Anda di halaman 1dari 20

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karuniaNya, makalah yang
berjudul Askep pada pasien dengan Atresia Ani dapat disusun dengan baik dan selesai
tepat pada waktunya. Makalah ini dibuat untuk melengkapi tugas Sistem Pencernaan.

Materi-materi dalam makalah ini tersusun dari beberapa sumber, lebih dari itu
kreatifitas dan wawasan mahasiswa juga menentukan proses pembuatan makalah ini.
Oleh karena itu fasilitator sangat di harapkan ikut berperan sebagai motifator.

Penulis menyadari, masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini,


untuk itu di mohon kritik dan sarannya yang sifatnya membangun, untuk kesempurnaan
makalah ini. Akhir kata semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan
hidayahNya kepada kita semua dan penulis berharap agar makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita.

Mataram, 11 Apri 2016

Penyusun

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1

LATAR BELAKANG ............................................................................................................. 1


RUMUSAN MASALAH ........................................................................................................ 2
TUJUAN ................................................................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................ 3

A. Definisi ........................................................................................................................ 3
B. Etiologi ........................................................................................................................ 3
C. Klasifikasi .................................................................................................................... 4
D. Patofisiologi/pathway................................................................................................... 5
E. Manifestasi klinis......................................................................................................... 7
F. Komplikasi................................................................................................................... 7
G. Penatalaksanaan Medic................................................................................................ 8
H. Pemeriksaan Penunjang................................................................................................ 8

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ..................................................................................


..............................................................................................................................................10

A. Pengkajian ..................................................................................................................
..............................................................................................................................10
B. Diagnosa keperawatan .................................................................................................
..................................................................................................................................11
C. Intervensi Keperawatan ...............................................................................................
..................................................................................................................................12
BAB IV PENUTUP ................................................................................................................ 17

A. Kesimpulan .................................................................................................................. 17
B. Saran ............................................................................................................................ 17

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................. 18

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau
tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi & Yuliani, R, 2001).Beberapa kelainan
kongenital dapat ditemukan bersamaan dengan penyakit atresia ani, namun hanya 2
kelainan yang memiliki angka yang cukup signifikan yakni down syndrome (5-10%) dan
kelainan urologi (3%). Hanya saja dengan adanya fekaloma, maka dijumpai gangguan
urologi seperti refluks vesikoureter, hydronephrosis dan gangguan vesica urinaria
(mencapai 1/3 kasus) (Swenson dkk, 1990).
Insiden penyakit atresia ani adalah 1 dalam 5000 kelahiran hidup, dengan jumlah
penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap
tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit atresia ani. Kartono mencatat 20-40 pasien
penyakit atresia ani yang dirujuk setiap tahunnya ke RSUPN Cipto Mangunkusomo Jakarta
dengan rasio laki-laki: perempuan adalah 4:1. Insidensi ini dipengaruhi oleh group etnik,
untuk Afrika dan Amerika adalah 2,1 dalam 10.000 kelahiran, Caucassian 1,5 dalam
10.000 kelahiran dan Asia 2,8 dalam 10.000 kelahiran (Holschneider dan Ure, 2005;
Kartono,1993). Menurut catatan Swenson, 81,1 % dari 880 kasus yang diteliti adalah laki-
laki. Sedangkan Richardson dan Brown menemukan tendensi faktor keturunan pada
penyakit ini (ditemukan 57 kasus dalam 24 keluarga).
Atresia ani dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremia, infeksi saluran kemih yang
bisa berkepanjangan, kerusakan uretra (akibat prosedur bedah), komplikasi jangka panjang
yaitu eversi mukosa anal, stenosis (akibat konstriksi jaringan perut dianastomosis), masalah
atau k elambatan yang berhubungan dengan toilet training, inkontinensia (akibat stenosis
awal atau impaksi), prolaps mukosa anorektal dan fistula (karena ketegangan diare
pembedahan dan infeksi). Masalah tersebut dapat diatasi dengan peran aktif petugas
kesehatan baik berupa promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Hal ini dilakukan

3
dengan pendidikan kesehatan, pencegahan, pengobatan sesuai program dan memotivasi
klien agar cepat pulih sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan secara optimal.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :

1. Apa itu Atresia Ani ?

2. Bagaimana Etiologi penyakit Atresia Ani?

3. Bagaimana Patofisiologi Atresia Ani?

4. Bagaimana Manifestasi Klinis Atresia Ani?

5. Bagaimana Komplikasi Atresia Ani?

6. Bagaimana Penatalaksanaan Medis Atresia Ani?

7. Bagaimana Pemeriksaan Penunjang Atresia Ani?

C. Tujuan
Tujuan Umum :
Untuk mendukung kegiatan belajar mengajar jurusan keperawatan
khususnya pada mata kuliah Sistem Pencernaan mengenai Asuhan
Keperawatan Atresia Ani

Tujuan Khusus :
Untuk mengetahui definisi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi,
pemeriksaan diagnostic, penatalaksanaan medis, dan asuhan keperawatan
klien dengan Atresia Ani.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Istilah atresia ani berasal dari bahasa Yunani yaitu a yang artinya tidak ada dan
trepsis yang berarti makanan dan nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia ani adalah
suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang yang normal.
Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforata
meliputi anus, rektum, atau batas di antara keduanya (Betz, 2002). Atresia ani
merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus
(Donna, 2003). Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada
distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal (Suradi, 2001). Atresia ani atau
anus imperforata adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan
bagian endoterm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus
tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak
berhubungan langsung dengan rektum (Purwanto, 2001).
Penulis menyimpulkan bahwa, atresia ani adalah kelainan kongenital dimana anus
tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feses karena terjadi gangguan pemisahan
kloaka yang terjadi saat kehamilan.

B. Etiologi
Penyebab sebenarnya dari atresia ani ini belum di ketahui pasti, namun ada sumber
yang mengatakan bahwa kelainan bawaan anus di sebabkan oleh :
1. Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan
pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik.
2. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi lahir tanpa
lubang anus.
3. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada

5
kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.
4. Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter, dan otot dasar
panggul. Namum demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak
memadai. Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen
autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua tidak diketahui
apakah mempunyai gen carier penyakit ini. Janin yang diturunkan dari kedua orang
tua yang menjadi carier saat kehamilan mempunyai peluang sekitar 25 % - 30
% dari bayi yang mempunyai sindrom genetik, abnormalitas kromosom, atau
kelainan kongenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani (Purwanto,
2001).

Faktor Predisposisi
Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital
saat lahir, seperti :
1. Kelainan sistem pencernaan terjadi kegagalan perkembangan anomali pada
gastrointestinal.
2. Kelainan sistem perkemihan terjadi kegagalan pada genitourinari.

C. Klasifikasi Atresia Ani


Klasifikasi atresia ani ada 4 yaitu :
1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak
dapat keluar.
2. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan anus.
4. Rectal atresia adalah tidak memiliki rektum.

Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu :
1. Anomali rendah / infralevator
Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborektalis,
terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal

6
dan tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius.
2. Anomali intermediet
Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis, lesung anal
dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
3. Anomali tinggi / supralevator
Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini
biasanya berhubungan dengan fistula genitourinarius retrouretral (pria) atau
rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit perineum
lebih dari1 cm.

D. Patofisiologi
Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara
komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan
embrionik, sehingga anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian belakang.
Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal
genitourinari dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan
pada kanal anorektal. Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan dan perkembangan
struktur kolon antara 7-10 minggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat
juga karena kegagalan dalam agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina.
Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar melalui anus sehingga menyebabkan
fekal tidak dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi. Putusnya saluran
pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi baru lahir tanpa lubang anus.
Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan, terdapat tiga letak:
1. Tinggi (supralevator) : rektum berakhir di atas M. levator ani (M. puborektalis)
dengan jarak antara ujung buntu rektum dengan kulit perineum lebih dari 1 cm.
Letak upralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran
genital.
2. Intermediate : rektum terletak pada M. levator ani tetapi tidak menembusnya.
3. Rendah : rektum berakhir di bawah M. levator ani sehingga jarak antara kulit dan
ujung rektum paling jauh 1 cm.

7
Pathways

Gangguan
Gangguan pertumbuhan
pertumbuhan fusi fusi
Pembentukan anus dari tonjolan embriogenik
Pembentukan anus dari tonjolan
embriogenik
Atresia
ani

Feses tidak
Vistel rekto
keluar
vaginal
Feses Feses masuk lewat
menumpuk uretra
Mikroorganisme masuk lewat
Peningkata Reabsorbsi
uretra
n tekanan sisa
Dysuria
intra metabolism
abdominal

Gangguan Resti Ganggua


Operasi Mual, rasa infeksi n
anoplastii muntah nyaman eliminasi
Nutrisi kurang
dari
Perubahan kebutuhan
pola defeksi

Pengeluaran
tidak
terkontrol
Trauma
Gangguan pola
jaringan
Iritasi
Nyeri Perawatan tidak 8
mukosa
adekuat
Resti kerusakan
Gangguan rasa Resti
integritas
nyaman infeksi

E. Manifestasi Klinik
Bayi muntah-muntah pada 24-48 jam setelah lahir dan tidak terdapat defekasi
mekonium. Gejala ini terdapat pada penyumbatan yang lebih tinggi.
Pada golongan 3 hampir selalu disertai fistula. Pada bayi wanita sering
ditemukan fistula rektovaginal (dengan gejala bila bayi buang air besar feses keluar
dari (vagina) dan jarang rektoperineal, tidak pernah rektourinarius. Sedang pada
bayi laki-laki dapat terjadi fistula rektourinarius dan berakhir di kandung kemih
atau uretra dan jarang rektoperineal. Gejala yang akan timbul :
1.) Mekonium tidak keluar dalm 24 jam pertama setelah kelahiran.
2.) Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi.
3.) Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya salah
4.) Perut kembung.
5.) Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.

(Ngastiyah, 2005)

F. Komplikasi
1. Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan.
2. Obstruksi intestinal
3. Kerusakan uretra akibat prosedur pembedahan.
4. Komplikasi jangka panjang :
a. Eversi mukosa anal.
b. Stenosis akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis.
c. Impaksi dan konstipasi akibat terjadi dilatasi sigmoid.
d. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
e. Inkontinensia akibat stenosis anal atau impaksi.
f. Fistula kambuh karena tegangan di area pembedahan dan infeksi.

9
(Betz, 2002)

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dalam tindakan atresia ani yaitu :
a. Pembuatan kolostomi
Kolostomi adalah sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli bedah
pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Pembuatan lubang biasanya
sementara atau permanen dari usus besar atau colon iliaka. Untuk anomali
tinggi, dilakukan kolostomi beberapa hari setelah lahir.
b. PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty)
Bedah definitifnya, yaitu anoplasty dan umumnya ditunda 9 sampai 12 bulan.
Penundaan ini dimaksudkan untuk memberi waktu pelvis untuk membesar dan pada
otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk
menambah berat badannya dan bertambah baik status nutrisinya.
c. Tutup kolostomi
Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari setelah operasi,
anak akan mulai BAB melalui anus. Pertama, BAB akan sering tetapi seminggu
setelah operasi BAB berkurang frekuensinya dan agak padat.

H. Pemeriksaan Penunjang
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang
sebagai berikut
1. Pemeriksaan radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
2. Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk
mengetahui jarak pemanjangan kantung rektum dari sfingternya.
3. Ultrasound terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam sistem

10
pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena
massa tumor.
4. CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
5. Pyelografi intra vena
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
6. Pemeriksaan fisik rektum
Kepatenan rektal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang
atau jari.
7. Rontgenogram abdomen dan pelvis
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang
berhubungan dengan traktus urinarius.

11
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Konsep teori yang digunakan penulis adalah model konseptual keperawatan dari
Gordon. Menurut Gordon data dapat dikelompokkan menjadi 11 konsep yang meliputi :

a. Pola Persepsi Kesehatan


Mengkaji kemampuan pasien dan keluarga melanjutkan perawatan di
rumah
b. Pola Nutrisi dan Metabolik
Anoreksia, penurunan BB dan malnutrisi umumnya terjadi pada pasien
dengan atresia ani post tutup kolostomi. Keinginan pasien untuk makan mungkin
terganggu oleh mual dan muntah dampak dari anastesi.
c. Pola Eliminasi
Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru maka
tubuh dibersihkan dari bahan-bahan yang melebihi kebutuhan dan dari produk
buangan. Oleh karena itu pada pasien atresia ani tidak terdapatnya lubang pada
anus, sehingga pasien akan mengalami kesulitan dalam defekasi.
d. Pola Aktivitas dan Latihan
Pola latihan dan aktivitas dipertahankan untuk menghindari kelemahan otot.
e. Pola Persepsi Kognitif
Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman dan daya
ingatan masa lalu dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.
f. Pola Tidur dan Istirahat

12
Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena nyeri pada luka
insisi.
g. Pola Konsep Diri dan Persepsi Diri
Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya body image, body
comfort. Tidak terjadi perilaku distraksi, gelisah, penolakan karena dampak luka
jahitan operasi.
h. Pola Peran dan Pola Hubungan
Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan sesudah sakit.
Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab atau perubahan kapasitas fisik untuk
melaksanakan peran.
i. Pola Reproduksi dan Seksual
Pola ini bertujuan untuk menjelaskan fungsi sosial sebagai alat reproduksi.
j. Pola Pertahanan Diri, Stress dan Toleransi
Adanya faktor stress lama, efek hospitalisasi, masalah keuangan, dan
rumah.
k. Pola Keyakinan
Untuk menerapkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang
dipeluk dan konsekuensinya dalam keseharian. Dengan ini diharapkan perawat
memberikan motivasi dan pendekatan terhadap klien dalam upaya pelaksanaan
ibadah.
l. Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani biasanya
anus tampak merah, usus melebar, termometer yang dimasukkan melalui
anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi terdengar hiperperistaltik, tanpa
mekonium dalam waktu 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urine dan vagina.

B. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :


1. Pre Operasi
a. Inkontinentia bowel berhubungan dengan tidak lengkapnya pembentukan

13
anus.
b. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah.
c. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan
tentang penyakit dan prosedur perawatan.
2. Post Operasi
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi
pembedahan.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia.
c. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan.
d. Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan kebutuhan
perawatan dirumah.

C. Intervensi Keperawatan

1. Pre Operasi
a. Inkontinentia bowel berhubungan dengan tidak lengkapnya
pembentukan anus.
Tujuan : Terjadi peningkatan fungsi usus.
Kriteria hasil :
1.) Pasien menunjukkan konsistensi tinja lembek
2.) Terbentuknya tinja
3.) Tidak ada nyeri saat defekasi
4.) Tidak terjadi perdarahan
Intervensi :
a.) Lakukan dilatasi anal sesuai program.
Rasional : Meningkatkan kenyamanan pada anak.
b.) Kaji bising usus dan abdomen setiap 4 jam.
Rasional : Menyakinkan berfungsinya usus.
c.) Ukur lingkar abdomen klien.
Rasional : Membantu mendeteksi terjadinya distensi.

14
d.) Pertahankan puasa dan berikan terapi hidrasi IV sampai fungsi
usus normal.
Rasional : Memulihkan dan mengembalikan fungsi usus.

b. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah.


Tujuan : Volume cairan terpenuhi
Kriteria Hasil :
1.) Turgor kulit baik dan bibir tidak kering
2.) TTV dalam batas normal
Intervensi :
a.) Awasi masukan dan keluaran cairan.
Rasional : Untuk memberikan informasi tentang keseimbangan cairan.
b.) Kaji tanda-tanda vital seperti TD, frekuensi jantung, dan nadi.
Rasional : Kekurangan cairan meningkatkan frekuensi jantung, TD dan nadi turun.
c.) Observasi tanda-tanda perdarahan yang terjadi post operasi.
Rasional : Penurunan volume menyebabkan kekeringan pada jaringan.
d.) Kolaborasi dalam pemberian cairan elektrolit sesuai
indikasi.
Rasional : Untuk pemenuhan cairan yang hilang.

c. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit


dan prosedur perawatan.
Tujuan : rasa cemas dapat hilang
Kriteria hasil :
1.) Ansietas berkurang
2.) Klien tidak gelisah
Intervensi :
a.) Kaji status mental dan tingkat ansietas dari klien dan keluarga.
Rasional : Derajat ansietas akan dipengaruhi bagaimana informasi tersebut
diterima.
b.) Jelaskan dan persiapkan untuk tindakan prosedur sebelum

15
dilakukan operasi.
Rasional : Dapat meringankan ansietas terutama ketika tindakan operasi tersebut
dilakukan.
c.) Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan isi pikiran dan perasaan takutnya.
Rasional : Mengungkapkan rasa takut secara terbuka dimana rasa takut dapat
ditujukan.
d.) Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
Rasional : Lingkungan yang nyaman dapat mengurangi ansietas.

2. Post Operasi
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.
Tujuan : Nyeri berkurang dan skala nyeri berkurang
Kriteria Hasil :
1.) Klien mengatakan nyeri berkurang
2.) Skala nyeri 0-1
3.) Ekspresi wajah terlihat rileks
Intervensi :
a.) Kaji karakteristik, lokasi, durasi, frekuensi, dan kualitas nyeri.
Rasional : Bantu klien untuk menilai nyeri dan sebagai temuan dalam pengkajian.
b.) Ajarkan klien manajemen nyeri dengan teknik relaksasi dan distraksi.
Rasional : Membantu dalam menurukan atau mengurangi persepsi atau
respon nyeri.
c.) Ciptakan lingkungan yang nyaman dan anjurkan klien untuk istirahat
Rasional : Memberikan kenyamanan untuk klien agar dapat istirahat.
d.) Kolaborasi untuk pemberian analgetik sesuai advis dokter.
Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri.

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan anoreksia.
Tujuan : Asupan nutrisi dapat terpenuhi dan menuunjukkan perbaikan usus.
Kriteria Hasil :

16
1.) Tidak terjadi penurunan BB.
2.) Klien tidak mual dan muntah
Intervensi :
a.) Kaji kemampuan klien untuk menelan dan menguyah makanan.
Rasional : Menentukan pemilihan jenis makanan sehingga mencegah
terjadinya aspirasi.
b.) Timbang berat badan sesuai indikasi.
Rasional : Mengevaluasi keadekuatan rencana pemenuhan nutrisi.
c.) Jaga keamanan saat memberikan makan klien seperti kepala
sedikit fleksi saat menelan.
Rasional : Menurunkan resiko terjadinya aspirasi dan mengurangi rasa
nyeri pada saat menelan.
d.) Berikan makanan lembut dalam porsi sedikit tapi sering.
Rasional : Meningkatkan pemasukan dan menurunkan distress gaster.

c. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan


Tujuan : tidak ditemukannya tanda tanda infeksi
Kriteria Hasil :
1.) Tidak ada tanda-tanda infeksi
2.) Pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan peningkatan leukosit.
3.) Luka post operasi bersih
Interversi :
a.) Pantau suhu tubuh klien (peningkatan suhu).
Rasional : Demam dapat terjadi karena infeksi.
b.) Ajarkan keluarga teknik mencuci tangan dengan benar dan menggunakan
sabun anti mikroba.
Rasional : Faktor ini paling sederhana tetapi paling penting untuk mencegah
infeksi di rumah sakit.
c.) Pertahankan teknik aseptik pada perawatan luka.
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi nosokomial.
d.) Kolaborasi dalam pemberian antibiotik.

17
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi luka.
e.) Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium.
Rasional : Peningkatan leukosit menunjukkan adanya infeksi.

d. Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan kebutuhan


perawatan dirumah.
Tujuan : Pasien dan keluarga memahami perawatan di rumah
Kriteria Hasil :
1.) Kelurga : menunjukkan kemampuan untuk memberikan perawatan untuk bayi di
rumah.
2.) Keluarga tahu dan memahami dalam memberikan perawatan pada klien.
Intervensi :
a.) Ajarkan perawatan kolostomi dan partisipasi dalam perawatan.
Rasional : Agar keluarga dapat melakukannya.
b.) Ajarkan untuk mengenal tanda-tanda dan gejala yang perlu dilaporkan
perawat.
Rasional : Agar segera dilakukan tindakan.
c.) Ajarkan keluarga cara perawatan luka yang tepat.
Rasional : Dapat memberikan pengetahuan keluarga
d.) Latih keluarga untuk kebiasaan defekasi.
Rasional : untuk melatih pasien.
e.) Ajarkan keluarga untuk memodifikasi diit (misalnya serat).
Rasional : Membantu klien memperlancar defekasi.

18
BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Atresia ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau
saluran anus (Wong, D. L, 2003). Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal
sebagai anus imperforate meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz, C. L and Sowden, L.
A, 2002).
Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan
kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus
dari tonjolan embriogenik. Atresia ani dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa
lubang dubur.
Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.
Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus,
rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat
sampai keenam usia kehamilan.
Berkaitan dengan sindrom down.
Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan

B. Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan kita sebagai seorang perawat mampu
mendiagnosis secara dini mengenai penyakit hernia pada anak, sehingga kita mampu
memberikan asuhan keperawatan yang maksimal terhadap anak tersebut.
Tentunya dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan sehingga
kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan.

19
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Lowdermik, Jensen,2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas edisi EGC, Jakarta
Boes.1997. Buku ajar penyakit THT edisi 6.EGC: Jakarta
Desen wan, Japaries,W,2011, Buku Ajar Onkologi Klinik, FKUI, Jakarta

20

Anda mungkin juga menyukai