurangan arus udara yang luas tapi bervariasi yang biasanya reversibel
baik secara spontan maupun dengan pengobatan. 3
II. Epidemiologi
Asma bronkial merupakan salah satu penyakit alergi dan masih menjadi
masalah kesehatan baik di negara maju maupun di negara berkembang. Prevalensi
dan angka rawat inap penyakit asma bronkial di negara maju dari tahun ke tahun
cenderung meningkat. Perbedaan prevalensi, angka kesakitan dan kematian asma
bronkial berdasarkan letak geografi telah disebutkan dalam berbagai penelitian.
Selama sepuluh tahun terakhir banyak penelitian epidemiologi tentang asma bronkial
dan penyakit alergi berdasarkan kuisioner telah dilaksanakan di berbagai belahan
dunia. Semua penelitian ini walaupun memakai berbagai metode dan kuisioner
namun mendapatkan hasil yang konsisten untuk prevalensi asma bronkial sebesar 5-
15% pada populasi umum dengan prevalensi lebih banyak pada wanita dibandingkan
laki-laki. Di Indonesia belum ada data epidemiologi yang pasti namun diperkirakan
berkisar 3-8%.4
Dua pertiga penderita asma bronkial merupakan asma bronkial alergi (atopi)
dan 50% pasien asma bronkial berat merupakan asma bronkial atopi. Asma bronkial
atopi ditandai dengan timbulnya antibodi terhadap satu atau lebih alergen seperti
debu, tungau rumah, bulu binatang dan jamur. Atopi ditandai oleh peningkatan
produksi IgE sebagai respon terhadap alergen. Prevalensi asma bronkial non atopi
tidak melebihi angka 10%. Asma bronkial merupakan interaksi yang kompleks antara
faktor genetik dan lingkungan. Data pada penelitian saudara kembar monozigot dan
dizigot, didapatkan kemungkinan kejadian asma bronkial diturunkan sebesar 60-
70%.4
III. Patofisiologi
Sesuatu yang dapat memicu serangan asma ini sangat bervariasi antara satu
individu dengan individu yang lain. Beberapa hal diantaranya adalah alergen, polusi
udara, infeksi saluran nafas, kecapaian, perubahan cuaca, makanan, obat atau ekspresi
emosi yang berlebihan, rinitis, sinusitis bakterial, poliposis, menstruasi, refluks
gastroesofageal dan kehamilan.1
Alergen akan memicu terjadinya bronkokonstriksi akibat dari pelepasan IgE
dependent dari sel mast saluran pernafasan dari mediator, termasuk diantaranya
histamin, prostaglandin, leukotrin, sehingga akan terjadi kontraksi otot polos.
Keterbatasan aliran udara yang bersifat akut ini kemungkinan juga terjadi oleh karena
saluran pernafasan pada pasien asma sangat hiper responsif terhadap bermacam-
macam jenis serangan. Akibatnya keterbatasan aliran udara timbul oleh karena
adanya pembengkakan dinding saluran nafas dengan atau tanpa kontraksi otot polos.
Peningkatan permeabilitas dan kebocoran mikrovaskular berperan terhadap penebalan
dan pembengkakan pada sisi luar otot polos saluran pernafasan.1,6
Hasil akhir dari semua itu adalah penyempitan rongga saluran napas.
Akibatnya menjadi sesak napas, batuk keras bila paru mulai berusaha untuk
membersihkan diri, keluar dahak yang kental bersama batuk, terdengar suara napas
yang berbunyi yang timbul apabila udara dipaksakan melalui saluran napas yang
sempit. Suara napas tersebut dapat sampai terdengar keras terutama saat
mengeluarkan napas.1,6
10
Fenomena ini dapat pula terlihat pada foto toraks yang memperlihatkan gambaran
volume paru yang membesar dan diafragma yang mendatar.1
Hiperinflasi dinamik terutama berhubungan dengan peningkatan aktivitas otot
pernafasan, mungkin sangat berpengaruh terhadap tampilan kardiovaskular. Hiper
inflasi paru akan meningkatkan after load pada ventrikel kanan oleh karena
peningkatan efek kompresi langsung terhadap pembuluh darah paru.1
Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot
bronkus, sumbatan mukus, edema, dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi
bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisiologis saluran napas menyempit
pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan udara distal tempat terjadinya obstruksi
terjebak tidak bisa diekspirasi. Selanjutnya terjadi peningkatan volume residu,
kapasitas residu fungsional dan pasien akan bernapas pada volume yang tinggi
mendekati kapasitas paru total. Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas
tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar. Untuk mempertahankan hiperinflasi
ini diperlukan otot-otot bantu napas.8
Penyempitan saluran napas dapat terjadi baik pada saluran napas yang besar,
sedang, maupun kecil. Gejala mengi menandakan ada penyempitan di saluran napas
besar, sedangkan pada saluran napas yang kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan
dibanding mengi.8
IV. Klasifikasi
Secara etiologis, asma bronchial terbagi dalam 3 tipe 8
1. Asma bronchial tipe non atopi (intrinsic)
Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang
berasal dari allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi saluran nafas dan kodisi
lingkungan yang buruk seperti kelembaban, suhu, polusi udara, zat-zat iritan kimia
atau obat-obatan serta aktivitas olahraga yang berlebihan. Pada golongan ini keluhan
11
ini tidak ada hubungannya dengan paparan (exposure) terhadap allergen dengan sifat-
sifat:
a. Serangan timbul setelah dewasa
b. Pada keluarga tidak ada yang menderita asma
c. Penyakit infeksi sering menimbulkan serangan
d. Ada hubungan dengan pekerjaan atau beban fisik
e. Rangsangan/stimuli psikis mempunyai peran untuk menimbulkan serangan
reaksi asma
f. Perubahan-perubahan cuaca atau lingkungan yang non-spesifik merupakan
keadaan yang peka bagi penderita.
2. Asma bronchial tipe atopi (ekstrinsic)
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan karena
reaksi alergi penderita terhadap allergen dan tidak membawa pengaruh apa-apa
terhadap orang yang sehat. Pada golongan ini, keluhan ada hubungannya dengan
paparan (exposure) terhadap allergen lingkungan yang spesifik. Kepekaan ini
biasanya dapat ditimbulkan dengan uji kulit atau uji provokasi bronchial. Pada tipe
mempunyai sifat-sifat:
a. Timbul sejak kanak-kanak
b. Keluarga ada yang menderita asma
c. Adanya eksim saat bayi
d. Sering menderita rhinitis
e. Di Inggris jelas penyebabnya House Dust Mite, di USA tepung sari
bunga rumput.
3. Asma bronchial tipe campuran (mixed)
Pada golongan ini, keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsic maupun
ekstrinsik.
Berdasarkan derajatnya, asma dapat dibagi menjadi:4
1. Intermite
a. Gejala klinis < 1 kali/minggu
b. Gejala malam < 2 kali/bulan
12
V. Gambaran Klinis
Keluhan dan gejala tergantung dari berat ringannya pada waktu serangan.
Pada serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya komplikasi, keluhan dan
gejala tak ada yang khas.9
13
Sesak nafas
Batuk
Tanda-tanda fisik : 6,9,10
Cemas/gelisah/panik/berkeringat
Tekanan darah meningkat
Nadi meningkat
Pulsus paradoksus : penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 10 mmHg
pada waktu inspirasi
Frekuensi pernafasan meningkat
Sianosis
Otot-otot bantu pernafasan hipertrofi
Paru :
Didapatkan ekspirium yang memanjang
Wheezing
VI. Diagnosis
Diagnosis dari asma umunya tidak sulit, diagnosis asma didasari oleh gejala
yang episodik, gejala berupa batuk, sesak nafas, mengi, rasa berat di dada dan
variabiliti yang berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk
menegakkan diagnosis, ditambah dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal
paru terutama reversibiliti kelainan faal paru, akan lebih meningkatkan nilai
diagnostik.11
a. Anamnesis
Riwayat perjalanan penyakit, faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap
asma, riwayat keluarga dan riwayat adanya alergi.12
b. Pemeriksan fisik
14
Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat obstruksi saluran
nafas. Tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi pernafasan dan denyut
nadi juga meningkat, ekspirasi memanjang disertai ronki kering, mengi
(wheezing) dapat dijumpai pada pasien asma.12
c. Pemeriksaan laboratorium
Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman, kristal
Charcot Leyden).12
d. Pemeriksaan penunjang
1. Spirometri
Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal ventilasi paru.
Reversibilitas penyempitan saluran nafas yang merupakan ciri kahs asma dapat
dinilai dengan peningkatan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan atau
kapasiti vital paksa (FVC) sebanyak 20% atau lebih sesudah pemberian
bronkodilator.13
2. Uji provokasi bronkus
Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada
penderita dengan gejala asma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi
bronkus. Pemeriksaan uji provokais bronkus merupakan cara untuk membuktikan
secara objektif hiperreaktivitas saluran nafas pada orang yang diduga asma. Uji
provokasi bronkus terdiri dari tiga jenis yaitu Uji provokasi dengan beban kerja
(exercise), hiperventilasi udara dan alergen non-spesifik seperti metakolin dan
histamin.10, 11
3. Foto toraks
Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain yang
memberikan gejala serupa seperti gagal jantung kiri, obstruksi saluran nafas,
pneumothoraks, pneumomediastinum. Pada serangan asma yang ringan, gambaran
radiologik paru biasanya tidak memperlihatkan adanya kelainan. 13, 14
15
VIII. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan
mempertahankan kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa
hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Tujuan penatalaksanaan asma: 10
a. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
b. Mencegah eksaserbasi akut
c. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
d. Mengupayakan aktivitas normal
16
17
18
2. Bronkodilator (pelega)
- Agonis beta 2 kerja singkat
Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan prokaterol
yang telah beredar di Indonesia. Pemberian dapat secara inhalasi atau oral, pemberian
secara inhalasi mempunyai onset yang lebih cepat dan efek samping yang minimal.
- Metilxantin
19
- Antikolinergik
Pemberian secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek penglepasan
asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan nafas. Menimbulkan bronkodilatasi dengan
menurunkan tonus vagal intrinsik, selain itu juga menghambat reflek
bronkokonstriksi yang disebabkan iritan.
Tabel 2. obat-obat bronkodilator pada Asma bronkial10
20
X. Prognosis
Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir
menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko yang
berjumlah kira-kira 10 juta. Sebelum dipakai kortikosteroid, secara umum angka
kematian penderita asma wanita dua kali lipat penderita asma pria. Juga suatu
kenyataan bahwa angka kematian pada serangan asma dengan usia lebih tua lebih
21
banyak, kalau serangan asma diketahui dan di mulai sejak kanak-kanak dan mendapat
pengawasan yang cukup kira-kira setelah 20 tahun, hanya 1% yang tidak sembuh dan
di dalam pengawasan tersebut kalau sering mengalami serangan commond cold 29%
akan mengalami serangan ulangan.4
Pada penderita yang mengalami serangan intermiten (kumat-kumatan) angka
kematiannya 2%, sedangkan angka kematian pada penderita yang dengan serangan
terus menerus angka kematiannya 9%. 4
Ddalam 4 minggu terakhir, >3 kali sehari 1- 2 kali sehari 3 kali seminggu <1 kali sem
seberapa sering anda
menggunakan obat semprot
darurat atau obat oral untuk
melegakan pernapasan ?
22
23
DAFTAR PUSTAKA
24
25