1
3) Mudah panik.
C. Aspek sosial
1) Duduk menyendiri
2) Tampak melamun
3) Tidak peduli lingkungan
4) Menghindar dari orang lain
D. Aspek intelektual
1) Merasa putus asa
2) Kurang percaya diri
E. Akibat
Resiko mencederai orang lain dan diri sendiri
1. Pengertian
Suatu keadaan dimana seorang individu melakukan suatu tindakan yang dapat membahayakan
keselamatan jiwanya maupun orang lain di sekitarnya (Town send, 1994)
2. Penyebab
a. Halusinasi
b.Delusi
3.Tanda dan gejala
a. Adanya peningkatan aktifitas motorik
b. Perilaku aktif ataupun destruktif
c. Agresif
2
III. POHON MASALAH
3
B. Data Subyektif
Pasien mengatakan sering mendengar suara-suara tanpa ada wujud yang tampak.
V. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko mencederai diri sendiri dan orang lain berhubungan dengan gangguan persepsi
sensori: Halusinasi dengar.
2. Gangguan persepsi sensori: halusinasi dengar berhubungan dengan adanya isolasi sosial :
menarik diri.
1.
VI. FOKUS INTERVENSI .
A. Diagnosa 1 . Resiko menciderai diri sensiri dan orang lain berhubungan dengan gangguan
sensori : Halusinasi dengar .
TUM : Klien tidak menciderai orang lain .
TUK : 1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan kriteria hasil - Ekspresi
wajah bersahabat.
2. - Menunjukan rasa senang.
3. - Ada kontak mata atau mau jabat tangan.
4. Mau mrnyrbutkan nama.
5. Mau menyebut dan menjawab salam.
6. Mau duduk dan berdampingan dengan perawat.
7. Mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
Intervensi:
Bina hubungan saling percaya dengan prinsip komunikasi terapeutik.
1. Sapa klien dengan ramah baik secara verbal maupun non verbal.
2. Perkenalkan diri dengan sopan.
3. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.
4. Jelaskan tujuan pertemuan.
5. Jujur dan menepati janji.
6. Tunjukan sikap empati dan terima klien apa adanya.
7. Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuan dasar klien.
8. Rasionalisasi : Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan
interaksi selanjutnya.
4
2. Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu namun perawat sendiri tidak
melihatnya.
3. Katakan bahwa klien lain juga yang seperti klien.
4. Katakan bahwa perawat siap membantu klien.
5. Diskusikan dengan klien
a. Situasi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan halusinasi.
b. Waktu dan frekuensinya terjadi halusinasi.
6. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi.
TUK : 4. Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya dengan kriteria
hasil:
i. dapat menjalin hubungan saling percaya dengan perawat
ii. Klien Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan tindakan untuk
mengendalikan halusinasi
5
iii. Intervensi:
a. Anjurkan klien untuk memberi tahu keluarga sedang halusinasi. Rasional: untuk
mendapatkan bantuan keluarga dalam mengontrol halusinasi.
b. Diskusikan dengan keluarga tentang
1). Gejala halusinasi yang dialami klien.
2). Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarag untuk memutus halusinasi.
3). Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah, beri kegiatan jangan biarkan
sendiri.
4). Beri informasi tentang kapan pasien memerluakn bantuan.
Rasional : Untuk meningkatkan pengetahuan tentang halusinasi.
6
DAFTAR PUSTAKA
Boyd dan Nihart. 1998. Psichiatric Nursing & Contenporary Practice . I Edition. Lippincot
.Philadelphia .
Schultz dan Videback. 1998. Manual Psychiatric Nursing Care Plan. 5 th Edition . Lippincott.
Philadelphia .
Keliat , Budi Anna. 1998. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa .EGC. Jakarta.
Stuart dan sundeen . 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa .Edisi 3.EGC.Jakarta .
Townsend . 1995. Nursing Diagnosis In Psychiatric Nursing a Pocket Guide For Care Plan
Construction . Edisi 3 .EGC. Jakarta.
7
LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN KASUS HDR
MASALAH UTAMA
B. PENGERTIAN
C. Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan tidak dapat
bertanggungjawab pada kehidupannya sendiri.
Respon
adaptif Respon maladaptif
Salah satu komponen konsep diri yaitu harga diri dimana harga diri adalah penilaian individu
tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri
(Keliat, 1999).Sedangkan harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang
berharga dan tidak bertanggungjawab atas kehidupannya sendiri.Jika individu sering gagal maka
cenderung harga diri rendah. Harga diri rendah jika kehilangan kasih sayang dan penghargaan
orang lain. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain, aspek utama adalah diterima dan
menerima penghargaan dari orang lain.
8
Gangguan harga diri rendah di gambarkan sebagai perasaan yang negatifterhadap
diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan,
mengkritik diri sendiri, penurunan produktivitas, destruktif yang diarahkan pada orang lain,
perasaan tidak mampu, mudah tersinggung dan menarik diri secara sosial.
Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua yang
tidak relistis, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai tanggungjawab personal,
ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yag tidak realistis. Sedangkan stresor pencetus
mungkin ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal seperti :
1. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menaksika kejadian yang
megancam.
2. Ketegangan peran beruhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dimana
individu mengalami frustrasi. Ada tiga jenis transisi peran :
a. Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif yang berkaitan dengan
pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap perkembangan dalam kehidupan
individu atau keluarga dan norma-norma budaya, nilai-nilai tekanan untuk
peyesuaian diri.
b. Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota
keluarga melalui kelahiran atau kematian.
c. Transisi peran sehat sakit sebagai akibat pergeseran dari keadaan sehat ke keadaan
sakit. Transisi ini mungkin dicetuskan oleh kehilangan bagian tubuh, perubahan
ukuran, bentuk, penampilan dan fungsi tubuh, perubahan fisik, prosedur medis
dan keperawatan.
Gangguan harga diri atau harga diri rendah dapat terjadi secara:
i. Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misal harus
operasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubugan kerja dll.
Pada pasien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena privacy
yang kurang diperhatikan : pemeriksaan fisik yang sembarangan,
pemasangan alat yang tidak sopani (pemasangan kateter, pemeriksaan
pemeriksaan perianal dll.), harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh
yang tidak tercapai karena di rawat/sakit/penyakit, perlakuan petugas yang
tidak menghargai.
ii. Kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama
9
D. POHON MASALAH
Core problem
Berduka disfungsional
F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
2. Gangguan konsep diri: harga diri rendah berhubungan dengan berduka disfungsional.
10
G. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
a. Tujuan umum: sesuai masalah (problem).
b. Tujuan khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan:
1.1. Bina hubungan saling percaya
- Salam terapeutik
- Perkenalan diri
- Jelaskan tujuan inteniksi
- Ciptakan lingkungan yang tenang
- Buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan).
1.2. Beri kesempatan pada klien mengungkapkan perasaannya.
1.3. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien.
1.4. Katakan kepada klien bahwa ia adalah seseorang yang berharga dan bertanggung jawab
serta mampu menolong dirinya sendiri.
11
5.2. Beri pujian atas keberhasilan
5.3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah.
DAFTAR PUSTAKA
Boyd dan Nihart. (1998). Psychiatric Nursing& Contemporary Practice. 1st edition. Lippincot-
Raven Publisher: Philadelphia.
Carpenito, Lynda Juall. (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC: Jakarta.
Schultz dan Videback. (1998). Manual Psychiatric Nursing Care Plan. 5th edition. Lippincott-
Raven Publisher: philadelphia.
Keliat, Budi Anna dll. (1998). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa.. EGC: Jakarta.
Stuart dan Sundeen. (1995). Buku Saku Keperawatan Jwa. Edisi 3. EGC: Jakarta.
Townsend. (1995). Nursing Diagnosis in Psychiatric Nursing a Pocket Guide for Care Plan
Construction. Edisi 3.Jakarta : EGC
12
I. MASALAH UTAMA
Gangguan alam perasaan: depresi dengan resiko bunuh diri.
realitas, tidak dapat menilai realitas dan tidak dapat dimengerti oleh orang lain
Akibat
Core
problem
Koping maladaptif
13
Penyebab
2. Koping maladaptif
a. DS : menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada harapan.
b. DO : nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat mengontrol impuls.
V. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko mencederai diri berhubungan dengan depresi.
2. Gangguan alam perasaan: depresi berhubungan dengan koping maladaptif.
14
2. Klien dapat menggunakan koping adaptif
2.1. Beri dorongan untuk mengungkapkan perasaannya dan mengatakan bahwa perawat
memahami apa yang dirasakan pasien.
2.2. Tanyakan kepada pasien cara yang biasa dilakukan mengatasi perasaan
sedih/menyakitkan
2.3. Diskusikan dengan pasien manfaat dari koping yang biasa digunakan
2.4. Bersama pasien mencari berbagai alternatif koping.
2.5. Beri dorongan kepada pasien untuk memilih koping yang paling tepat dan dapat
diterima
2.6. Beri dorongan kepada pasien untuk mencoba koping yang telah dipilih
2.7. Anjurkan pasien untuk mencoba alternatif lain dalam menyelesaikan masalah.
15
6.1. Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum obat).
6.2. Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar pasien, obat, dosis, cara, waktu).
6.3. Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan.
6.4. Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar.
16
LAPORAN KASUS HARGA DIRI RENDAH
B. Pengertian.
Perilaku menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain ( Rawlins,1993 ).
Pada mulanya klien merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga merasa tidak aman dalam
berhubungan dengan orang lain. Biasanya klien berasal dari lingkungan yang penuh
permasalahan, ketegangan, kecemasan dimana tidak mungkin mengembangkan kehangatan
emosional dalam hubungan yang positif dengan orang lain yang menimbulkan rasa aman.
Dunia merupakan alam yang tidak menyenangkan, sebagai usaha untuk melindungi diri, klien
menjadi pasif dan kepribadiannya semakin kaku (rigid).Klien semakin tidak dapat melibatkan
diri dalam situasi yang baru.Ia berusaha mendapatkan rasa aman tetapi hidup itu sendiri begitu
menyakitkan dan menyulitkan sehingga rasa aman itu tidak tercapai. Hal ini menyebabkan ia
mengembangkan rasionalisasi dan mengaburkan realitas daripada mencari penyebab kesulitan
serta menyesuaikan diri dengan kenyataan.
Konflik antara kesuksesan dan perjuangan untuk meraih kesuksesan itu sendiri terus berjalan dan
penarikan diri dari realitas diikuti penarikan diri dari keterlibatan secara emosional dengan
lingkungannya yang menimbulkan kesulitan. Semakin klien menjauhi kenyataan semakin
kesulitan yang timbul dalam mengembangkan hubungan dengan orang lain. Menarik diri juga
disebabkan oleh perceraian, putus hubungan, peran keluarga yang tidak jelas, orang tua pecandu
alkohol dan penganiayaan anak.Resiko menarik diri adalah terjadinya resiko perubahan sensori
persepsi (halusinasi).
17
2. Tanda tanda menarik diri dilihat dari beberapa aspek :
a. Aspek fisik :
Makan dan minum kurang
Tidur kurang atau terganggu
Penampilan diri kurang
Keberanian kurang
b. Aspek emosi :
Bicara tidak jelas, merengek, menangis seperti anak kecil
Merasa malu, bersalah
Mudah panik dan tiba-tiba marah
c. Aspek sosial
Duduk menyendiri
Selalu tunduk
Tampak melamun
Tidak peduli lingkungan
Menghindar dari orang lain
Tergantung dari orang lain
d. Aspek intelektual
Putus asa
Merasa sendiri, tidak ada sokongan
Kurang percaya diri
D. Pohon masalah
Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi .....
18
2. Data yang perlu di kaji.
a. Resiko perubahanm persepsi sensori: halusinasi..
1) Data Subjektif
a) Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan dengan stimulus nyata
b) Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang nyata
c) Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
d) Klien merasa makan sesuatu
e) Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
f) Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
g) Klien ingin memukul/melempar barang-barang
2) Data Objektif
a) Klien berbicar dan tertawa sendiri
b) Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
c) Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
d) Disorientasi
2) Data subyektif:
Sukar didapat jika klien menolak komunikasi, kadang hanya dijawab dengan singkat, ya atau
tidak.
F. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi . berhubungan dengan menarik diri.
2. Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
3. Kurangnya koping individu berhubungan dengan kurangnya perhatian dari orang tua
19
G. RENCANA TINDAKAN.
Diagnosa Keperawatan 1: Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi. Berhubungan
dengan menarik diri
1. Tujuan umum:
Tidak terjadi perubahan persepsi sensori: halusinasi .
2. Tujuan khusus:
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, memperkenalkan diri, jelaskan tuiuan
interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kesepakatan / janji dengan jelas tentang topik,
tempat, waktu.
Beri perhatian dan penghargaan: temani kilen walau tidak menjawab
Dengarkan dengan empati : beri kesempatan bicara, jangan terburu-buru, tunjukkan
bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien
20
Diskusi dengan klien setiap selesai interaksi / kegiatan
Beri pujian atas keberhasilan klien
f. Klien mendapat dukungan keluarga
Tindakan:
Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui pertemuan keluarga
Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
Diagnosa 2: Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
1. Tujuan umum :
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
2. Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1) Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi terpeutik
2) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Tindakan :
Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimilikiklien.
Setiap bertemu klien hindarkan dari penilaian negatif.
Utamakan memberi pujian yang realistik.
c. Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampun yang dimiliki
Tindakan :
Rencanakan bersama klien aktifitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan
Tingkatkan kegiatan sesuai toleransi kondisi klien
Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
d. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai dengan kondisi sakit dan kemampuannya
Tindakan :
Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan
Beri pujian atas keberhasilan klien
Diskusikan kemungkinan pelaksanan di rumah
21
Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat
Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di ru
DAFTAR PUSTAKA
Azis R, dkk. Pedoman asuhan keperawatan jiwa.Semarang : RSJD Dr. Amino Gondoutomo.
2003
Boyd MA, Hihart MA. Psychiatric nursing : contemporary practice. Philadelphia : Lipincott-
Raven Publisher. 1998
Stuart GW, Sundeen SJ. Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 3.Jakarta : EGC. 1998
Stuart, G.W and Sundeen. Principle and practice of psychiatric nursing. 5thed.
St Louis Mosby Year Book.1995
Stuart. G.W and Laraia. Principle and practice of psychiatric nursing.7thed.St Louis Mosby Year
Book. 2001
Tim Direktorat Keswa. Standar asuhan keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1.Bandung : RSJP
Bandung. 2000
22
LAPORAN KASUS PERAWATAN DIRI KURANG
A. Masalah Utama
Perawatan diri kurang: higiene diri
C. 1. Pohon Masalah
23
Data Obyektif:
Badan bau, pakaian kotor, rambut dan kulit kotor, kuku panjang dan kotor, gigi kotor, mulut bau,
penampilan tidak rapih, tak bisa menggunakan alat mandi.
C. Diagnosa keperawatan
1. Perawatan diri kurang: higiene berhubungan dengan menurunnya motivasi perawatan
diri
2. Menurunnya motivasi perawatan diri berhubungan dengan menarik diri
D. Rencana tindakan
a. Tujuan umum : klien mampu melakukan perawatan diri: higioene.
b. Tujuan khusus:
1. Klien dapat menyebutkan pengertian dan tanda-tanda kebersihan diri
Tindakan :
1.1. Diskusikan bersama klien tentang pengertian bersih dan tanda-tanda bersih
1.2. Beri reinforcement positif bila klien mampu melakukan hal yang positif.
24
5.2. Dorong klien untuk melakukan kebersihan diri dengan bantuan minimal
6. Klien dapat melakukan perawatan diri higiene secara mandiri
Tindakan:
6. 1. Beri kesempatan klien untuk membersihkan diri secara bertahap
6.2. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya setelah membersihkan diri
6.3 Bersama klien membuat jadwal menjaga kebersihan diri
6.4. Bimbing klien untuk melakukan aktivitas higiene secara teratur
25
LAPORAN KASUS PERILAKU KEKERASAN
A. Masalah Utama:
Perilaku kekerasan/amuk.
B. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal
tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif.
(Stuart dan Sundeen, 1995)
26
Faktor presipitasi
Bersumber dari klien (kelemahan fisik, keputusasaan, ketidak berdayaan, percaya diri kurang),
lingkungan (ribut, padat, kritikan mengarah penghinaan, kehilangan orang yang
dicintai/pekerjaan dan kekerasan) dan interaksi dengan orang lain( provokatif dan konflik).
Budiana Keliat, 2004)
2. Penyebab
Untuk menegaskan keterangan diatas, pada klien gangguan jiwa, perilaku kekerasan bisa
disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu
tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal
diri.Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri
sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
Gejala Klinis
Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap penyakit (rambut
botak karena terapi)
Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri sendiri)
Gangguan hubungan sosial (menarik diri)
Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan)
Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan yang suram, mungkin
klien akan mengakiri kehidupannya.
( Budiana Keliat, 1999
3. Akibat
Klien dengan perilaku kekerasan dapat melakukan tindakan-tindakan berbahaya bagi dirinya,
orang lain maupun lingkungannya, seperti menyerang orang lain, memecahkan perabot,
membakar rumah dll.
D. 1. Pohon Masalah
Perilaku Kekerasan/amuk
27
2. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji
a. Masalah keperawatan:
1). Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2). Perilaku kekerasan / amuk
3). Gangguan harga diri : harga diri rendah
b. Data yang perlu dikaji:
2. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
1). Data Subyektif :
Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau
marah.
Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
2). Data Objektif :
Mata merah, wajah agak merah.
Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit, memukul diri
sendiri/orang lain.
Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
Merusak dan melempar barang-barang.
3. Perilaku kekerasan / amuk
1). Data Subyektif :
Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau
marah.
Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
2). Data Obyektif
Mata merah, wajah agak merah.
Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
Merusak dan melempar barang-barang.
4. Gangguan harga diri : harga diri rendah
1). Data subyektif:
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri
sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
2). Data obyektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin
mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.
28
D. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan perilaku
kekerasan/amuk.
b. Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan harga diri: harga diri rendah.
c. Resiko harga diri rendah berhubungan dengan
E. Rencana Tindakan
a. Tujuan Umum: Klien tidak mencederai dengan melakukan manajemen kekerasan
b. Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
1.1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan
jelaskan tujuan interaksi.
1.2. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
1.3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
29
5.2. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
5.3. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
30
DAFTAR PUSTAKA
Stuart GW, Sundeen, Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.).St.Louis Mosby
Year Book, 1995
Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo,
2003
Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP Bandung,
2000
31
LAPORAN KASUS DENGAN WAHAM
A. Masalah Utama.
Perubahan isi pikir : waham
B. Pengertian.
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang salah.Keyakinan
klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya klien (1).
Manifestasi klinik waham yaitu berupa : klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya
( tentang agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya ) berulang kali secara berlebihan tetapi
tidak sesuai kenyataan, klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan, merusak
(diri, orang lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat waspada, tidak tepat menilai
lingkungan / realitas, ekspresi wajah tegang, mudah tersinggung (2).
2. Akibat
Akibat dari waham klien dapat mengalami kerusakan komunikasi verbal yang ditandai dengan
pikiran tidak realistic, flight of ideas, kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata yang didengar
dan kontak mata yang kurang. Akibat yang lain yang ditimbulkannya adalah beresiko
mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
D. Pohon masalah
32
E. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji
1. Masalah keperawatan :
a. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Kerusakan komunikasi : verbal
c. Perubahan isi pikir : waham
d. Gangguan konsep diri : harga diri rendah.
33
F. Diagnosa Keperawatan
a. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan waham
b. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan waham
c. Perubahan isi pikir : waham (..) berhubungan dengan harga diri rendah.
E. Rencana Keperawatan
Diagnosa Keperawatan 1: kerusakan komunikasi verbalberhubungan dengan waham
1. Tujuan umum :
Klien tidak terjadi kerusakan komunikasi verbal
2. Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan :
Bina hubungan.saling percaya: salam terapeutik, perkenalkan diri, jelaskan tujuan
interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas topik, waktu, tempat).
Jangan membantah dan mendukung waham klien: katakan perawat menerima keyakinan
klien "saya menerima keyakinan anda" disertai ekspresi menerima, katakan perawat tidak
mendukung disertai ekspresi ragu dan empati, tidak membicarakan isi waham klien.
Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi: katakan perawat akan
menemani klien dan klien berada di tempat yang aman, gunakan keterbukaan dan kejujuran
jangan tinggalkan klien sendirian.
Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan perawatan diri.
34
Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan memerlukan waktu dan
tenaga (buat jadwal jika mungkin).
Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk menggunakan wahamnya.
Diagnosa Keperawatan 2: Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan
dengan waham
a. Tujuan Umum:
Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
b. Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan
jelaskan tujuan interaksi.
Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
Beri perhatian dan penghargaan : teman klien walau tidak menjawab.
35
4. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:
Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap tenang.
36
Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi.
Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah.
37
c. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
Tindakan :
Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah
38
DAFTAR PUSTAKA
Aziz R, dkk. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang: RSJD Dr. Amino Gondoutomo.
2003
Keliat Budi A. Proses keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC. 1999
Tim Direktorat Keswa. Standart asuhan keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1. Bandung:
RSJP.2000
Townsend M.C. Diagnosa keperawatan pada keperawatan psikiatri; pedoman untuk pembuatan
rencana keperawatan. Jakarta: EGC. 1998
39
LAPORAN PENDAHULUAN ISOLASI SOSIAL
A. Masalah Utama
Isolasi sosial : menarik diri
40
3. Rentang Respon
Rentang respon perilaku
Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma, sosial, dan
kebudayaan secara umum yang berlaku di masyarakat. Respon adaptif terdiri dari : solitud,
otonomi, bekerjasama, dan saling tergantung. Respon maladaptif adalah respon yang
menimbulkan gangguan dengan berbagai tingkat keparahan (Stuart dan Sundeen, 1998).Respon
maladaptif terdiri dari manipulasi, impulsif, dan narkisisme.
Berdasarkan gambar rentang respon sosial di atas,menarik diri termasuk dalam transisi antara
respon adaptif dengan maladaptif sehingga individu cenderung berfikir kearah negatif.
Berbagai faktor dapat menimbulkan respon yang maladaptif.Akan tetap, menurut Stuart dan
Sundeen (1998), belum ada suatu kesimpulan yang spesifik tentang penyebab gangguan yang
mempengaruhi hubungan interpersonal.
4. faktor predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
a. Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu dengan sukses,
karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi, akan menghambat masa
perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi
individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang,
perhatian dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada bayi bayi akan memberikan rasa tidak aman
yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan tersebut dapat
mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain maupun lingkungan di kemudian hari.
Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak mersaa diperlakukan
sebagai objek.
Menurut Purba, dkk. (2008) tahap-tahap perkembangan individu dalam berhubungan terdiri
dari:
1) Masa Bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan biologis maupun
psikologisnya. Konsistensi hubungan antara ibu dan anak, akan menghasilkan rasa aman dan rasa
41
percaya yang mendasar. Hal ini sangat penting karena akan mempengaruhi hubungannya dengan
lingkungan di kemudian hari. Bayi yang mengalami hambatan dalam mengembangkan rasa
percaya pada masa ini akan mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan orang lain pada
masa berikutnya.
2) Masa Kanak-kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang mandiri, mulai mengenal
lingkungannya lebih luas, anak mulai membina hubungan dengan teman-temannya.Konflik
terjadi apabila tingkah lakunya dibatasi atau terlalu dikontrol, hal ini dapat membuat anak
frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan yang konsisten dan adanya komunikasi terbuka dalam
keluarga dapat menstimulus anak tumbuh menjadi individu yang interdependen, Orang tua harus
dapat memberikan pengarahan terhadap tingkah laku yang diadopsi dari dirinya, maupun sistem
nilai yang harus diterapkan pada anak, karena pada saat ini anak mulai masuk sekolah dimana ia
harus belajar cara berhubungan, berkompetensi dan berkompromi dengan orang lain.
3) Masa Praremaja dan Remaja
Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang intim dengan teman sejenis, yang
mana hubungan ini akan mempengaruhi individu untuk mengenal dan mempelajari perbedaan
nilai-nilai yang ada di masyarakat. Selanjutnya hubungan intim dengan teman sejenis akan
berkembang menjadi hubungan intim dengan lawan jenis. Pada masa ini hubungan individu
dengan kelompok maupun teman lebih berarti daripada hubungannya dengan orang tua. Konflik
akan terjadi apabila remaja tidak dapat mempertahankan keseimbangan hubungan tersebut, yang
seringkali menimbulkan perasaan tertekan maupun tergantung pada remaja.
4) Masa Dewasa Muda
Individu meningkatkan kemandiriannya serta mempertahankan hubungan interdependen antara
teman sebaya maupun orang tua. Kematangan ditandai dengan kemampuan mengekspresikan
perasaan pada orang lain dan menerima perasaan orang lain serta peka terhadap kebutuhan orang
lain. Individu siap untuk membentuk suatu kehidupan baru dengan menikah dan mempunyai
pekerjaan.Karakteristik hubungan interpersonal pada dewasa muda adalah saling memberi dan
menerima (mutuality).
5) Masa Dewasa Tengah
Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan anak-anak terhadap dirinya
menurun.Kesempatan ini dapat digunakan individu untuk mengembangkan aktivitas baru yang
dapat meningkatkan pertumbuhan diri. Kebahagiaan akan dapat diperoleh dengan tetap
mempertahankan hubungan yang interdependen antara orang tua dengan anak.
6) Masa Dewasa Akhir
Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik kehilangan keadaan fisik, kehilangan orang
tua, pasangan hidup, teman, maupun pekerjaan atau peran. Dengan adanya kehilangan tersebut
ketergantungan pada orang lain akan meningkat, namun kemandirian yang masih dimiliki harus
dapat dipertahankan.
42
b. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk mengembangkan gangguan
tingkah laku.
1) Sikap bermusuhan/hostilitas
2) Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak
3) Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk mengungkapkan
pendapatnya.
4) Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada pembicaananak, hubungan
yang kaku antara anggota keluarga, kurang tegur sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama
dalam pemecahan masalah tidak diselesaikan secara terbuka dengan musyawarah.
5) Ekspresi emosi yang tinggi
6) Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat bersamaan yang membuat
bingung dan kecemasannya meningkat)
7) c. Faktor Sosial Budaya
8) Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor pendukung
terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh karena norma-norma yang
salah yang dianut oleh satu keluarga.seperti anggota tidak produktif diasingkan dari
lingkungan sosial.
d. Factor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa.Insiden tertinggi skizofrenia
ditemukan pada keluarga yang anggota keluarga yang menderita skizofrenia.Berdasarkan hasil
penelitian pada kembar monozigot apabila salah diantaranya menderita skizofrenia adalah 58%,
sedangkan bagi kembar dizigot persentasenya 8%.Kelainan pada struktur otak seperti atropi,
pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur limbik, diduga
dapat menyebabkan skizofrenia.
5. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal maupun
eksternal, meliputi:
a. Stressor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadinya penurunan
stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai, kehilangan pasangan
pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini
dapat menimbulkan isolasi sosial.
b. Stressor Biokimia
43
1) Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta tractus saraf
dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
2) Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan meningkatkan dopamin
dalam otak. Karena salah satu kegiatan MAO adalah sebagai enzim yang menurunkan
dopamin, maka menurunnya MAO juga dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
3) Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien skizofrenia.
Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena dihambat oleh dopamin.
Hypertiroidisme, adanya peningkatan maupun penurunan hormon adrenocortical seringkali
dikaitkan dengan tingkah laku psikotik.
4) Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala psikotik diantaranya
adalah virus HIV yang dapat merubah stuktur sel-sel otak.
c. Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial
Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi akibat interaksi antara
individu, lingkungan maupun biologis.
d. Stressor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu untuk
berhubungan dengan orang lain. Intesitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah akan menimbulkan berbagai masalah
gangguan berhubungan pada tipe psikotik.
Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan karena ego tidak dapat menahan
tekanan yang berasal dari id maupun realitas yang berasal dari luar.Ego pada klien psikotik
mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi stress. Hal ini berkaitan dengan adanya
masalah serius antara hubungan ibu dan anak pada fase simbiotik sehingga perkembangan
psikologis individu terhambat.
Menurut Purba, dkk. (2008) strategi koping digunakan pasien sebagai usaha mengatasi
kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Strategi koping yang
sering digunakan pada masing-masing tingkah laku adalah sebagai berikut:
a) Tingkah laku curiga: proyeksi
b) Dependency: reaksi formasi
c) Menarik diri: regrasi, depresi, dan isolasi
d) Curiga, waham, halusinasi: proyeksi, denial
e) Manipulatif: regrasi, represi, isolasi
f) Skizoprenia: displacement, projeksi, intrijeksi, kondensasi, isolasi, represi dan regrasi.
6. Sumber Koping
Menurut Stuart (2007, hlm. 280) sumber koping yang berhubungan dengan respon sosial maladaptif
adalah sebagai berikut :
1) Keterlibatan dalam hubungan keluarga yang luas dan teman.
44
2) Hubungan dengan hewan peliharaan yaitu dengan mencurahkan perhatian pada hewan peliharaan.
3) Penggunaan kreativitas untuk mengekspresikan stres interpersonal (misalnya: kesenian, musik, atau
tulisan)
Menurut Stuart & Laraia (2005, hlm. 432 ) terkadang ada beberapa orang yang ketika ada masalah
mereka mendapat dukungan dari keluarga dan teman yang membantunya dalam mencari jalan keluar,
tetapi ada juga sebagian orang yang memiliki masalah, tetapi menghadapinya dengan menyendiri dan
tidak mau menceritakan kepada siapapun, termasuk keluarga dan temannya.
7. Mekanisme Koping
Menurut Stuart (2007, hlm. 281) Individu yang mengalami respon sosial maladaptif menggunakan
berbagai mekanisme dalam upaya mengatasi ansietas. Mekanisme tersebut berkaitan dengan dua jenis
masalah hubungan yang spesifik yaitu sebagai berikut:
1) Proyeksi merupakan Keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi kepada orang lain
karena kesalahan sendiri( Rasmun, 2004, hlm. 35).
2) Isolasi merupakan perilaku yang menunjukan pengasingan diri dari lingkungan dan orang lain
(Rasmun, 2004, hlm. 32).
3) Spiliting atau memisah merupakan kegagalan individu dalam menginterpretasikan dirinya dalam
menilai baik buruk (Rasmun, 2001, hlm. 36).
C. Pohon Masalah
45
D. data yang perlu dikaji
E. Diagnosa Keperawatan
Isolasi Sosial
b. Tindakan
1) Membina Hubungan Saling Percaya
46
Tindakan yang harus dilakukan dalam membina hubungan saling percaya, adalah :
a. Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien
b. Berkenalan dengan pasien: perkenalkan nama dan nama panggilan yangperawat sukai,
serta tanyakan nama dan nama panggilan pasien
c. Menanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini
d. Buat kontrak asuhan: apa yang perawat akan lakukan bersama pasien, berapa lama akan
dikerjakan, dan tempatnya di mana
e. Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk kepentingan
terapi
f. Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap pasien
g. Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan
Untuk membina hubungan saling percaya pada pasien isolasi sosial kadang-kadang perlu waktu
yang lama dan interaksi yang singkat dan sering, karena tidak mudah bagi pasien untuk percaya
pada orang lain. Untuk itu perawat harus konsisten bersikap terapeutik kepada pasien. Selalu
penuhi janji adalah salah satu upaya yang bisa dilakukan. Pendekatan yang konsisten akan
membuahkan hasil. Bila pasien sudah percaya dengan anda, program asuhan keperawatan lebih
mungkin dilaksanakan.
2) Membantu pasien mengenal penyebab isolasi sosial
Langkah-langkah untuk melaksanakan tindakan ini adalah sebagai berikut :
a. Menanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain
b. Menanyakan apa yang menyebabkan pasien tidak ingin berinteraksi dengan orang lain
3) Membantu pasien mengenal keuntungan berhubungan dengan orang lain
Dilakukan dengan cara mendiskusikan keuntungan bila pasien memilikibanyak teman dan
bergaul akrab dengan mereka
4) Membantu pasien mengenal kerugian tidak berhubungan
Dilakukan dengan cara:
Mendiskusikan kerugian bila pasien hanya mengurung diri dan tidak bergaul dengan orang
lain
Menjelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik pasien
5). Membantu pasien untuk berinteraksi dengan orang lain secara bertahap
Perawat tidak mungkin secara drastis mengubah kebiasaan pasien dalam berinteraksi dengan
orang lain, karena kebiasaan tersebut telah terbentuk dalam jangka waktu yang lama. Untuk
itu perawat dapat melatih pasien berinteraksi secara bertahap. Mungkin pasien hanya akan akrab
dengan anda pada awalnya, tetapi setelah itu anda harus membiasakan pasien untuk bisa
berinteraksi secara bertahap dengan orang-orang di sekitarnya.
Secara rinci tahapan melatih pasien berinteraksi dapat dilakukan sebagai berikut:
Beri kesempatan pasien mempraktekkan cara berinteraksi dengan orang lain yang
dilakukan di hadapan anda
47
Mulailah bantu pasien berinteraksi dengan satu orang (pasien, perawat atau keluarga)
Bila pasien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah interaksi dengan dua, tiga,
empat orang dan seterusnya.
Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh pasien.
Siap mendengarkan ekspresi perasaan pasien setelah berinteraksi dengan orang lain.
Mungkin pasien akan mengungkapkan keberhasilan atau kegagalannya. Beri dorongan terus
menerus agar pasien tetap semangat meningkatkan interaksinya.
SP 1 Pasien: Membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal
penyebab isolasi sosial, membantu pasien mengenal keuntungan
berhubungan dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain,
dan mengajarkan pasien berkenalan
Orientasi (Perkenalan):
Assalammualaikum
Saya MS, Saya senang dipanggil M, Saya perawat di Ruang Mawar ini yang akan merawat
Ibu.
Siapa nama Ibu? Senang dipanggil siapa?
Apa keluhan S hari ini? Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang keluarga dan teman-
teman S? Mau dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau di ruang tamu? Mau berapa
lama, S? Bagaimana kalau 15 menit
Kerja:
(Jika pasien baru)
Siapa saja yang tinggal serumah? Siapa yang paling dekat dengan S? Siapa yang jarang
bercakap-cakap dengan S? Apa yang membuat S jarang bercakap-cakap dengannya?
(Jika pasien sudah lama dirawat)
Apa yang S rasakan selama S dirawat disini? Oo.. S merasa sendirian? Siapa saja yang S
kenal di ruangan ini
Apa saja kegiatan yang biasa S lakukan dengan teman yang S kenal?
Apa yang menghambat S dalam berteman atau bercakap-cakap dengan pasien yang lain?
Menurut S apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman ? Wah benar, ada teman
bercakap-cakap. Apa lagi ? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa) Nah kalau kerugiannya
tidak mampunyai teman apa ya S ? Ya, apa lagi? (sampai pasien
dapat menyebutkan beberapa) Jadi banyak juga ruginya tidak punya teman ya. Kalau begitu
inginkah S belajar bergaul dengan orang lain? Bagus. Bagaimana kalau sekarang kita belajar
berkenalan dengan orang lain
Begini lho S, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama kita dan nama
panggilan yang kita suka asal kita dan hobi. Contoh: Nama Saya MS, senang dipanggil M. Asal
saya dari Banjar, hobi jalan-jalan
48
Selanjutnya S menanyakan nama orang yang diajak berkenalan. Contohnya begini: Nama
Bapak siapa? Senang dipanggil apa? Asalnya dari mana/ Hobinya apa?
Ayo S dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan S. Coba berkenalan dengan saya!
Ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali
Setelah S berkenalan dengan orang tersebut S bisa melanjutkan percakapan tentang hal-hal
yang menyenangkan S bicarakan. Misalnya tentang cuaca, tentang hobi, tentang keluarga,
pekerjaan dan sebagainya.
Terminasi:
Bagaimana perasaan S setelah kita latihan berkenalan?
S tadi sudah mempraktekkan cara berkenalan dengan baik sekali
Selanjutnya S dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama saya tidak ada.
Sehingga S lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain. S mau praktekkan ke pasien lain.
Mau jam berapa mencobanya. Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan hariannya.
Besok pagi jam 10 saya akan datang kesini untuk mengajak S berkenalan dengan teman saya,
perawat N. Bagaimana, S mau kan?
Baiklah, sampai jumpa. Assalamualaikum
SP 2 Pasien : Mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap
(berkenalan dengan orang pertama -seorang perawat-)
Orientasi :
Assalammualaikum S
Bagaimana perasaan S hari ini?
Sudah dingat-ingat lagi pelajaran kita tetang berkenalan. Coba sebutkan lagi sambil
bersalaman dengan perawat!
Bagus sekali, S masih ingat. Nah seperti janji saya, saya akan mengajak S mencoba
berkenalan dengan teman saya perawat N. Tidak lama kok, sekitar 10 menit
Ayo kita temui perawat N disana
Kerja :
( Bersama-sama S anda mendekati perawat N)
Selamat pagi perawat N, ini ada yang ingin berkenalan dengan N
Baiklah S, S bisa berkenalan dengan perawat N seperti yang kita praktekkan kemarin
(pasien mendemontrasikan cara berkenalan dengan perawat N : memberi salam, menyebutkan
nama, menanyakan nama perawat, dan seterusnya)
Ada lagi yang S ingin tanyakan kepada perawat N .coba tanyakan tentang keluarga perawat
N
Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, S bisa sudahi perkenalan ini. Lalu S bisa buat
janji bertemu lagi dengan perawat N, misalnya jam 1 siang nanti
Baiklah perawat N, karena S sudah selesai berkenalan, saya dan S akan kembali ke ruangan
S. Selamat pagi. Assalamualaikum
49
(Anda bersama pasien meninggalkan perawat N untuk melakukan terminasi dengan S di tempat
lain)
Terminasi:
Bagaimana perasaan S setelah berkenalan dengan perawat N
S tampak bagus sekali saat berkenalan tadi
Pertahankan terus apa yang sudah S lakukan tadi. Jangan lupa untuk menanyakan topik lain
supaya perkenalan berjalan lancar. Misalnya menanyakan keluarga, hobi, dan sebagainya.
Bagaimana, mau coba dengan perawat lain. Mari kita masukkan pada jadwalnya. Mau berapa
kali sehari? Bagaimana kalau 2 kali. Baik nanti S coba sendiri. Besok kita latihan lagi ya, mau
jam berapa? Jam 10? Sampai besok ya.Assalamualaikum
SP 3 Pasien : Melatih Pasien Berinteraksi Secara Bertahap (berkenalan dengan orang
kedua-seorang pasien)
Orientasi:
Assalammualaikum S! Bagaimana perasaan hari ini?
Apakah S bercakap-cakap dengan perawat N kemarin siang
(jika jawaban pasien: ya, saudara bisa lanjutkan komunikasi berikutnya)
Bagaimana perasaan S setelah bercakap-cakap dengan perawat N kemarin siang
Bagus sekali S menjadi senang karena punya teman lagi
Kalau begitu S ingin punya banyak teman lagi?
Bagaimana kalau sekarang kita berkenalan lagi dengan orang lain, yaitu pasien O
seperti biasa kira-kira 10 menit
Mari kita temui dia di ruang makan
Kerja:
( Bersama-sama S saudara mendekati pasien O)
Selamat pagi , ini ada pasien saya yang ingin berkenalan
Baiklah S, S sekarang bisa berkenalan dengannya seperti yang telah S lakukan sebelumnya
(pasien mendemontrasikan cara berkenalan: memberi salam, menyebutkan nama, nama
panggilan, asal dan hobi dan menanyakan hal yang sama).
Ada lagi yang S ingin tanyakan kepada O
Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, S bisa sudahi perkenalan ini. Lalu S bisa buat
janji bertemu lagi, misalnya bertemu lagi jam 4 sore nanti
(S membuat janji untuk bertemu kembali dengan O)
Baiklah O, karena S sudah selesai berkenalan, saya dan S akan kembali ke ruangan S.
Selamat pagi
(Bersama-sama pasien saudara meninggalkan perawat O untuk melakukan terminasi dengan S di
tempat lain)
50
Terminasi:
Bagaimana perasaan S setelah berkenalan dengan O
Dibandingkan kemarin pagi, N tampak lebih baik saat berkenalan dengan O pertahankan
apa yang sudah S lakukan tadi. Jangan lupa untuk bertemu kembali dengan O jam 4 sore nanti
Selanjutnya, bagaimana jika kegiatan berkenalan dan bercakap-cakap dengan orang lain kita
tambahkan lagi di jadwal harian. Jadi satu hari S dapat berbincang-bincang dengan orang lain
sebanyak tiga kali, jam 10 pagi, jam 1 siang dan jam 8 malam, S bisa bertemu dengan N, dan
tambah dengan pasien yang baru dikenal. Selanjutnya S bisa berkenalan dengan orang lain lagi
secara bertahap. Bagaimana S, setuju kan?
Baiklah, besok kita ketemu lagi untuk membicarakan pengalaman S. Pada jam yang sama dan
tempat yang sama ya. Sampai besok.. Assalamualaikum
51
Orientasi:
Assalamualaikum Pak
Perkenalkan saya perawat M, saya yang merawat, anak bapak, S, di ruang Mawar ini
Nama Bapak siapa? Senang dipanggil apa?
Bagaimana perasaan Bapak hari ini? Bagaimana keadaan anak S sekarang?
Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang masalah anak Bapak dan cara
perawatannya
Kita diskusi di sini saja ya? Berapa lama Bapak punya waktu? Bagaimana kalau
setengah jam?
Kerja:
Apa masalah yang Bp/Ibu hadapi dalam merawat S? Apa yang sudah dilakukan?
Masalah yang dialami oleh anak S disebut isolasi sosial. Ini adalah salah satu gejala penyakit
yang juga dialami oleh pasien-pasien gangguan jiwa yang lain.
Tanda-tandanya antara lain tidak mau bergaul dengan orang lain, mengurung diri, kalaupun
berbicara hanya sebentar dengan wajah menunduk
Biasanya masalah ini muncul karena memiliki pengalaman yang mengecewakan saat
berhubungan dengan orang lain, seperti sering ditolak, tidak dihargai atau berpisah dengan
orangorang terdekat
Apabila masalah isolasi sosial ini tidak diatasi maka seseorang bisa mengalami halusinasi,
yaitu mendengar suara atau melihat bayangan yang sebetulnya tidak ada.
Untuk menghadapi keadaan yang demikian Bapak dan anggota keluarga lainnya harus sabar
menghadapi S. Dan untuk merawat S, keluarga perlu melakukan beberapa hal. Pertama
keluarga harus membina hubungan saling percaya dengan S yang caranya adalah bersikap
peduli dengan S dan jangan ingkar janji. Kedua, keluarga perlu memberikan semangat dan
dorongan kepada S untuk bisa melakukan kegiatan bersama-sama dengan orang lain. Berilah
pujian yang wajar dan jangan mencela kondisi pasien.
Selanjutnya jangan biarkan S sendiri. Buat rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan S.
Misalnya sholat bersama, makan bersama, rekreasi bersama, melakukan kegiatan rumah tangga
bersama.
Nah bagaimana kalau sekarang kita latihan untuk melakukan semua cara itu
Begini contoh komunikasinya, Pak: S, bapak lihat sekarang kamu sudah bisa bercakap-cakap
dengan orang lain. Perbincangannya juga lumayan lama. Bapak senang sekali melihat
perkembangan kamu, Nak. Coba kamu bincang-bincang dengan saudara yang lain. Lalu
bagaimana kalau mulai sekarang kamu sholat berjamaah. Kalau di rumah sakit ini, kamu sholat
di mana? Kalau nanti di rumah, kamu sholat bersana-sama keluarga atau di mushola kampung.
Bagiamana S, kamu mau coba kan, nak ?
Nah coba sekarang Bapak peragakan cara komunikasi seperti yang saya contohkan
Bagus, Pak. Bapak telah memperagakan dengan baik sekali
52
Sampai sini ada yang ditanyakan Pak
Terminasi:
Baiklah waktunya sudah habis. Bagaimana perasaan Bapak setelah kita latihan tadi?
Coba Bapak ulangi lagi apa yang dimaksud dengan isolasi sosial dan tanda-tanda orang yang
mengalami isolasi sosial
Selanjutnya bisa Bapak sebutkan kembali cara-cara merawat anak bapak yang mengalami
masalah isolasi sosial
Bagus sekali Pak, Bapak bisa menyebutkan kembali cara-cara perawatan tersebut
Nanti kalau ketemu S coba Bp/Ibu lakukan. Dan tolong ceritakan kepada semua keluarga agar
mereka juga melakukan hal yang sama
Bagaimana kalau kita betemu tiga hari lagi untuk latihan langsung kepada S?
Kita ketemu disini saja ya Pak, pada jam yang sama
Assalamualaikum
SP 2 Keluarga : Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien
dengan masalah isolasi sosial langsung dihadapan pasien
Orientasi:
Assalamualaikum Pak/Bu
Bagaimana perasaan Bpk/Ibu hari ini?
Bapak masih ingat latihan merawat anak Bapak seperti yang kita pelajari berberapa hari
yang lalu?
Mari praktekkan langsung ke S! Berapa lama waktu Bapak/Ibu Baik kita akan coba 30 menit.
Sekarang mari kita temui S
Kerja:
Assalamualaikum S. Bagaimana perasaan S hari ini?
Bpk/Ibu S datang besuk. Beri salam! Bagus. Tolong S tunjukkan jadwal kegiatannya!
(kemudian anda berbicara kepada keluarga sebagai berikut)
Nah Pak, sekarang Bapak bisa mempraktekkan apa yang sudah kita latihkan beberapa hari
lalu
(Anda mengobservasi keluarga mempraktekkan cara merawat pasien seperti yang telah
dilatihkan pada pertemuan sebelumnya).
Bagaimana perasaan S setelah berbincang-bincang dengan Orang tua S?
Baiklah, sekarang saya dan orang tua ke ruang perawat dulu
(Anda dan keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan terminasi dengan keluarga)
Terminasi:
Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita latihan tadi? Bapak/Ibu sudah bagus.
53
Mulai sekarang Bapak sudah bisa melakukan cara merawat tadi kepada S
Tiga hari lagi kita akan bertemu untuk mendiskusikan pengalaman Bapak melakukan cara
merawat yang sudah kita pelajari. Waktu dan tempatnya sama seperti sekarang Pak
Assalamualaikum
SP 3 Keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga
Orientasi:
Assalamualaikum Pak/Bu
Karena besok S sudah boleh pulang, maka perlu kita bicarakan perawatan di rumah.
Bagaimana kalau kita membicarakan jadwal S tersebut disini saja
Berapa lama kita bisa bicara? Bagaimana kalau 30 menit?
Kerja:
Bpk/Ibu, ini jadwal S selama di rumah sakit. Coba dilihat, mungkinkah dilanjutkan di rumah?
Di rumah Bpk/Ibu yang menggantikan perawat. Lanjutkan jadwal ini di rumah, baik jadwal
kegiatan maupun jadwal minum obatnya
Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh anak
Bapak selama di rumah. Misalnya kalau S terus menerus tidak mau bergaul dengan orang lain,
menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain. Jika hal ini
terjadi segera hubungi perawat K di puskemas..........yangterdekat dari rumah Bapak, ini nomor
telepon puskesmasnya...........
Selanjutnya perawat K tersebut yang akan memantau perkembangan S selama di rumah
Terminasi:
Bagaimana Pak/Bu? Ada yang belum jelas? Ini jadwal kegiatan harian S untuk dibawa pulang.
Ini surat rujukan untuk perawat K di PKM Inderapuri. Jangan lupa kontrol ke PKM sebelum
obat habis atau ada gejala yang tampak. Silakan selesaikan administrasinya.
Assalamualaikum
54
DAFTAR PUSTAKA
Boyd, M.A & Nihart, M.A, (1998). Psychiatric Nursing Contemporary Practice, Edisi 9th,
Lippincott-Raven Publishers, Philadelphia
Carpenito, L.J, (1998). Buku Saku Diagnosa keperawatan (terjemahan), Edisi 8, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta
Keliat, B.A, dkk, (1997). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Ed I, EGC, Jakarta
Maramis,W.F (1998). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga University Press, Surabaya
Rawlins, R.P & Heacock, P.E (1988). Clinical Manual of Psychiatric Nursing, Edisi 1th, The C.V
Mosby Company, Toronto
Stuart, G.W & Sundeen, S.J, (1998). Buku Saku Keperawatan Jiwa (terjemahan). Edisi 3, EGC,
Jakarta
Townsend, M.C, (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikitari
(terjemahan), Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
55
LAPORAN PENDAHULUAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI
A. Masalah Utama
Defisit perawatan diri
Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara
kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri
adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya
( Tarwoto dan Wartonah 2000 ).
b. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan motivasi,
kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga
menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000: 59) Faktor faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah:
56
1) Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan
adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
2) Praktik Sosial
Pada anak anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi
perubahan pola personal hygiene.
3) Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat
mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
4) Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan
kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan
kakinya.
5) Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
6) Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti
penggunaan sabun, sampo dan lain lain.
7) Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk
melakukannya.
57
4. Rentang Respon
Adaptif Maladaptif
Pola perawatan diri kadang perawatan diri Tidak melakukan perawatan
seimbang kadang tidak saat stress
5. Penatalaksanaan
Pasien dengan gangguan defisit perawatan diri tidak membutuhkan perawatan medis karena
hanya mengalami gangguan jiwa, pasien lebih membutuhkan terapai kejiwaan melalui
komunikasi terapeutik.
C. Pohon Masalah
1. Data Subyektif:
Klien mengatakan malas mandi, tak mau menyisir rambut, tak mau menggosok gigi, tak mau
memotong kuku, tak mau berhias, tak bisa menggunakan alat mandi / kebersihan diri.
2. Data Obyektif:
Badan bau, pakaian kotor, rambut dan kulit kotor, kuku panjang dan kotor, gigi kotor, mulut bau,
penampilan tidak rapih, tak bisa menggunakan alat mandi.
58
G. Rencana Tindakan Keperawatan
2. Untuk Keluarga
a. Beri pendidikan kesehatan tentang merawat klien dan memotivasi klien untuk kebersihan
diri melalui pertemuan keluarga
b. Beri reinforcement positif atas partisipasi aktif keluarga
1. Untuk Klien
Tujuan: Klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti mandi,
berpakaian, makan, dan BAB/BAK
Intervensi:
a. Mengkaji kemampuan melakukan perawatan diri secara mandiri
b. Memberikan cara melakukan mandi/membersihkan diri, berhias, makan/minum, BAB/BAK
secara mandiri
c. Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengawali masalah kurang perawatan diri
2. Untuk Keluarga
a. Diskusikan dengan keluarga tentang fasilitas kebersihan diri yang dibutuhkan oleh klien agar
dapat menjaga kebersihan diri
59
b. Anjurkan keluarga untuk terlibat dalam merawat dan memantau klien dalam merawat klien
c. Anjurkan klien untuk memberikan pujian atas keberhasilan klien dalam merawat diri.
60
DAFTAR PUSTAKA
Nurjanah, Intansari S.Kep. 2001. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa. Yogyakarta :
Momedia
Carpenito, L.J, (1998). Buku Saku Diagnosa keperawatan (terjemahan), Edisi 8, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Stuart GW, Sundeen, Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.).St.Louis Mosby
Year Book, 1995
Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang :RSJD Dr. Amino Gonohutomo,
2003
Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP Bandung,
2000
61
62